NPM : 1806010060
UNIT : IV/B
BAB I
KONSEP ANALISA BIAYA DAN MANFAAT
PENGERTIAN KEBIJAKAN HARGA
Banyak definisi yang dibuat oleh para ahli untuk menjelaskan arti kebijakan. Thomas
Dye dalam buku Zainal Abidin Said (2004) menyebutkan kebijakan sebagai pilihan
pemerintah untuk melakukan atau tidak melakukan sesuatu. Definisi ini dibuatnya dengan
menghubungkan pada beberapa definisi lain dari David Easton, Lasswell dan Kaplan,
dan Carl Friedrich. Easton menyebutkan kebijakan pemerintah sebagai “kekuasaan
mengalokasi nilai-nilai untuk masyarakat secara keseluruhan.” Ini mengandung konotasi
tentang kewenangan pemerintah yang meliputi keseluruhan kehidupan masyarakat. Tidak ada
suatu organisasi lain yang wewenangnya dapat mencakup seluruh masyarakat kecuali
pemerintah. Sementara Lasswell dan Kaplan yang melihat kebijakan sebagai sarana untuk
mencapai tujuan, menyebutkan kebijakan sebagai program yang diproyeksikan berkenaan
dengan tujuan, nilai dan praktek. Carl Friedrich dalam Zainal Abidin Said (2004)
mengatakan bahwa yang paling pokok bagi suatu kebijakan adalah adanya tujuan (goal),
sasaran (objektive) atau kehendak (purpose).
Menurut Moekijat (2003:441) mengenai: “Kebijakan harga adalah suatu keputusan-
keputusan mengenai harga-harga yang akan diikuti untuk suatu jangka tertentu”. Dari uraian
di atas dapat disimpulkan bahwa kebijakan harga yang ditetapkan oleh perusahaan, biasanya
kebijakan harga tersebut berlaku untuk sementara waktu saja selama masa menguntungkan
perusahaan. Oleh karena itu perusahaan harus mengikuti perkembangan harga dan situasi
pasar. Unsur harga tersebut dalam waktu tertentu dirubah atau tidak. Apabila selama batas
waktu tertentu keadaan menguntungkan, maka kebijakan harga harga tersebut ditinjau
kembali apabila situasi dan kondisi perusahaan mengalami perubahan, sehingga tidak
mungkin lagi untuk dipertahankan agar produsen maupun konsumen tidak saling dirugikan.
Menurut Kotler dalam bukunya berjudul Manajemen Pemasaran (2002:56). Dalam
Menyusun kebijakan penetapan harga, perusahaan mengikuti prosedur enam tahap penetapan
harga yaitu:
1. Perusahaan memilih tujuan penetapan harga.
2. Perusahaan memikirkan kurva permintaan, probabilitas kuantitas yang akan terjual
pada tiap kemungkinan harga.
3. Perusahaan memperkirakan bagaimana biaya bervariasi pada berbagi level produksi
dan berbagai level akumulasi pengalaman produksi.
4. Perusahaan menganalisa biaya, dan tawaran pesaing.
5. Perusahaan menyeleksi metode penetapan harga.
6. Perusahaan memilih harga akhir.
BAB 3
THEORETICAL LINKAGE DESENTRALISASI FISKAL DAN PERTUMBUHAN
EKONOMI
Bagaimanakah sebenarnya hubungan antara desentralisasi fiskal dengan pertumbuhan
ekonomi, sampai saat ini masih menimbulkan perdebatan yang cukup luas dalam berbagai
literatur. Secara intuitif, desentralisasi fiskal dapat mendorong efisiensi ekonomi dan secara
dinamis akan mendorong pertumbuhan ekonomi suatu daerah (Oates, 1993), (Martinez dan
Macnab, 1997). Mereka berargumen bahwa pengeluaran untuk infrastruktur dan sektor sosial
akan efektif dalam mendorong pertumbuhan ekonomi suatu daerah, karena daerah
mengetahui karakteristik daerahnya masing-masing.
Pelaksanaan desentralisasi fiskal di Indonesia sudah dilakukan sejak tanggal 1 Januari
2001. Melalui otonomi daerah dan desentralisasi fiskal, pemerintahan daerah memiliki
wewenang untuk menggali pendapatan dan melakukan peran alokasi secara mandiri dalam
menetapkan prioritas pembangunan. Diharapkan dengan adanya otonomi dan desentralisasi
fiskal dapat lebih memeratakan pembangunan sesuai dengan kebutuhan daerah untuk
mengembangkan wilayah menurut potensi masing-masing.
