Dosen Pengampu :
Ari Pratiwi, S.Psi., M.Psi
Oleh :
Recky Sintya M. (115120300111023)
Tuthy Puji Lestari (115120300111049)
Amalia Adiningtia (115120300111067)
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Setiap individu dan masyarakat mengetahui bahwa merokok itu berbahaya bagi
kesehatan. Masalah rokok pada hakikatnya sudah menjadi masalah nasional, pemerintah
provinsi DKI Jakarta telah menerbitkan Peraturan Gubernur No. 75/2005 tentang
kawasan Dilarang Merokok. Peraturan ini merupakan turunan dari Perda No. 2/2005
tentang pengendalian Pencemaran Udara (“Peraturan Gubernur Larangan Merokok Mulai
Disosialisasikan”, 2005). Peraturan tersebut sudah disosialisasikan pada tahun 2005
namun masih banyak yang melanggarnya. Peraturan selanjutnya pada tanggal 12 Agustus
2008 dikeluarkan oleh MUI yang menyatakan bahwa “Merokok itu Haram”. Namun, hal
tersebut juga tidak berdampak secara signifikan terhadap jumlah penurunan angka
perokok di Indonesia. Seringkali kita melihat orang merokok dimana-mana dalam
kehidupan sehari-hari baik di kantor, di pasar ataupun tempat umum lainnya atau bahkan
dikalangan rumah tangga sendiri (Aditama, 1996).
Beberapa hasil penelitian menunjukkan bahwa kebiasaan merokok telah dimulai
sejak remaja, bahkan dari tahun ke tahun menunjukkan usia awal merokok semakin
muda. Hasil riset Lembaga Menanggulangi Masalah Merokok (LM3) dilaporkan bahwa
anak-anak di Indonesia sudah ada yang mulai merokok pada usia 9 tahun (Komalasari &
Helmi, 2006). Dari analisis data Susenas tahun 2001 diperoleh data umur mulai merokok
kurang dari 20 tahun cenderung meningkat dan lebih dari separuh perokok
mengkonsumsi lebih dari 10 batang per hari, bahkan yang berumur 10 – 14 tahun pun
sudah didapat sebesar 30,5% yang mengkonsumsi lebih dari 10 batang per hari
diantaranya 2,6% yang mengkonsumsi lebih dari 20 batang per hari. Hal ini dapat
menjadi bom waktu pada 25 tahun yang akan datang, mengingat timbulnya penyakit
seperti kanker berhubungan dengan lamanya merokok dan banyaknya rokok yang
dikonsumsi (Sirait 2002).
Menurut data Kemenkes, sejak tahun 1995-2007, jumlah perokok remaja
meningkat hingga 12 kali lipat. Berdasarkan Riset Kesehatan Dasar 2010 mencatat bahwa
58,6 juta orang Indonesia berumur 15 tahun ke atas menjadi perokok aktif. Rinciannya,
pria 55,05 juta dan perempuan 3,5 juta. Pada remaja (15-19 tahun), prevalensi merokok
meningkat dari 7,1 persen tahun 1995 menjadi 20,3 persen tahun 2010 (dikutip dari
Kompas.com, 2013). WHO pada tahun 2008 menyatakan bahwa perokok tertinggi ke-3
di dunia adalah Indonesia sesudah Cina dan India. Hal ini merupakan fakta
memprihatinkan yang terjadi di Indonesia saat ini, mengingat terjadi peningkatan
pengguna rokok pada remaja. Para remaja yang merupakan generasi penerus bangsa yang
berperan penting atas kemajuan bangsa Indonesia di masa depan sebagian banyak yang
rusak oleh rokok.
Dalam jangka panjang merokok dapat menyebabkan kematian. Berdasarkan data
dari WHO, jumlah perokok di dunia ada sebanyak 1,1 miliar orang, dan 4 juta orang di
antaranya meninggal setiap tahun. Pada tahun 2001, di Indonesia 427.928 orang
meninggal karena rokok. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pada tahun 2020,
diperkirakan rokok akan menjadi penyebab utama kematian dan kecacatan yang
menewaskan lebih dari 10 juta orang tiap tahunnya, 2 juta diantaranya terdapat di Cina,
jadi menyebabkan lebih banyak kematian di seluruh dunia, lebih banyak dari gabungan
kematian yang disebabkan HIV, TBC, kematian persalinan, kecelakaan lalu lintas, bunuh
diri dan pembunuhan.
Ditinjau dari segi moral, perokok yang kecanduan terkadang mengambil atau
meminta uang ayahnya, tetangganya, atau temannya untuk membeli rokok. Berdasarkan
data yang terdapat di pengadilan, 95 persen pelaku tindakan kriminal adalah para perokok
(Gillham B, 2000), sehingga negara harus menanggung biaya hidup para tahanan di
penjara. Sebenarnya negara dan masyarakat telah melupakan bahwa mereka kehilangan
uang sebanyak Rp 20.000.000.000.000,00 per tahun bukan hanya ulah para perokok,
melainkan juga akibat gangguan kesehatan yang disebabkan rokok; yang sebenarnya
dapat diinvestasikan untuk meningkatkan kesehatan masyarakat. Orang yang merokok
satu bungkus satu hari seharga Rp 2.500,00 - Rp 3.000,00 dapat menghabiskan uang
sebesar Rp 1.000.000,00 per tahun (http://www.depkes.go.id/index.php?option=article,
diunduh pada tanggal 4 April 2014 pukul 13.00 WIB). Apalagi orang yang merokok
empat bungkus dalam satu hari, maka uang yang dikeluarkan bisa berjuta-juta rupiah
dalam satu tahun. Mereka yang sudah ketagihan (ketergantungan) rokok apabila
pemakaiannya dihentikan, mucullah “sindrom putus rokok” dengan gejala-gejala seperti
mudah tersinggung, cemas, dan gangguan konsentrasi (Harian Republika, 2004).
Jumlah perokok dari tahun ke tahun semakin meningkat, hal ini berarti bahwa
terdapat pertambahan perokok baru setiap saat yang kemungkinan besar akan terus
menjadi perokok aktif seumur hidupnya. Perokok baru tersebut sebagaian besar adalah
anak-anak & remaja. Dari beberapa hasil penelitian menunjukkan hampir 70% perokok
Indonesia memulai merokok sebelum mereka berumur 19 tahun. Berdasarkan Riskesdas
tahun 2007, perilaku penduduk Indonesia dalam mengkonsumsi rokok menunjukkan
bahwa masih lebih banyak masyarakat yang tidak merokok dibandingkan dengan
masyarakat yang merokok dimana persentase penduduk umur 10 tahun ke atas 23,7%
merokok setiap hari, 5,5% merokok kadang-kadang, 3,0% adalah mantan perokok dan
67,8% bukan perokok. Namun, persentase tertinggi penduduk yang merokok setiap hari
berada pada kelompok usia sekolah yaitu 15 – 19 tahun dengan persentase sebesar 36,3%
dan konsumsi terbesar kedua berikutnya berada pada usia 20 – 24 tahun dengan
persentase sebesar 16,3%. Fakta ini menunjukkan bahwa konsumsi rokok justru sangat
tinggi di kalangan penduduk usia sekolah yang umumnya belum memiliki penghasilan
sendiri untuk membeli rokok atau bisa dikatakan mereka yang dalam tahap
perkembangan remaja (Mulya dan Ramdani, 2009).
Hal ini didasari karena masa remaja merupakan masa transisi (peralihan) dari
masa anak-anak menuju masa dewasa. Dalam masa ini terjadi perubahan emosi dan
perubahan sosial pada remaja. Masa remaja penuh dengan gejolak, penuh dengan
pengenalan dan petualangan akan hal-hal baru dan masa pencarian jati diri. Untuk
mencari jati diri mereka seorang remaja merasa tertantang dan tertarik untuk mencoba
hal-hal yang baru. Remaja dalam masa ini sangat labil dan menjadi mudah terpengaruh
akan hal yang dilihat maupun hal yang terjadi sekitarnya.
Remaja merupakan aset sumber daya manusia yang merupakan tulang punggung
penerus generasi bangsa di masa mendatang. Pada teori psikososial Erikson menyebutkan
bahwa masa remaja berada pada tahap Identitas versus kekacauan identitas, dimana pada
tahap ini terjadi pada individu saat berumur 12-20 tahun. Pada masa ini kemampuan-
kemampuan yang dimiliki oleh seorang anak sudah lebih matang. Mereka berusaha untuk
membentuk dan memperlihatkan identitasnya. Dorongan untuk memperlihatkan identitas
terkadang dilakukan dengan cara yang ekstrim atau berlebihan. Hal ini membuat mereka
melakukan sesuatu yang dianggap menyimpang oleh lingkungan sekitar.
Remaja sering berusaha memberikan kesan bahwa mereka sudah hampir dewasa.
Remaja sering bertingkah laku yang membuat mereka merasa seperti orang dewasa, yaitu
merokok, minum-minuman keras, dan menggunakan obat-obatan (Hurlock, 1999).
Penelitian yang dilakukan oleh Lembaga Demografi Fakultas Ekonomi UI tahun 1999
menghasilkan bahwa remaja yang pernah menggunakan narkoba 5,8% dari total
responden 8.058 orang, 15% pernah minum-minuman keras dan sebesar 46,6% merokok
(Rozy, 2001). Hal-hal seperti ini membuat remaja sering dibicarakan dan menjadi
sorotan.
Jika dilihat data-data mengenai keterlibatan remaja dalam berbagai perilaku
negative, maka kita akan menemukan angka-angka yang mengejutkan dan
mengkhawatirkan. Kelompok Smoking and Health memperkirakan sekitar enam ribu
remaja mencoba rokok pertamanya setiap hari dan tiga ribu diantaranya menjadi perokok
rutin (“Stop”, 2000).
Kondisi di atas menimbulkan kekhawatiran terhadap perilaku merokok remaja
karena semakin hari semakin bisa kemungkinan mereka akan menjadi perokok berat di
usia dewasa. Selain itu perilaku merokok bisa menjadi pintu masuk pertama (first step)
terhadap perilaku negative yang lain seperti minum alcohol, narkoba, agresif dan
destruktif (Efendi, 2005). Smet (1994) menemukan korelasi yang positif antara perilaku
merokok dengan minum alcohol. Penelitian Sullivan dan Farell (1999) juga menyatakan
bahwa merokok merupakan salah satu factor resiko untuk mengkonsumsi narkoba selain
penggunaan alcohol, tekanan teman, hubungan seksual dan niat itu sendiri.
Hampir sebagian remaja memahami akibat-akibat yang berbahaya dari asap rokok
tetapi mengapa mereka tidak mencoba atau menghindar dari perilaku tersebut? Ada
banyak alasan yang melatarbelakangi perilaku merokok pada remaja. Secara umum
menurut Kurt Lewin, perilaku merokok merupakan fungsi dari lingkungan dan individu.
Artinya perilaku merokok selain disebabkan faktor-faktor dari dalam diri, juga
disebabkan faktor lingkungan (Komalasari & Hemli, 2006). Factor dari dalam diri remaja
seperti perilaku memberontak dan suka mengambil resiko turut mempengaruhi apakah
remaja akan mulai merokok. Factor lingkungan seperti orang tua yang merokok dan
teman sebaya yang merokok juga mempengaruhi seorang remaja merokok atau tidak
(Sarafino, 1994). Salah satu temuan tentang remaja merokok adalah bahwa remaja yang
orangtuanya merokok merupakan agen imitasi yang baik bagi remaja untuk merokok.
Orangtua yang merokok akan memberikan pengaruh terhadap anak remajanya untuk
merokok lebih besar dari pada orang tua yang tidak merokok (“Step parents influence
teenage smoking behavior”, 2008). Sebuah studi yang dilakukan oleh pusat Nasional
untuk penggunaan obat di Universitas Kolombia (dalam Richmond, 2004) menemukan
bahwa anak yang mempunyai teman-teman perokok memiliki kemungkinan 9 kali lebih
besar untuk menjadi perokok dari pada anak yang memiliki teman yang tidak merokok.
Sedangkan menurut Mu’tadin (2002), factor penyebab perilaku merokok pada remaja
tidak hanya berasal dari pengaruh orang tua maupun teman sebaya, namun juga berasal
dari factor kepribadian dan pengaruh iklan.
