Pengelolaan SDA NTB
Pengelolaan SDA NTB
DI PROVINSI NTB
Pengelolaan Sumber Daya Alam (SDA) dan Lingkungan Hidup. Bertempat di Kantor Gubernur NTB
di Mataram, perjanjian kerjasama tersebut ditandatangani dengan maksud untuk meningkatkan
kualitas SDA dan Lingkungan Hidup melalui program perencanaan penataan ruang wilayah daerah,
pengelolaan sumberdaya hutan dan DAS secara terpadu, konservasi ekosistem, serta pengendalian
perubahan iklim.
“Perjanjian kerjasama ini ditandatangani dengan tujuan membangun hubungan yang sinergis dan
harmonis antara WWF-Indonesia dengan para pihak khususnya dalam lingkup Pemda NTB guna
mendukung pengelolaan sumberdaya alam dan lingkungan hidup di propinsi ini,” kata Dr. Efransjah,
CEO WWF-Indonesia. Kerjasama ini, menurutnya, juga dimaksudkan untuk mendukung perencanaan
dan implementasi kebijakan pengelolaan SDA dan lingkungan hidup di NTB yang berlandaskan
prinsip transparansi, partisipasi dan akuntabilitas.
Perjanjian kerjasama yang memiliki jangka waktu selama tiga tahun ini (2011-2014) merupakan
perpanjangan dari perjanjian periode sebelumnya, 2009-2011. Adapun objek kerjasama yang
disepakati meliputi antara lain Sinkronisasi perencanaan, pemanfaatan dan pengendalian tata ruang
Wilayah Provinsi dan Kabupaten Kota; Rehabilitasi hutan dan mobilisasi kemitraan sektor swasta
melalui program newtrees; Implementasi Peta Jalan untuk mewujudkan Pembangunan NTB Hijau;
Pengembangan kegiatan usaha ekonomi masyarakat melalui akselarasi program peningkatan hasil
hutan kayu dan bukan kayu serta tanaman produktif lainnya; Pengembangan mekanisme jasa
lingkungan; Penyusunan Rencana Pengelolaan DAS Terpadu; dan Pengembangan Area Model untuk
strategi adaptasi dan mitigasi perubahan iklim.
Nusa Tenggara Barat (NTB) memiliki potensi berupa kawasan hutan yang mencapai 53,18 % dari
luas wilayah daratannya. Posisi strategis sumberdaya hutan tersebut dalam konteks pembangunan
daerah memiliki dua fungsi utama, yaitu peran hutan dalam pembangunan ekonomi dan peran hutan
dalam pelestarian lingkungan hidup. Kedua peran tersebut harus mempertimbangkan kontribusi sektor
kehutanan terhadap pembangunan ekonomi daerah dan masyarakat serta kontribusinya dalam
menjaga keseimbangan sistem tata air, tanah dan udara sebagai unsur utama daya dukung lingkungan.
Mempertimbangkan kebutuhan akan fungsi hutan, pengelolaan dan pemanfaatan hutan yang lestari
menjadi kebutuhan mendesak untuk diwujudkan. Hutan yang lestari diwujudkan melalui kegiatan
rehabilitasi dan perlindungan serta pengamanan kawasan hutan.
Dalam mekanisme pengelolaannya, untuk hutan yang lestari dititik beratkan pada penanganan lahan
kritis baik di dalam maupun di luar kawasan hutan. Berdasarkan penafsiran citra lansat tahun 2010
diketahui bahwa luas lahan kritis di Provinsi NTB adalah seluas 444.409,19 Ha dengan komposisi
lahan kritis di dalam kawasan hutan seluas 181.188,66 Ha (40,77 % dari luas lahan kritis) dan lahan
kritis di luar kawasan hutan seluas 263.220,53 Ha (59,23 % dari luas lahan kritis). Penanganan lahan
kritis dilakukan dengan pola partisipatif bekerjasama dengan stakeholder terkait dan diperkuat dengan
dukungan kebijakan pemerintah.