Adapun tujuan dari ditetapkannya kebijakan ini adalah berdasar UU No. 32 Tahun
2005, "Upaya peningkatan kesejahteraan penduduk daerah, peningkatan pelayanan publik
dan peningkatan daya saing daerah..". dentralisasi fiskal yang diterapkan ini diharapkan akan
membantu pemerintah daerah dalam ketersediaan dana yang dapat digunakan untuk
mengembangkan derahnya, dengan asumsi bahwa pemerintah daerah sudah jauh lebih
mengetahui apa yang menjadi kebutuhannya dan dapat mengelola penggunaan dana lebih
baik dibandingkan sistem terpusat.
Wujud dari desentralisasi fiskal ini adalah adanya dana perimbangan. Dana
perimbangan merupakan sistem pembagian keuangan yang adil, proporsional, demokratis,
transparan dan efisien dalam rangka pendanaan penyelenggaraan desentralisasi. Dana
perimbangan mempertimbangkan potensi, kondisi dan kebutuhan daerah serta besaran
pendanaan penyelenggaraan dekonsentrasi dan tugas pembantuan.
Komponen dalam dana perimbangan terdiri dari Dana Alokasi Umum (DAU) yang
merupakan dana yang bersumber dari pendapatan APBN yang dialokasikan dengan tujuan
pemerataan kemampuan keuangan antar daerah untuk mendanai kebutuhan daerah dalam
rangka pelaksanaan desentralisasi; Dana Alokasi Khusus (DAK) yang berfungsi untuk
membantu mendanai kegiatan khusus yang merupakan urusan daerah dan sesuai dengan
prioritas nasional; serta Dana Bagi Hasil (DBH) yang dialokasikan pada daerah berdasar
persentase tertentu dalam rangka pelaksanaan desentralisasi.
Setelah diterapkan, evaluasi kebijakan desentralisasi fiskal memunculkan beberapa
fakta yaitu maraknya kasus korupsi oleh Kepala daerah dan anggota DPRD hampir diseluruh
daerah. Selanjutnya pemekaran daerah yang terjadi dimana sekarang ada 502 Dati II dan 33
Dati I. Kemudian adanya tumpang tindih peran pemerintah daerah akibat ketidakpastian
dalam pengelolaan dana perimbangan.
Dari beberapa paparan tersebut, dapat dilihat terjadinya ketidakefektifan dalam
penyelenggaraan desentralisasi fiskal di Indonesia. Beberapa penyebab ketidakefektifan ini
adalah pengelolaan dana perimbangan yang kurang tepat sasaran, seperti alokasi dana DAU,
DAK dan DBH yang kurang memberikan hasil maksimum. Lalu jumlah pembagian dana
perimbangan yang didasrkan pada luas wilayah menjadi kurang tepat, mengingat terjadinya
trend pemekaran wilayah yang terjadi di Indonesia dan membuat pengalokasian terhadap
dana perimbangan tersebut menjadi kurang efektif. Komponen bermasalah lainya terletak
pada komponen jumlah penduduk. Komponen jumlah penduduk dirasa kurang baik sebagai
salah satau pos perhitungan pembagian dana perimbangan, hal ini dikarenakan membuat para
kepala daerah menjadi pro natalitas untuk meningkatkan dana perimbangan yang akan
diterimanya. Lalu faktor SDM di daerah yang belum mampu mengelola dana perimbangan
ini dengan maksimal, akibatnya walaupun jumlah dana perimbangan besar namun hasil dari
pengelolaan dana tersebut tidak maksimal.
Hubungan penerapan desentralisasi fiskal terhadap pertumbuhan perekonomian suatu
daerah juga masih mengalami hubungan yang negatif, contohnya Kalimantan Timur. Dikenal
sebagai penghasil minyak dan batubara terbesar seIndonesia tidak menjadikan perekonomian
Kaltim tumbuh pesat seiring kebijakan desntralisasi fiskal diterapkan. Selama hampir tiga
tahun, 2006-2009, PDB Kaltim mengalami penurunan. Sebagian besar penyebabnya adalah
ketidakefektifan dan ketidakefisienan dalam mengelola dana perimbangan ditengah akibat
kualitas SDM yang belum mampu mengelolanya.
