Anda di halaman 1dari 9

CASE REPORT KBI-KBE

DISUSUN UNTUK MEMENUHI TUGAS

MATA KULIAH KEGAWATDARURATAN KEBIDANAN

RESMY DEWI NURA 1910104347

FAKULTAS ILMU KESEHATAN


PRODI D4 KEBIDANAN SARJANA TERAPAN

UNIVERSITAS ‘AISYIYAH YOGYAKARTA

2019

BAB I

A. KASUS MANUAL PLASENTA DI LAHAN

Penyusunan laporan ini berdasarkan kejadian kasus KBI-KBE pada ibu bersalin primigravida
di tempat kami, Klinik umum dan Bersalin Kusmahati Dua, Mojolaban, Sukoharjo, pada
Sabtu, 28 September 2019 jam 01.00, dengan kronologis sebagai berikut :

DAT
NAMA UMUR HPHT/
A WAKTU ALAMAT GPA UK KRONOLOGIS
PASIEN PASIEN HPL
RM
,,,,Jam 09.58 Bayi Lahir
00- Spontan, menangis sesaat,
merintih, lemah
Dilak. Resusitasi : +- 1menit
menangis kuat, keras, kulit
kemerahan, IMD (+), inj. Oxy
1A/IM (+). Setelah dilak. Cek
VU, jam 10.00 mulai MAK III,
dilakukan penegangan tali pusat
terkendali, +- 10 menit plasenta
lahir sponta, lengkap, massase
+_ (pasang O2, pasang Inf.
transet) konsul DSOG, RS
rujukan (persiapan), PMI
(persiapan), advice: Inj. Oxy ke-
2, persiapan manual plasenta, +-
jam 11.00 dilak. Tind.manual
plasenta, jam 11.30 plasenta
dilahirkan secara manual,
eksplorasi (+), massase FU (+),
Kontraksi (+), Inj. Metergin IA
(+).
Observasi :
Kala IV : Retensio Plasenta
Teratasi,,
Ku Ibu :Lemah, PPV : +- 75cc,
TFU : 2 jr bawah pusat, TTV
(TD:100/60, N: 88x/mnt, Rr:
24x/mnt, S: 36)
Pemberian terapy kolaborasi
dengan dokter

BAB II

B. PROTAP DI TEMPAT BEKERJA

Berdasarkan SOP di tempat kami, pada kasus manual plasenta mempunyai tahapan-tahapan
berikut:

1. PERSIAPAN

Dikarenakan tempat kami praktek, adalah pelayanan dasar/ primer, apabila ditemukan kasus-
kasus kegawatdaruratan didalam SOP kami ada pembagian TIM yang bertugas menghubungi
RS Rujukan Kerjasama, memberitahukan untuk pesiapan apabila sewaktu2 dalam proses
penangananya banyak kendala untuk bisa langsung proses.

1) Penandatangan persetujuan tindakan oleh penanggung JAwab PAsien


(Suami/keluarga Inti)

2) Pasang transet dan cairan infus


3) Jelaskan pada ibu prosedur dan tujuan tindakan

4) Lakukan anestesia verbal atau analgesia per rektal (Pronalgess Supp)

5) Siapkan dan jalankan prosedur pencegahan infeksi

6) Pastikan kandung kemih kosong karena kandung kemih yang penuh dapat menggeser
letak uterus.

Tahapan :

1) Pastikan kandung kemih dalam keadaan kosong.

2) Jepit tali pusat dengan klem pada jarak 5-10 cm dari vulva, tegangkan dengan satu
tangan sejajar lantai.

3) Secara obstetrik, masukkan tangan lainnya (punggung tangan menghadap ke bawah)


ke dalam vagina dengan menelusuri sisi bawah tali pusat.

4) Setelah mencapai bukaan serviks, minta seorang asisten/penolong lain untuk


memegangkan klem tali pusat kemudian pindahkan tangan luar untuk menahan fundus uteri.

5) Sambil menahan fundus uteri, masukkan tangan dalam hingga ke kavum uteri
sehingga mencapai tempat implantasi plasenta.

6) Bentangkan tangan obstetrik menjadi datar seperti memberi salam (ibu jari merapat ke
jari telunjuk dan jari-jari lain saling merapat)

7) Tentukan implantasi plasenta, temukan tepi plasenta paling bawah.

- Bila plasenta berimplantasi di korpus belakang, tali pusat tetap di sebelah atas dan
sisipkan ujung jari-jari tangan diantara plasenta dan dinding uterus dimana punggung tangan
menghadap ke bawah (posterior ibu)

- Bila di korpus depan maka pindahkan tangan ke sebelah atas tali pusat dan sisipkan
ujung jari-jari tangan diantara plasenta dan dinding uterus dimana punggung tangan
menghadap ke atas (anterior ibu).

