Disusun Oleh :
Nama NPM
Agung Abadi 17520003
Mahfuzh Aqil 17520028
Edo Prabowo 17520014
TEKNIK MESIN
FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH METRO LAMPUNG
1
KATA PENGANTAR
Dengan menyebut nama Allah SWT yang Maha Pengasih lagi Maha Panyayang,
Kami panjatkan puja dan puji syukur atas kehadirat-Nya, yang telah melimpahkan rahmat,
hidayah, dan inayah-Nya kepada kami,
Terlepas dari semua itu, Kami menyadari sepenuhnya bahwa masih ada kekurangan
baik dari segi susunan kalimat maupun tata bahasanya. Oleh karena itu dengan tangan
terbuka kami menerima segala saran dan kritik dari pembaca agar kami dapat memperbaiki
makalah ini.
Akhir kata kami berharap semoga makalah ini dapat memberikan manfaat maupun
inpirasi terhadap pembaca.
2
DAFTAR ISI
A. Kesimpulan............................................................................................................21
B. Saran......................................................................................................................21
DAFTAR PUSTAKA........................................................................................................ 22
i3i
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Kehidupan sosial budaya bangsa Indonesia sangat dipengaruhi dan diwarnai
oleh nilai-nilai agama sehingga kehidupan beragama tidak dapat dipisahkan dari
kehidupan bangsa Indonesia. Sebagai negara yang berdasarkan agama, pendidikan
agam tidak dapat diabaikan dalam penyelenggaraan pendidikan nasional. Umat
beragama beserta lembaga-lembaga keagamaan di Indonesia merupakan potensi besar
dan sebagai modal dasar dalam pembangunan mental spiritual bangsa dan merupakan
potensi nasional untuk pembangunan fisik materil bangsa Indonesia.
Pendidikan bagi kehidupan umat manusia merupakan kebutuhan mutlak yang
harus dipenuhi sepanjang hayat. Tanpa pendidikan sama sekali mustahil suatu
kelompok manusia dapat hidup berkembang sejalan dengan aspirasi (cita-cita) untuk
maju, sejahtera dan bahagia.
Islam sangat mementingkan pendidikan. Dengan pendidikan yang benar dan
berkualitas, individu-individu yang beradab akan terbentuk yang akhirnya
memunculkan kehidupan sosial yang bermoral. Pendidikan jangan hanya dipandang
sebagai suatu kewajiban. Tetapi juga harus pandai merencanakan, mengorganisir,
mengemas, melaksanakan serta mengevaluasi dan menindaklanjuti secara bersinergi
dan berkeseimbangan.
Hubungan pendidikan islam dengan pendidikan nasioanl tidak dapat dipisahkan,
karena keduanya mempunyai hubungan yang sangat erat. Suatu sistem pendidikan
nasional harus mementingkan masalah eksistensi umat manusia pada umumnya dan
eksistensi bangsa Indonesia khususnya dalam hubungan masa lalu, masa kini dan
kemungkinan perkembangan masa depan.
4
B. Rumusan Masalah
1. Faktor yang melatar belakangi Gerakan Muhamadiyah di bidang Pendidikan ?
2. Cita-cita Pendidikan Muhamadiyah ?
3. Bentuk-bentuk dan Model Pendidikan Muhamadiyah ?
4. Pemikiran dan Praksis Pendidikan Muhamadiyah ?
5. Tantangan dan Revitalisasi Pendidikan Muhamadiyah ?
C. Tujuan Penulisan Makalah
1. Untuk Memahami Faktor yang melatarbelakangi Gerakan Muhamadiyah di bidang
Pendidikan.
2. Untuk memahami Cita-cita Pendidikan Muhamadiyah.
3. Untuk memahami Bentuk dan Model Pendidikan Muhamadiyah.
4. Untuk memahami Pemikiran dan Praksis Pendidikan Muhamadiyah.
5. Untuk memahami Tantangan dan Revitalisasi Pendidikan Muhamadiyah.
5
BAB II
PEMBAHASAN
6
2) Cita-Cita Pendidikan Muhammadiyah
7
mengikuti sistem madrasahsekolah, jelasnya madrasahsekolah dalam pondok
pesantren adalah bentuk sistem pengajaran dan pendidikan agama Islam yang terbaik.