BAB IV
KONSEP DESENTRALISASI
BAB 5
THE TRADISIONAL DAN NEW PERSPECTIVES TEORITIS
Dalam teori tentang desentralisasi fiskal terdapat dua perspektif teori yang
menjelaskan dampak ekonomi dari desentralisasi, yaitu menurut traditional theories dan new
perspective theories (Khusaini, 2006). Traditional theories menekankan pada keuntungan
alokatif dari desentralisasi, dimana sumber informasi dan pengetahuan atas kebutuhan serta
kondisi daerah lebih dikuasai oleh daerah sehingga pengambilan keputusan tentang
kebutuhan dan aspirasi masyarakat lebih baik dilakukan oleh pemerintah daerah.
Sedangkan new perspective theorities menekankan pada pengaruh desentralisasi fiskal
terhadap perilaku pemerintah daerah. Implikasi teori ini adalah desentralisasi akan
mempengaruhi kinerja keuangan dan kesejahteraan masyarakat di daerah. Daerah yang
memiliki tekanan fiskal tinggi, maka dorongan masyarakat kepada pemerintah daerah untuk
mengubah struktur belanja semakin kuat (Halim, 2001). Daerah-daerah yang keadaan
kapasitas fiskalnya rendah, cenderung mengalami tekanan fiskal yang kuat.
Rendahnya kapasitas fiskal mengindikasikan adanya tingkat kemandirian daerah yang
rendah. Pemerintah daerah dituntut untuk mengoptimalkan pendapatannya melalui
pengelolaan sumber daya yang dimilikinya. Salah satu kebijakan yang dilakukan adalah
dengan memberikan porsi belanja daerah yang lebih besar pada sektor-sektor yang produktif.
Strategi alokasi dan efisiensi belanja ini terbukti mampu memicu pendapatan dan
pertumbuhan ekonomi daerahnya. Hal ini juga mengisyaratkan bahwa daerah dengan
kapasitas fiskal yang rendah (tekanan fiskal tinggi), dituntut lebih selektif dan efisien dalam
mengalokasikan dananya. Sehingga, kebijakan belanja yang diambil akan lebih produktif dan
efisien. Setidaknya, dengan belanja yang lebih kecil akan mampu mendapatkan PAD dan
pertumbuhan ekonomi yang optimal dibandingkan dengan daerah dengan nilai belanja yang
jauh lebih tinggi (tekanan fiskal rendah).
BAB 6
DAMPAK DESENTRALISASI FISKAL DAN EFISIENSI EKONOMI ANTARA
NEGARA MAJU DAN NEGARA SEDANG BERKEMBANG
Pengertian Desentralisasi dan Pembagiannya
Desentralisasi merupakan sebuah alat untuk mencapai salah satu tujuan bernegara,
yaitu terutama memberikan pelayanan publik yang lebih baik dan menciptakan proses
pengambilan keputusan publik yang lebih demokratis.
Dengan desentralisasi akan diwujudkan dalam pelimpahan kewenangan kepada
tingkat pemerintahan untuk melakukan pembelanjaan, kewenangan untuk memungut pajak
(taxing power), terbentuknya Dewan yang dipilih oleh rakyat, Kepala Daerah yang dipilih
oleh DPRD, dan adanya bantuan dalam bentuk transfer dari Pemerintah Pusat (Sidik, 2002).
Wallace Oates dalam Decentralization Theorem-nya menyatakan bahwa barang
publik yang ditentukan pada wilayah dan populasi tertentu, dan dengan biaya yang sama pada
setiap tingkat output barang selalu lebih efisien disediakan oleh pemerintah lokal/daerah
daripada disediakan oleh pemerintah pusat. Adanya penerapan tata pemerintahan
desentralisasi mempunyai dampak ekonomi pada suatu negara. Dalam hal ini, didukung oleh
dua perspektif teori yaitu traditional theories (First-Generation Theories) dan new perspective
theories (Second Generation Theories). Pada traditional theories menekankan dua keuntungan
utama dari desentralisasi yaitu penggunaan informasi yang lebih efisien karena pemerintahan
daerah yang lebih dekat dengan masyarakat, memungkinkan masyarakat dalam memilih
barang dan jasa publik sesuai dengan selera dan keinginan masyarakat. Sedangkan untuk new
perspective theories menjelaskan pengaruh desentralisasi terhadap perilaku pemerintah
daerah yang akan meningkatkan kesejahteraan masyarakat lokal dan meningkatkan
pertumbuhan ekonomi daerah.
