Anda di halaman 1dari 53

HUBUNGAN PERILAKU DAN SANITASI RUMAH DENGAN

KEJADIAN DIARE DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS KUIN


RAYA BANJARMASIN TAHUN 2020

PROPOSAL SKRIPSI

Di ajukan guna menyusun Skripsi untuk memenuhi syarat memperoleh gelar


Sarjana Kesehatan Masyarakat

Oleh :

NORFITRIA

NPM: 16070040

UNIVERSITAS ISLAM KALIMANTAN

MUHAMMAD ARSYAD AL BANJARI

FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT

BANJARMASIN

TAHUN 2020
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Diare masih menjadi penyebab kematian balita tertinggi kedua di

seluruh dunia setelah pneumonia. Diare menyumbang 526.000 kematian

anak pada tahun 2015, dengan 70% di antaranya berusia di bawah dua

tahun (UNICEF, 2016).

Penyakit diare masih merupakan masalah global dengan derajat

kesakitan dan kematian yang tinggi di berbagai Negara terutama di negara

berkembang dan sebagai salah satu penyebab utama tingginya angka

kesakitan dan kematian anak di dunia. Secara umum, diperkirakan lebih

dari 10 juta anak berusia kurang dari 5 tahun meninggal setiap tahunnya,

sekitar 20 % meninggal karena infeksi diare. Meskipun mortalitas dari diare

dapat diturunkan dengan program rehidrasi/terapi cairan namun angka

kesakitannya masih tetap tinggi (Kemenkes, 2015).

Di Indonesia, angka perkiraan diare pada tahun 2017 cukup

fantastis yaitu sebesar 7.077.299 kasus dan yang ditangani hanya 4.274.790

kasus atau hanya 60,4% (Kemenkes RI, 2018).

Target cakupan penderita Diare Balita yang dating ke sarana

kesehatan adalah 10% dari perkiraan jumlah penderita Diare Balita

(Insidens Diare Balita dikali jumlah Balita di satu wilayah kerja dalam
waktu satu tahun) angka nasional Indonesia yaitu (40,7%) dengan provinsi

setinggi Nusa Tenggara Barat (96,94%), Kalimantan Utara (63,34%) dan

Kalimantan Timur (17,78%), Sumatera Utara (15,40%) dan Papua Barat

(4,06%). Adapun di Provinsi Kalimantan Selatan sebesar 47,31%

(Kemenkes RI, 2017).

Kabupaten/kota yang memiliki penemuan penderita diare tertinggi

di Provinsi Kalimantan Selatan yaitu Kota Banjarmasin di temukan

sebanyak 12.531 kasus (Kasman, 2018).

Berdasarkan data untuk wilayah kerja Puskesmas Kuin Raya pada

tahun 2017 jumlah penderita diare mencapai sebanyak 709 kasus, pada

tahun 2018 menurun menjadi 432 kasus dan pada tahun 2019 kembali

meningkat menjadi 459 kasus. Sanitasi Rumah merupakan faktor penting

yang harus diperhatikan, terutama sarana air bersih, tempat pembuangan

sampah, jenis jamban.

Sanitasi merupakan salah satu faktor sangat berhubungan erat

dengan tingkat kejadian diare. Menurut World Health Organization

(WHO), kurangnya akses terhadap sanitasi dasar dan air minum yang

bersih dan aman serta higienitas yang buruk merupakan faktor-faktor yang

sangat berpengaruh pada kematian balita akibat diare. Di berbagai negara

berkembang, masih banyak penduduk yang tidak memiliki jamban dan

tidak mempraktikkan kebiasaan cuci tangan dengan sabun (WHO, 2011).


Padahal, cuci tangan dengan sabun saja dapat menurunkan 40% angka

kejadian diare (UNICEF, 2016).

Sarana air bersih adalah air yang digunakan dalam keperluan hidup

sehari–hari yang kualitasnya harus memenuhi syarat – syarat kesehatan dan

dapat diminum bila telah dimasak (Permenkes RI, 2017). Air bersih untuk

keperluan higienitas sanitasi digunakan untuk pemeliharaan kebersihan

perorangan seperti mandi, sikat gigi, mencuci bahan pangan, peralatan

makan dan pakaian (Kemendikbud, 2018).

Pengelolaan sampah yang dihasilkan oleh kegiatan sehari – hari

terdiri dari sampah organik dan sampah anorganik. Sampah organik adalah

sampah yang berasal dari sisa makhluk hidup seperti tumbuhan dan hewan

dan berbagai macam olahan yang kemudian dibuang yang dapat mengalami

pelapukan dan dapat terurai. Contohnya, sampah dedaunan/ranting pohon,

sisa makanan dan lain–lain. Sampah anorganik adalah sampah yang

dihasilkan dari berbagai macam proses yang tidak terurai secara alami oleh

bakteri dan membutuhkan waktu yang lama dalam penguraiannya.

Contohnya sampah plastik, kaca, kaleng bekas dan lain–lain

(Kemendikbud, 2018).

Jamban layak adalah jamban yang memenuhi standar kesehatan,

berjenis kloset duduk/jongkok dengan saluran berbentuk leher angsa.

Fasilitas jamban yang layak merupakan hal yang wajib untuk mendukung

perilaku hidup bersih dan sehat bagi seluruh penghuni rumah


(Kemendikbud, 2018). Diperlukan jamban yang sehat sebagai fasilitas

pembungan tinja yang efektif sebagai upaya untuk mencegah terjadinya

penularan berbagai penyakit akibat kotoran manusia yang tidak dikelola

dengan baik (Kemenkes RI, 2017).

Berdasarkan dari data kejadian diare yang terjadi di Puskesmas

Kuin Raya, maka peneliti tertarik mengangkat judul Hubungan Perilaku

dan Sanitasi Rumah dengan Kejadian Diare di Wilayah Kerja Puskesmas

Kuin Raya Banjarmasin.