Dalam semangat yang sama belakangan ini sekolah-sekolah Islam tengah berpacu
menuju peningkatan mutu pendidikan. Salah satu model pendidikan terbaru adalah
full day schoot, sekolah sampai sore hari, tidak terkecuali di lingkungan
Muhammadiyah.Satu dekade terakhir ini virus sekolah unggul benar-benar
menjangkiti seluruh warga Muhammadiyah.Lembaga pendidikan Muhammadiyah mulai
Taman Kanak- kanak (TI() hingga Perguruan Tinggi (PT) berpacu dan berlomba-lomba untuli
8
diciptakan oleh Allah semata-mata untuk berbakti kepada-Nya.Usaha
Muhammadiyah mendirikan dan menyelenggarakan sistem pendidikan modern
PoliteknikAkademi
9
(melintasi) pejuru langit dan bumi, maka lintasilah. Kamu sekalian tidak akan
sanggup melakukannya melainkan dengan kekuatan (ilmu pengetahuan)”(QS. Ar-
rahman/55:33).
Secara teoritik, ada tiga alasan mengapa pendidikan AIK perlu diajarkan:
10
4. Pemikiran dan Praksis Pendidikan Muhamadiyah
Hampir seluruh pemikiran K.H. Ahmad Dahlan berangkat dari keprihatinannya terhadap
situasi dan kondisi global umat Islam waktu itu yang tenggelam dalam kejumudan (stagnasi),
kebodohan, serta keterbelakangan. Kondisi ini semakin diperparah dengan politik kolonial
belanda yang sangat merugikan bangsa Indonesia.
Pemikiran atau ide-ide K.H. Ahmad Dahlan tertuang dalam gerakan Muhammadiyah
yang ia dirikan pada tanggal 18 Nopember 1912. Organisasi ini mempunyai karekter sebagai
gerakan sosial keagamaan. Titik tekan perjuangannya mula-mula adalah pemurnian ajaran
Islam dan bidang pendidikan. Muhammadiyah mempunyai pengaruh yang berakar dalam
upaya pemberantasan bid’ah, khurafat dan tahayul. Ide pembaruannya menyetuh aqidah dan
syariat, misalnya tentang uapcara kematian talqin, upacara perkawinan, kehamilan, sunatan,
menziarahi kuburan yang dikeramatkan, memberikan makanan sesajen kepada pohon-pohon
besar, jembatan, rumah angker dan sebagainya, yang secara terminologi agama tidak dikenal
dalam Islam.
Menurut K.H. Ahmad Dahlan, upaya strategis untuk menyelamatkan umat Islam dari pola
berpikir yang statis menuju pada pemikiran yang dinamis adalah melalui
pendidikan. Memang, Muhammadiyah sejak tahun 1912 telah menggarap dunia pendidikan,
namun perumusan mengenai tujuan pendidikan yang spesifik baru disusun pada 1936. Pada
mulanya tujuan pendidikan ini tampak dari ucapan K.H. Ahmad Dahlan: “ Dadiji kjai sing
kemajorean, adja kesel anggonu njambut gawe kanggo Muhammadiyah”( Jadilah manusia
yang maju, jangan pernah lelah dalam bekerja untuk Muhammadiyah).
