Anda di halaman 1dari 4

PENGATURAN HAK ASASI MANUSIA DALAM KONSTITUSI NEGARA INDONESIA DENGAN

KONSTITUSI NEGARA JERMAN

OLEH :
ARNENDYA LANNIA SURYADIANNISA
180710101011
Fakultas Hukum Universitas Jember

ABSTRAK

Konstitusi merupakan dasar suatu negara yang harus ada pada tiap negara dan juga merupakan
konsesnsus bersama atau general agreement seluruh warga negara. Apabila tidak didasarkan pada
konstitusi maka negara tersebut tidak akan terbentuk.
Negara-negara di dunia pasti memiliki konstitusi yang berbeda atau mungkin bisa sama. Hal ini
mengindikasikan terjadinya pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM) khususnya kepentingan yang
mendasar dari setiap warga negara yaitu perlindungan terhadap haknya sebagai manusia yang
meliputi hak atas rasa aman dan hak atas kesejahteraan. Oleh karena itu dari aspek-aspek yang dapat
diperbandingkan dalam hukum tata negara yaitu lebih mengkhususkan pada konstitusi ketujuh yaitu
HAM yang akan membandingkan konstitusi khususnya yang mengatur hak-hak warga negara.

Kata kunci : Konstitusi, HAM, hak-hak warga negara

A. Pendahuluan
Perkembangan konsep HAM secara historis berawal dari dunia Barat, dimulai dari abad XVII
sampai dengan abad XX. Pada abad XVII, HAM berasal dari hak kodrati ( natural rights) yang mengalir
dari hukum kodrat (natural law). Dua hak yang sangat ditonjolkan adalah kebebasan politik ( political
freedom) dan hak untuk ada ( rights to be ). Pada abad XVII, hak kodrati dirasionalkan melalui konsep
“kontrak sosial” dan membuat hak tersebut menjadi sekuler, rasional, universal, individual demokratis
dan radikal. Dua hak yang sangat ditonjolkan adalah kebebasan sipil ( civil liberties) dan hak untuk
memiliki (rights to have). Pada abad XIX masuk pemikiran sosialisme yang lebih memberikan
penekanan pada masyarakat (society). Pada masa ini lahir fungsi sosial dan hak-hak individu. Dua hak
yang sangat ditonjolkan adalah hak untuk berpartisipasi ( participation rights) dan hak untuk berbuat
(rights to do ). Pada abad XX ditandai dengan usaha untuk mengonversikan hak-hak individu yang
sifatnya kodrati menjadi hak-hak hukum ( from natural human rights into positive legal rights). Saat itu
lahirlah Universal Declaration of Human Rights (UDHR). Hak yang menonjol pada abad ini adalah hak-
hak sosial ekonomi (sosial economic rights) dan hak untuk mendapatkan sesuatu (rights to receive).1
B. Hak Asasi Manusia di Indonesia
Setelah Proklamasi 17 Agustus 1945, Indonesia memberlakukan UUD 1945 pada 18 Agustus
1945 yang disusun sesuai kondisi dan kebutuhan sendiri. UUD 1945 merupakan konstitusi tertulis
pertama kali dalam sejarah ketatanegaraan modern Indonesia. Sejak negara Indonesia berdiri telah
berlaku di Indonesia, yaitu Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (UUD 1945)
berlaku dari 1945 hingga 1949, Konstitusi RIS yang dibentuk pada 1949 dan berlaku hingga 1950, dan
UUD 1945 diberlakukan kembali mulai 1959. Dibawah ini akan diuraikan aspek-aspek penting yang
mendasari pencantuman hak-hak warga negara dalam konstitusi-konstitusi Indonesia mulai dari UUD

