Barnard M. Syaifudin - 201820401011126 - Referat Batu Saluran Kemih
Barnard M. Syaifudin - 201820401011126 - Referat Batu Saluran Kemih
Pembimbing
dr. Budi Widarto, Sp.Rad
Disusun Oleh :
Barnard M. Syaifudin 201820401011126
Referat dengan judul “Batu Saluran Kemih” telah diperiksa dan disetujui sebagai
salah satu tugas dalam rangka menyelesaikan studi kepaniteraan Dokter Muda di
bagian Ilmu Radiologi RS Haji
Pembimbing
ii
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis persembahkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, yang
telah melimpahkan rahmat dan karunianya sehingga penulis dapat menyelesaikan
referat dengan judul “Batu Saluran Kemih”. Referat ini diajukan sebagai persyaratan
untuk mengikuti kepanitraan klinik pada ilmu Radiologi di RSUD Haji Surabaya.
Dalam kesempatan ini penulis menyampaikan terima kasih yang sebesar-
besarnya kepada dr. Budi Widarta, Sp.Rad selaku pembimbing yang telah bersedia
membimbing saya, baik dalam penulisan dan pembahasan referat ini.
Dalam penulisan referat ini, penulis menyadari bahwa referat ini jauh dari
kesempurnaan. Oleh karena itu, penulis mohon maaf atas segala kekurangan dan
penulis juga mengharapkan kritik dan saran dari pembaca yang sifatnya membangun
untuk kesempurnaan penulisan referat berikutnya.
Penulis
iii
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR...........................................................................................iii
DAFTAR ISI........................................................................................................iv
BAB I. PENDAHULUAN...................................................................................1
2.1.1 Definisi.....................................................................................2
2.4 Pencitraan............................................................................................13
2.5 Komplikasi..........................................................................................20
2.6 Tatalaksana..........................................................................................21
2.6.1 Medikamentosa........................................................................21
2.6.3 Endourologi.............................................................................21
iv
2.6.4 Bedah Laparoskopi..................................................................22
2.7 Pencegahan..........................................................................................23
2.8 Komplikasi..........................................................................................24
2.9 Prognosis.............................................................................................24
v
BAB I
PENDAHULUAN
Urolitiasis atau dikenal dengan penyakit batu saluran kemih yang selanjutnya
disingkat BSK adalah terbentuknya batu yang disebabkan oleh pengendapan
substansi yang terdapat dalam air kemih yang jumlahnya berlebihan atau karena
faktor lain yang mempengaruhi daya larut substansi. BSK sudah diderita manusia
sejak zaman dahulu, hal ini dibuktikan dengan diketahui adanya batu saluran kemih
pada mummi Mesir yang berasal dari 4800 tahun sebelum Masehi. Hippocrates
yang merupakan bapak ilmu Kedokteran menulis 4 abad sebelum Masehi tentang
penyakit batu ginjal disertai abses ginjal (Menon et al, 2002).
Urolithiasis merupakan penyakit tersering ketiga di bidang urologi di samping
infeksi saluran kemih dan pembesaran prostat benigna. Di negara-negara berkembang
banyak dijumpai pasien batu buli-buli sedangkan di negara maju lebih banyak
dijumpai batu saluran kemih atas. Hal ini dapat terjadi karena adanya pengaruh status
gizi dan aktivitas pasien sehari-hari (Purnomo B, 2014).
Angka kejadian BSK di Indonesia tahun 2002 berdasarkan data yang
dikumpulkan dari rumah sakit di seluruh Indonesia adalah 37.636 kasus baru, dengan
jumlah kunjungan 58.959 penderita. Sedangkan jumlah pasien yang dirawat adalah
19.018 penderita, dengan jumlah kematian 378 penderita. Menurut DepKes RI (2006),
jumlah pasien rawat inap penderita BSK di Rumah Sakit seluruh Indonesia yaitu
16.251 penderita dengan CFR 0,94% (Heni R, 2011).
Di Amerika Serikat, sekitar 250.000 sampai 750.000 penduduknya menderita
BSK setiap tahun, di seluruh dunia rata-rata terdapat 1 sampai 12%. Kejadian pada
pria empat kali lebih tinggi daripada wanita, kecuali untuk batu amonium
magnesium fosfat (struvit), lebih sering terdapat di wanita. Usia rata-rata BSK
terjadi pada usia 30 sampai 50 tahun (Smith RD & Ferri FF, 2014).