Dahlan merasa tidak puas dengan system dan praktik pendidikan yang ada di
Indonesia saat itu, dibuktikan dengan pandangannya mengenai tujuan pendidikan adalah
untuk menciptakan manusia yang baik budi, luas pandangan, dan bersedia berjuang untuk
kemajuan masyarakat. Karena itu Dahlan merentaskan beberapa pandangannya mengenai
pendidikan dalam bentuk pendidikan model Muhammadiyah khususnya, antara lain:
A. Pendidikan Integralistik
K.H Ahmad Dahlan (1868-1923) adalah tipe man of action sehingga sudah pada
tempatnya apabila mewariskan cukup banyak amal usaha bukan tulisan. Oleh sebab itu
untuk menelusuri bagaimana orientasi filosofis pendidikan Beliau musti lebih banyak
merujuk pada bagaimana beliau membangun sistem pendidikan. Namun naskah pidato
terakhir beliau yang berjudul Tali Pengikat Hidup menarik untuk dicermati karena
menunjukkan secara eksplisit konsen Beliau terhadap pencerahan akal suci melalui
11
filsafat dan logika. Sedikitnya ada tiga kalimat kunci yang menggambarkan tingginya
minat Beliau dalam pencerahan akal, yaitu:
Yaitu mengambil beberapa komponen pendidikan yang dipakai oleh lembaga pendidikan
Belanda. Dari ide ini, K.H. Ahmad Dahlan dapat menyerap dan kemudian dengan gagasan
dan prektek pendidikannya dapat menerapkan metode pendidikan yang dianggap baru saat itu
ke dalam sekolah yang didirikannya dan madrasah-madrasah tradisional. Metode yang
ditawarkan adalah sintesis antara metode pendidikan modern Barat dengan tradisional. Dari
sini tampak bahwa lembaga pendidikan yang didirikan K.H. Ahmad Dahlan berbeda dengan
lembaga pendidikan yang dikelola oleh masyarakat pribumi saat ini. Sebagai contoh, K.H.
Ahmad Dahlan mula-mula mendirikan SR di Kauman dan daerah lainnya di sekitar
12
Yogyakarta, lalu sekolah menengah yang diberi nama al-Qism al-Arqa yang kelak menjadi
bibit madrasah Mu’allimin dan Mu’allimat Muhammadiyah Yogyakarta. Sebagai catatan,
tujuan umum lembaga pendidikan di atas baru disadari sesudah 24 tahun Muhammadiyah
berdiri, tapi Amir Hamzah menyimpulkan bahwa tujuan umum pendidikan Muhammadiyah
menurut K.H. Ahmad Dahlan adalah:
1. Baik budi, alim dalam agama
2. Luas pandangan, alim dalam ilmu-ilmu dunia (umum)
13
5. Tantangan dan Revitalisasi Pendidikan Muhamadiyah
Sebagai gerakan dakwah Islam amar ma’ruf nahi mungkar, Muhammadiyah dituntut untuk
mengkomunikasikan pesan dakwahnya dengan menanamkan khazanah pengetahuan melalui
jalur pendidikan.
Bahwa amal usaha Muhammadiyah dalam hal kualitas mengalami dua masalah
sekaligus, yaitu, pertama, terlambatnya pertumbuhan kualitas dibandingkan dengan
penambahan jumlah yang spektakuler, sehingga dalam beberapa hal kalah bersaing
dengan pihak lain. Kedua, tidak meratanya pengembangan mutu lembaga pendidikan.
Dalam sejumlah aspek banyak disoroti kelemahan amal usaha khususnya di bidang
pendidikan yang kurang mampu menunjukkan daya saing di tingkat nasional apalagi
internasional. Amal usaha Muhammadiyah tidak mengalami proses inovasi yang merata
dan signifikan, sehingga cenderung berjalan di tempat, kendati beberapa lainnya mulai
bangkit mengembangkan ide-ide dan metode baru dalam peningkatan kualitas dan
keberadaan amal usaha Muhammadiyah.
Kedepan diperlukan peningkatan kualitas yang lebih inovatif, sehingga amal usaha
Muhammadiyah khususnya bidang pendidikan dapat lebih unggul serta mampu
mengemban misi dakwah dan tajdid Muhammadiyah.
14
berkualitas artinya dalam konteks pergeseran paradigma keunggulan tersebut, pendidikan
nasional akan menghadapi situasi kompetitif yang sangat tinggi, karena harus berhadapan
dengan kekuatan pendidikan global. Hal ini berkaitan erat dengan kenyataan bahwa
globalisasi justru melahirkan semangat cosmopolitantisme dimana anak-anak bangsa
boleh jadi akan memilih sekolah-sekolah di luar negeri sebagai tempat pendidikan
mereka, terutama jika kondisi sekolah-sekolah di dalam negeri secara kompetitif under-
quality (berkualitas rendah). Inilah salah satu dari sekian tantangan yang harus dihadapi
Muhammadiyah dalam bidang pendidikan.