Jenis Jenis Desentralisasi
Secara umum desentralisasi terdiri atas desentralisasi politik (political
decentralization), desentralisasi administratif (administrative decentralization), desentralisasi
fiskal (fiscal decentralization), desentralisasi ekonomi (economic or market decentralization).
Desentralisasi fiskal terdiri dari 2 kata, yaitu desentralisasi dan fiskal. Desentralisasi
mengacu pada “pembalikan konsentrasi administrasi pada pemerintah pusat dan penyerahan
kekuasaan ke pemerintah lokal” (Smith 1985 : 1) atau sebagai “proses penyerahan kekuasaan
politik, fiskal dan administratif kepada unit pemerintah subnasional” (Burki et al 1993 : 3).
Pemindahan proses pengambilan keputusan ke tingkat pemerintah yang lebih dekat
dengan masyarakat merupakan dasar dari desentralisasi. Oleh karena itu, desentralisasi dapat
dikatakan sebagai sebuah alat untuk mencapai salah satu tujuan negara yaitu memberikan
pelayanan publik yang lebih baik dan menciptakan proses pengambilan keputusan publik
yang lebih demokratis.
Desentralisasi fiskal, merupakan salah satu komponen utama dari desentralisasi.
Apabila Pemerintah Daerah melaksanakan fungsinya secara efektif, dan diberikan kebebasan
dalam pengambilan keputusan penyediaan pelayanan di sektor publik, maka mereka harus
didukung sumber-sumber keuangan yang memadai baik yang berasal dari Pendapatan Asli
Daerah (PAD) termasuk surcharge of taxes, Bagi Hasil Pajak dan Bukan Pajak, Pinjaman,
maupun Subsidi/Bantuan dari Pemerintah Pusat (Sidik, 2002).
Pelaksanaan desentralisasi fiskal akan berjalan dengan baik dengan mempedomani
hal-hal sebagai berikut :
1. Adanya Pemerintah Pusat yang kapabel dalam melakukan pengawasan dan
enforcement;
2. Terdapat keseimbangan antara akuntabilitas dan kewenangan dalam
melakukan pungutan pajak dan retribusi Daerah.
Khusus desentralisasi fiskal, Bird dan Vaillancourt (2000) menyebutkan tiga variasi
desentralisasi dalam kaitannya dengan derajat kemandirian pengambilan keputusan yang
dilakukan daerah.
Pertama, desentralisasi berarti pelepasan tanggung jawab yang berada dalam
lingkungan pemerintah pusat ke instansi vertikal di daerah atau ke pemerintah daerah.
Kedua, delegasi yang berhubungan dengan suatu situasi, yaitu daerah bertindak
sebagai perwakilan pemerintah untuk melaksanakan fungsi-fungsi tertentu atas nama
pemerintah.
Ketiga, pelimpahan (devolusi) yang berhubungan dengan suatu situasi yang bukan
saja bersifat implementatif tetapi juga kewenangan untuk memutuskan apa yang perlu
dikerjakan berada di daerah.
Litvack and Seddon (1998) di dalam Mauludin (2008) menyebutkan tiga pendekatan
sebagai dasar di dalam pelaksanaan desentralisasi fiskal, yaitu:
1. Pendekatan penerimaan
Pendekatan penerimaan (income approach) mempunyai arti bahwa daerah diberi
kewenangan untuk memungut pajak atau menyerahkan proporsi tertentu dari penerimaan
pusat. Di samping itu terkadang dimodifikasi dengan tambahan transfer dana yang bersifat
umum dan khusus untuk mengkompensasi perbedaan di dalam potensi penerimaan. Sisi
penting yang perlu diperhatikan dalam desentralisasi fiskal tidak hanya pada sisi penerimaan
saja, tetapi juga perlu dilihat dari sisi pengeluaran (expenditure approach).
2. Pendekatan pengeluaran
Pendekatan pengeluaran diartikan bahwa daerah diberi kewenangan untuk
menetapkan pengeluarannya, selanjutnya akan dibiayai sebagian atau seluruhnya melalui
transfer. Transfer tersebut dapat berupa pinjaman, hibah (grant), atau bagi hasil (revenue
sharing). Dan terakhir pendekatan pengeluaan ini tidak terlepas dari mekanisme pengelolaan
keuangan daerah. Manajemen keuangan daerah yang baik akan meningkatkan efisiensi dan
efektifitas penggunaan dana-dana yang ada. Dengan demikian daerah perlu menyusun
rencana pembiayaan yang sesuai dengan kebutuhan dan prioritas daerah, dan dilaksanakan
dengan lebih transparan dan akuntabel.