Menurut Erickson (Komasari & Helmi, 2000), remaja mulai merokok berkaitan
dengan adanya krisis aspek psikososial yang dialami pada masa perkembangan yaitu
masa ketika mereka sedang mencari jati dirinya. Masa remaja sering dilukiskan sebagai
masa strom dan stress karena ketidaksesuaian antara perkembangan fisik yang sudah
matang dan belum diimbangi oleh perkembangan psikososial. Upaya-upaya untuk
menemukan jati diri tersebut, tidak semua dapat berjalan sesuai dengan harapan
masyarakat. Beberapa remaja melakukan perilaku merokok sebagai cara kompensatoris.
Seperti yang dikatakan oleh Brigham (1991) bahwa perilaku merokok bagi remaja
merupakan perilaku simbolisasi. Symbol dari kematangan, kekuatan, kepemimpinan dan
daya tarik terhadap lawan jenis.
Di sisi lain Green menyatakan bahwa perilaku seseorang – termasuk perilaku
merokok - dipengaruhi oleh faktor pendahulu (predisposing), yang meliputi pengetahuan,
sikap, kepercayaan, keyakinan, tradisi, nilai; faktor pemungkin (enabling), yang meliputi
ketersediaan sumber-sumber atau fasilitas; dan factor penguat atau pendorong
(reinforcing) yang meliputi sikap dan perilaku orang-orang disekitarnya (Notoatmodjo,
2003). Sedangkan dalam Health Believe Model dijelaskan bahwa perilaku seseorang
ditentukan oleh motif dan kepercayaannya (Ogden, 1996:21).
Berkaitan dengan pendapat di atas dapat dikatakan bahwa terdapat proses kognitif
yang mendasari seseorang dalam mengambil tindakan untuk menjadi seorang perokok.
Perilaku yang kita keluarkan atau yang kita kenakan pada suatu objek merupakan hasil
dari proses berfikir kita yang didalamnya melibatkan proses kognitif yang disebut sebagai
persepsi.
Persepsi merupakan proses pengolahan mental secara sadar terhadap stimulus
yang dapat menggambarkan pandangan pribadi seseorang terhadap suatu kejadian atau
peristiwa yang dapat diorganisasikan, diinterpertasikan terhadap rangsang melalui proses
mengamati, mengetahui atau mengartikan setelah panca indera mendapat rangsang
sehingga individu mampu mengetahui, mengartikan, dan menghayati tentang hal yang
diamati, baik yang diluar maupun didalam diri individu (Auliya, 2007). Persepsi inilah
yang akan sangat menentukan bagaimana kita bersikap dalam menghadapi segala sesuatu
yang ada di dalam kehidupan kita. Persepsi kita mengenai suatu objek sangat menentukan
bagaimana keputusan kita untuk bersikap terhadap objek tersebut. Banyak faktor yang
dapat mempengaruhi persepsi kita mengenai suatu hal, beberapa diantaranya bisa berasal
dari faktor internal atau faktor yang berasal dari individu itu sendiri seperti sikap,
pengalaman, motivasi, minat, nilai, prasangka, kebutuhan, keadaan fisik, perasaan dan
faktor eksternal atau faktor yang berasal dari luar individu seperti latar belakang
keluarga, informasi yang diperoleh, familiar atau ketidakasingan suatu objek, dan
intensitas.
Berkaitan dengan perilaku merokok, banyak sekali media diluar sana yang
memberikan informasi terkait bahaya merokok dan dampak negative dari rokok.
Pemerintah dan berbagai instansi dalam dunia kesehatan dan pendidikan pun juga gencar
memberikan sosialisasi mengenai bahaya rokok pada semua kalangan, terutama kalangan
remaja. Bahkan iklan dari produk rokok itu sendiri juga menyebutkan dan berterus terang
dalam setiap akhir sesi iklannya mengenai bahaya dari rokok. Sehingga tidak dapat
dipungkiri bahwa setiap orang pasti mengetahui bahwa rokok memberikan dampak
negative yang begitu dahsyat bagi tubuh. Namun, mengapa dengan begitu banyaknya
informasi yang diterima mengenai dampak negative rokok masih ada begitu banyak
orang yang tetap memutuskan untuk menjadi perokok dan berani mengambil resiko untuk
mempertaruhkan kesehatan dan kehidupannya sendiri hanya untuk rokok? Sehingga
penting kiranya kita mencari tahu hal yang mendasari keputusan mereka dalam merokok,
dalam hal ini persepsi mereka terhadap perilaku merokok. Terutama pada remaja, karena
remaja merupakan asset penting bangsa yang akan memimpin bangsa ini nantinya.
Dengan mengetahui persepsi mereka mengenai perilaku merokok, maka akan dapat
ditemukan jalan keluar yang lebih efektif untuk merubah pola pikir atau persepsi yang
maladaptive terhadap rokok menjadi persepsi atau pola pikir yang lebih adaptif, dengan
begitu individu akan lebih bisa mengembangkan pola hidup yang sehat dan terbebas dari
rokok.
Lantas, bagaimana sebenarnya remaja yang merokok menganggap dan
mempersepsikan perilaku merokok itu sendiri meski sudah mengetahui bahaya dari
merokok? Bertolak dari latar belakang di ataslah, peneliti bermaksud melakukan
penelitian dengan judul “Persepsi Remaja yang Merokok terhadap Perilaku Merokok”.
B. RUMUSAN MASALAH
Adapun rumusan masalah dari penelitian ini adalah sebagai berikut :
1. Bagaimana persepsi remaja laki-laki yang merokok terhadap perilaku merokok itu
sendiri?
2. Apa yang mendasari remaja laki-laki perokok untuk merokok?
C. TUJUAN PENELITIAN
Penelitian ini bertujuan :
1. Untuk mengetahui dan memahami persepsi remaja laki-laki yang merokok terhadap
perilaku merokok.
2. Untuk mengetahui dan memahami perilaku yang mendasari remaja laki-laki perokok
untuk merokok
D. MANFAAT PENELITIAN
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan dua manfaat yaitu manfaat teoritis dan
manfaat praktis :
1. Manfaat teoritis
Secara teoritis, penelitian ini diharapkan dapat memperkaya ilmu pengetahuan
Psikologi khususnya dibidang Psikologi Perkembangan, selain itu hasil penelitian ini
juga diharapkan dapat menjadi bahan referensi pada penelitian selanjutnya
2. Manfaat praktis
a. Sebagai referensi bagi orang tua agar dapat memahami pandangan atau persepsi
remaja laki-laki terhadap perilaku merokok itu sendiri
b. Sebagai informasi bagi masyarakat pada umumnya dan para remaja khususnya
untuk mengetahui persepsi atau pandangan remaja laki-laki yang merokok
terhadap perilaku merokok,
c. Sebagai bahan informasi agar dapat memberikan pencegahan pada remaja laki-
laki lainnya untuk tidak merokok ditinjau dari segi persepsi para remaja laki-laki
yang merokok terhadap perilaku merokok itu sendiri.
d. Diharapkan orang tua, guru dan pemerintah dapat memberikan informasi tentang
bahaya merokok bagi kesehatan dan dapat mengubah persepsi yang salah dari
para remaja yang merokok terhadap perilaku merokok itu sendiri, sehingga dapat
mengurangi perilaku merokok pada remaja.
E. PENELITIAN TERDAHULU
Sebagai bahan pertimbangan dalam penelitian ini akan dicantumkan beberapa
hasil penelitian terdahulu oleh beberapa peneliti yang pernah penulis baca, diantaranya :
Penelitian yang dilakukan oleh Christina Kwai-Choi Lee, Margo Buchanan-
Oliver dan Micael-Lee Johnstone pada tahun 2003, dengan judul “New Zealand
Adolescents’ Perception of Smoking and Social Policy Implications”. Tujuan dari
penelitian ini adalah untuk mengetahui, memahami dan mengeksplorasi sikap dan
asosiasi merokok dikalangan remaja di Selandia Baru untuk menyorot implikasinya bagi
perkembangan kebijakan social. Jenis penelitian ini adalah kualitatif dengan
menggunakan pendekatan induktif. Desain penelitian ini berdasarkan pada Focus Group
Discussions (FGD) dengan tujuan untuk mendapatkan data kualitatif yang dapat
memberikan pemahaman lebih dalam mengenai remaja yang merokok. Untuk
memastikan keakuratan hasil dari penelitian, peneliti menggunakan dua pengkodean
independen untuk menganalisis data sehingga memungkinkan interpretasi data dapat
dipertanggung jawabkan. Sedangkan integritas data (data tidak mengandung informasi
palsu) dipastikan dengan menjaga identitas peserta, dan menggunakan teknik wawancara
yang baik . Hanya dua moderator yang terlatih yang terlibat dalam pengumpulan data.
Selain itu, peneliti dalam penelitian ini juga melakukan pre-test untuk memastikan bahwa
pertanyaan yang akan digunakan dalam penelitian telah tepat. Penelitian ini didasarkan
pada 28 kelompok FGD yang terdiri dari 160 siswa, usia Antara 10 sampai 17 tahun di
Auckland, Selandia Baru. Anak-anak ini memiliki status social-ekonomi, etnis, dan
tingkat akademis yang bervariasi. Setiap kelompok FGD terdiri dari 3 sampai 8 peserta
dan diberi waktu sekitar 45-60 menit untuk berdiskusi. Aktivitas tersebut direkan dengan
audio dan video. Diskusi yang dilakukan dalam FGD relative tidak terstruktur.
Pertanyaan yang diajukan dalam FGD digunakan untuk menggali pikiran dan perasaan
responden tentang merokok, seperti persepsi mereka baik itu negative maupun positif
mengenai merokok, perasaan mereka mengenai teman-teman dan keluarga yang
merokok, serta perilaku merokok mereka sendiri. Sebelum FGD dimulai, setiap peserta
diminta untuk menuliskan pemikiran mereka dan berbicara mengenai apa yang telah
mereka tulis. Hal ini dilakukan untuk mendapatkan pandangan pribadi tanpa pengaruh
anggota lainnya. Pikiran-pikiran yang telah ditulis oleh partisipan sebelum diskusi
dimulai dikumpulkan pada akhir sesi untuk crosscheck dengan kaset rekaman untuk
memastikan realibilitas dari hasil penelitian. Data dianalisis dengan cara mengidentifikasi
tema dari diskusi kelompok. Sebuah skema pengkodean deskriptif digunakan untuk
mengidentifikasi tema dari diskusi kelompok. Hasil dari penelitian di Selandia Baru ini
menunjukkan bahwa remaja rentan terhadap pengaruh social (dalam hal ini adalah
keputusan untuk menjadi perokok) yang disebabkan oleh factor-faktor tertentu. Factor-
faktor tersebut diantaranya adalah persepsi mengenai kekebalan tubuh mereka terhadap
penyakit yang ditimbulkan oleh merokok, persepsi citra diri mereka, pengaruh orang-
orang penting dalam kehidupan mereka seperti teman dan keluarga, keinginan untuk
bereksperimen, rasa ingin tahu, dan tekanan yang menimbulkan stress. Dalam hal ini,
peneliti merekomendasikan beberapa inisiatif kebijakan social diantaranya adalah :
pemberian pesan anti - merokok untuk penonton bioskop untuk melawan efek dari peran
model aspiratif, memperluas target program pendidikan anti - merokok di tingkat sekolah
dasar dan pra sekolah dasar, dan mendorong keterlibatan keluarga dalam program
pendidikan mengenai rokok juga dianjurkan.
Penelitian selanjutnya yang juga menjadi bahan pertimbangan dari penelitian ini
adalah penelitian yang dilakukan oleh Trixie Salawati dan Rizki Amalia pada tahun 2010,
dengan judul “Perilaku Merokok di Kalangan Mahasiswa Universitas Muhammadiyah
Semarang”. Adapun tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui gambaran perilaku
merokok antara mahasiswa Fakultas Kesehatan dan Non Kesehatan di Universitas
Muhammadiyah Semarang. Jenis penelitian ini adalah penelitian kualitatif. Sumber data
penelitian ialah mahasiswa Universitas Muhammadiyah Semarang yang berstatus aktif,
memiliki kebiasaan merokok, berjenis kelamin laki-laki yang layak dan bersedia menjadi
informan penelitian ini. Data yang digunakan dalam penelitian ini ada dua, yakni data
primer dan data sekunder. Data primer diperoleh secara langsung dari informan, sedangkan
data sekunder diperoleh melalui literature, data tertulis dan sumber-sumber lain sebagai
pendukung penelitian. Data dikumpulkan melalui FGD dan wawancara mendalam.