Terbentuknya batu saluran kemih diduga ada hubungannya dengan gangguan
aliran urine, gangguan metabolik, infeksi saluran kemih, dehidrasi dan keadaan
keadaan lain yang masih belum terungkap (idiopatik). Secara epidemiologis terdapat
beberapa faktor yang mempermudah terjadinya batu saluran kemih pada seseorang.
Faktor-faktor itu adalah faktor intrinsik yaitu keadaan yang berasal dari tubuh
seseorang dan faktor ekstrinsik yaitu pengaruh yang berasal dari lingkungan di
sekitarnya(Soeparman,2001).
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
B.Ureter
Ureter adalah organ berbentuk saluran kecil yang berfungsi mengalirkan
air kemih dari pielum (pelvis) ginjal ke dalam buli-buli. Pada orang dewasa
panjangnya lebih kurang 25-30 cm, dan diameternya 3-4 mm. Dindingnya terdiri
atas: (1) mukosa yang dilapisi oleh sel transisional, (2) otot polos sirkuler, dan (3)
otot polos longitudinal. Kontraksi dan relaksasi kedua otot polos itulah yang
memungkinkan terjadinya gerakan peristaltik ureter guna mengalirkan air kemih
ke dalam buli-buli. Jika karena suatu sebab terdapat sumbatan pada lubang ureter
sehingga menyumbat aliran air kemih, otot polos ureter akan berkontraksi secara
berlebihan, yang bertujuan untuk mendorong atau mengeluarkan sumbatan itu dari
saluran kemih. Kontraksi itu dirasakan sebagai nyeri kolik yang datang secara
berkala, sesuai dengan irama peristaltik ureter (Purnomo BB, 2011).
b.Uretra
Uretra merupakan saluran yang menyalurkan air kemih ke luar dari buli-
buli melalui proses miksi. Secara anatomis uretra dibagi menjadi dua bagian, yaitu
uretra posterior dan uretra anterior. Pada pria, organ ini berfungsi juga dalam
menyalurkan cairan mani. Uretra dilengkapi dengan katup uretra interna yang
terletak pada perbatasan buli-buli dan uretra,serta katup uretra eksterna yang
terletak pada perbatasan uretra anterior dan posterior (Purnomo BB, 2011).
Mukosa uretra yang meliputi dari glans penis dibentuk oleh lapisan
skuamos epithelium. Pada bagian proksimalnya dibentuk oleh tipe lapisan
transisional (Emil,Tanagho.A, 2008).
Katup uretra interna terdiri atas otot polos yang dipersarafi oleh sistem
simpatik sehingga pada saat buli-buli penuh, katup ini terbuka.Katup uretra
eksterna terdiri atas otot bergaris yang dipersarafi oleh sistem somatik.Aktivitas
katup uretra eksterna ini dapat diperintah sesuai dengan keinginan seseorang.Pada
saat berkemih katup ini terbuka dan tetap terutup pada saat menahan rasa ingin
berkemih.Panjang uretra wanita kurang lebih 3-5 cm, sedangkan uretra pria
dewasa kurang lebih 23-25 cm (Purnomo BB, 2011).
a.2 Kolesterol
Tingginya kadar kolesterol di dalam darah akan disekresikan melalui
glomerulus ginjal dan tercampur di dalam air kemih. Adanya butiran kolesterol
tersebut akan merangsang agregasi dengan kristal kalsium oksalat dan kalsium
fosfat sehingga terbentuk batu yang bermanifestasi klinis (Purnomo BB, 2011).
Lebih dari 80% BSK terdiri atas batu kalsium, baik yang berikatan dengan
oksalat maupun dengan fosfat, membentuk batu kalsium oksalat dan kalsium
fosfat; sedangkan sisanya berasal dari batu asam urat,batu magnesium ammonium
fosfat (batu infeksi), batu xantin,batu sistein,dan batu jenis lainnya. Meskipun
patogenesis pembentukan batu-batu di atas hampir sama tetapi suasana di dalam
saluran kemih yang memungkinkan terbentuknya jenis batu itu tidak sama. Dalam
hal ini misalkan batu asam urat mudah terbentuk dalam suasana asam,sedangkan
batu magnesium ammonium fosfat terbentuk karena urine bersifat basa (Purnomo
BB, 2011).