Salah satu komponen penting dalam kegiatan pendidikan dan proses pembelajaran
adalah pendidik atau guru. Betapapun kemajuan taknologi telah menyediakan berbagai
ragam alat bantu untuk meningkatkan efektifitas proses pembelajaran, namun posisi guru
tidak sepenuhnya dapat tergantikan. Itu artinya guru merupakan variable penting bagi
keberhasilan pendidikan.
Menurut Suyanto, “guru memiliki peluang yang amat besar untuk mengubah kondisi
seorang anak dari gelap gulita aksara menjadi seorang yang pintar dan lancar baca tulis
yang kemudian akhirnya ia bisa menjadi tokoh kebanggaan komunitas dan bangsanya”.
Tetapi segera ditambahkan: “guru yang demikian tentu bukan guru sembarang guru. Ia
pasti memiliki profesionalisme yang tinggi, sehingga bisa “di ditiru”
Itu artinya pekerjaan guru tidak bisa dijadikan sekedar sebagai usaha sambilan, atau
pekerjaan sebagai moon-lighter (usaha objekan). Namun kenyataan dilapangan
menunjukkan adanya guru terlebih-lebih guru honorer, yang tidak berasal dari pendidikan
guru, dan mereka memasuki pekerjaan sebagai guru tanpa melalui system seleksi profesi.
Singkatnya di dunia pendidikan nasional ada banyak, untuk tidak mengatakan sangat
banyak, guru yang tidak profesioanal. Inilah salah satu permasalahan internal yang harus
menjadi “pekerjaan rumah” bagi pendidikan Muhammadiyah masa kini.
Kebudayaan yaitu suatu hasil budi daya manusia baik bersifat material maupun
mental spiritual dari bangsa itu sendiri ataupun dari bangsa lain. Suatu perkembangan
kebudayaan dalam abad moderen saat ini adalah tidak dapat terhindar dari pengaruh
kebudayan bangsa lain. Kondisi demikian menyebabkan timbulnya proses alkulturasi
yaitu pertukaran dan saling berbaurnya antara kebudayaan yang satu dengan yang
lainnya.
15
Dari sinilah terdapat tantangan bagi pendidikan-pendidikan islam yaitu dengan
adanya alkulturasi tersebut maka akan mudah masuk pengaruh negatif bagi kebudayaan,
moral dan akhlak anak. Oleh karena itu hal ini merupakan tantangan bagi pendidikan
islam untuk memfilter budaya-budaya yang negatif yang diakibatkan oleh pengaruh
budaya-budaya barat. (Arifin, 1994:42)
Menurut Suyanto era globalisasi dewasa ini mempunyai pengaruh yang sangat
signifikan terhadap pola pembelajaran yang mampu memberdayakan para peserta didik.
Tuntutan global telah mengubah paradigma pembelajaran dari paradigma pembelajaran
tradisional ke paradigma pembelajaran baru. Suyanto menggambarkan paradigma
pembelajaran sebagai berpusat pada guru, menggunakan media tunggal, berlangsung
secara terisolasi, interaksi guru-murid berupa pemberian informasi dan pengajaran
berbasis factual atau pengetahuan.
Sebagimana telah kita sadari bersama bahwa dampak positif dari pada kemajuan
teknologi sampai kini, adalah bersifat fasilitatif (memudahkan). Teknologi menawarkan
berbagai kesantaian dan ketenangan yang semangkin beragam.
Dampak negatif dari teknologi moderen telah mulai menampakan diri di depan mata
kita, yang pada prinsipnya melemahkan daya mental-spiritual / jiwa yang sedang tumbuh
berkembang dalam berbagai bentuk penampilannya. Pengaruh negatif dari teknologi
elektronik dan informatika dapat melemahkan fungsi-fungsi kejiwaan lainya seperti
kecerdasan pikiran, ingatan, kemauan dan perasaan (emosi) diperlemah kemampuan
aktualnya dengan alat-alat teknologi-elektronis dan informatika seperti Komputer, foto
copy dan sebagainya.(Arifin,1991,hal: 9 )
Alat-alat diatas dalam dunia pendidikan memang memiliki dua dampak yaitu dampak
positif dan juga dampak negatif. Misalnya pada pelajaran bahasa asing anak didik tidak
lagi harus mencari terjemah kata-kata asing dari kamus, tapi sudah bisa lewat komputer
penerjemah atau hanya mengcopy lewat internet. Nah dari sinilah nampak jelas bahwa
pengaruh teknologi dan informasi memiliki dampak positif dan negatif
16
Tantangan era globalisasi terhadap pendidikan agama Islam di antaranya, krisis
moral. Melalui tayangan acara-acara di media elektronik dan media massa lainnya, yang
menyuguhkan pergaulan bebas, sex bebas, konsumsi alkohol dan narkotika,
perselingkuhan, pornografi, kekerasan, liar dan lain-lain. Hal ini akan berimbas pada
perbuatan negatif generasi muda seperti tawuran, pemerkosaan, hamil di luar nikah,
penjambretan, pencopetan, penodongan, pembunuhan oleh pelajar, malas belajar dan
tidak punya integritas dan krisis akhlaq lainnya.