Selanjutnya data diolah dengan menggunakan analisis deskripsi hasil FGD dan wawancara
melalui pengumpulan data; reduksi data dengan pembuatan koding dan katagori;
penyajikan data; serta kesimpulan. Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa
pengetahuan, sikap, keyakinan, motivasi dan praktik merokok di kalangan informan dari
Fakultas kesehatan maupun non kesehatan tidak terlalu jauh berbeda, walaupun pada
pertanyaan tertentu informan dari Fakultas kesehatan bisa memberi penjelasan sedikit lebih
banyak. Temuan menarik dari penelitian ini antara lain bahwa walaupun beberapa
informan dari Fakultas Kesehatan menyatakan bahwa merokok adalah hak azasi dan
mereka merasa kesulitan untuk berhenti merokok, namun berdasarkan hasil FGD dan
wawancara diketahui bahwa mereka sebenarnya mempunyai beban, karena sebagai calon
petugas kesehatan mereka seharusnya bisa menjadi contoh, sehingga sebagian besar dari
mereka tetap berniat untuk berhenti bila sudah bekerja. Hal tersebut tidak ditemui pada
informan dari Fakultas Non Kesehatan. Walaupun sebagian besar yakin bahwa merokok
itu berbahaya., namun mereka tidak yakin mampu berhenti dan hanya berniat mengurangi
saja. Mereka tidak memiliki beban yang sama dengan informan dari Fakultas Kesehatan,
karena mereka bukan calon petugas kesehatan.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. PERSEPSI
1. Pengertian Persepsi
Persepsi merupakan salah satu aspek psikologis yang penting bagi manusia dalam
merespon kehadiran berbagai aspek dan gejala disekitarnya. Persepsi mengandung
pengertian yang sangat luas, menyangkut intern dan ekstern. Berbagai ahli telah
memberikan definisi yang beragam tentang persepsi, walaupun pada prinsipnya
mengandung makna yang sama. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, persepsi adalah
tanggapan (penerimaan) langsung dari sesuatu.
Sedangkan menurut (Dorland, 2002) Persepsi merupakan proses pengolahan mental
secara sadar terhadap stimulus sensori. Sugihartono, dkk (2007: 8) mengemukakan bahwa
persepsi adalah kemampuan otak dalam menerjemahkan stimulus atau proses untuk
menerjemahkan stimulus yang masuk ke dalam alat indera manusia. Ada yang
mempersepsikan sesuatu itu baik atau persepsi yang positif maupun persepsi negatif
yang akan mempengaruhi tindakan manusia yang tampak atau nyata.
Bimo Walgito (2004: 70) mengatakan bahwa persepsi merupakan suatu proses
pengorganisasian, penginterpretasian terhadap stimulus yang diterima oleh organisme
atau individu sehingga menjadi sesuatu yang berarti, dan merupakan aktivitas yang
terintegrasi dalam diri individu. Respon sebagai akibat dari persepsi dapat diambil oleh
individu dengan berbagai macam bentuk. Stimulus mana yang akan mendapatkan respon
dari individu tergantung pada perhatian individu yang bersangkutan. Berdasarkan hal
tersebut, perasaan, kemampuan berfikir, pengalaman-pengalaman yang dimiliki individu
tidak sama, maka dalam mempersepsi suatu stimulus, hasil persepsi mungkin akan
berbeda antar individu satu dengan individu lain.
Setiap orang mempunyai kecenderungan dalam melihat benda yang sama dengan cara
yang berbeda-beda. Perbedaan tersebut bisa dipengaruhi oleh banyak faktor, diantaranya
adalah pengetahuan, pengalaman dan sudut pandangnya. Persepsi juga bertautan dengan
cara pandang seseorang terhadap suatu objek tertentu dengan cara yang berbeda-beda
dengan menggunakan alat indera yang dimiliki, kemudian berusaha untuk
menafsirkannya. Persepsi baik positif maupun negatif ibarat file yang sudah tersimpan
rapi didalam alam pikiran bawah sadar kita. File itu akan segera muncul ketika ada
stimulus yang memicunya, ada kejadian yang membukanya. Persepsi merupakan hasil
kerja otak dalam memahami atau menilai suatu hal yang terjadi di sekitarnya (Waidi,
2006: 118).
Jalaludin Rakhmat (2007: 51) menyatakan persepsi adalah pengamatan tentang objek,
peristiwa atau hubungan-hubungan yang diperoleh dengan menyimpulkan informasi dan
menafsirkan pesan. Sedangkan, Suharman (2005: 23) menyatakan persepsi merupakan
suatu proses menginterpretasikan atau menafsir informasi yang diperoleh melalui sistem
alat indera manusia. Menurutnya ada tiga aspek di dalam persepsi yang dianggap relevan
dengan kognisi manusia, yaitu pencatatan indera, pengenalan pola, dan perhatian.
Proses terbentuknya persepsi didahului adanya penginderaan yaitu merupakan proses
yang berwujud diterimanya stimulus oleh individu melalui alat reseptornya. Namun
proses itu tidak berhenti sampai disitu saja, melainkan stimulus tersebut diteruskan ke
pusat susunan saraf pusat yaitu otak, dan terjadilah proses psikologis, sehingga individu
menyadari apa yang ia lihat, apa yang ia dengar, dan sebagainya. karena itu proses
penginderaan tidak dapat lepas dari proses persepsi, dan proses penginderaan merupakan
pendahulu dari persepsi (Walgito, 1994). Menurut Maramis (1999) persepsi adalah daya
mengenal barang, kualitas atau hubungan dan perbedaan antara lain melalui proses
mengamati, mengetahui atau mengartikan setelah panca indera mendapat rangsang.
Sedangkan menurut Sunaryo (2004) persepsi dapat diartikan sebagai proses
diterimanya rangsang melalui panca indera dengan didahului oleh perhatian sehingga
individu mampu mengetahui, mengartikan dan menghayati tentang hal yang diamati, baik
yang ada diluar maupun di dalam dari individu.
Dari penjelasan di atas dapat disimpulkan pengertian persepsi adalah proses otak
dalam mengorganisasikan, menginterpretasikan, dan menafsirkan, suatu objek,
peristiwa, atau stimulus tertentu yang masuk melalui alat indera sehingga individu atau
organisme mampu mengetahui, mengartikan, dan menghayati objek atau stimulus
tersebut.
2. Macam-Macam Persepsi
Ada dua macam persepsi menurut Sunaryo (2004) yaitu :
a. External perception yaitu persepsi yang terjadi karena adanya rangsang yang
datang dari luar individu.
b. Self perception yaitu persepsi yang terjadi karena adanya rangsang yang
datang dari dalam diri individu. Dalam hal ini yang menjadi obyek adalah
dirinya sendiri.
Sedangkan Menurut Miftah Toha (2003: 145), proses terbentuknya persepsi didasari
pada beberapa tahapan, yaitu :
a. Stimulus atau rangsangan
Terjadinya persepsi diawali ketika seseorang dihadapkan pada suatu stimulus/rangsangan
yang hadir dari lingkungannya.
b. Registrasi
Dalam proses registrasi, suatu gejala yang nampak adalah mekanisme fisik yang berupa
penginderaan dan syarat seseorang berpengaruh melalui alat indera yang dimilikinya.
Seseorang dapat mendengarkan atau melihat informasi yang terkirim kepadanya,
kemudian mendaftar semua informasi yang terkirim kepadanya tersebut.
c. Interpretasi
Interpretasi merupakan suatu aspek kognitif dari persepsi yang sangat penting yaitu
proses memberikan arti kepada stimulus yang diterimanya. Proses interpretasi tersebut
bergantung pada cara pendalaman, motivasi, dan kepribadian seseorang.
B. REMAJA
1. Pengertian Remaja
Remaja didefinisikan sebagai masa peralihan dari masa kanak-kanak ke masa
dewasa. Batasan usia remaja berbeda-beda sesuai dengan sosial budaya setempat.
Menurut WHO (World Health Organization) batasan usia remaja adalah 12 sampai 24
tahun.
Masa remaja adalah masa yang paling sulit untuk dilalui oleh individu jika dilihat
dari siklus kehidupan. Masa ini dapat dikatakan sebagai masa yang paling kritis bagi
perkembangan pada tahap-tahap kehidupan selanjutnya. Hal ini dikarenakan pada masa
inilah terjadi begitu banyak perubahan dalam diri individu baik itu perubahan fisik
maupun psikologis. Perubahan dari cirri kanak-kanak menuju pada kedewasaan.
Perubahan pada wanita ditandai dengan mulainya menstruasi atau buah dada yang
membesar. Perubahan pada pria antara lainditandai dengan perubahan suara, otot semakin
membesar serta mimpi basah. (United Nation Population Fund (UNFPA), 2001)
Istilah adolescence atau remaja berasal dari kata latin adolescere yang berarti
tumbuh atau tumbuh menjadi dewasa. Lazimnya masa remaja dianggap mulai pada saat
anak secara seksual menjadi matang dan berakhir saat ia mencapai usia matang secara
hukum. Papalia (2008) membagi masa remaja menjadi 2 bagian, yaitu masa remaja awal
dan masa remaja akhir. Masa remaja awal berlangsung ira-kira dari 11 tahun atau 12
tahun sampai 14 tahun. Masa remaja akhir berlangsung kira-kira 15 tahun sampai 20
tahun.
2. Ciri-ciri Remaja
Menurut Hurlock (1999), seperti halnya dengan semua periode yang penting
selama rentang kehidupan, masa remaja mempunyai ciri-ciri tertentu yang
membedakannya dengan periode sebelum dan sesudahnya. Ciri-ciri tersebut adalah :
a. Masa remaja sebagai periode yang penting
Dianggap periode yang penting karena akibatnya yang langsung terhadap sikap dan
perilaku, dan karena akibat-akibat jangka panjang. Awal masa remaja ditandai
dengan perkembangan fungsi fisik disertai perkembangan mental yang cepat,
mengakibatkan perlunya penyesuaian mental dan perlunya membentuk sikap, nilai,
dan minat baru.
b. Masa remaja sebagai periode peralihan
Peralihan tidak berarti terputus atau berubah dari yang telah terjadi sebelumnya,
melainkan peralihan dari satu tahap ke tahap perkembangan berikutnya. Perubahan
fisik yang terjadi sebelum tahun awal masa remaja mempengaruhi tingkat perilaku
individu dan mengakibatkan diadakannya penilaian kembali penyesuaian nilai-nilai
yang telah tergeser.
c. Masa remaja sebagai periode perubahan
Ada empat perubahan yang hampir bersifat universal, yaitu :
1. Meningginya emosi yang intensitasnya tergantung pada tingkat perubahan fisik
dan psikologis yang terjadi.
2. Perubahan tubuh, minat, dan peran yang diharapkan oleh kelompok sosial
menimbulkan masalah baru.
3. Perubahan minat dan pola perilaku mengakibatkan perubahan nilai-nilai.
4. Sebagian besar remaja bersikap ambivalen terhadap perubahan sikap. Mereka
menginginkan dan menuntut kebebasan tapi taku bertanggung jawab.
d. Masa remaja sebagai usia bermasalah.
Kebanyakan remaja tidak berpengalaman dalam mengatasi masalah namun merasa
dirinya mandiri untuk mengatasi masalahnya sendiri sehingga menolak bantuan
orang lain. Ketidakmampuan untuk mengatasi masalahnya sendiri mengakibatkan
penyelesaian tidak selalu sesuai dengan yang diharapkan.
e. Masa remaja sebagai masa mencari identitas diri.