b. Teori Fisiko-Kimiawi
Hal yang melatarbelakangi terbentuknya BSK ini adalah karena adanya
terbentuknya proses kimia, fisika maupun gabungan fisiko kimiawi. Dari hal
tersebut diketahui bahwa terjadinya BSK erat kaitannya oleh konsentrasi substansi
pembentuk batu di saluran kemih. Berdasarkan faktor fisiko kimiawi dikenal
dengan teori pembentukan BSK (Purnomo BB, 2011) , yaitu :
b.1 Teori Epitaksi
Pada teori ini dikatakan bahwa kristal dapat menempel pada kristal lain
yang berbeda sehingga akan cepat membesar dan menjadi batu campuran.
Keadaan ini disebut dengan nukleasi heterogen dan merupakan kasus yang paling
sering yaitu kristal kalsium oksalat yang menempel pada kristal asam urat yang
ada (Purnomo BB, 2011).
c. Batu Struvit
Sekitar 10-15% dari total, terdiri dari magnesium ammonium fosfat (batu
struvit) dan kalsium fosfat.Batu ini terjadi sekunder terhadap infeksi saluran
kemih yang disebabkan bakteri pemecah urea.Batu dapat tumbuh menjadi lebih
besar membentuk batu staghorn dan mengisi seluruh pelvis dan kaliks ginjal.Batu
ini bersifat radioopak dan mempunyai densitas yang berbeda. Di urin kristal batu
struvit berbentuk prisma empat persegi panjang. Dikatakan bahwa batu staghorn
dan struvit mungkin berhubungan erat dengan destruksi yang cepat dan ginjal hal
ini mungkin karena proteus merupakan bakteri urease yang poten (Harrison’s,
2008).
d. Batu Sistin
Lebih kurang 1-2% dari seluruh BSK. Batu ini jarang dijumpai (tidak
umum, berwarna kuning jeruk dan berkilau. Sedang kristal sistin di air kemih
tampak seperti plat segi enam,sangat sukar larut dalam air. Bersifat radioopak
karena mengandung sulfur (Harrison’s, 2008).
e. Batu Xantin
Batu Xantin sangat jarang terjadi bersifat herediter karena defisiensi xantin
oksidase. Namun bisa bersifat sekunder karena pemberian alopurinol yang
berlebihan. Enzim normalnya dikatalisasi dan dioksidasi dari hypoxantin menjadi
xantin dan dari xantin kemudian diproses menjadi asam urat. Gambaran batunya
biasanya adalah radiolusen dan berwarna kuning (Stoller,Marshall L,2008).
c. Demam
Demam terjadi karena adanya kuman yang beredar di dalam darah
sehingga menyebabkan suhu badan meningkat melebihi batas normal
tubuh.Gejala ini disertai takikardi,hipotensi,dan vasodilatasi pembuluh darah di
kulit (Marshall L.Stoller, MD, 2008).
e. Infeksi
BSK jenis apapun seringkali berhubungan dengan infeksi sekunder akibat
obstruksi dan statis di proksimal dari sumbatan saluran kemih.Infeksi yang terjadi
di saluran kemih karena kuman Proteus spp, Klebsiella, Serratia, Enterobacter,
Pseudomonas, dan Staphilococcus.
2.4 Pencitraan
b. Pelaksanaan BNO-IVP
- Pasien diminta mengosongkan buli-buli
- Dilakukan foto BNO
- Injeksi kontras IV (setelah cek tensi dan cek alergi), beberapa saat dapat
terjadi kemerahan, rasa asin di lidah, sakit kepala ringan, gatal, mual dan
muntah (Radiologi Diagnostik FK USU, 2010).
- Diambil foto pada menit ke-5, 15, 30 dan 45
- Menit ke-5 : menilai nefrogram dan mungkin sistem pelviokalises (SPC)
4. Foto terlambat, jika konsentrasi dan ekskresi sangat kurang pada 1-8 jam
Setelah masuk ke menit 60 dibuat foto BNO lagi dengan kaset 30 x 40 cm.