B. Perumusan Masalah

Berdasarkan uraian pada latar belakang dan banyaknya kasus diare

yang terjadi di wilayah kerja Puskesmas Kuin Raya dengan sanitasi rumah

di daerah tersebut diambil suatu rumusan masalah yaitu bagaimana

hubungan perilaku dan sanitasi rumah dengan kejadian diare di wilayah

kerja Puskesmas Kuin Raya ?

C. Tujuan Penelitian

1. Tujuan Umum

Untuk mengetahui hubungan perilaku dan sanitasi rumah dengan

kejadian diare di wilayah kerja Puskesmas Kuin Raya.

2. Tujuan Khusus

a. Mengetahui sanitasi rumah (sarana air bersih, pembuangan sampah,

jenis jamban) di wilayah kerja Puskesmas Kuin Raya


b. Mengetahui hubungan sarana air bersih dengan kejadian diare di

wilayah kerja Puskesmas Kuin Raya

c. Mengetahui hubungan pembuangan sampah dengan kejadian diare

di wilayah kerja Puskesmas Kuin Raya

d. Mengetahui hubungan jenis jamban dengan kejadian diare di

wilayah kerja Puskesmas Kuin Raya

e. Mengetahui hubungan perilaku cuci tangan dengan kejadian diare

di wilayah kerja Puskesmas Kuin Raya

f. Mengetahui hubungan sarana air minum dengan kejadian diare di

wilayah kerja Puskesmas Kuin Raya

D. Manfaat Penelitian

1. Bagi Masyarakat

Hasil penelitian ini diharapkan dapat meningkatkan kesadaran

masyarakat tentang pentingnya menjaga sanitasi rumah agar terhindar

dari serangan penyakit dan diharapkan dapat menambah pemahaman

masyarakat mengenai studi studi sanitasi rumah.

2. Bagi Instansi

Sebagai bahan masukan bagi puskesmas atau instansi terkait

mengenai sanitasi rumah guna meningkatkan program puskesmas serta


sebagai bahan penyuluhan dengan harapan masyarakat dapat menjaga

sanitasi rumah dengan baik.

3. Bagi Peneliti Lain

Dapat dijadikan sebagai bahan referensi atau penunjang

kepustakaan dan informasi untuk penelitian selanjutnya dan hasil

penelitian ini diharapkan dapat menambah khasanah ilmu pengetahuan

khusus mengenai kesehatan lingkungan.


E. Keaslian Penelitian

Tabel 1. Keaslian Penelitian

Judul Tempat Desain


No Peneliti Variabel Hasil Penelitian
Penelitian Penelitian Penelitian

1 Meri Hubungan Di wilayah Deskriptif Variabel Bebas : 1. Ada hubungan yang


Lidiawati Sanitasi kerja analitik case bermakna antara penyediaan
(2016) Lingkungan Puskesmas control 1. Penyediaan air air bersih, penggunaan
dengan Meuraxa bersih jamban, dan pembuangan
kejadian sampah dengan angka
2. Penggunaan jamban
diare pada kejadian diare pada balita (p
balita di 3. Pembuangan sampah value < 0,005).
wilayah
kerja Variabel Terikat : 2. Ada hubungan antara
Puskesmas penggunaan air bersih
Meuraxa Kejadian Diare dengan angka kejadian diare
tahun 2016 pada balita di wilayah kerja
Puskesmas Meuraxa dengan
(p value 0,001 < 0,05).
3. Ada hubungan antara
penggunaan jamban dengan
angka kejadian diare pada
balita di wilayah kerja
Puskesmas Meuraxa dengan
nilai (p value 0,000 <0,05).
2 Lintang Hubungan Di wilayah Observasional Variabel Bebas : 1. Ada hubungan antara kondisi
Sekar Kondisi kerja cross sarana penyediaan air bersih
Langit Sanitasi Puskesmas sectional 1. Kondisi sarana dengan kejadian diare pada
(2016) Dasar Rembang 2 penyediaan air balita (p value = 0,001) dan
Rumah bersih ada hubungan antara kondisi
dengan Saluran Pembuangan Air
2. Kondisi jamban
kejadian Limbah (SPAL) dengan
Diare pada 3. Kondisi saluran kejadian diare pada balita (p
balita di pembuangan air value = 0,000) di Wilayah
wilayah limbah (SPAL) Kerja Puskesmas Rembang
kerja 2.
Puskesmas 4. Kondisi tempat
Rembang 2 pembuangan sampah 2. Tidak ada hubungan antara
kondisi jamban dengan
Variabel Terikat : kejadian diare pada balita (p
value = 1,000) dan tidak ada
Kejadian Diare hubungan antara kondisi
tempat pembuangan sampah
dengan kejadian diare pada
balita (p value = 0,255) di
Wilayah Kerja Puskesmas
Rembang 2.

3. Minanda Gambaran Di wilayah Observasional Variabel Bebas : 1. Ada hubungan antara


Oktariza, Kondisi kerja cross penyediaan air bersih dengan
dkk (2018) Sanitasi Puskesmas sectional 1. Sumber air minum kejadian diare pada balita (p
Lingkungan Buayan value = 0,037).
2. Penyediaan air
Rumah Kabupaten
bersih 2. Ada hubungan antara kondisi
dengan Kebumen
kejadian 3. Kondisi jamban jamban dengan kejadian
Diare pada diare pada balita (p value =
balita di 4. Kondisi tempat 0,015).
wilayah pembuangan sampah
kerja 3. Ada hubungan antara kondisi
5. Kondisi saluran SPAL dengan kejadian diare
Puskesmas
pembuangan air pada balita (p value = 0,012)
Buayan
limbah (SPAL) di wilayah kerja Puskesmas
Kabupaten
Kebumen Buayan Kabupaten
Variabel Terikat :
Kebumen.
Kejadian Diare
4. Tidak ada hubungan antara
sumber air minum dengan
kejadian diare pada balita (p
value = 0,919).
5. Tidak ada hubungan antara
kondisi tempat pembuangan
sampah dengan kejadian
diare (p value = 0,060) di
wilayah kerja Puskesmas
Buayan Kabupaten
Kebumen.