1
Dr. A. Widiada Gunakaya S.A., S.H., M.H., “Hukum Hak Asasi Manusia (Yogyakarta: CV ANDI
OFFSET, 2017), hlm. 25-26.
1945 (18 Agustus 1945), konstitusi RIS 1949, UUDS 1950, UUD 1945 setelah Dekrit Presiden tanggal
5 Juli 1959 dan UUD 1945 setelah Perubahan. 2
1. Hak-hak Asasi Manusia dalam UUD 1945 (18 Agustus 1945)
Dalam UUD 1945 yang ditetapkan pada tanggal 18 Agustus 1945, ditentukan beberapa hak
Yang kemudian disebut sebagai pasal-pasal HAM yang diatur dalam konstitusi dan karena itu disebut
sebagai hak konstutusional. Hak konstitusional warga negara yang diatur dalam UUD 1945 (18
Agustus 1945) atau disebut dengan “Hak Konstitusional dalam UUD 1945 (18 Agustus 1945)”
sesungguhnya dapat dikatakan “Hak Konstitusional minimalis”. Hak-hak Konstitusional UUD 1945 (18
Agustus 1945) meliputi beberapa hal sebagai berikut. Pertama, Bab X Warga Negara Pasal 27 ayat (1)
menyatakan bahwa “ segala warga negara dan pemerintahan itu dengan tidak ada kecualinya.” Hak
Konstitusional ini dapat dimasukkan dalam jenis “hak atas kewarganegaraan”. Kedua, pasal 27 ayat (2)
menyatakan bahwa “tiap-tiap warga negara berhak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi
kemanusiaan.” Ketiga, pasal 28 menyatakan “ kemerdekaan berserikat dan berkumpul, mengeluarkan
pikiran dengan lisan dan tulisan dan sebagainya ditetapkan dengan undang-undang.” Keempat, pasal
29 ayat (2) menyatakan bahwa “negara menjamin kemerdekaan tiap-tiap penduduk untuk memeluk
agamanya masing-masing dan untuk beribadat menurut agamanya dan kepercayaannya itu.” 3
2. Hak Asasi Manusia dalam Konstitusi RIS 1949
Berlakunya konstitusi RIS untuk negara RIS tidak menghapuskan berlakunya UUD RI (UUD
1945).4 Salah satu ketentuan penting dalam konstitusi RIS adalah pasal-pasal yang berhubungan
dengan HAM. Hak asasi mendapat tempat yang penting yaitu, dalam Bab V Pasal 7 sampai Pasal 33.
Perumusan ketentuan HAM disini dapat dikatakan jauh lebih lengkap jika dibandingkan dengan
perumusan UUD 1945 (18 Agustus 1945). Lebih dari itu bahkan konsensus mengenai ketentuan HAM
yang diambilkan dari UDHR ini sudah disepakati sejak Konferensi Antar Indonesia yang
diselenggarakan di Yogyakarta bulan Juli 1949. 5
3. Hak-hak Asasi Manusia dalam Konstitusi 1950
Konstitusi 1950 ditetapkan pada tanggal 15 Agustus 1950 jadi lahir setelah diterimanya
Declaration of Human Rights tanggal 10 Desember 1948. Pasal-pasal yang memuat Hak Asasi
Manusia, yang meliputi Hak Asasi Manusia terhadap Manusia Pasal 7 sampai dengan Pasal 31 dan
kewajiban asasi pemerintah/penguasa Pasal 35 sampai Pasal 43. 6
4. Hak Asasi Manusia dalam UUD 1945 Pra-Amendemen
UUD 1945 Pra-Amandemen tersusun atas pembukaan dan batang tubuh yang terdiri dari 37
pasal, empat aturan peralihan, dua aturan tambahan dan penjelasan. Hak Asasi Manusia sendiri
termuat ke dalam pembukaan dan batang tubuh.
a. Dalam Pembukaan
Hak Asasi manusia dalam pembukaan UUD 1945 terangkum dalam tiap alenia. Pada alenia I,
Pada hakikatnya merupakan pengakuan adanya kebebasan untuk merdeka ( freedom of be free),
pengakuan akan perikemanusiaan adalah inti dari hak asasi manusia. Alenia II, disebutkan Indonesia
sebagai negara yang adil, kata sifat adil menunjukkan salah satu tujuan dari negara hukum untuk
mencapai atau mendekati keadilan. Alenia III, berintikan bahwa rakyat indonesia menyatakan
kemerdekaannya supaya terjelma kehidupan bangsa indonesia yang bebas. Hal ini sebagai pengakuan
2
A. Ahsin Thohari, Hak Konstitusional dalam Hukum Tata Negara Indonesia (Jakarta: Penerbit
Erlangga, 2016), hlm. 56.
3
A. Ahsin Thohari, Hak Konstitusional dalam Hukum Tata Negara Indonesia (Jakarta: Penerbit
Erlangga, 2016), hlm. 63.
4
Slamet Effendy Yusuf dan Umar Basalim, Reformasi Konstitusi Indonesia, Perubahan Pertama UUD
1945 (Jakarta: Pustaka Indonesia Satu, 2000), hlm. 14.
5