Erikson menjelaskan bahwa identitas diri yang dicari remaja berupa usaha untuk
menjelaskan siapa dirinya, apa perannya didalam masyarakat, apakah ia seorang
anak-anak atau orang dewasa. Awal masa remaja diperlihatkan dengan penyesuaian
diri dengan kelompok masih tetap penting namun lambat laun mulai mendambakan
identitas diri dan tidak puas lagi dengan menjadi sama seperti temannya dalam segala
hal. Salah satu cara untuk mencoba mengangkat diri sendiri sebagai individu adalh
dengan menggunakan simbol status dalam menggunakan mobil, pakaian dan barang-
barang mewah lain, sementara pada saat yang sama ia mempertahankan identitas
dirinya didalam kelompok dengan mengikuti apa yang dilakukan kelompok seperti
merokok dan minuman keras.
f. Masa remaja sebagai usia yang menimbulkan ketakutan.
Stereotip yang berlaku dalam masyarakat berfungsi sebagai cermin yang ditegakkan
masyarakat bagi remaja yang menggambarkan citra diri remaja sendiri yang lambat
laun dianggapnya sebagai gambaran yang asli dan remaja membentuk perilakunya
sesuai gambaran ini. Dengan menerima stereotip tersebut dan adanya keyakinan
bahwa orang dewasa mempunyai pandangan yang buruk tentang remaja, membuat
peralihan ke masa dewasa menjadi sulit.
g. Masa remaja sebagai masa yang tidak realistis.
Remaja cenderung melihat dirinya sendiri dan orang lain sebagaimana yang
diinginkannya dan bukan sebagaimana dirinya.
h. Masa remaja sebagai ambang dewasa.
Dengan semakin mendekatnya usia kematangan, para remaja mulai memusatkan diri
pada perilaku yang dihubungkan dengan status dewasa, yaitu merokok, minum
minuman keras, menggunakan obat-obatan, dan terlibat dalam perbuatan seks.
Mereka menganggap bahwa perilaku tersebu akan memberikan citra yang mereka
inginkan.
3. Perkembangan Fisik Remaja
Masa remaja adalah masa peralihan dari anak-anak ke dewasa, bukan hanya
dalam artian psikologis tetapi juga fisik. Bahkan perubahan-perubahan fisik yang
terjadi itulah yang merupakan gejala primer dalam pertumbuhan remaja, sedangkan
perubahan-perubahan psikologis muncul antara lain sebagai akibat dari perubahan-
perubahan fisik itu. Diantara perubahan-perubahan fisik itu, yang terbesar
pengaruhnya pada perkembangan jiwa remaja adalah pertumbuhan tubuh (badan
menjadi makin panjang dan tinggi), mulai berfungsinya alat reproduksi (ditandai
dengan haid pada wanita dan mimpi basah pada laki-laki), tanda-tanda seksual
sekunder yang tumbuh (Sarlito Wirawan Sarwono, 2004: 52).
Perilaku merokok banyak dilakukan pada usia remaja. Masa remaja adalah
masa peralihan dari usia kanak-kanak ke usia dewasa. Erikson (Papalia, 2008)
mengatakan bahwa remaja mengalami krisis aspek psikososial pada masa
perkembangannya yaitu masa ketika mereka mencari jati dirinya. Remaja sering
berusaha memberikan kesan bahwa mereka sudah hampir dewasa dengan bertingkah
laku seperti orang dewasa, yaitu merokok, minum minuman keras, dan menggunakan
obat-obatan (Hurlock, 1999). Perokok laki-laki jauh lebih tinggi dibandingkan
perempuan dimana jika diuraikan menurut umur, prevalensi perokok laki-laki paling
tinggi pada umur 15-19 tahun. Hal ini dapat dikaitkan dengan stres yang dialami oleh
remaja. Sebuah studi menemukan bahwa bagi kalangan remaja, jumlah rokok yang
mereka konsumsi berkaitan denga stres yang mereka alami.
C. Rokok
1. Pengertian Rokok
Rokok adalah hasil olahan tembakau terbungkus termasuk cerutu atau bentuk
lainnya yang dihasilkan dari tanaman Nicotania Tobacum, Nicotania Rustica dan
spesies lainnya atau sintetis yang mengandung nikotin dan tar dengan atau tanpa
bahan tambahan (PP RI No. 19 Tahun 2003) dalam Frans (2004) secara umum,
bahan-bahan dalam rokok dapat dibagi menjadi dua golongan besar, yaitu komponen
gas dan komponen padat atau partikel, sedang komponen padat atau partikel dibagi
menjadi nikotin yang bersifat adiktif dan tar yang bersifat karsinogenik. Rokok
mengandung kurang lebih 4000 elemen-elemen dan setidaknya 200 diantaranya
dinyatakan berbahaya bagi kesehatan. Racun utama dalam rokok adalah tar, nikotin,
dan karbon monoksida (Atmanta, 2005).
3. Bahaya Merokok
Laporan WHO (2003) dalam Utama (2004) juga menyebutkan beberapa
penyakit yang berhubungan dengan kebiasaan merokok, yaitu kanker paru, bronchitis
kronik, penyakit jantung iskemik, penyakit kardiovaskuler, kanker mulut, kanker
tenggorokan, penyakit pembuluh darah otak dan gangguan janin dalam kandungan.
Green (1980) dalam Notoatmodjo (2003) menambahkan tiga subtipe dampak
dari merokok yaitu :
a. Pleasure relaxation, perilaku merokok hanya menambah atau meningkatkan
kenikmatan yang sudah didapat, misal merokok setelah minum kopi atau
makan.
b. Stimulation to pick them up. Perilaku merokok hanya dilakukan sekedarnya
untuk menyenangkan perasaan.
c. Pleasure of headling the cigarette. Kenikmatan yang diperoleh dengan rokok
sangat spesifik pada perokok pipa. Perokok pipa akan menghabiskan waktu
untuk mengisi pipa dengan tembakau sedang untuk menghisapnya dibutuhkan
waktu beberapa menit saja. Atau perokok lebih senang memainkan dengan
jari-jarinya lama sebelum ia nyalakan dengan api.
D. Perilaku
1. Pengertian Perilaku
Perilaku adalah segala sesuatu yang dikatakan atau dikerjakan seseorang dan
perilaku manusia berasal dari dorongan yang ada dalam diri manusia, sedang dorongan
merupakan usaha untuk memenuhi kebutuhan yang ada dalam diri manusia (Purwanto,
1999).
Perilaku manusia merupakan hasil dari pada segala macam pengalaman serta
interaksi manusia dengan lingkungan yang terwujud dalam bentuk pengetahuan, sikap,
dan tindakan. Dengan kata lain, perilaku merupakan respon/reaksi seorang individu
terhadap stimulus, respon ini berbentuk dua macam yaitu pasif dan aktif. Bentuk pasif
adalah respon internal yaitu yang terjadi dalam diri manusia dan tidak secara langsung
dapat terlihat oleh orang lain, misalnya berfikir, tanggapan atau sikap batin dari
pengetahuan. Sedang bentuk aktif yaitu apabila perilaku itu jelas dapat diobservasi secara
langsung (Sarwono, 1993).
2. Macam-macam Perilaku
Dilihat dari bentuk respon terhadap stimulus, perilaku dapat dibedakan menjadi:
a. Perilaku tertutup
Respon seseorang terhadap stimulus dalam bentuk terselubung atau tertutup
(covert), respon atau reaksi terhadap stimulus ini masih terbatas pada perhatian,
persepsi, pengetahuan/kesadaran, dan sikap yang terjadi pada orang yang
menerima stimulus tersebut, dan belum dapat diamati secara jelas oleh orang lain.
b. Perilaku terbuka
Respon seseorang terhadap stimulasi dalam bentuk tindakan nyata atau terbuka.
Respon terhadap stimulus tersebut sudah jelas dalam bentuk tindakan atau
praktek (practice) yang dengan mudah dapat diamati atau dilihat oleh orang lain.
a. Refleks
Perilaku refleks terjadi secara otomatis, tanpa dipikir oleh keinginan, tanpa
disadari. Secara umum perilaku ini bertujuan untuk menghindari ancaman yang
merusak keberadaan individu, sehingga individu tersebut dapat berperilaku dan
berkembang secara normal.
b. Perilaku refleks bersyarat
Perilaku ini merupakan perilaku yang muncul karena adanya perangsang tertentu.
Reaksi ini wajar dan merupakan pembawaan manusia serta bisa dipelajari atau
didapat dari pengalaman.
c. Perilaku yang mempunyai tujuan/perilaku naluri.
Gejala yang menyertainya adalah pengenalan, perasaan/emosi, dorongan,
keinginan/motif.
3. Klasifikasi Perilaku
Menurut Notoatmodjo (2003) klasifikasi perilaku yang berhubungan dengan
kesehatan adalah sebagai berikut :
a. Perilaku hidup sehat adalah perilaku-perilaku yang berkaitan dengan upaya atau
kegiatan seseorang untuk mempertahnkan dan meningkatkan kesehatannya.
b. Perilaku Sakit (illness behaviour)
Perilaku sakit mencakup respon seseorang terhadap sakit dan penyakit,
persepsinya terhadap sakit, pengetahuan tentang penyebab dan gejala penyakit,
pengobatan penyakit dan sebagainya.
c. Perilaku peran sakit
Perilaku ini meliputi :
1) Tindakan untuk memperoleh kesembuhan.
2) Mengenal/mengetahui fasilitas atau sarana/penyembuhan penyakit yang
layak.
3) Mengetahui hak (misalnya hak untuk memperoleh perawatan, memperoleh
pelayanan kesehatan) dan kewajiban orang sakit (memberitahu penyakit
kepada orang lain terutama kepada dokter/petugas kesehatan, tidak
menularkan penyakitnya kepada orang lain)
4. Faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku
Faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku dapat dibedakan menjadi dua, yaitu :
a. Faktor internal, yaitu karakteristik orang yang bersangkutan yang bersifat
given atau bawaan, misalnya : tingkat kecerdasan, tingkat emosional, jenis
kelamin dan sebagainya.
b. Faktor eksternal, yaitu lingkungan, baik lingkungan fisik, sosial, budaya,
politik, ekonomi dan sebagainya. Faktor lingkungan ini sering mewarnai
perilaku seseorang.
Sedangkan menurut Purwanto (1999) faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku
adalah sebagai berikut :
a. Keturunan diartikan sebagai pembawaan yang merupakan karunia dari
Tuhan Yang Maha Esa. Teori mendel merupakan teori tentang keturuna
yang dikenal dengan hipotesa genetika yang menjelaskan tentang sifat-
sifat makhluk hidup dikendalikan faktor keturunan, tiap pasangan
merupakan penentu alternatif bagi keturunannya dan pada waktu
pembentukan sel kelamin; Pasangan keturunan memisah dan menerima
pasangan-pasangan faktor keturunan.
b. Lingkungan dalam pengertian psikologi adalah segala sesuatu yang
berpengaruh bagi pengembangan sifat dan perilaku individu mulai
mengalami dan mengecap alam dan sekitarnya.
5. Penyebab berperilaku
Tim kerja WHO menganalisis bahwa yang menyebabkan seseorang itu
berperilaku tertentu adalah karena adanya enam alasan pokok, yaitu :
1. Pengetahuan
2. Kepercayaan
3. Sikap
4. Orang penting sebagai referensi
5. Sumber-sumber daya meliputi fasilitas, uang, waktu, tenaga, dll.
6. Perilaku normal, kebiasaan, nilai-nilai dan penggunaan sumber-sumber
dalam masyarakat (budaya) (Notoatmodjo, 2003).
E. Perilaku Merokok
1. Pengertian Perilaku Merokok
Bermacam-macam bentuk perilaku yang dilakukan manusia dalam menanggapi
stimulus yang diterimanya, salah satu bentuk perilaku manusia yang dapat diamati
adalah perilaku merokok. Merokok lebih banyak dilakukan pada zaman Tiongkok
kuno dan Romawi, pada saat itu orang sudah menggunakan suatu ramuan yang
mengeluarkan asap dan menimbulkan kenikmatan dengan jalan dihisap melalui
hidung dan mulut (Danusantoso, 1991). Danusantoso (1991) mengatakan bahwa asap
rokok selain merugikan diri sendiri juga dapat berakibat bagi orang lain yang berada
disekitarnya.
Menurut Sitepoe (2001), merokok adalah membakar tembakau yang kemudian
dihisap asapnya, baik menggunakan rokok maupun menggunakan pipa. Levy (1984)
mendefinisikan perilaku merokok sebagai sesuatu yang dilakukan seseorang berupa
membakar dan menghisap tembakau serta menimbulkan asap yang dapat terhisap
oleh orang disekitarnya. Armstrong (1990) mengatakan bahwa perilaku merokok
adalah menghisap asap tembakau yang dibakar kedalam tubuh dan
menghembuskannya kembali keluar.