4. Menik Hubungan Di wilayah Cross Variabel Bebas : 1. Ada hubungan yang


Samiyati, Sanitasi kerja sectional bermakna antara kondisi
dkk (2019) Lingkungan Puskesmas 1. Kondisi sarana air sarana air bersih dengan
Rumah Karanganyar bersih kejadian diare pada balita di
dengan Kabupaten wilayah kerja Puskesmas
kejadiab Karanganyar Kabupaten
Diare pada Pekalongan 2. Kondisi air minum Pekalongan dengan nilai p
balita di value = 0,022.
wilayah 3. Kondisi jamban
kerja 2. Ada hubungan yang
4. Saluran pembuangan bermakna antara kondisi
Puskesmas
air limbah (SPAL) jamban dengan kejadian
Karanganyar
Kabupaten diare pada balita di wilayah
5. Jenis lantai
Pekalongan kerja Puskesmas
Variabel Terikat : Karanganyar Kabupaten
Pekalongan dengan nilai p
Kejadian Diare value = 0,001.
3. Tidak ada hubungan yang
bermakna antara sumber air
minum dengan kejadian diare
pada balita di wilayah kerja
Puskesmas Karanganyar
Kabupaten Pekalongan
dengan nilai p value = 0,060
4. Tidak ada hubungan yang
bermakna antara saluran
pembuangan air limbah
dengan kejadian diare pada
balita di wilayah kerja
Puskesmas Karanganyar
Kabupaten Pekalongan
dengan nilai p value = 1,000.
5. Tidak ada hubungan yang
bermakna antara jenis lantai
dengan kejadian diare pada
balita di wilayah kerja
Puskesmas Karanganyar
Kabupaten Pekalongan
dengan nilai p value = 0,497.

5. Alifia Hubungan Di wilayah Observasional Variabel Bebas : 1. Ada hubungan yang


Nugrahani Kualitas kerja analitis cross signifikan antara kondisi
Sidhi, dkk Sanitasi Puskesmas sectional 1. Kondisi jamban jamban rumah dengan
(2016) Lingkungan Adiwerna kejadian diare pada balita di
2. Kondisi
dan Kabupaten Wilayah Kerja Puskesmas
pembuangan sampah
Bakteriologis Tegal Adiwerna Kabupaten Tegal
Air Bersih 3. Kondisi saluran yang dengan perolehan nilai
terhadap pembuangan air p=0,002 (p < α).
kejadian limbah (SPAL)
diare pada 2. Tidak ada hubungan yang
balita di 4. Kualitas signifikan kondisi
wilayah bakteriologis air pembuangan sampah rumah
kerja bersih dengan kejadian diare pada
Puskesmas balita di Wilayah Kerja
Adiwerna puskesmas Adiwerna
Kabupaten Kabupaten Tegal karena
Tegal hasil uji statistik dengan
menggunakan uji Chi-square
diperoleh nilai p=0,063 (p >
α).
3. Ada hubungan yang
signifikan antara kondisi
saluran pembuangan air
limbah dengan kejadian diare
pada balita di Wilayah Kerja
Puskesmas Adiwerna
Kabupaten Tegal dengannilai
p=0,03 (p < α).
4. Ada hubungan yang
signifikan antara kualitas
bakteriologis air dengan
kejadian diare pada balita di
Wilayah Kerja Puskesmas
Adiwerna Kabupaten Tegal
karena hasil uji statistic
dengan menggunakan uji
Chi-square yaitu diperoleh
nilai p=0,01 (p < α).
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Diare

1. Pengertian Diare

Diare merupakan suatu penyakit di mana seseorang

mengalami perubahan konsistensi feses menjadi lebih cair dari

biasanya tapi tidak berdarah dengan frekuensi lebih dari tiga kali

dalam kurun waktu 24 jam. (Kemenkes, 2015). Menurut (Suriadi,

2010), diare adalah kondisi di mana cairan dan elektrolit di dalam

tubuh hilang secara berlebihan akibat buang air besar dengan

frekuensi satu kali atau lebih yang berbentuk encer atau cair. Diare

dapat disebabkan infeksi maupun non infeksi. Dari penyebab diare

yang terbanyak adalah diare infeksi. Diare infeksi dapat disebabkan

virus, bakteri, dan parasit.

2. Klasifikasi Diare

Menurut Simadibrata (2006) dalam Kusumawardani (2018),

diare diklasifikasikan berdasarkan lama waktu diare, yaitu:

a. Diare akut, yaitu diare yang berlangsung kurang dari 15 hari.

Menurut Schiller et al. (2014), diare akut diartikan sebagai

pengeluaran tinja dengan konsistensi cair dengan jumlah yang

lebih banyak akibat infeksi virus atau bakteri yang berlangsung


kurang dari dua minggu. Kebanyakan kasus diare akut ini

sembuh dengan sendirinya dan mudah ditangani hanya dengan

antimikroba.

b. Diare kronik adalah diare yang berlangsung lebih dari 15 hari.

Menurut Lee (2012), diare kronik adalah peningkatan frekuensi

buang air besar yang konsistensinya lembek atau cair

berlangsung lebih dari dua minggu. Diare kronik ini bisa

disebabkan oleh infeksi maupun non infeksi.