Setelah hasil rontgen dikonsultasikan pada dokter ahli radiologi dan
dinyatakan normal maka pasien diharuskkan berkemih kemudian di foto
kembali. Jika dokter ahli radiologi menyatakan ada gangguan biasanya
dilakukan foto 2 jam. Dengan posisi antero-posterior sama seperti foto
abdomen.
Gambar 2.9. Foto menit ke 60 atau lebih
Sumber : Radiologi Diagnostik FK UI
5. Foto terakhir biasanya film berdiri atau foto setelah berkemih / Post Void
Yang terakhir lakukan foto post void dengan posisi AP supine atau erect untuk
melihat kelainan kecil yang mungkin terjadi di daerah buli-buli. Dengan posisi
erect dapat menunjukan adanya ren mobile (perpindahan posisi ginjal yang
tidak normal) pada kasus posthematuri.
2.6.3 Endourologi
Tindakan endourologi adalah tindakan invasive minimal untuk
mengeluarkan batu saluran kemih yang terdiri atas memecah batu, dan kemudian
mengeluarkannya dari saluran kemih melalui alat yang dimasukkan langsung ke
dalam saluran kemih.Alat ini dimasukkan melalui uretra atau melalui insisi kecil
pada buli.Proses pemecahan batu dapat dilakukan secara mekanik, dengan
memakai energi hidraulik, energi gelombang suara, atau dengan energi
laser.Beberapa tindakan endourologi itu adalah :
1. PNL (Percutaneous Nephro Litholapaxy) adalah usaha untuk mengeluarkan
batu yang berada di dalam saluran ginjal dengan cara memasukkan alat
endoskopi ke sistem kalises melalui insisi pada kulit. Batu kemudian
dikeluarkan atau dipecah terlebih dahulu menjadi fragmen-fragmen kecil.
2. Litotripsi adalah tindakan memecah batu buli-buli atau batu uretra
dengan memasukkan alat pemecah batu (litotriptor) ke dalam buli-buli.
Pecahan batu dikeluarkan dengan evakuator Ellik.
3. Ureteroskopi atau uretero-renoskopi adalah tindakan memasukkan alat
ureteroskopi per-uretram guna melihat keadaan ureter atau sistem
pielokaliks ginjal. Dengan memakai energi tertentu, batu yang berada
di dalam ureter maupun sistem pelvikalises dapat dipecah melalui
tuntunan ureteroskopi atauureterorenoskopi ini.
4. Ekstraksi Dormia adalah tindakan mengeluarkan batu ureter dengan
menjaringnya melalui keranjang Dormia (Basuki B.Purnomo, 2011).
2.9 Prognosis
BAB III
KESIMPULAN
Urolithiasis adalah keadaan dimana adanya batu pada saluran kemih dimulai
dari ginjal, ureter, vesika urinaria hingga uretra. Penyakit batu saluran kemih
menempati posisi ke dua paling sering ditemukan pada urologi dengan seiringnya
waktu karena perubahan pola hidup dan diet masyarakat. Ada beberapa jenis batu
yang dapat terakumulasi pada saluran kemih, batu kalsium oksalat, kalsium fosfat,
batu urat, batu struvit dan batu campuran. Gejala yang ditimbulkan pada penyakit ini
bergantung pada lokasi ataupun obstruksi yang ditimbulkan oleh batu tersebut.
Komplikasi batu saluran kemih yang sering tejadi adalah penyumbatan total
dari saluran sehingga menyebabkan flow back pada urin. Efek dari flow back dari urin
adalah dapat terjadinya hidroureter hingga hidronefrosis. Pada kasus tertentu
urosepsis dapat terjadi pada pasien. Gejala yang terdapat pada urolithiasis adalah
antara lain Obstructive Lower Urinary Track Syndrome, mual muntah, demam, nyeri
kolik pada pinggang, hematuria dan sensasi keluarnya pasir saat berkemih.
Penatalaksanaan urolithiasis antara lain adalah dengan medika mentosa
ataupun intervensi bedah. Tindakan bedah yang dilakukan dapat bersifat invasive dan
non invasiv. Tindakan invasiv seperti litotripsi, PNL, bedah laparoskopi. Tindakan
non-invasiv antara lain ESWL. Pasien dapat mencegah terjadinya batu dengan cara
mengatasi infeksi saluran kemih yang dialaminya, mengontrol kadar zat dalam
darahnya dan hidrasi yang cukup.
DAFTAR PUSTAKA