Berdasarkan uraian diatas, maka dapat diambil suatu kesimpulan bahwa
Perilaku merokok adalah kegiatan yang dilakukan oleh seseorang yaitu berupa
membakar dan menghisap tembakau, baik dengan menggunakan rokok maupun pipa
lalu menghembuskan asapnya keluar dimana asap tersebut dapat terhisap oleh orang
disekitarnya.
Menurut Komalasari dan Helmi (2000) aspek-aspek perilaku merokok terdiri dari :
1. Faktor Biologis
2. Faktor Psikologis
Merokok Dapat bermakna untuk meningkatkan konsentrasi, menghalau rasa
kantuk, mengakrabkan suasana sehingga timbul rasa persaudaraan, juga dapat
memberikan kesan modern dan berwibawa, sehingga bagi individu yang
sering bergaul dengan orang lain, perilaku merokok sulit untuk dihindari.
3. Faktor Lingkungan Sosial
Lingkungan sosial berpengaruh terhadap sikap, kepercayaan dan perhatian
individu pada perokok. Seseorang akan berperilaku merokok dengan
memperhatikan lingkungan sosialnya.
4. Faktor Demografis
Faktor ini meliputi umur dan jenis kelamin. Orang yang merokok pada usia
dewasa semakin banyak ( Smet, 1994) akan tetapi pengaruh jenis kelamin
Zaman sekarang sudah tidak terlalu berperan karena baik pria maupun wanita
sekarang sudah merokok.
5. Faktor Sosial-Kultural
Kebiasaan budaya, kelas sosial, tingkat pendidikan, penghasilan, dan gengsi
pekerjaan akan mempengaruhi perilaku merokok pada individu (Smet, 1994).
6. Faktor Sosial Politik
Menambahkan kesadaran umum berakibat pada langkah-langkah politik yang
bersifat melindungi bagi orang-orang yang tidak merokok dan usaha
melancarkan kampanye-kampanye promosi kesehatan untuk mengurangi
perilaku merokok
METODOLOGI PENELITIAN
A. Pendekatan penelitian
Penelitian ini menggunakan metode penelitian kualitatif deskriptif dengan
pendekatan fenomenologi. Penelitian kualitatif dalam pendekatan fenomenologi berusaha
memahami arti (mencari makna) dari peristiwa dan kaitan-kaitannya dengan orang-orang
biasa dalam situasi tertentu (Moleong. 2005: 9). Dengan kata lain penelitian kualitatif
dalam pendekatan fenomenologi adalah penelitian yang berusaha mengungkap makna
terhadap fenomena perilaku kehidupan manusia, baik manusia dalam kapasitas sebagai
individu, kelompok maupun masyarakat luas.
Menurut Hegel (1967), fenomenologi mengacu pada pengetahuan yang merujuk
pada kesadaran, suatu ilmu yang menjelaskan mengenai penerimaan, perasaan dan
pengetahuan seseorang secara cepat, sadar dan merupakan sebuah pengalaman (dalam
Moustakas, 1994:26) Sedangkan menurut Van Kaam (1966) pendekatan fenomenologi
melibatkan pengembalian pengalaman dengan tujuan untuk mendapatkan deskripsi
komperhensif untuk mendukung dasar dari pencerminan analisis struktutral yang
menggambarkan esensi dari pengalaman (dalam Moustakas, 1994:16).
Dalam penelitian kualitatif dengan pendekatan fenomenologi, dijelaskan bahwa
untuk mendapatkan makna inti ( pure essences) beberapa langkah yang harus dilakukan,
yaitu :
a) Proses Epoche.
Proses Epoche merupakan proses dimana kita sebagai peneliti diharuskan untuk
menjauh dari kebiasaan sehari-hari kita, disini kita juga diharuskan untuk mengurung
ilmu pengetahuan kita sehingga kita sebagai peneliti mampu menilai objek tanpa
terpengaruh oleh pemikiran kita (subjektif), sehingga peneliti benar-benar meneliti secara
polos tanpa berhak menilai objek penelitian.
b) Phenomenological Reduction.
Setelah peneliti melakukan proses Epoche, sehingga data yang
diperoleh masih polos tanpa pengaruh atau penilaian dari peneliti. Peneliti
kemudian dapat melakukan proses kedua yaitu proses Phenomenological
Reduction, yaitu proses menggambarkan data yang telah diperoleh
sebelumnya dengan menggunakan cara, yakni: Horizonalization, Reduction
and elimination, Thematic Potrail, Individual Textural Description,
Individual Structural Description, Composite Textural Description, dan
Composite Structural Description.
c) Imaginative Variation.
Proses berfikir, menganalisis dengan kerangka teori yang telah
disebutkan pada awal penelitian, apakah sesuai atau tidak, jika tidak sesuai
maka perlu untuk mencari teori baru yang dapat mendukung hasil data
penelitian.
d) Synthesis Of Meanings and Essences.
Hasil penelitian yang telah dianalisis, disampaiakan dalam bentuk data
sintesis, beserta kesimpulan dari penelitian (Moustakas, 1994 :12).
Tujuan pendekatan fenomenologis ini menghadirkan deskripsi yang
akurat dari suatu fenomena yang tengah dipelajari mengenai “Persepsi Remaja
Perokok Terhadap Perilaku Merokok”. Pendekatan fenomenologis ini tidak
bertujuan untuk menggeneralisasi suatu penjelasan, teori, atau model
(Maloeng, 1998).
B. Subyek
Subjek penelitian untuk penelitian kualitatif adalah subjek yang
memenuhi kriteria yang telah ditetapkan dan bisa memberikan sebanyak
mungkin data yang dibutuhkan. Dengan persetujuan yang sudah diperoleh
maka peneliti bisa mengatur waktu dan tempat untuk melakukan wawancara
yang disertai dengan observasi yang mendukung (Gay & Airasian, 2003)
1. Karakteristik Subjek Penelitian
Adapun karakteristik subjek penelitian yang digunakan dalam
penelitian ini disesuaikan dengan tujuan penelitian yang akan diteliti,
yaitu sebagai berikut :
a. Jenis kelamin laki-laki
b. Remaja usia 15-20 tahun
Sirait (2001) menyatakan bahwa prevalensi remaja merokok paling
besar adalah pada usia 15-19 tahun.
c. Subjek merupakan perokok (yang telah mengkonsumsi rokok
sebanyak 4 batang perhari).
Oskamp (1984) mengatakan bahwa seseorang menjadi perokok
apabila orang tersebut telah mengkonsumsi rokok sebanyak 4
batang per hari
2. Jumlah Subjek Penelitian
Penelitian kualitatif tidak mementingkan jumlah subjek
penelitian, yang terpenting dalam penelitian kualitatif adalah subjek
yang bisa memberikan sebanyak mungkin informasi yang ingin
didapatkan. Waktu, biaya, kemampuan partisipan, ketertarikan
parisipan dan faktor lain yang mempengaruhi banyaknya subjek
menjadi hal yang harus diperhatikan dalam mengambil sampel
penelitian (Gay dan Airasian, 2003).
Pada penelitian ini jumlah partisipan yang direncanakan
sebanyak 2 orang remaja laki-laki, dengan pertimbangan 2 orang
subjek tersebut dapat memenuhi kriteria subjek yang sudah
disesuaikan dengan tujuan penelitian serta pertimbangan keterbatasan
dari peneliti sendiri baik waktu maupun kemampuan peneliti.
C. Metode Pengambilan Data
Metode pengumpulan data yang digunakan pada penelitian ini
adalah dengan observasi dan wawancara. Pada tahap observasi kami
menggunakan metode observasi non partisipan karena kami ingin
mengamati subyek secara penuh dan agar fokus dalam melakukan
pengamatan. Sedangkan wawancara kami lakukan dengan tehnik
wawancara semi terstuktur yaitu pertanyaan sudah kami siapkan
sebelumnya untuk ditanyakan pada subyek namun kami juga tidak
ingin membuat suasana terlihat terlalu kaku jadi kami membiarkan
subyek menjawab sebebasnya namun kami juga membatasi
wawancara agar topik yang dibicarakan tidak terlalu meluas dan kami
juga mendapatkan informasi yang kami butuhkan.
1. Observasi
Observasi dalam penelitian ini digunakan untuk mendukung
data-data yang telah diperoleh dari hasil wawancara terhadap subyek.
Menurut Poerwanti (1998:120) observasi adalah pencarian data yang
dilakukan dengan cara melakukan pengamatan terhadap obyek
penelitian. Pada penelitian ini peneliti menggunakan metode observasi
non partisipan yaitu dimana peneliti tidak terlibat dan hanya sebagai
pengamat independen.
Nasution (1988) menyatakan bahwa observasi adalah dasar
semua ilmu pengetahuan dimana peneliti dapat belajar tentang
perilaku dan makna dari perilaku tersebut (dalam Sugiyono,
2007:206). Pada tahap awal observasi dilakukan secara umum, peneliti
mengumpulkan data atau informasi sebanyak mungkin. Tahap
selanjutnya peneliti harus melakukan observasi yang terfokus, yaitu
mulai menyempitkan data atau informasi yang diperlukan sehingga
peneliti dapat menemukan pola-pola perilaku dan hubungan yang terus
menerus terjadi. Jika hal itu sudah diketemukan, maka peneliti dapat
menemukan tema-tema yang akan diteliti. Salah satu peranan pokok
dalam melakukan observasi ialah untuk menemukan interaksi yang
kompleks dengan latar belakang sosial yang alami. Penelitian ini
menggunakan metode observasi non partisipan yaitu dimana peneliti
tidak terlibat dan hanya sebagai pengamat independen. Peneliti
mengamati terlebih dahulu remaja yang akan dijadikan sebagai subyek
penelitian. Apakah mereka terogolong dalam kriteria subyek penelitian
atau tidak.
2. Wawancara
Menurut Esterberg (2002) wawancara adalah merupakan
pertemuan dua orang untuk bertukar informasi dan ide melalui tanya
jawab, sehingga dapat dikonstruksikan makna dalam suatu topik
tertentu (Sugiyono, 2007:230). Susan Stainback (1988)
mengemukakan bahwa, dengan wawancara maka peneliti akan
mengetahui hal-hal yang lebih mendalam mengenai partisipan dalam
menginterpretasikan situasi dan fenomena yang terjadi, dimana hal itu
tidak bisa ditemuka melalui observasi. Dengan teknik wawancara ini,
peneliti mencoba menyimpulkan maksud orang yang diteliti menurut
apa yang dikatakan oleh subjek penelitian (Sugiyono, 2007:232).
D. Lokasi Penelitian
Pada penelitian ini kelompok kami menggunakan lokasi yaitu
di markas komunitas futsal “KFC” tepatnya di Pare, Kediri. Lokasi ini
adalah lokasi tempat berkumpulnya para remaja pelajar SMA yang
minat terhadap futsal namun membenci sekolah, mereka menyebut
dirinya adalah students hate school. Alasan kelompok kami
menggunakan lokasi ini karena menurut pengamatan yang sudah
peneliti lakukan bahwa pada tempat tersebut banyak para remaja SMA
berkumpul (nongkrong) untuk menghabiskan waktu sepulang sekolah.
Mereka berkumpul seharian dan jarang pulang. Di lokasi tersebut
peneliti juga pernah menemui beberapa remaja laki-laki sedang asik
menghisap rokok bersama teman-teman mereka satu kelompok.
Disinilah peneliti memiliki gagasan bahwa tempat ini merupakan
tempat yang tepat untuk mendapatkan subjek penelitian yang sesuai
dengan kriteria subjek yang sudah ditetapkan. Kami melakukan
pengumpulan data pada tanggal 27 April tahun 2014 pada pukul
12.30-13.29 WIB dan pkl. 21.00-22.05 WIB . Waktu tersebut kami
gunakan untuk melakukan pengumpulan data karena pada pukul
tersebut, subjek baru bisa kembali ke markas setelah main di Kediri.