Sementara itu, menurut Depkes RI (2000) dalam Umiati (2010),

jenis diare diabgi menjadi empat yaitu:

1) Diare akut, yaitu diare yang berlangsung kurang dari 14 hari

(umumnya kurang dari 7 hari). Akibat yang ditimbulkan berupa

dehidrasi, sedangkan dehidrasi merupakan penyebab utama

kematian bagi penderita diare.

2) Disentri, yatu diare yang disertai darah dalam tinjanya.

Anoreksia atau Penuruan berat badan secara cepat adalah salah

satu akibat dari disentri.

3) Diare persisten, yaitu diare yang berlangsung lebih dari 14 hari

secara terus menerus. Diare ini juga disebut sebagai diare kronik

yang penurunan berat badan dan gangguan metabolisme.


4) Diare dengan masalah lain, yaitu seseorang yang menderita

diare (diare akut dan diare persisten), dan disertai dengan

penyakit lainnya seperti demam, gangguan gizi, dan penyakit

lainnya.

3. Etiologi Diare

Secara Klinis penyebab diare dibagi empat kelompok, tetapi

yang sering ditemukan ataupun klinis adalah diare yang disebabkan

infeksi terutama infeksi virus. Penyebab penyakit diare adalah

sebagai berikut (Kemenkes RI, 2015):

a. Faktor Infeksi

1) Bakteri

Beberapa bakteri yang dapat menyebabkan diare seperti

Shigella, Salmonella, E.Coli, Golongan vibrio, Bacillus

Cereus, Clostridium perfringens, Staphilococ Usaurfus,

Camfylobacter dan Aeromonas.

2) Virus

Beberapa virus yang dapat menyebabkan diare yaitu

Rotavirus, Norwalk virus, Adenovirus, Coranovirus dan

Astrovirus. Diare karena virus ini paling banyak terjadi pada

anak dan balita yang biasanya tak berlangsung lama, hanya

beberapa hari (3- 4 hari) juga dapat sembuh tanpa

pengobatan (self limiting disease).


3) Parasit

Mikroorganisme parasit yang dapat menyebabkan diare

seperti Protozoa, Entamoeba Histolytica, Giardia Lamblia,

Balantidium, Coli, Trichuris trichiura, Cryptosporidium

parvum, Strongyloides strercoralis.

b. Malabsorpsi

1) Malabsorbsi karbohidrat: disakarida (intoleransi laktosa,

maltose dan sukrosa), monosakarida (intoleransi glukosa,

fruktosa dan galaktosa). Pada bayi dan anak yang terpenting

dan tersering ialah intoleransi lakrosa.

2) Malabsorbsi lemak

3) Malabsorpsi protein

c. Keracunan Makanan

1) Keracunan Bahan-bahan kimia

2) Keracunan oleh racun yang dikandung dan diproduksi 1)

Jasad Renik 2) Ikan 3) Buah-buahan 4) Sayur-sayuran

d. Diare Terkait Penggunaan Antibiotik (DTA/AAD)

Penyebab utama dari diare hingga saat ini yaitu infeksi. Pada

penelitian yang dilakukan oleh Indonesian Rotavirus

Surveillance Network (IRSN) dan Litbangkes pada pasien anak


di enam Rumah Sakit, penyebab infeksi terutama disebabkan

oleh Rotavirus dan Adenovirus (70%) sedangkan infeksi karena

bakteri hanya 8,4%. Hal ini membuktikan bahwa penyakit diare

tertinggi masih akibat infeksi virus. Kerusakan vili usus karena

infeksi virus (rotavirus) mengakibatkan berkurangnya produksi

enzim lactase sehingga menyebabkan malabsorpsi laktosa.

Diare karena keracunan makanan disebabkan karena

kontaminasi makanan oleh mikroba misalnya: Clostridium

botulinum, Stap. Aureus, dan lain sebagainya. Sedangkan diare

terkait penggunaan antibiotika (DTA) terjadi karena

penggunaan antibiotika selama 3 sampai 5 hari yang

menyebabkan berkurangnya flora normal usus sehingga

ekosistem flora usus didominasioleh kuman pathogen

khususnya Clostridium difficile. Angka kejadian DTA berkisar

20-25%.

4. Gejala Diare

Secara klinis, gejala diare dibedakan menurut sifatnya

menjadi diare inflamasi dan diare non inflamasi. Perbedaan diare

inflamasi dan diare non inflamasi adalah sebagai berikut:


Tabel 2. Perbedaan Inflamansi dan Non Inflamansi

Manifestasi Diare Inflamasi Diare oninflamasi


Karakter Tinja Volume sedikit, Volume banyak, cair, tanpa
mengandung darah dan pus pus atau darah
Patologi Inflamasi mukosa colon dan Usus halus proksimal
ileum distal
Mekanisme diare Inflamasi mukosa Diare sekretorik/osmotik
mengganggu absorbs cairan yang diinduksi oleh
yang kemungkinan efek enterotoksin atau
sekretorik dari inflamasi mekanisme lainnya. Tidak
ada inflamasi mukosa
Kemungkinan pathogen Shigella, Salmonella, Kolera, ETEC, EPEC,
Clampylobacter, E. Colli, keracunan makanan tipe
EIEC, Clostridium dificcile, toksin, rotavirus,
Yersinina enterocolitica. Adenovirus, NLV,
cryptosporidia, Giardia
lamblia
Sumber: (Kemenkes RI, 2015).

Sementara itu, menurut Indriasari (2009), gejala diare pada

balita yaitu frekuensi buang air besar 4x atau lebih dalam sehari,

tinja encer, berlendir atau berdarah, tinja berawana kehijau-hijauan,

muntah, lesu, suhu badan meninggi atau demam, tidak nafsu makan,

sakit dan kejang perut, dan dehidrasi.