Diera globalisasi sekarang ini, bangsa Indonesia sedang mengalami sebuah perubahan
yang besar disegala sektor. Ini dibuktikan dengan kemajuan ilmu pengetahuan dan
teknologi yang begitu cepat. Dengan kemajuan teknologi dan informasi seperti televisi,
komputer, internet, media cetak dan elektronik mengakibatkan bangsa Indonesia dapat
dengan mudah mengakses informasi baik dari dalam negeri maupun luar negeri. Selain
itu, dengan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi juga dapat menimbulkan
kemerosotan norma-norma dalam kehidupan bermasyarakat, kebobokran akhlak
(perilaku), serta bentuk penyimpangan lainnya yang kini telah merebak dalam masyarakat
Indonesia khususnya generasi muda dalam hal ini pelajar atau mahasiswa. Mereka lebih
mementingkan urusan duniawi daripada urusan akhirat.
Dari semua bentuk penyimpangan ini membutuhkan suatu upaya yang sangat serius
untuk mengatasinya. Salah satu cara mengatasinya adalah melalui pendidikan, dalam hal
ini pendidikan kemuhammadiyahan. Dengan kemuhammadiyahan dampak-dampak buruk
dari kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi bisa di minimalisir.
Jadi ini dapat disimpulkan bahwa kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi yang
begitu cepat telah memberikan dampak-dampak bagi kehidupan kita, baik itu dampak
positif maupun dampak negatif. Dampak tersebut menyebabkan bangsa Indonesia
melakukan banyak penyimpangan. Di dalam pendidikan, kemuhammadiyahan adalah
salah satu upaya yang diperlukan. Kemuhammadiyahan berperan aktif untuk mengelola
dan memanage dampak-dampak buruk yang disebabkan oleh kemajuan ilmu pengetahuan
dan teknologi menjadi minimalisir.
17
bahwa kendatipun jumlah umat islam mayoritas (88,2%) di Indonesia namun kualitasnya
cukup memprihatinkan dibanding umat lain. Karena beberapa fakor seperti tidak
mencerminkan homogenitas dalam kualitas tetapi heterogenitas baik dalam kualitas,
intensitas, maupun paham-paham dan persepsi keagamaannya. Selain itu, rendahnya
kualitas sumber daya umzt islam juga melatarbelakangi mengapa umat islam tidak
memiliki peran yang setaraf dengan kuantitasnya.
Menjawab tantangan yang berkaitan dengan proses belajar mengajar maupun yang
berkaitan dengan sejauh mana sekolah-sekolah Muhammadiyah mampu
mengaktualisasikan misinya sebagai sekolah islam ditengah perubahan dan globalisasi.
Sehingga diperlukan proses belajar yang sejalan dengan dengan perkembangan ilmu
pengetahuan dan teknologi tetapi juga membawa siswa menyadari kebesaran Alloh Swt.
Itu semua barangkali dapat digunakan sebagi prinsip moral dan peningkatan kualitas
pendidikan Muhammadiyah bagi pengembangan kualitas sumberdaya manusia.
18
Tantangan Muhammadiyah yang kedua dalam bidang pendidikan adalah masalah
berkurangnya profesionalisme guru. Hal ini harus segera ditemukan solusinya oleh
muhammadiyah untuk menghindari dampak negatif terhadap kualitas peserta didik
dengan terus meningkatkan kualitas Sumber daya pendidik dan terus menanamkan etos
keikhlasan kepada para pendidik dalam lembaga pendidikan Muhammadiyah.