E. Sumber dan Jenis Data
Menurut Lofland dan Lofland (Basrowi & Suwandi, 2008)
sumber data utama dalam penelitian kualitatif adalah kata-kata dan
tindakan, selebihnya adalah data tambahan seperti dokumen dan lain-
lain.berdasarkan pengertian tersebut berikut adalah jenis data yang
digunakan dalam penelitian ini :
1. Data primer, yaitu data yang diperoleh dari sumber utama yakni
subyek penelitian. Metode pengumpulan data primer adalah
dengan wawancara dan observasi terhadap subyek. Sehingga
subyek data primer disini berupa teks hasil wawancara yang
diperoleh melalui wawancara dengan informan yang sedang
dijadikan sampel dalam penelitian (Iskandar, 2009).
2. Data sekunder, data tambahan yang diperlukan untuk memperkuat
data primer penelitian. Sumber data sekunder merupakan data
yang telah tersedia dan dapat diambil oleh peneliti dengan cara
membaca, melihat dan mendengarkan (Iskandar, 2009).
F. Teknik Analisis Data
Langkah selanjutnya setelah dilakukan pengumpulan data
adalah analisis informasi. Pada penelitan ini analisis atas informasi
yang didapatkan, akan dilakukan dengan menggunakan teknik
analisis model interaktif. Menurut Miles & Huberman
(Herdiansyah, 2010), teknik ini terdiri dari empat tahap, yaitu :
1. Pengumpulan Data
Pada penelitian kualitatif, proses pengumpulan data dilakukan
sebelum penelitian, pada saat penelitian dan bahkan di akhir
penelitian. Idealnya proses pengumpulan data sudah
dilakukan ketika penelitian masih berupa konsep atau draft.
2. Reduksi Data
Inti dari reduksi data adalah proses penggabungan dan
penyeragaman
segala bentuk data yang diperoleh menjadi satu bentuk tulisan
(script)
yang akan dianalisis. Hasil dari wawancara, obsevasi, studi
dokumentasi
dan atau dari FGD (focus group disccusion) diubah menjadi
bentuk tulisan
(script) sesuai dengan formatnya masing-masing.
A. Hasil Penelitian
B. Analisa Penelitian
Berdasarkan hasil interview terhadap kedua subjek dapat diperoleh
hasil verbatim, yang kemudian hasil verbatim tersebut akan dianalisis
menggunakan teknik analisis Miles & Huberman (Herdiansyah, 2010). Pada
analisis ini, dilakukan pengumpulan data, reduksi data, display data dan
conclusion drawing.
1. Reduksi Data Observasi
Pada penelitian ini observasi dilakukan dengan cara observasi non-
partisipan. Observasi non-partisipan disini berarti bahwa peneliti sebagai
pengamat penuh yang dengan bebas mengamati secara jelas mengenai subjek
penelitian tanpa subjek mengetahui sama sekali bahwa mereka sedang
diamati. Pada penelitian ini observasi non-partisipan memfokuskan pada
kegiatan subjek di tempat subjek bersama dengan teman-temannya
menghabiskan waktu yaitu di markas komunitas futsal “KFC (Kriminal
Futsal Club)”. Di mana pada observasi ini, subjek tidak mengetahui bahwa
mereka sedang diamati. Berikut adalah hasil observasinya.
a. Subjek G
b. Subjek D
a. Subjek G
Tabel 1. Reduksi Data Berdasarkan Persepsi Subjek Terhadap Perilaku
Merokok
Pernyataan Analisis
Subjek mengaku merasa kasihan
ya buah ya bisa… rokokan juga. Wajib sehabis makan dan setelah bangun
itu habis makan rokokan. Kanjeng Nabi tidur karena ia merasakan
Belinya di warung, biar gak ketahuan tinggalnya agar tidak diketahui oleh
jadi kan rumahnya di Kauman belinya keluarganya apabila dia merokok,
di depannya Polres di orang tua itu apabila ditanya untuk siapa dia
aku beli dulu biar gak ketahuan membeli rokok maka dia menjawab
untuk ayahnya. Saat kelas 4 SD
Ditanyai sama orang tuanya disuruh
subyek ketahuan oleh ibunya saat
siapa nak? Ayah gitu, nanti aku
merokok. Subyek berkata bahwa dia
kembali di sini lagi Mbak, kan beli 2
sudah pandai merokok sejak pertama
biji kan Mbak, gaya-gayanya kayak
kali mencobanya dan tidak
gitu
menemukan kesulitan. Subyek
Ya enak, kelas 4 abis itu ketahuan,
berkata bahwa teman yang saat kecil
gak sampai selesai SMP
merokok bersama sekarang berhenti
Iya langsung bisa pinter, la aku lihatin
merokok. (AA; G; 27042014; P. 68
terus e
-74).
Biasa tuh
Sekarang udah gak ngerokok
anaknya, kecil anaknya dulu dia
sekarang tinggi aku banget
ya nggak ada tuh mbak. Soalnya aku yang memang biasa untuk merokok.
rokokan ditempat merokok. Ya Ia juga merasa biasa saja apabila
tempat buat rokokan pada umumnya. merokok di rumah. (AA & TPL; G;
Jadi ya udah biasa. 27042014; P.169-171).
Ya enak gak bisa diungkapkan kegiatan tersebut dan dia juga tidak
bisa mengungkapkan perasaan
tersebut. (AA; G; 27042014; P. 93-
96).
Heem...., kalau ada anak perempuan Subyek merasa minder apabila dia
itu minder Mbak tidak merokok apabila terdapat
perempuan disekitarnya. (AA; G;
24042014; P. 122).
kalo menghilangkan stress, aku kalo ia tidak merokok tetapi lebih memilih
lagi guuuuualau gitu justru aku nggak untuk tidur. (AA; G; 27042014;
merokok mbak. Tidur. P.144).
entheng.
iya.
pernah mbak sebenernya. Tapi ya… pula apabila merokok. Selain itu
ketika ia merokok setelah makan, ia
merasa hidupnya bernyawa
Sembilan. (AA; G; 27042014;
P.228).
Keadaan Kalau sakit gak ngerokok sama Subyek mengaku bahwa apabila
fisik sekali, kalau sakit gitu gak sama sedang sakit misalnya saja demam
sekali maka dia tidak memiliki minat untuk
merokok sama sekali. (AA; G;
27042014; P. 88).
panas. Demam…ya… K.O gitu lho Ketika sedang sakit subjek memilih
mbak. Tapi mesti nggak enak kalo untuk tidak merokok sebab ia merasa
dibuat rokokan. lebih sakit dan tidak enak apabila
he-eh. Lebih sakit kalo merokok. dibuat merokok. (AA; G; 27042014;
iya, bapakku itu juga contohnya. dan rata menjadi tidak beraturan
Dulu giginya buuuuuaguus…. setelah merokok. (AA; G; 27042014;
ruuuuaaataa… kena rokok jadi morat P.190-192).
marit…lha itu lho yaudah…yang
nganu ya itu aja. Gigi
Lah gak dosa Mbak halal...., eh Subyek pasrah dengan akibat dari
merokok karena dia merasa bahwa
makruh yah, kalau haram gitu gimana merokok menurut kepercayaannya
terusan diperbolehkan dan tidak berdosa.
Heem...., la kalau dosa, gak enak, (AA; G; 27042014; P. 133 - 135).
ngerusak badan, ya kalau itu yang gak
mau
Ya udah gak apa-apa Mbak, yang
penting gak haram
Motivasi Berhenti itu gara-gara futsal, kan fisik Subyek mengaku bahwa dia sempat
kan Mbak berhenti merokok selama enam bulan
Selama 6 bulanan lah, setengah tahun karena dia merasa bahwa merokok
kalau gak salah aku berhenti berdampak pada fisiknya yang
ngerokok.... gak ngerokok semakin melemah dan itu
Iya, masih kecil kan mengganggu dalam melaksanakan
Biasa aja, ya kalau sekedar kagum, ya hobinya yaitu bermain futsal dan
ingin lah gitu aja Mbak subyek merasa biasa saja pada
Ya uda nahan Mbak ya udah bau aja Subyek mengaku bahwa saat dia
selama sebulan coba gak ngerokok berhenti selama enam bulan masih
bau aja ingin akhirnya ya itu nahan, ada keinginan untuk merokok,
permen bekalku, lolipop yang merah apabila itu terjadi maka dia akan
itu, kalau ingin aku pegangi aja gak memegangi rokok namun tidak
aku nyalakan, aku bau-bau trus menyalakannya dan membaunya
akhirnya gak kuat....., udah move on saja. Subyek juga mengaku bahwa
dia berbekal permen kemanapun
dari rokok tapi padahal....120 untuk mengatasi keinginannya untuk
kembali merokok. (AA; G;
27042014; P. 120).
iya mbak. (masih bisa merokok
meski tidak memiliki uang).
kan aku punya teman.
Prasangka gimana ya? Guruku ada mbak yang Subjek tidak merasa jengkel terhadap
kayak gitu. “kamu merokok?” “iya orang yang menyuruhnya berhenti
pak!” “jangan merokok. Gini gini merokok atau melarangnya merokok.
gini…” terus waktu itu kan pas ada Namun, menurutnya orang lain tidak
ibuku kan mbak. “Sama ibu lho ada hak untuk melarang dan
nggak pa-pa” terus orangnya diam mengatur hidupnya karena mereka
mbak. tidak ikut merawat atau
nggak. Ya nggak sebel. “sama ibu membesarkannya. (AA; G;
boleh kok pak”, gurunya mau Tanya 27042014; P.201-204).
ibu mungkin sungkan. Kan waktu
disekolah itu.
gak punya hak ya mbak. Aslinya ya
gimana…nggak punya hak buat
ngelarang. Orang ini kan nggak
menghidupi. Nggak ikut ngerawat,
kenapa kok koment, ikut-ikut,
ngelarang-ngelarang, ngatur-ngatur…
he-emh. Yang merawat aku aja nggak
ngelarang.
Keinginan he-emh. (tidak bisa mengendalikan) Untuk saat ini, subjek tidak memiliki
atau kayaknya nggak ada mbak. Tapi aku rencana untuk berhenti merokok.
harapan imbangi sama olah ragaaaa mbak. Namun, untuk kedepannya ia tidak
Yaudah itu tadi minum soda. tahu. Sebenarnya subjek ingin sekali
nggak pengen lagi Tapi bisa berhenti merokok tapi rasanya
mbak.
mungkin besok kalo dah tua ya… sangat sulit karena dia sudah
pengen-pengen sendiri. kecanduan rokok dan tidak bisa
aku dulu satu bulan udah bangga Subjek pernah memiliki pengalaman
udahan mbak. Satu bulan nggak bisa berhenti merokok selama satu
merokok. bulan dan hal tersebut membuat
he-emh. Lha iya, aku juga, ma ibuku dirinya dan orang-orang di sekitarnya
juga udah di support. “udah nak, merasa senang dan bangga. (AA; G;
nggak usah rokokan!” 27042014; P.210-212).
suuuuueeeneng buanget lah.
Pelatihku dulu juga gitu.
Iya, tapi sekarang ganti namanya KFC Subyek mengatakan bahwa tempat
Isinya mafia aja Mbak anaknya dia berkumpul bersama teman-
shcool gitu loh Mbak KFC yang berisi mafia artinya bahwa
Diajari teman la ngrokok semua kalau temannya dan apabila dia tidak
gak kan malu kan Mbak ya melakukan ajakan temannya tersebut
Ya gak yang berangkat bareng, kan maka dia akan malu pada temannya.
selalu kalau berangkat di parkiran Teman subyek tersebut adalah teman
dulu trus ngerokok sekolah yang selalu berangkat
bersama dan sebelum masuk kelas
ee......
mereka pergi ke parkiran sepeda
Nah...., gak juentel (gentle)
terlebih dahulu untuk merokok.
Ya gak ya gak enak
Subyek merasa bawa apabila terdapat
laki-laki yang tidak merokok berarti
tidak gentle. Teman subyek juga
tidak ada yang berani menegurnya
karena memiliki perasaan tidak enak
apabila melakukan perilaku tersebut.
(AA; G; 27042014; P. 56 - 60).
sekarang udah boleh, boleh ngerokok mendapatkan ijin dari ibunya untuk
tapi kalau minum gak, aku gini-gini merokok namun tidak diperbolehkan
non alkohol, no drug untuk mabuk. (AA; G; 27042014; P.