5. Epidemiologi Diare

Penyebab diare ditinjau dari host, agent dan environment,

yang diuraikan sebagai berikut:

a. Host
Menurut Widjaja (2002), bahwa host yaitu dare lebih banyak

terjadi pada balita, dimana daya tahan tubuh yang

lemah/menurun sistem pencernaan dalam hal ini adalah

lambung tidak dapat menghancurkan makanan dengan baik dan

kuman tidak dapat dilumpuhkan dan betah tinggal dalam

lambung, sehingga mudah bagi kuman untuk menginfeksi

saluran pencernaan. Terjadi hal demikian, akan timbul berbagai

macam penyakit termasuk diare.

b. Agent

Agent merupakan penyebab terjadinya diare, sangatlah jelas

disebabkan oleh faktor infeksi karena faktor kuman,

malabsorbsi dan faktor makanan. Aspek yang paling banyak

terjadi diare pada balita yaitu infeksi e.colli, salmonella, vibrio

chorela dan serangan bakteri lain yang jumlahnya berlebih dan

patogenik pseudomonas (Widjaja, 2004).

c. Environment

Faktor lingkungan sangat menentukan dalam hubungan

interaksi antara penjamu (host) dengan faktor agent.

Lingkungan dapat dibagi menjadi dua bagian utama yaitu

lingkungan biologis (flora dan fauna disekitar manusia) yang

bersifat biotik: mikroorganisme penyebab penyakit, resevoir

penyakit infeksi, vektor pembawa penyakit, tumbuhan dan

binatang pembawa sumber bahan makanan, obat dan lainnya.


Dan juga lingkungan fisik, yang bersifat abiotik: yaitu udara,

keadaan tanah, geografi, air dan zat kimia. Keadaan lingkungan

yang sehat dapat ditunjang oleh sanitasi lingkungan yang

memenuhi syarat kesehatan dan kebiasaan masyarakat untuk

Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS). Pencemaran

lingkungan sangat mempengaruhi perkembangan agent yang

berdampak pada host sehingga mudah untuk timbul berbagai

macam penyakit, termasuk diare.

6. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Diare

a. Status Gizi

Keberadaan status gizi sangat berpengaruh terhadap daya

tahan tubuh manusia. Orang yang menderita gizi buruk atau gizi

kurang akan lebih muda terjangkit penyakit menular atau

penyakit infeksi. Apabila gizi kurang, zat gizi yang dibutuhkan

tidak akan mencukupi, sehingga tubuh akan mudah sakit. Selain

itu, kurang gizi berpengaruh terhadap diare. Semakin buruk gizi

seseorang, semakin banyak episode diare yang dialami.

Riskesdes tahun 2014 menunjukkan bahwa di Indonesia

terdapat 32.521 (14%) balita dengan kasus gizi buruk dan 17%

balita kekurangan Gizi (malnutrisi), angka tersebut menurun

jika dibandingkan dengan tahun 2013 (19,6%) balita

kekurangan gizi, akan tetapi target SDGS masih belum tercapai

(Kemenkes RI, 2014).


b. Kondisi Lingkungan

Kondisi lingkungan yang buruk berpengaruh terhadap

kejadian diare. Peranan lingkungan, enterobakteri, parasit usus,

virus, jamur dan beberapa zat kimia telah secara klasik

dibuktikan pada berbagai penyelidikan epidemiologis sebagai

penyebab penyakit diare. Aspek sanitasi lingkungan yang buruk

seperti kondisi air bersih yang tercemar, pembuangan tinja dan

limbah yang tidak sesuai, dan sarana pembuangan sampah yang

tidak memadai dapat mempengaruhi kejadian diare.

Ketersediaan air yang terkontaminasi serta kebersihan tangan

pada orang tua ataupun pengasuh menjadi faktor risiko

terjadinya penyakit diare (Mattioli, 2014). Semakin buruk

kondisi lingkungannya maka akan semakin tinggi angka

kejadian diare di lingkungan tersebut (Dini, 2015).

Faktor lingkungan rumah menjadi salah satu faktor penting

terjadinya diare. Terutama rendahnya ketersediaan air bersih,

sanitasi yang buruk di lingkungan sekitar rumah, dan perilaku

yang tidak bersih. Sebagian besar rumah penduduk Indonesia,

hanya 57,09% yang memenuhi syarat kesehatan baru sekitar

68,72%. Banyak faktor resiko yang diduga menyebabkan

terjadinya penyakit diare. Salah satu faktor antara lain adalah

sanitasi lingkungan yang kurang baik, persediaan air yang tidak

hiegienis, dan kurangnya pengetahuan (Armin et al., 2017).


c. Perilaku

Pada kasus penyakit diare biasanya selalu dihubungkan

dengan aspek personal hygiene. Karena penyakit diare

merupakan penyakit saluran pencernaan, yang penyebarannya

lebih sering akibat konsumsi makanan maupun minuman yang

terkontaminasi, sehingga masyarakat dengan kondisi personal

hygiene yang buruk akan berpotensi terkena penyakit diare.

Perilaku cuci tangan pakai sabun (CTPS) dapat mengurangi

diare sebanyak 31 % dan menurunkan penyakit infeksi saluran

nafas atas (ISPA) sebanyak 21 %. Riset global juga

menunjukkan bahwa kebiasaaan perilaku CTPS tidak hanya

mengurangi, tapi mencegah kejadian diare hingga 50 % dan

ISPA hingga 45 % (Fajriyati, 2013).

d. Sosial Ekonomi

Faktor sosial ekonomi memiliki pengaruh terhadap faktor-

faktor penyebab diare. Sebagian besar penderita diare berasal

dari keluarga yang memiliki daya beli yang rendah, tidak

terpenuhinya sarana penyediaan air bersih yang memenuhi

persyaratan, kondisi rumah yang tidak layak, dan rendahnya

pendidikan orang tua. Oleh sebab itu, upaya pencegahan dan

penanggulangan melalui edukasi dan perbaikan ekonomi dapat

memberikan dampak yang signifikan untuk menurunkan

kejadian diare tersebut (Suhartino 2008 dalam Meliyanti, 2016).


