Anda di halaman 1dari 4

Nama : Ahmad Fahmi Ilman

NIM : 180710101201

Mata Kuliah : Perancangan Peraturan Perundang-Undangan

Analisa terhadap TAP MPR III Tahun 2000, Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2004, dan
Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011. Tunjukkan perbedaan pengaturan ketiga peraturan
ini mengenai jenis peraturan perundang-undangan dan hierarki peraturan perundang-
undangan.
Pasal 2 TAP MPR III Tahun 2000
Tata urutan peraturan perundang-undangan merupakan pedoman dalam pembuatan aturan
hukum di bawahnya.
Tata urutan peraturan perundang-undangan Republik Indonesia adalah ;
1. Undang-Undang Dasar 1945.
2. Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia.
3. Undang-Undang.
4. Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang (Perpu).
5. Peraturan Pemerintah.
6. Keputusan Presiden.
7. Peraturan Daerah.
Dalam Pasal 7 UU No. 10 Tahun 2004, tata urutan peraturan perundang-undangan
adalah sebagai berikut :
1. UUD 1945.
2. UU atau Perpu
3. Peraturan Pemerintah
4. Peraturan Presiden
5. Peraturan Daerah, meliputi: peraturan daerah provinsi, Peraturan Daerah Kabupaten atau
Kota, dan Peraturan Desa atau peraturan yang setingkat.
Berdasarkan pasal 7 UU No. 12 Tahun 2011, maka jenis dan hierarki Peraturan
Perundang-undangan sesuai urutan dari yang tertinggi adalah:
1. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (UUD 1945)
2. Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat ( tap MPR)
3. Undang-undang (UU) atau Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu).
4. Peraturan Pemerintah ( PP)
5. Peraturan Presiden (perpres).
6. Peraturan Daerah (Perda) Provinsi.
7. Peraturan Kabupaten atau Kota.

Ketetapan MPR dalam Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2004 Ketetapan Majelis