19
Konsep pendidikan Muhammadiyah yang integrative-interkonektif mengajarkan
keilmuan Agama dan umum sekaligus, menjadi ciri khas pendidikan Muhammadiyah.
Ciri khas ini yang akan menjadi icon pendidikan Muhammadiyah, sekaligus menjadi
oase dalam kekeringan ruh spiritual dalam pendidikan. Dalam Kurikulum ISMUBA
Majelis Pendidikan Dasar dan Menengah DIY (Dikdasmen PWM DIY, 2012:II),
pendidikan Muhammadiyah memiliki empat fungsi, yaitu: pertama sebagai sarana
pendidikan dan pencerdasan, kedua, pelayanan masyarakat, dakwah amar ma’ruf nahi
munkar dan keempat, lahan kaderisasi. Dengan adanya fungsi-fungsi tersebut,
sekolah dan madrasah Muhammadiyah didesain dan diorientasikan untuk
memberikan pelayanan dan peningkatan kualitas lulusan yang unggul dalam
kepribadian, keagamaan, keilmuan, keterampilan, berkarya seni-budaya dan berdaya
saing tinggi, baik di tingkal lokal, nasional maupun global. Mengacu pada tujuan
pendidikan Muhammadiyah yaitu, pendidikan, pelayanan, dakwah, dan perkaderan.
Paradigma pendidik dalam lembaga pendidikan Muhammadiyah harus disatukan.
Visi-misi pendidikan Muhammadiyah harus di internalisasikan. Paradigma itu
membentuk kerangka berfikir dan kesadaran kritis bahwa lembaga pendidikan
Muhammadiyah tidak hanya murni pendidikan dan pelayanan, tetapi ada aspek penting
lain yaitu misi perkaderan dan dakwah yang menjadi kewajiban masing-masing pendidik
di Muhammadiyah untuk melaksanakan misi tersebut. Misi pendidikan Muhammadiyah
tersebut sekaligus menjadi solusi dan respon tentang keringnya ruh keagamaan dalam
pendidikan, Muhammadiyah memiliki ciri khas yaitu pendidikan al-Islam dan
Kemuhammadiyahan. Dua hal itu menjadi ciri khas sekaligus solusi dalam mengisi
kekeringan ruh spiritual dalam pendidikan, baik pada pendidikan dasar dan menengah
maupun pada pendidikan tinggi di Muhammadiyah. semua AUM pendidikan harus
melaksanakan pendidikan al-Islam dan Kemuhammadiyahan sebagai fondasi pendidikan.
AIK yang sudah berjalan pada lembaga Muhammadiyah harus di vitalkan kembali
fungsinya. Sehingga empat peran dan misi pendidikan Muhammadiyah dapat berjalan
seperti yang di cita-citakan
BAB III
20
PENUTUP
Kesimpulan
Muhammadiyah sebagai organisasi Islam sejak awal berdiri memiliki komitmen yang teguh
dalam mencerdaskan kehidupan bangsa melalui jalur pendidikan, hingga saat ini lembaga pendidikan
yang dimiliki Muhammadiyah terus berkembang dan bertambah baik secara kuantitas maupun
kualitas, walaupun di sisi lain tidak dapat dipungkiri ada lembaga pendidikan Muhammadiyah yang
mengalami keterpurukan bahkan ada yang tutup, hal ini merupakan dinamika lembaga pendidikan
yang dimiliki oleh Muhammadiyah.
Manajemen yang selama ini berlaku di Muhammadiyah justru membuat para perintis lembaga
pendidikan di Muhammadiyah bersemangat untuk berkompetisi secara positif, walaupun demikian,
menurut hemat penulis manajemen yang sekarang berlaku membutuhkan evaluasi secara mendalam
untuk peningkatan mutu pendidikan Muhammadiyah secara umum.
DAFTAR PUSTAKA
21
Mulkhan, Abdul Munir. Pemikiran KH. Ahmad Dahlan dan Muhammadiyah. Jakarta: Bumi
Aksara.1990.
Amir Hamzah Wirjosukarto, 1985, Pembaharuan Pendidikan dan Pengajaran Islam, Jember:
Mutiara Offset.
22