63 - 65).
Gak deh, aku gak, diam aja sudah jarang merokok dan apabila membeli
langsung ambil rokok rokok maka akan diberikan pada dirinya, jika
tidak ada maka ayahnya akan mengusahakan
agar dapat memberikannya rokok. Selain
futsal, subyek mengaku bahwa dirinya juga
mengaji. (AA; G; 27042014; P. 97).
Ngerti 113).
Familiar atau banyak mbak. Tetanggaku. Sejak dulu, rokok adalah suatu hal yang tidak
ketidakasinga Perempuan. asing bagi subjek, sebab orang-orang
n suatu objek itu sekeluarga…merokok. dilingkungannya, seperti tetangga dan teman-
Perempuan laki perempuan. temannya, baik itu pria dan wanita, banyak
he-emh, udah punya anak, udah yang merokok. (AA; G; 27042014; P.174-176
punya cucu, merokok. Gitu ya &179).
suuuuuuaaaantai. Nggak malu
sama tetangga. Lha bahayanya
rokok buat perempuan itu apa
mbak? Aku ganti Tanya.
tapi temen-temenku cewek ya
banyak itu mbak yang merokok.
Gitu dilarang nggak bisa mbak.
“Bapakku lho diem aja”. Bilang
gitu. Itu malah masih sekolah
mbak.
b. Subjek D
Tabel 4. Reduksi Data Berdasarkan Persepsi Subjek Terhadap Perilaku
Merokok
Pernyataan Analisis
Iya.. pengen banget.. enak kalo Subjek merasakan kenikmatan dari merokok
habis makan. setelah makan. (AA; D; 27042014; P. 118-121)
Iya sudah. Sudah seperti makanan kesehatannya. Menurutnya, merokok atau tidak
Ya misal gak ada uang, mending memperparah tidak juga membuatnya cepat
uang tipis dibuat merokok daripada sembuh. Setelah sakit kemudian ia merokok,
Kalo membolos ya
biasanya kalo udah Subjek sering membolos
dengar besok itu ada apa sekolah apabila disekolah
gitu mbak… sudah ada kabar bahwa
Tidak pengen.
Ketika melihat ayahnya
merokok, subjek tidak
memiliki keinginan untuk
merokok. (AA; D;
27042014; P.101).
Pernah
Subjek pernah merokok
di tempat yang tidak
diperbolehkan merokok,
(AA; D; 27042014;
P.150).
Iya
Iya tetep nahan
Setelah peristiwa
Iya
ditegurnya subjek akibat
Hehhehe
merokok di tempat yang
Ya..bagaimana ya?
bukan area merokok
Hehhe
(Kediri Mall), subjek
Dibilangi aja disuruh
menahan untuk tidak
pindah, tidak tahu ada
merokok ketika berada di
tulisannya apa?
area yang tidak
Ya.. ngomong didalam
diperbolehkan merokok.
hati “gimana orang ini,
orang ada tulisannya lo” Selain itu, ketika subjek
dihadapkan pada orang
yang merokok pada “no
smoking area”, subjek
akan menegurnya untuk
tidak merokok di area
tersebut. (AA; D;
Aldi tok mbak 27042014; P. 162-170).
gak mau sama sekali
Ya pernah
Gak, ya gak gitu… gak -
pernah maksa Subjek pernah mengajak
salah satu teman subjek
yang tidak merokok
(Aldi) untuk merokok,
namun subjek tidak
aja, foto-foto
Hunting-hunting.
Iya, biasanya sama
teman-teman
Balapan.
Sepeda motor.
Sering
Banyak mbak. Kartika,
arenanya depan Kartika,
tentes kadang.
Ya.. sering ikut.
Iya ada klub-klubnya
Iya, dulu pernah ikut.
Tidak.
Iya.
Tidak hehee…
Motivasi Terus.. lihat-lihat di Awal subjek merokok
parkiran kok banyak adalah didasari oleh rasa
yang merokok. Ingin keinginan mencoba untuk
mencoba mumpung merokok ketika melihat
tempatnya sepi tidak ada banyak orang di parkiran
yang tahu. yang sedang merokok dan
Ya.. alasannya enak kok. situasi pada saat itu
Coba-coba dulu kok tiba- sedang sepi, sehingga
tiba jadi ketagihan. membuat subjek dan
teman-temannya merokok
bersama. Subjek
menikmati rasa dari
rokok tersebut, dari yang
awalnya coba-coba
akhirnya dia ketagihan.
(AA; D; 27042014; P.96
& 137)
Hehe.. lha itu kadang
juga ada kalanya berhenti
sudah tidak suka lagi, Subjek sempat berhenti
tapi tiba-tiba ada anak merokok, namun subjek
lainnya ngerokok, kembali mencoba
ditawari gitu.. terus coba- merokok karena ajakan
coba.. teman-temannya. Setelah
Ya itu tadi mbak, itu, subjek merasa enak
ditawari anak-anak lagi.. dan ketagihan.(AA; D;
enak..enak.. ya sudah itu 27042014; P. 145 & 185).
lebih senang lebih betah,
lebih enak akhirnya
sampai kebiasaan
Subjek menggunakan
Ya Cuma itu tadi mbak.
rokok untuk mendapatkan
Lihat-lihat saja, lihat
teman-teman yang sudah
orang, ingin mencoba-
besar (dewasa), karena
coba gitu.
berteman dengan anak
Ndak. Buat nyari teman-
kecil membuatnya
teman yang besar-besar
bingung, selain itu subjek
gitu… rokokan..kalo
merokok untuk dapat
sama anak-anak kecil
menghilangkan rasa galau
bingung.
(AA; D; 27042014; P.
Iya
208-210)
Teman.
Orang yang paling
Enggak. (Orang tua tidak berpengaruh dalam diri
berpengaruh pada diri subjek dan yang selama
subjek dalam ini membuatnya tetap
keputusannya sebagai merokok adalah teman-
perokok) temannya. Orangtua
subjek sama sekali tidak
berpengaruh dalam
keputusan subjek untuk
menjadi perokok. (AA;
D; 27042014; P.299 &
301).
(menggeleng). (Tidak
mungkin tidak bisa Menurutnya tidak
membeli rokok) mungkin baginya untuk
Ya kalo seumpama tidak bisa membeli rokok
sampai nggak punya karena ia memiliki
uang sama sekali gitu, teman-teman yang akan
soalnya temen-temen memberinya rokok ketika
rokokan mbak. Jadi ia tidak memiliki uang.
bakalan sama temen- Fasilitas yang disediakan
temen kalo seumpama atau yang diberi teman-
nggak punya uang gitu temannya inilah yang
ya bakalan dibeli- mendorongnya sehingga
belikan. Dibelikan sama- tetap merokok (AA; D;
sama. 27042014; P.302-303).
Dulu udah pernah mbak. Subjek pernah
Soalnya sueneng… termotivasi untuk
hampir…tiap hari futsal berhenti merokok ketika
itu lho. Waktu itu kan, ia masih aktif bermain
yang lainnya kok kuat- futsal dikarenakan
kuat, aku nggak kuat kondisi fisiknya yang
sendiri. Sebentar aja lebih lemah dan mudah
udah capek. Tak coba lelah jika dibandingkan
makan permen terus. dengan teman-temannya
satu tim. (TPL & AA; D;
27042014; P.333).
Proses Awalnya coba-coba, liat Subjek pertama kali
belajar/Pengalaman begitu mbak. mencoba-coba rokok
Sama teman-teman SD bersama dengan teman-
Iya.. teman SD nya. Dan
Karena kalau
disekolahan itu kadang
ada yang dicuri.
Terus.. lihat-lihat di
parkiran kok banyak
yang merokok. Ingin
mencoba mumpung
tempatnya sepi tidak ada
yang tahu.
Iya.
SD, SMP… SMP Darmo
yang parkir disitu.
Heem..
Ya.. pengen bareng-
bareng gitu lo mbak. Ya..
mencoba.
Di KM
Sri Ratu
Subjek pernah ditegur
Kediri
oleh salah satu security di
He’e
KM (Kediri Mall) pada
Iya
saat merokok di “no
Dengan teman-teman.
somoking area”. Subjek
Terus dibilangi “area
mengaku mengetahui
merokok disini mas,
bahwa tempat tersebut
diluar”
memang bukan area
Ya aslinya tahu, tapi
merokok. .(AA; D;
ternyata disini..
Gak boleh kok, bolehnya 27042014; P.151-160).
diluar
Tahu kalau itu aslinya
area yang boleh dibuat
merokok.
Ada area yang boleh dan
ada yang tidak boleh.
Batuk-batuk mbak.
Pahit banget mbak. Pertama kali mencoba
Di lidah mbak. rokok, subjek batuk-batuk
Hemm. Di leher serik karena menghisap asap,
sampek memerah. serak di tenggorokan, dan
awalnya batuk saja merasakan pahit di lidah,
Iya selanjutnya sejak ditawari
Sama pahit temannya, tidak
Tetep lanjutnya ya itu membutuhkan waktu
mbak… karena ditawari yang lama, subjek sudah
sama anak-anak, ya merasa ketagihan dan
sudah gak apa-apa coba- lama-kelamaan rasanya
coba.. sebentar saja enak. (AA; D; 27042014;
langsung ketagihan P. 138-141 & 199-204).
mbak. Kalo dihisap itu lo
mbak enak
Iya..
Ya batuk-batuk itu gara-
gara menghisap itu
mbak. Menghisap asap
3. Display Data
Display data adalah mengolah data setengah jadi yang sudah seragam
dalam bentuk tulisan dan sudah memiliki alur tema yang jelas. Berdasarkan
penelitian dan pengolahan data yang dilakukan oleh peneliti, pada reduksi
data berikut adalah display data dari penggabungan hasil observasi,
wawancara dengan subjek yang dikaitkan dengan faktor-faktor yang
mempunyai persepsi.
a. Subjek G
Tabel 7. Display Data Berdasarkan Faktor Internal Subjek
Subtema Hasil
Sikap Subyek berkumpul bersama teman-temannya diatas jam sembilan malam
setiap harinya, apabila hari libur subyek tidak pulang kerumah melainkan
menginap dirumah temannya.
Alasan subyek ingin tetap merokok karena menurutnya rokok
mengeluarkan asap, rasanya enak, dan dapat digunakan sebagai pencuci
mulut. Subyek juga mengatakan bahwa apabila laki-laki tidak merokok
maka dia menyarankan untuk memakai rok saja.
Apabila subyek mulai merasa kondisi fisiknya kurang baik, maka dia akan
mensiasatinya dengan memakan tomat yang diberi garam lalu meminum
soda dan itu yang akan membuatnya muntah dan mengeluarkan zat yang
dia akui sebagai nikotin. Jangka waktu yang ditetapkan subyek untuk
melakukan kegiatan itu adalah setiap tiga minggu sekali.
Subyek mengaku pasrah dengan dampak yang diakibatkan oleh rokok dan
menganggap yang terpenting adalah kesenangannya dalam merokok.
Subyek berkata bahwa merokok tidak mengganggu belajarnya karena dia
berkata bahwa dia tidak pernah belajar.
Subyek menikmati saat dia merokok dan dia tidak mengetahui apa manfaat
yang dia dapatkan dari merokok.
Subjek bersikap biasa saja apabila ada orang yang merokok, apabila orang
tersebut merokok di tempat yang sudah disediakan untuk merokok
(smoking area), namun ia menunjukkan sikap tidak setuju atau tidak suka
pada orang yang merokok di tempat yang tidak seharusnya untuk merokok
Subjek bersikap biasa saja apabila merokok di depan orang lain. ia merasa
tidak pernah ada yang merasa terganggu dengan asap rokoknya
Subjek melarang dan menunjukkan sikap tidak suka apabila ada wanita
atau gadis yang merokok.
Saat merokok, subyek melihat-lihat tempat.
Subtema Hasil
Subyek kembali merokok karena disuruh untuk merokok lagi oleh ayahnya.
Saat SMP ibu subyek tidak mengetahui bahwa dia merokok.
Latar Belakang Saat ini ayah subyek sudah jarang merokok dan apabila membeli rokok maka
Keluarga akan diberikan pada dirinya.
Orang tua subjek mengijinkan subjek merokok.
Subjek memiliki hubungan yang baik dengan orang tuanya.