Permusyawaratan Rakyat tidak termuat dalam tata urutan perundang-undangan. Karena
dalam sistem kenegaraan sesudah amandemen, Undang-Undang Dasar 1945 MPR tidak
mempunyai kewenangan untuk mengeluarkan produk peraturan perundang-undangan. MPR
hanya memiliki kewenangan mengubah dan menetapkan terhadap peraturan-peraturan yang
bersifat menetapkan (beschikking) khususnya peraturan yang masih berlaku menurut TAP
MPR Nomor 1/MPR/2003. Aturan mengenai hal tersebut tertuang dalam pasal 1 ketentuan
aturan tambahan amandemen ke IV Undang-undang Dasar 1945 yang berbunyi : “ Majelis
Permusyawaratan Rakyat untuk diambil putusan pada sidang majelis permusyawaratan rakyat
tahun 2003”.
Namun ketetapan MPR kembali dimunculkan pada undang-undang nomor 12 tahun
2011 yang menimbang bahwa dalam undang-undang Nomor 10 Tahun 2004 tentang
pembentukan peraturan perundang-undangan masih terdapat kekurangan dan belum dapat
menampung perkembangan kebutuhan masyarakat mengenai aturan pembentukan peraturan
perundang-undangan yang baik sehingga perlu diganti.
Perpu berdasarkan TAP MPR Nomor III/MPR/2000 Peraturan Pemerintah pengganti
Undang-Undang (perpu) dibuat oleh presidan dalam hal ikhwal kepentingan yang memaksa
(pasal 3 ayat 4). Penjelasan pasal 22 UUD 1945 menegaskan bahwa pasal ini mengenai
“noodverordeningrecht”presiden. Aturan sebagai inti memang perlu diadakan agar
keselamatan negara dapat dijamin oleh pemerintah dalam keadaan yang genting atau yang
memaksa pemerintah untuk bertindak lekas dan tepat. Meskipun demikian, pemerintah tidak
akan lepas dari pengawasan DPR. Oleh karena itu, peraturan pemerintah dalam hal ini, yang
kekuatannya sama dengan undang-undang harus disahkan pula oleh DPR. Dari penegasan
pasal 22 UUD 1945, dapat diketahui bahwa kedudukan perpu setingkat undang-undang dan
berfungsi sebagai undang-undang darurat (emergecy law). Dengan demikian ketetapan MPR
telah mengubah kedudukan perpu berada dibawah UU jelas bertentangan dengan UUD 1945.
Oleh karena itu disempurnakan kembali dalam UU Nomor 10 tahun 2004.
Dalam ketiga jenis hierarki dan peraturan perundang – undangan, sumber hukum yang
tertinggi adalah Undang – Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Hal ini
dikarenakan Undang – Undang Dasar 1945 memuat dasar dan garis besar hukum dalam
penyelenggaraan Negara (termuat dalam TAP MPR Nomor III/MPR/2000).
Dalam Undang – Undang Nomor 10 Tahun 2004 Ketetapan Majelis Permusyawaratan
Rakyat tidak termuat dalam tata urutan perundang – undangan. Karena dalam sistem
kenegaraan sesudah amandemen Undang – Undang Dasar 1945 MPR tidak mempunyai
kewenangan untuk mengeluarkan produk peraturan perundang – undangan. MPR hanya
memiliki kewenangan mengubah dan menetapkan terhadap peraturan – peraturan yang
bersifat menetapkan (beschikking) khususnya peraturan yang masih berlaku menurut TAP
MPR Nomor 1/MPR/2003. Aturan mengenai hal tersebut tertuang dalam pasal 1 ketentuan
aturan tambahan amandemen ke-IV Undang –Undang Dasar 1945 yang berbunyi : “Majelis
Permusyawaratan Rakyat ditugasi untuk melakukan peninjauan terhadap materi dan status
hukum Ketapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Sementara dan Ketetapan Majelis
Permusyawaratan Rakyat untuk diambil putusan pada Sidang Majelis Permusyawaratan
Rakyat tahun 2003”.
Namun Ketetapan MPR kembali dimunculkan pada Undang – Undang Nomor 12
Tahun 2011 menimbang bahwa dalam Undang – Undang Nomor 10 Tahun 2004 tentang
Pembentukan Peraturan Perundang – undangan masih terdapat kekurangan dan belum dapat
menampung perkembangan kebutuhan masyarakat mengenai aturan pembentukan peraturan
perundang – undangan yang baik sehingga perlu diganti.
Perpu Berdasarkan TAP MPR Nomor III/MPR/2000 Peraturan Pemerintah Pengganti
Undang – Undang (perpu) dibuat oleh presiden dalam hal ikhwal kegentingan yang memaksa
(pasal 3 ayat 4). Penjelasan Pasal 22 UUD 1945 menegaskan bahwa pasal ini mengenai
“noodverordeningsrecht” Presiden. Aturan sebagai inti memang perlu diadakan agar
keselamatan Negara dapat dijamin oleh pemerintah dalam keadaan yang genting atau yang
memaksa pemerintah untuk bertindak lekas dan tepat. Meskipun demikian, pemerintah tidak
akan terlepas dari pengawasan DPR.oleh karena itu, peraturan pemerintah dalam hal ini, yang
kekuatannya sama dengan undang – undang harus disahkan pula oleh DPR. Dari penegasan
penjelasan Pasal 22 UUD 1945 , dapat diketahui bahwa kedudukan Perpu setingkat undang –
undang dan berfungsi sebagai undang – undang darurat (emergcy law). Dengan demikian,
ketetapan MPR telah mengubah kedudukan Perpu berada dibawah UU jelas bertentangan
dengan UUD 1945. Oleh karena itu disempurnakan kembali dalam UU Nomor 10 Tahun
2004.
Peraturan Presiden / Keputusan Presiden Keputusan Presiden yang termasuk dalam
Peraturan Perundang – undangan adalah yang bersifat einmahlig, tidak mengikat umum,
final, individual, nyata, dan sekali-selesai. Ini kurang tepat karena Keppres bisa dauerhaftig.
Norma perundang – undangan selalu bersifat umum, abstrak, dan berlaku terus menerus.
Sedangkan Peraturan Presiden sifatnya mengatur (regeling) dan mengikat umum.
Peraturan Daerah Sebagai perbandingan antara TAP MPR Nomor III/MPR/2000, UU
Nomor 10 Tahun 2004, dan UU Nomor 12 Tahun 2011, Peraturan Daerah lebih
dispesifikasikan menjadi Peraturan daerah Provinsi dan Peraturan Daerah Kabupaten/Kota.
(berdasarkan asas lex superior deregat lex inferiori). Asas ketentuan hukum yang lebih tinggi
mengalahkan hukum yang tingkatannya lebih rendah).

Anda mungkin juga menyukai