Di Indonesia, dengan adanya krisis ekonomi pada tahun

1997, angka kejadian diare dan malnutrisi menunjukkan

kenaikan yang nyata (Primayani, 2016).

7. Penularan Penyakit Diare

Menurut Widoyono (2008:18), penyakit diare sebagian

besar disebabkan oleh kuman seperti virus dan bakteri. Penularan

penyakit diare melalui fecal oral terjadi sebagai berikut:

a. Melalui air yang merupakan media penularan utama

Diare dapat terjadi apabila seseorang menggunakan air minum

yang sudah tercemar, baik tercemar dari sumbernya, tercemar

selama perjalanan sampai kerumah-rumah atau tercemar pada

saat tersimpan dirumah. Pencemaran di rumah terjadi apabila

tempat penyimpanan tidak tertutup atau apabila tangan yang

tercemar menyentuh air pada saat mengambil air dari tempat

penyimpanan.

b. Tinja yang sudah terinfeksi mengandung virus atau bakteri

dalam jumlah besar. Bila tinja tersebut dihinggapi oleh binatang

dan kemudian binatang tersebut hinggap ke makanan, maka

makanan itu dapat menularkan diare ke orang yang

memakannya.

8. Pencegahan Diare
Menurut Depkes RI (2011: 5) pencegahan diare yang benar

dan efektif, antara lain:

a. Memberikan ASI eksklusif selama 6 bulan dan diteruskan

sampai 2 tahun.

b. Memberikan makanan pendamping ASI sesuai umur.

c. Penggunaan air bersih yang cukup.

d. Kebiasaan cuci tangan dengan air sabun sebelum makan dan

sesudah buang air besar.

e. Penggunaan jamban yang benar.

f. Pembuangan kotoran yang tepat termasuk tinja anak-anak dan

bayi yang benar.

g. Memberikan imunisasi campak.

B. Pengertian Sanitasi

Sanitasi berasal dari bahasa Inggris yaitu “sanitation” yang artinya

adalah penjagaan kesehatan (Echols dan Shadily, 2003). Sanitasi

menurut World Health Organization (WHO) adalah suatu usaha yang

mengawasi beberapa faktor lingkungan fisik yang berpengaruh kepada

manusia terutama terhadap hal-hal yang mempengaruhi efek, merusak

perkembangan fisik, kesehatan, dan kelangsungan hidup. Sedangkan

menurut Notoadmojo, sanitasi merupakan perilaku disengaja dalam

pembudayaan hidup bersih dengan tujuan mencegah manusia

bersentuhan langsung dengan kotoran dan bahan limbah berbahaya

lainnya dengan harapan akan menjaga dan meningkatkan kesehatan


manusia, sedangkan untuk pengertian dari sanitasi lingkungan, sanitasi

lingkungan adalah status kesehatan suatu lingkungan yang mencakup

perumahan, pembuangan kotoran, penyedian air bersih dan sebagainya

(Notoatmodjo, 2010).

C. Sanitasi Lingkungan Terhadap Diare

Sanitasi lingkungan yang buruk merupakan faktor yang penting

terhadap terjadinya diare dimana interaksi antara penyakit, manusia,

dan faktor-faktor lingkungan yang mengakibatkan penyakit perlu

diperhatikan dalam penanggulangan diare. Peranan faktor lingkungan,

enterobakteri, parasit usus, virus, jamur dan beberapa zat kimia telah

secara klasik dibuktikan pada berbagai penyelidikan epidemiologis

sebagai penyebab penyakit diare (Suharyono, 2008).

Sedangkan menurut Ahira (2008), lingkungan yang tidak bersih

bisa menjadi pemicu munculnya bakteri-bakteri penyebab diare dalam

tubuh manusia. Sistem penyebaran diare pada manusia diantaranya

melalui air yang digunakan untuk keperluan sehari-hari bila memiliki

kebersihan yang minim, bisa membawa bakteri masuk dan menginfeksi

dalam perut selanjutnya tanah yang kotor dapat menghantarkan bakteri

E. Coli menuju perut, sehingga selalu membiasakan mencuci bahan

makanan yang akan dimasak dengan bersih sebelum dikonsumsi.

Berikut yang bisa ikut membantu penyebaran diare pada manusia

adalah tangan manusia itu sendiri. Tangan yang kotor berisiko

mengandung banyak kuman dan bakteri. Kebiasaan mencuci tangan


dengan sabun setelah buang air besar dan melakukan beragam aktivitas.

Kemudian serangga yang menyebabkan penyakit diare sangat menyukai

tempat-tempat yang memang kotor. Mereka akan tumbuh dan

berkemban biak di sana.

Pada tahun 2015, MDG mencanangkan 69% penduduk Indonesia

dapat mengakses air minum yang layak dan 72,5% memperoleh

layanan sanitasi yang memadai. Faktanya, hanya 18% penduduk yang

memiliki akses ke sumber air minum dan sekitar 45% mengakses

sarana sanitasi yang memadai. Kemudian untuk menciptakan sanitasi

lingkungan yang baik yaitu diantaranya dengan mengembangkan

kebiasaan atau perilaku hidup sehat, membersihkan ruangan dan

halaman rumah secara rutin, membersihkan kamar mandi dan toilet,

menguras, menutup dan menimbun, tidak membiarkan adanya air yang

tergenang, membersihkan saluran pembuangan air, dan menggunakan

air yang bersih (Badu, 2012).