Pemerintah Provinsi Nusa Tenggara Barat telah menuangkan dalam Prioritas Program – RPJMD NTB
2013 – 2018 dalam misi ke lima yaitu meningkatkan kesejahteraan masyarakat, mempercepat
penurunan kemiskinan dan mengembangkan keunggulan daerah yang pro job, pro growth, pro poor
dan pro environment. Kawasan hutan NTB berbatasan langsung dengan 461 desa dari total 1.117 desa
se-NTB. Pemberian hak kelola kawasan hutan kepada masyarakat tersebut dilakukan melalui program
Hutan Tanaman Rakyat, Hutan Kemasyarakatan serta pengembangan Hasil Hutan Bukan Kayu
(HHBK). Untuk Kawasan Rinjani sendiri terdapat sumberdaya hutan yang mencapai 125.000 ha,
sangat potensial dan strategis dalam menggerakkan ekonomi daerah; berkontribusi terhadap
pendapatan daerah, penyediaan lapangan kerja serta pengembangan wilayah dan pertumbuhan
ekonomi daerah. Hasil penelitian dari WWF Indonesia, nilai sumber daya alam Rinjani mencapai Rp.
5,178,159 Trilliun dan Hulu dari hampir 146 DAS (Daerah Aliran Sungai).
Untuk menjawab isu ini, beberapa strategi intervensi pun dilakukan dengan mengefektifkan sistem
perencanaan dalam pengelolaan dan pemanfaatan HHBK secara berkelanjutan, menguatkan kapasitas
masyarakat dan kelembagaan lokal serta memfasilitasi untuk menghasilkan kebijakan lokal yang
mendukung pengelolaan HHBK secara terintegrasi pada aspek kelola usaha, kelola kawasan dan
kelola kelembagaan terakhir mendorong penerapan (replikasi dan adopsi) praktik-praktik terbaik
pengelolaan HHBK.
Mewujudkan kemandirian dan daya saing daerah, yaitu terwujudnya kemampuan dinamis
mengembangkan diri dan profesionalisme masyarakat yang didukung kelestarian dan
keberlanjutan pengelolaan sumberdaya alam dan lingkungan hidup serta berkembangnya
kearifan lokal, sebagai daya mampu keunggulan relatif terhadap wilayah lain.
Mewujudkan pembangunan berkelanjutan, yaitu pengelolaan dan pemanfaatan sumberdaya
alam, lingkungan hidup dan sumberdaya buatan bagi keberhasilan pembangunan
kesejahteraan generasi masa kini dengan memperhitungkan secara cermat dan
bertanggungjawab bagi kelangsungan hidup dan kehidupan generasi mendatang.
Gerakan NTB Hijau Program Sekolah Hijau dan pengembangan Hutan Cadangan Energi.
Gerakan Ruang Hijau Ruang Hijau merupakan singkatan dari “Ruang Hunian Ideal (yang
dibentuk dengan) Jalan mantap, Air lestari, dan Utilitas yang memadai”
Gerakan Kawasan PERMATA Gerakan Kawasan PERMATA adalah suatu upaya
PERlindungan MATa Air (PERMATA)
Memantapkan program "Desa Mandiri Pangan“
Pengembangan Desa Mandiri Energi (DME)
Pencanangan NTB sebagai Provinsi Bumi Sejuta Sapi.
Meluncurkan "Pasar Tani", sebagai model pengembangan pasar khusus bagi produk unggul
Revitalisasi penyuluh pertanian, kehutanan, peternakan, perkebunan dan perikanan.
KEBIJAKAN NASIONAL
Peraturan Presiden No. 61, tentang Rencana Aksi Nasional Indonesia untuk
pengurangan GRK (RAN-GRK), dapat dianggap sebagai Strategi Pembangunan
nasional yang Rendah Emisi.
Peraturan Presiden No.71 sebagai Pelaksanaan Inventarisasi Gas Rumah Kaca tingkat
Nasional.
USULAN MITIGASI
Energy :
Penerapan Program Kemitraan Konservasi Energi
Peningkatan efisiensi peralatan rumah tangga.