Subyek tidak pernah memperhatikan iklan-iklan rokok yang ada baik berupa
media massa maupun media elektronik, namun dia pernah merasa takut dengan
akibat rokok saat melihat salah satu tayangan di media elektronik.
Sebenarnya subyek mengerti tentang bahaya rokok namun dia memiliki cara
untuk mengurangi resikonya yaitu dengan memakan buah tomat yang diberi
garam lalu setelah itu meminum soda, menurut subyek setelah itu akan muntah
Pengetahuan dan
dan mengeluarkan nikotin.
Informasi yang
Disekolah subyek pernah mengadakan sosialisasi tentang bahaya rokok, narkoba,
diperoleh
dan alkohol namun itu tidak mempengaruhinya untuk berhenti merokok.
Subjek mengaku memahami kata-kata yang terdapat pada poster yang ada
disekolahnya tentang bahya merokok namun tak kunjung tersadar untuk berhenti
merokok.
Subjek mengetahui cara untuk meminimalisir dampak nikotin pada tubuh melalui
internet dan pengobatan tradisional.
Intensitas Biasanya subyek merokok sehabis makan dan saat berkumpul bersama teman-
temannya.
Dalam sehari subyek dapat merokok tiga hingga lima batang rokok namun apabila
saat bermain bersama temannya bisa lebih dari itu.
Waktu subyek merokok yaitu saat sehabis makan, BAB, dan bangun tidur di pagi
hari.
Subyek jarang sekali merokok sebelum tidur, ia melakukan itu hanya ketika tidak
bisa tidur saja.
Familiar atau Rokok bukan suatu yang asing bagi subjek sebab orang-orang dilingkungannya
ketidakasingan suatu baik pria dan wanita banyak yang merokok.
objek
b. Subjek D
Tabel 10. Display Data Berdasarkan Faktor Internal Subjek
Subtema Hasil
Sikap subjek sering bolos sekolah pada saat subjek masih kelas
3 SMP, namun sudah jarang bolos sekolah ketika sudah
masuk SMA
subjek tidak memiliki keinginan untuk merokok ketika
melihat ayahnya merokok.
subjek pernah merokok di tempat yang tidak
diperbolehkan merokok
sejak ditegur oleh security di Mall, subjek tidak lagi
merokok di "no smoking area". dan sejak itu pula subjek
akan menegur orang yang merokok di "no smoking area"
subjek pernah mengajak temannya yang tidak merokok,
namun dia tidak memaksanya
subjek melarang pacarnya untuk merokok
setelah menjadi perokok aktif, subjek bersikap biasa saja
(acuh) terhadap orang yang merokok.
setelah mengetahui bahaya rokok, subjek berusaha
mengurangi intensitas merokok.namun tidak bisa
berhenti.
subjek menahan untuk tidak merokok ketika berada pada
acara keluarga atau berkumpul bersama keluarga.
subjek bersikap biasa saja (acuh) ketika ada seseorang
yang menegurnya karena subjek yang masih kecil tapi
sudah merokok.
subjek bersikap menjauh ketika asapnya mengganggu
orang disekitarnya.
ketika sakit, subjek memilih untuk tidak merokok,
namun ketika kondisinya sudah mulai membaik subjek
kembali merokok.
subjek memiliki keinginan untuk menuntut ilmu, namun
subjek sangat malas belajar, karena belajar membuatnya
pusing
Minat setelah pulang sekolah, subjek biasanya langsung main
di markas (rumah temannya)
subjek memiliki minat pada bidang olahraga seperti
futsal, balap motor, dan bidang fotografi
Motif Awal mula subjek merokok adalah didasari oleh rasa
keinginan untuk mencoba setelah melihat orang
diparkiran yang merokok
Situasi yang mendukung (sepi) membuat subjek dan
teman-temannya coba-coba untuk merokok
Subjek sempat berhenti merokok, namun kembali
merokok karena ajakan teman
Subjek merasa tidak enak di mulutnya apabila setelah
makan tidak merokok.
Merokok dapat membantu subjek untuk mendapatkan
teman-teman yang lebih tua (dewasa) dari dirinya
Orang tua dan adanya masalah pada diri subjek tidak
mempengaruhi keputusan subjek untuk merokok, tetapi
teman-teman subjeklah yang sangat berpengaruh
Subjek cukup memiliki fasilitas (teman-teman subjek)
untuk bisa menikmati rokok meskipun subjek tidak
memiliki uang.
Subjek pernah termotivasi untuk berhenti merokok agar
tidak cepat lelah ketika bermain futsal
Proses Subjek pernah ketahuan merokok ketika SMP, sehingga
belajar/Pengalama dipukuli oleh ayahnya. subjek sangat kesal dengan
n tindakan ayahnya.
Pada saat SD kelas 6, subjek mulai mencoba merokok
bersama teman-temannya setelah melihat orang-orang
di parkiran merokok
Subjek pernah memiliki keinginan untuk berhenti
merokok, namun hal tersebut sangat sulit.
Subjek pernah ditegur oleh security karena merokok di
"no smoking area".
Ketika SMP, subjek pernah ketahuan merokok di kamar
mandi sekolah, sehingga orang tua subjek dipanggil
oleh BK
Ketika kelas 3 SMP, subjek pernah berhenti merokok
dengan menghisap permen namun gagal.
Kondisi Fisik subjek merasa bahwa merokok tidak berpengaruh secara
langsung terhadap kesehatannya
Harapan subjek memiliki keinginan untuk berhenti merokok
karena cita-cita subjek yang ingin menjadi polisi
subjek berencana berhenti merokok pada kelas 2 SMA
secara bertahap.
Kebutuhan
Subtema Hasil
Latar Belakang
Keluarga Subjek adalah anak ke 2 dari tiga bersaudara,
subjek memiliki kakak dan adik perempuan.
Hubungan subjek dengan kedua saudaranya
tidak begitu dekat karena mereka jarang
berkumpul.
Ayah subjek adalah perokok berat dan
berwatak keras namun ibu subjek adalah
orang yang penyabar.
Hubungan subjek dengan kedua orang tuanya
tidak begitu dekat. Terutama dengan ayahnya.
Ayah subjek bekerja di luar kota dan jarang
pulang ke rumah.
Hubungannya dengan ayahnya semakin
renggang sejak subjek dipukuli oleh ayahnya
karena ketahuan merokok dan sering
membolos.
Ayahnya sudah tidak mempedulikan subjek
lagi, namun ibu subjek masih perhatian
terhadap subjek meski mereka tidak begitu
dekat.
Meski hubungan subjek dengan ayahnya tidak
begitu baik dan ayahnya tidak mendukung
aktivitas yang ia tekuni, namun ayah subjek
masih memfasilitasi dan memberikan uang
pada subjek.
Informasi yang
diperoleh Subjek mengetahui bahaya dari rokok dari
pelajaran di sekolah namun tidak mendetail.
Intensitas
Table 12. Persepsi Dan Faktor Yang Mempengaruhi Persepsi Subjek Terhadap
Perilaku Merokok.
Motivasi
Faktor eksternal :
Intensitas
4. Conclusion Drawing
Tabel 12. Perbandingan Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Persepsi
Subjek
Faktor Subjek G Subjek D
Internal
Sikap Tetap merokok meskipun Menahan merokok saat
bersama keluarga bersama keluarga
Memilih untuk tidak merokok Memilih untuk tidur
saat sakit daripada merokok saat
Tetap merokok meskipun sakit
sudah mengetahui bahayanya Setelah mengetahui
Berkumpul bersama teman- bahayanya, berusaha
temannya diatas jam sembilan untuk mengurangi
malam setiap harinya dan merokok
tidak pulang kerumah apabila Pernah merokok
sedang libur ditempat yang tidak
Sudah pandai merokok diperbolehkan
semenjak pertama kali Melarang pacarnya
mencobanya untuk merokok
Merasa bahwa merokok tidak Menjauh saat asap
menganggu belajarnya rokoknya mengganggu
Tidak mengetahui manfaat orang disekitarnya
rokok namun tetap
menikmatinya
Melarang dan menunjukkan
sikap tidak suka apabila
terdapat perempuan yang
merokok
Minat Memiliki hobi bermain futsal Memiliki minat pada
Berkumpul bersama teman- bidang olahraga seperti
temannya ditempat yang futsal, balap motor, dan
bernama Skenan bidang fotografi
Berkumpul dirumah
temannya sepulang
sekolah
Subjek G Subjek D
Subjek selalu merokok setiap kali Subjek merasakan kenikmatan dari
sehabis makan dan setelah bangun merokok setelah makan. (AA; D;
tidur karena ia merasakan 27042014; P. 120)
kenikmatan yang luar biasa apabila
merokok pada waktu-waktu
tersebut. Namun ketika mau tidur
ia jarang sekali merokok. Hanya
ketika tidak bisa tidur saja dia
terkadang merokok. (AA & TPL;
G; 27042014; P.229-230 &244-
249)
Setelah awalnya mencoba-coba
Ketika subjek sedang merasa galau, merokok, akhirnya subjek merasa
ia tidak merokok tetapi lebih ketagihan karena rasanya enak serta
memilih untuk tidur. (AA; G; adem di pikiran ketika sedang
27042014; P.144) galau. (AA; D; 27042014; P.
137&216)
C. Pembahasan
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui persepsi remaja
yang merokok terhadap perilaku merokok.
D. Validitas dan Reliabilitas
1. Validitas
Pada penelitian ini menggunakan Rhizomatic validity merupakan
validitas yang mencoba untuk memberi gambaran bahwa tidak ada
peristiwa yang terjadi secara linear, namun dengan perhatian yang tinggi,
setiap peristiwa itu dapat dipahami dan dapat diungkap banyak cerita
sebagai kebenaranyang shahih Luther (Priskawati, 2012).
Dengan menggunakan Rhizomatic validity ini,maka dapat dielaskan
bahwa persepsi subjek terhadap perilaku merokok tidak terjadi secara
linier melainkan terbentuk berdasarkan faktor-faktor yang mempengaruhi
persepsi, yang berbeda pada setiap subjek. Kemudian dengan perhatian
yang tinggi, dapat dijelaskan bahwa kedua subjek memiliki nilai dan
motivasi tersendiri pada perilaku merokok, dimana subjek G menganggap
perilaku merokok merupakan sesuatu yang terlihat gaya dan keren
dihadapan para wanita, sedangkan subjek D melihat perilaku merokok
bisa digunakan untuk mendapatkan teman-teman yang lebih tua (dewasa).
Dengan menggunakan validitas ini, persepsi kedua subjek dapat
dipahami dan mengungkap bahwa persepsi bersifat konstruksi pribadi
yang mungkin berbeda pada setiap orang.
2. Reliabilitas
Pada penelitian ini menggunakan Synchronic reliability yang
merupakan relabilitas yang engacu pada kesesuaian data atau informasi di
setiap kegiatan pengumpulan data Luther (Priskawati, 2012). Karena pada
penelitian ini, peneliti mendapatkan data hasil wawancara dan data hasil
observasi. Hal tersebut dilakukan agar mencapai kesesuaian data.
Dari data-data tersebut, dibentuklah reduksi data yaitu sebuah proses
memilah data berdasarkan topik atau tema penelitian. Kemudian dilakukan
display data untuk menunjukkan ringkasan dan hubungan tema penelitian.
Dan yang terakhir adalah melakukan kesimpulan dan verifikasi yang
membantu dalam menjawab pertanyaan penelitian.
BAB V
KESIMPULAN
A. Kesimpulan
B. Saran
Saran yang dapat diberikan oleh peneliti untuk penelitian selanjutnya adalah :
1. Bagi peneliti selanjutnya agar menggunakan minimal 10 subjek,
mengingat penelitian ini adalah penelitian fenomenologis.
2. Bagi peneliti selanjutnya agar menambah sumber data selain data primer,
yakni data sekunder untuk memperkuat data primer.
3. Bagi peneliti selanjutnya, hendaknya memperkuat teori yang akan
digunakan.
DAFTAR PUSTAKA
Referensi Buku :
Aditama, Tjandra Yoga. 2006. Rokok di Indonesia. Jakarta: UI Press
Papalia. 2008. Human Development (Psikologi Perkembangan). Edisi Sembilan.
Jakarta : Kencana.