D. Sanitasi Dasar

Sanitasi dasar adalah sanitasi minimum yang diperlukan untuk

menyediakan lingkungan sehat yang memenuhi syarat kesehatan yang

menitik beratkan pada pengawasan berbagai faktor lingkungan yang

mempengaruhi derajat kesehatan manusia. Upaya yang termasuk

bentuk dari sanitasi dasar tersebut meliputi penyediaan air bersih,

pembuangan kotoran manusia, pengelolaa sampah, dan pengelolaaan air

limbah (Badu, 2012).


1. Sarana Air Bersih

Air bersih adalah air yang digunakan dalam keperluan hidup

sehari–hari yang kualitasnya harus memenuhi syarat – syarat

kesehatan dan dapat diminum bila telah dimasak (Permenkes RI,

2017). Air bersih untuk keperluan higienitas sanitasi digunakan

untuk pemeliharaan kebersihan perorangan seperti mandi, sikat gigi,

mencuci bahan pangan, peralatan makan dan pakaian

(Kemendikbud, 2018).

Untuk keperluan minum maupun memasak, kualitas air yang

digunakan harus tersedia dalam jumlah yang cukup dan layak. Air

minum adalah air yang kualitasnya memenuhi syarat kesehatan dan

dapat langsung diminum. Air tersebut harus memenuhi syarat

kesehatan baik dari segi fisik, kimiawi, dan bekteriologi agar tida

menimbulkan penyakit bagi pengonsumsinya termasuk diare

(Notoatmodjo, 2007). Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan

Nomor 416/Menkes/Per/IX/1990 tentang syarat dan pengawasan

kualitas air yang sehat dan agar dapat diminum dan tidak

menimbulkan penyakit harus memenuhi syarat – syarat antara lain:

a. Syarat fisik: bening tidak berwarna, tidak berbau, tidak berasa,

tidak mengalami kekeruhan, tidak terdapat zat padat terlaurt dan

suhu air + 3 0 dari suhu udara sekitar.

b. Syarat bakteriologis : tidak mengandung bakteri penyebab

penyakit (patogen) yang melampaui batas yang diijinkan.


Bakteri patogen misalnya bakteri E.coli yang dapat

menyebabkan diare, jika ada tidak boleh lebih dari 3 bakteri

koliform/100 ml air secara berturut turut dan bakteri Salmonella

sp. yang mengakibatkan tifus. Kedua bakteri tersebut biasanya

terdapat dalam kotoran manusia. Dalam kondisi normal, air

tidak mengandung kedua bakteri tersebut.

c. Syarat kimia: memiliki PH netral antara 6,5 – 9,0, kandungan

mineral-mineralnya terbatas, dan tidak mengandung zat kimia

atau mineral berbahaya misalnya CO 2 , H 2 S, NH 4 , dan

sebagainya. Air tidak mengandung zat yang mempunyai sifat

radioaktif (Kemenkes RI, 1990).

Air bersih yang digunakan di rumah dapat diperoleh melalui

sistem jaringan (air PAM), mata air yang terlindungi (sumur

gali/sumur bor) atau penampungan air hujan. Ketersediaan air

bersih di lingkungan rumah mempunyai standar atau indikator yang

dapat dikatakan sebagai air yang layak untuk kehidupan sehari–hari.

Standar tersebut di antaranya sebagai berikut.

1) Setiap rumah memiliki jumlah ketersediaan air yang cukup,

idealnya adalah 10 liter/orang/hari.

2) Secara kualitas dan fisik, air tidak berwarna, tidak berbau dan

tidak berasa.

3) Jarak sumber air dari sumber pencemaran atau tanki septik

minimal 10 meter (Kemendikbud, 2018).


2. Pengelolaan Sampah

Menurut Undang – Undang No. 18 Tahun 2008 tentang

Pengelolaan Sampah, sampah didefinisikan sebagai sisa kegiatan

manusia dan atau proses alam yang berbentuk padat. Karena sifat,

konsentrasi dan volumenya, diperlukan pengelolaan khusus.

Penanganan sampah yang tidak memenuhi syarat kesehatan dapat

menjadi tempat berkembang biaknya vector penyakit seperti lalat,

tikus dan kecoak. Selain itu dapat juga menyebabkan pencemaran

tanah dan menimbulkan gangguan kenyamanan dan estetika

(Pemerintah Indonesia, 2008).

Sampah yang dihasilkan oleh kegiatan sehari – hari terdiri

dari sampah organik dan sampah anorganik. Sampah organik adalah

sampah yang berasal dari sisa makhluk hidup seperti tumbuhan dan

hewan dan berbagai macam olahan yang kemudian dibuang yang

dapat mengalami pelapukan dan dapat terurai. Contohnya, sampah

dedaunan/ranting pohon, sisa makanan dan lain – lain. Sampah

anorganik adalah sampah yang dihasilkan dari berbagai macam

proses yang tidak terurai secara alami oleh bakteri dan

membutuhkan waktu yang lama dalam penguraiannya. Contohnya

sampah plastik, kaca, kaleng bekas dan lain – lain (Kemendikbud,

2018).

Syarat – syarat standar dalam pengelolaan sampah di

lingkungan antara lain:


a. Tersedianya kotak sampah yang tertutup di dalam rumah

b. Sampah harus dipilah sebelum dimasukan ke tempat

pembuangan sementara. Pemilahannya berdasarkan sampah

organik dan sampah anorganik.

c. Terdapat tempat pembuangan sampah sementara yang terletak

minimal 10 meter dari sumber air.

d. Tempat sampah mudah dibersihkan (Kemendikbud, 2018).