A. Ahsin Thohari, Hak Konstitusional dalam Hukum Tata Negara Indonesia (Jakarta: Penerbit
Erlangga, 2016), hlm. 67.
6
Titik Triwulan Tutik, S.H., M.H., Konstruksi Hukum Tata Negara Indonesia Pasca-Amandemen UUD
1945 (Jakarta: Prenadamedia Group, 2010), hlm. 294.
dan perlindungan hak asasi yang mengundang persamaan dalam bentuk politik. Alenia IV,
meneguhkan pengakuan dan perlindungan terhadap hak asasi dalam segala bidang yaitu, politik,
hukum, sosial, kultural, dan ekonomi.
b. Dalam Batang Tubuh
Dalam batang tubuh UUD 1945 terdapat 7 pasal yang mengatur langsung hak asasi manusia.
Meskipun hanya 7 pasal, namun pasal-pasal tersebut merupakan hal-hal pokok. Pasal-pasal tersebut
meliputi Pasal 27, Pasal 27 Ayat (1), Pasal 27 Ayat (2), Pasal 28, Pasal 29, Pasal 31, Pasal 32, Pasal
33, dan pasal 34.7
5. Hak Asasi Manusia dalam UUD 1945 Pasca-Amendemen
Hans Kelsen memformulasikan konsepsi negara hukum dalam kaitannya demokratisasi dan
HAM dengan mengargumentasikan empat syarat rechtsstaat, yaitu : (1) negara yang kehidupannya
sejalan dengan konstitusi dan undang-undang, yang proses pembuatannya dilakukan oleh parlemen.
(2) negara yang mengatur mekanisme pertanggungjawaban atas setiap kebijakan dan tindakan yang
dilakukan oleh elite negara. (3) negara yang menjamin kemerdekaan kekuasaan kehakiman. (4)
negara yang melindungi hak-hak asasi manusia. Berkaitan dengan hal tersebut dalam hal perlindungan
HAM, Amandemen UUD 1945 memberikan jaminan yang lebih komprehensip. Hal ini berbeda dengan
UUD 1945 pra-amendemen yang memuat pasal-pasal HAM secara garis bear saja UUD 1945 pasca-
amendemen selain memuat pasal-pasal HAM secara garis besar, juga memberikan bab khusus yang
mengakomodasi tentang aturan HAM yaitu pada Bab XA yang memuat 10 pasal mulai dari Pasal 28A
hingga pasal 28J.89
C. HAM dalam Konsitusi Jerman
HAM di Jerman dilindungi secara ekstensif oleh Konstitusi Jerman yang disebut dengan
Grundgesetz atau nomenklatur lengkapnya adalah Grundgesetz fur die Bundesrepublik Deutschland
(bahasa inggris : Basic Law for the Federal Republic of Germany , bahasa indonesisa: UUD Republik
Jerman). Jerman telah meratifikasi sebagian besar perjanjian internasional. Beberapa laporan dari
organisasi independen semacam Amnesty Internasional menyatakan bahwa Jerman adalah negara
yang memiliki tingkat kepatuhan yang tinggi terhadap HAM. Pada tahun 2008, sebuah lembaga
bernama Freedom House yang didanai AS melansir sebuah laporan yang berjudul Freedom in the
World memberikan skor “1” (the best possible) untuk kategori hak politik dan kebebasan sipil. 10
Grundgesetz diberlakukan secara efektif mulai tanggal 8 Mei 1949, di Bonn, sebagaimana
telah diamandemen dengan perjanjian Unifikasi ( Unification Treaty)tanggal 31 Agustus 1990 dan UU
Federal (Federal Statute) tanggal 23 September 1990, memberikan penekanan secara khusus
terhadap HAM. Kalimat pertama dalam Grundgesetz adalah “ Martabat Manusia Tidak Dapat Diganggu
Gugat” (Human Dignity is Involiable) yang kemudian diinterpretasikan sebagai instrumen untuk
melindungi sejumlah HAM. Ketentuan tersebut diangap sebagai “klausul abadi” dan tidak bisa diubah.
Grundgesetz menjamin semua HAM yang diatur dalam UDHR dengan pengecualian terhadap hak
untuk suaka. Meskipun dalam beberapa hal masih didasarkan pada Konstitusi Republik Weimar, 11
Adapun hak-hak dasar warga negara atau yang disebut fundamental rights atau Grundrechte,
yang disebut dengan hak-hak konstitusional, dijamin dalam Konstitusi Federal dan Konstitusi Negara
7
Titik Triwulan Tutik, S.H., M.H., Konstruksi Hukum Tata Negara Indonesia Pasca-Amandemen UUD
1945 (Jakarta: Prenadamedia Group, 2010), hlm. 295-297.
8
Titik Triwulan Tutik, S.H., M.H., Konstruksi Hukum Tata Negara Indonesia Pasca-Amandemen UUD
1945 (Jakarta: Prenadamedia Group, 2010), hlm. 297-298.
9