8) Setelah ujung-ujung jari masuk diantara plasenta dan dinding uterus maka perluas
pelepasan plasenta dengan jalan menggeser tangan ke kanan dan kiri sambil digeserkan ke
atas (kranial ibu) hingga semua perlekatan plasenta terlepas dari dinding uterus.
9) Sementara satu tangan masih di dalam kavum uteri, lakukan eksplorasi untuk menilai
tidak ada sisa plasenta yang tertinggal.

10) Pindahkan tangan luar dari fundus ke supra simfisis (tahan segmen bawah uterus)
kemudian instruksikan asisten/penolong untuk menarik tali pusat sambil tangan dalam
membawa plasenta keluar (hindari terjadinya percikan darah).

11) Lakukan penekanan (dengan tangan yang menahan suprasimfisis) uterus kearah
dorso- kranial setelah plasenta dilahirkan dan tempatkan plasenta di dalam wadah yang telah
disediakan.

Langkah PI :

12) Dekontaminasi sarung tangan (sebelum dilepaskan) dan peralatan lain yang
digunakan.

13) Lepaskan dan rendam sarung tangan dan peralatan lainnya di dalam larutan klorin
0,5% selama 10 menit.

14) Cuci tangan dengan sabun dan air bersih mengalir.

15) Keringkan tangan dengan handuk bersih dan kering.

Observasi Pasca Tindakan :

16) Periksa kembali tanda vital ibu.

17) Catat kondisi ibu dan buat laporan tindakan.

18) Tuliskan rencana pengobatan, tindakan yang masih diperlukan dan asuhan lanjutan.

19) Beritahukan pada ibu dan keluarganya bahwwa tindakan telah selesai tetapi ibu masih
memerlukan pemantauan dan asuhan lanjutan.

20) Lanjutan pemantauan ibu hingga 2 jam pascatindakan sebelum dipindah ke ruang
rawat gabung.

BAB III

C. JURNAL MANUAL PLASENTA

1. Definisi
Manual plasenta adalah prosedur pelepasan plasenta dari tempat implantasinya pada dinding
uterus dan mengeluarkannya dari kavum uteri secara manual yaitu dengan melakukan
tindakan invasi dan manipulasi tangan penolong persalinan yang dimasukkan langsung
kedalam kavum uteri. Pada umumnya ditunggu sampai 30 menit dalam lahirnya plasenta
secara spontan atau dgn tekanan ringan pada fundus uteri yang berkontraksi. Bila setelah 30
menit plasenta belum lepas sehingga belum dapat dilahirkan atau jika dalam waktu
menunggu terjadi perdarahan yang banyak, plasenta sebaiknya dikeluarkan dengan segera.

2. Etiologi

Indikasi pelepasan plasenta secara manual adalah pada keadaan perdarahan pada kala tiga
persalinan kurang lebih 400 cc yang tidak dapat dihentikan dengan uterotonika dan masase,
retensio plasenta setelah 30 menit anak lahir, setelah persalinan buatan yang sulit seperti
forsep tinggi, versi ekstraksi, perforasi, dan dibutuhkan untuk eksplorasi jalan lahir dan tali
pusat putus.

Retensio plasenta adalah tertahannya atau belum lahirnya plasenta hingga atau melebihi
waktu 30 menit setelah bayi lahir. Hampir sebagian besar gangguan pelepasan plasenta
disebabkan oeh gangguan kontraksi uterus. Plasenta belum terlepas dari dinding rahim,
disebabkan karena :

a) Kontraksi uterus kurang kuat untuk melepaskan plasenta (plasenta adhesiva)

b) Plasenta melekat erat pada dinding uterus oleh sebab villi korialis menembus desidua
sampai miometrium (plasenta inkreta) menembus lebih dalam kedalam miometrium (plasenta
akreta) sampai dibawah peritoneum (plasenta perkreta).

c) Plasenta sudah lepas tetapi belum keluar karena atonia uteri dan akan menyebabkan
perdarahan yang banyak, atau karena adanya lingkaran konstriksi pada bagian bawah rahim
akibat kesalahan penanganan kala III yang akan menghalangi plasenta keluar ( plasenta
inkarserata).

3. Patofisiologis

Manual plasenta dapat segera dilakukan apabila :

a) Terdapat riwayat perdarahan postpartum berulang.

b) Terjadi perdarahan postpartum melebihi 400 cc


c) Pada pertolongan persalinan dengan narkosa.

d) Plasenta belum lahir setelah menunggu selama setengah jam.

Dalam melakukan rujukan penderita dilakukan persiapan dengan memasang infuse RL/ NaCl
dan memberikan cairan dan dalam persalinan diikuti oleh tenaga yang dapat memberikan
pertolongan darurat. Komplikasi dalam pengeluaran plasenta secara manual selain infeksi /
komplikasi yang berhubungan dengan transfusi darah yang dilakukan, multiple organ failure
yang berhubungan dengan kolaps sirkulasi dan penurunan perfusi organ dan sepsis (plasenta
akreta). Dalam hal ini villi korialis menembus desidua dan memasuki miometrium dan
tergantung dari dalamnya tembusan itu dibedakan antara plasenta inakreta dan plasenta
perkreta. Plasenta dalam hal ini tidak mudah untuk dilepaskan melainkan sepotong demi
sepotong dan disertai dengan perdarahan. Jika disadari adanya plasenta akreta sebaiknya
usaha untuk mengeluarkan plasenta dengan tangan dihentikan dan segera dilakukan
histerektomi dan mengangkat pula sisa-sisa dalam uterus.