Penyediaan dan Pengelolaan Energi Baru Terbarukan (EBT) dan Konservasi Energi
Pemanfaatan Kotoran Ternak menjadi energi
Pengalihan pemakaian minyak tanah ke LPG secara penuh
Penyusunan klasifikasi data potensi dan cadangan panas bumi untuk ketenagalistrikan dan
pemanfaatan langsung energi panas bumi
Penetapan wilayah kerja pertambangan (WKP) panas bumi
Penyusunan kebijakan tentang panas bumi dan air tanah Penggunaan bahan bakar nabati
(BBN)
Perhitungan dan pembaruan faktor emisi pada sistem grid ketenagalistrikan
Transportasi :
Pengembangan Pengendalian Analisis Dampak Lalu Lintas/TIC
Peremajaan Armada Angkutan Umum
Membangun Non Motorized Transport /NMT (Pedestrian dan Jalur Sepeda)
Campaign Education at School
Penerapan Manajemen Parkir
Penerapan Congestion Charging dan Road Pricing
Pelatihan dan Sosialisasi Eco Driving
Pengadaan Sistem BRT/semi BRT
Pemasangan Converter Kit pada Mobil Dinas
Menaikkan Uang Muka Kredit Sepeda Motor dan Pajak Progresif Kendaraan Pribadi
Car Free Day dan Menutup Transportasi Bermotor di Pusat Keramaian
Industri
Strategi inti Aksi mitigasi yang dicanangkan untuk sektor industri NTB ini terdiri atas 3
kegiatan inti yakni: (a) Peningkatan Teknologi Proses, (b) Pengusahaan Bahan Bakar
Alternatif terutama mengarah ke gasifikasi, dan (c) Peningkatan Efisiensi dan Mutu Proses
Produksi.
Kehutanan
Moratorium logging.
Penundaan ijin penggunaan kawasan hutan pada hutan alam.
Rehabilitasi hutan dan lahan seluas 63.000 ha/3 tahun.
Pengamanan hutan.
Penurunan kebakaran hutan.
Implementasi NTB Hijau.
Pertanian
1. Perluasan areal penanaman padi dengan sistem tanpa (sedikit) penggenangan (sistem SRI-
system rice intensification),
2. Pengembangan teknologi pengelolaan lahan tanpa bakar,
3. Penerapan precission farming atau pemupukan sesuai kebutuhan,
4. Penggunaan pupuk organik untuk meningkatkan simpanan karbon dalam tanah,
5. Pemanfaatan limbah pertanian untuk energi dan pupuk organik,
6. Optimasi lahan pertanian dengan meningkatkan produktivitas dan indeks
pertanaman,termasuk pemanfaatan lahan secara optimal,
7. Perluasan areal pertanian dan perkebunan di lahan tidak produktif/ terdegradasi berkelanjutan
melalui tatakelola air dan ameliorasi yang menurunkan emisi GRK,
8. Pengembangan teknologi biogas dan pakan untuk mengurangi emisi GRK dari ternak, dan
9. Perluasan penggunaan varietas padi rendah emisi gas CH4
.
Pengelolaan Limbah
Penyusunan Perencanaan Pengelolaan Persampahan
Minimasi Sampah dengan prinsip 3R
Peningkatan Sarana-Prasarana Persampahan
Penyusunan Perencanaan Pengelolaan Air Limbah
Pembangunan prasarana Waste Water Treatment
Pemukiman
Pengendalian Banjir
Pengelolaan Badan Air
Pemberdayaan Kesehatan Lingkungan dan Masyarakat
Monitoring dan Evaluasi
Program/Kegiatan Non-teknis RAD-GRK Sektor Limbah
UPAYA MITIGASI MENURUNKAN EMISI
Strategi Implementasi
1. memetakan lembaga-lembaga yang dimiliki Provinsi NTB,
2. mengidentifikasi sumber dana yang mungkin,
3. menyusun jadwal implementasi masing-masing usulan aksi mitigasi, dan
4. strategi sosialisasi aksi mitigasi.
Pengelolaan Sumber Daya Air di NTB masih dihadapkan pada berbagai permasalahan seperti
kerusakan hutan, kegiatan konservasi masih sektoral, penebangan liar, pelanggaran tata ruang
terutama di wilayah sempadan sungai, pemberian ijin pemanfaatan kawasan kurang. memperhatikan
kaedah konservasi, pengelolaan insfrakstruktur sda kurang baik dan tidak koordinatif, data dan
informasi sda tidak terintegrasi/parsial dan masih terbatas, konflik penggunaan sda, tumpang tindih
lembaga pengelola sda. Dewan air Prov.
4. rekomendasi sidang DSDA belum menjadi dasar penyusunan program dibidang SDA, dan
terbatasnya anggaran.
Strategi penguatan dewan antara lain mempertegas kedudukan dewan melalui perda, laporan lengkap
harus disampaikan kepada Gubernur dan ditembuskan ke DPRD, melakukan evaluasi keanggotaan,
menyusun program kerja tahun 2018, maksimasi peran komisi dan monev, membentuk komisi
pemberdayaan masyarakat, membentuk komisi pemberdayaan masy, alokasi anggaran yang memadai
dari APBD, identifikasi potensi sumber anggaran selain APBD, pengelolaan anggaran yg transparan
dan akuntabel.