3. Pendekatan komprehensif.
Pendekatan komprehensif dilakukan dengan cara menyelaraskan potensi penerimaan
dengan besarnya penerimaan dengan besarnya pengeluaran (expenditure needs). Dengan
pendekatan ini kewenangan di bidang penerimaan dan pengeluaran, dengan asumsi tertentu,
diserahkan kepada daerah secara bersamaan. Apabila terjadi ketimpangan antara potensi
penerimaan dan besarnya tanggung jawab pengeluaran yang didelegasikan maka pemerintah
pusat akan menutupnya dengan hibah atau pinjaman.
BAB 7
KONSEP PENGANGGARAN FISKAL
Kebijakan fiskal (fiscal policy) atau yang biasa juga disebut kebijakan anggaran adalah
suatu kebijakan ekonomi yang ditetapkan oleh pemerintah dalam hal pemasukan dan
pengeluaran pendapatan negara dengan tujuan untuk memperbaiki kondisi ekonomi negara.
Kebijakan fiskal didasarkan pada kebijakan yang dibuat dan disusun oleh pemerintah untuk
mengelola dan mengarahkan perekonomian suatu negara melalui pengeluaran dan
Kebijakan fiskal diterapkan dan digunakan oleh pemerintah dengan merancang anggaran
negara atau yang biasa disebut dengan APBN dan mengubah angka-angka yang terdapat di
dalam APBN guna memperoleh kondisi perekonomian negara yang sesuai dengan tujuan
Kenaikan harga pajak dari berbagai macam pajak yang ada di Indonesia
Dibentuknya kebijakan fiskal oleh pemerintah memiliki tujuan tersendiri bagi negara.
Untuk memperbaiki kondisi perekonomian negara agar menjadi lebih baik. Dengan
adanya kondisi ekonomi yang baik pada suatu negara maka sektor-sektor usaha
yang juga akan meningkat. Hal ini dapat mengurangi pengangguran yang ada di
Indonesia.
Kebijakan fiskal dalam bentuk anggaran dapat digunakan oleh pemerintah untuk
mengatasi masalah inflasi yang datang secara tiba-tiba dan untuk mengendalikan
harga-harga yang ada. Secara umum kebijakan ini digunakan untuk menstabilkan
negara Indonesia sehingga keadilan sosial bagi warga negara dapat tercapai. Hal ini
jenis yaitu:
Kebijakan anggaran surplus bekerja dengan cara pemasukan atau pendapatan anggaran
Adanya inflasi yang berlangsung menyebabkan terjadinya kenaikan harga. Kenaikan harga
terjadi karena jika dibandingkan, nilai uang lebih banyak daripada barang. Kebijakan
anggaran surplus bekerja sebaliknya yaitu menekan pengeluaran pemerintah yang suatu saat
dapat menekan dan mengurangi permintaan barang atau jasa dari para konsumen secara
negara harus sama besar atau seimbang dengan pengeluaran negara yang disusun. Dalam
lebih besar dari pendapatan atau pemasukan yang didapatkan. Sehingga kebijakan anggaran
Pemerintah mengatasi pengeluaran yang lebih besar dari pendapatan dengan memakai
pinjaman baik itu pinjaman dari pihak dalam negeri maupun dari pihak luar negeri. Ada 4
cara yang digunakan untuk mengukur kebijakan anggaran defisit antara lain:
dengan total pembelanjaan negara. Pembayaran pokok atau hutang tidak termasuk
ke dalam total pendapatan dan piutang tidak termasuk ke dalam total pembelanjaan
negara.
Kebijakan Anggaran Defisit yang diterapkan dapat membantu mengatasi kondisi ekonomi
negara yang terpuruk. Meskipun demikian, pinjaman yang dilakukan oleh pemerintah di
dalam kebijakan anggaran defisit, membuktikan bahwa anggaran negara selalu dalam
kondisi yang kekurangan. Demikian informasi tentang kebijakan fiskal, semoga bermanfaat
bagi Anda.