10
Freedom House, “ Freedom in the World 2008”, < https://freedomhouse.org/report/freedom-world-
2008/introduction>,diakses pada 26 maret 2020.
11
Konstitusi Republik Weimar adalah Konstitusi yang berlaku di Jerman pada masa Republik Weimar
(1919-1933). Konstitusi ini disebut juga dengan Die Verfassung das Deutschen Reichs atau dalam
Bahasa Inggris The Constitution of the German Reichs, tetapi lebih dikenal dengan Weimarer
Verfassung atau dalam bahasa Inggris Weimar Constitution.
Bagian.12 Dalam Grundgesetz, sebagian besar HAM yang kemudian menjadi hak-hak konstitusional
diatur dalam Bagian Pertama Pasal 1 sampai dengan Pasal 19. Hak-hak itu menyangkut hak publik
yang bersifat subyektif yang mengikat semua otoritas dalam negara bagian. Salah satu hal yang
sangat penting berkenaan dengan Konstitusi Jerman adalah kemampuannya dalam membangun
masyarakat politik di Jerman yang hidup dalam kebebasan, penentuan nasib sendiri secara
demokratis, tanggung jawab personal, yang semua itu diberikan perlindungan oleh hukum dan
peradilan. Dalam Mukadimah Konstitusi Jerman disebutkan bahwa dengan adanya tanggungjawab
kepada tuhan dan manusia dan adanya tekad untuk melayani perdamaian dunia sebagai mitra sejajar
dalam Uni Eropa, rakyat Jerman mengesahkan Konstitusi Jerman. 13

12
Christoph Enders, “A Right to Have Rights- The German Constitusional Concept of Human Dignity”, NUJS
Law Review, January 2, 2015, dapat diakses dalam <http://www.nujslawreview.org/ pdf/articles/2010_3/
christoph-enders.pdf>, diakses pada 27 maret 2020.
A. Ahsin Thohari, Hak Konstitusional dalam Hukum Tata Negara Indonesia (Jakarta: Penerbit
13

Erlangga, 2016), hlm. 115.

Anda mungkin juga menyukai