4. Tanda dan Gejala Klinis

1) Anamnesis, meliputi pertanyaan tentang periode prenatal, meminta informasi


mengenai episode perdarahan postpartum sebelumnya, paritas, serta riwayat multipel fetus
dan polihidramnion. Serta riwayat pospartum sekarang dimana plasenta tidak lepas secara
spontan atau timbul perdarahan aktif setelah bayi dilahirkan.

2) Pada pemeriksaan pervaginam, plasenta tidak ditemukan di dalam kanalis servikalis


tetapi secara parsial atau lengkap menempel di dalam uterus.

3) Perdarahan yang lama > 400 cc setelah bayi lahir.

4) Placenta tidak segera lahir > 30 menit.

5. Tata Laksana

Sebelum dikerjakan, penderita disiapkan pada posisi litotomi. Keadaan umum penderita
diperbaiki sebesar mungkin, atau diinfus NaCl atau Ringer Laktat. Anestesi diperlukan kalau
ada constriction ring dengan memberikan suntikan diazepam 10 mg intramuskular. Anestesi
ini berguna untuk mengatasi rasa nyeri. Operator berdiri atau duduk dihadapan vulva dengan
salah satu tangannya (tangan kiri) meregang tali pusat, tangan yang lain (tangan kanan)
dengan jari-jari dikuncupkan membentuk kerucut.

Dengan ujung jari menelusuri tali pusat sampai plasenta. Jika pada waktu melewati serviks
dijumpai tahanan dari lingkaran kekejangan (constrition ring), ini dapat diatasi dengan
mengembangkan secara perlahan-lahan jari tangan yang membentuk kerucut tadi. Sementara
itu, tangan kiri diletakkan di atas fundus uteri dari luar dinding perut ibu sambil menahan atau
mendorong fundus itu ke bawah. Setelah tangan yang di dalam sampai ke plasenta,
telusurilah permukaan fetalnya ke arah pinggir plasenta. Pada perdarahan kala tiga, biasanya
telah ada bagian pinggir plasenta yang terlepas.

Melalui celah tersebut, selipkan bagian ulnar dari tangan yang berada di dalam antara dinding
uterus dengan bagian plasenta yang telah terlepas itu. Dengan gerakan tangan seperti
mengikis air, plasenta dapat dilepaskan seluruhnya (kalau mungkin), sementara tangan yang
di luar tetap menahan fundus uteri supaya jangan ikut terdorong ke atas. Dengan demikian,
kejadian robekan uterus (perforasi) dapat dihindarkan.

Setelah plasenta berhasil dikeluarkan, lakukan eksplorasi untuk mengetahui kalau ada bagian
dinding uterus yang sobek atau bagian plasenta yang tersisa. Pada waktu ekplorasi sebaiknya
sarung tangan diganti yang baru. Setelah plasenta keluar, gunakan kedua tangan untuk
memeriksanya, segera berikan uterotonik (oksitosin) satu ampul intramuskular, dan lakukan
masase uterus. Lakukan inspeksi dengan spekulum untuk mengetahui ada tidaknya laserasi
pada vagina atau serviks dan apabila ditemukan segera di jahit.

BAB IV

D. ANALISIS KASUS DAN JURNAL

Berdasarkan kejadian atau kasus manual plasenta di tempat kami dan adanya dasar teori yang
menyertai, dapat dianalisis bahwa penatalaksanaan tindakan manual yang kami laksanakan
sudah sesuai dengan teori yang ada. Ada beberapa bagian dari protap pelaksanaan tersebut
yang masih perlu kami perbaiki dan tingkatkan ketelitian dalam mengobservasi dan
menentukan tindakan selanjutnya. Sesuai dengan teori yang ada bahwa apabila plasenta
belum lahir sama sekali tidak terjadi perdarahan, jika lepas sebagian terjadi pendarahan yang
merupakan indikasi untuk mengeluarkannya plasenta dengan segera.

Perdarahan post partum dini dapat terjadi sebagai akibat tertinggalnya sisa plasenta atau
selaput. bila hal tersebut terjadi, harus dikeluarkan secara manual atau di kuretase disusul
dengan pemberian obat-obat uterotonika intravena. Perlu dibedakan antara retensio plasenta
dengan sisa plasenta (rest placenta). Dimana retensio plasenta adalah plasenta yang belum
lahir seluruhnya dalam setengah jam setelah janin lahir. Sedangkan sisa plasenta merupakan
tertinggalnya bagian plasenta dalam uterus yang dapat menimbulkan perdarahan post partum
primer atau perdarahan post partum sekunder.

Anda mungkin juga menyukai