3. Sarana Sanitasi Jamban

Jamban layak adalah jamban yang memenuhi standar

kesehatan, berjenis kloset duduk/jongkok dengan saluran berbentuk

leher angsa. Fasilitas jamban yang layak merupakan hal yang wajib

untuk mendukung perilaku hidup bersih dan sehat bagi seluruh

penghuni rumah (Kemendikbud, 2018). Diperlukan jamban yang

sehat sebagai fasilitas pembungan tinja yang efektif sebagai upaya

untuk mencegah terjadinya penularan berbagai penyakit akibat

kotoran manusia yang tidak dikelola dengan baik (Kemenkes RI,

2017).

Dalam pengelolaan jamban, metode pembuangan tinja

memenuhi syarat jamban sehat, seperti tanah permukaan tidak boleh

tekontaminasi, tidak boleh tejadi kontaminasi pada air tanah yang

mungkin memusuki mata air atau sumur, jamban harus bebas bau

yang tidak sedap, metode pembuatan dan pengoperasian harus


sederhana dan tidak mahal, dan tidak boleh tekontaminasi dengan

air permukaan (Kemenkes RI, 2011).

Syarat-syarat jamban sehat di atas harus dipenuhi dengan

memperhatikan beberapa aspek, yaitu:

a. Luas minimun satu unit jamban sebesar 2 meter persegi.

b. Aktivitas penggunaan jamban tidak mudah terlihat dan

terdengar dari luar.

c. Jamban dilengkapi dengan pintu bermutu baik yang dapat

dikunci dan dibuka untuk keamanan dan keselamatan pengguna

jamban.

d. Jamban harus dalam keadaan bersih sebelum dan setelah

digunakan.

e. Ruangan jamban mempunyai pencahayaan yang memadai dan

ventilasi untuk pertukaran udara. Apabila tidak ada listrik,

sebagian atap jamban dapat menggunakan fiber glass atau

plastic kaca di atap sehingga jamban tidak gelap.

f. Tersedia air bersih, sabun, tempat sampah tertutup, cermin,

gantungan baju, tempat cuci tangan, wadah penampung air dan

gayung di setiap unit jamban.

g. Memiliki saluran pembuangan limbah cair dari jamban yang

tertutup atau disemen agar tidak mencemari lingkungan, dengan

pembuangan akhir melalui tanki septik.


h. Kontruksi bangunan sesuai dengan ukuran kemiringan untuk

menghindari genangan air (Departemen PU, 2007).

E. Perilaku

Perilaku manusia merupakan hasil dari segala macam pengalaman

serta interaksi manusia dengan lingkungannya yang terwujud dalam

bentuk pengetahuan, sikap dan tindakan. Perilaku merupakan

respon/reaksi seorang individu terhadap stimulus yang berasal dari luar

maupun dari dalam dirinya. Perilaku kesehatan adalah suatu respons

seseorang terhadap stimulus atau objek yang berkaitan dengan sehat-

sakit, penyakit dan faktor-faktor yang mempengaruhi kesehatan seperti

pelayanan kesehatan, makanan, minuman dan lingkungan (Nia Indriana

Sari dkk., 2016).

Pada kasus penyakit diare biasanya selalu dihubungkan dengan

aspek personal hygiene. Karena penyakit diare merupakan penyakit

saluran pencernaan, yang penyebarannya lebih sering akibat konsumsi

makanan maupun minuman yang terkontaminasi, sehingga masyarakat

dengan kondisi personal hygiene yang buruk akan berpotensi terkena

penyakit diare (Marissa, 2015).

1. Perilaku Cuci Tangan

Diare merupakan salah satu penyakit yang penularannya

berkaitan dengan penerapan perilaku hidup sehat. Sebagian besar

kuman infeksius penyebab diare ditularkan melalui jalur oral.


Kuman-kuman tersebut ditularkan dengan perantara air atau bahan

yang tercemar mengandung mikroorganisme patogen dengan

melalui air minum. Pada penularan seperti ini, tangan memegang

peranan penting, karena lewat tangan yang tidak bersih makanan

atau minuman tercemar kuman penyakit masuk ke tubuh manusia

(Mukono, 2011).

Perilaku mencuci tangan merupakan perilaku yang sangat

penting dalam penyebaran penyakit diare. Kebiasaan tidak mencuci

tangan dengan sabun sebelum menyiapkan makanan, memberi

makanan pada anak serta setelah buang air besar dapat

meningkatkan risiko terjadinya penyakit diare sebesar 47%

(Kemenkes RI, 2011).

Menurut Widoyono (2008) upaya perilaku pencegahan diare

dapat dicegah melalui cuci tangan menggunakan air bersih. Perilaku

tidak mencuci tangan dengan bersih setelah BAB atau BAK, setelah

buang sampah dan sebelum makan akan menyebabkan penyebaran

kuman yang dalam penyebaran kuman dapat dilakukan dengan

mencuci tangan. Perilaku mencuci tangan sebelum makan dan

melakukan kegiatan apapun yang berhubungan dengan balita tidak

hanya dilakukan oleh ibu saja, akan tetapi oleh semua anggota

keluarga yang berada di dekat balita. Selain itu kondisi lingkungan

yang bersih meliputi kebersihan kamar mandi, perabotan tumah


tangga, alat – alat dapur dan makanan yang dikonsumsi oleh balita

harus dijaga kebersihannya.

2. Sarana Air Minum

Air merupakan hal yang pentinga bagi manusia. Kebutuhan

manusia akan air sangat komplek antara lain untuk minum, masak,

mencuci, mandi dan sebagainya. Diantara kegunaan-kegunaan air

tersebut, yang sangat penting adalah kebutuhan untuk minum. Oleh

karena itu, untuk keperluan minum (termasuk untuk memasak)

selalu tersedia dalam jumlah yang cukup dan memenuhi syarat

kesehatan, baik syarat fisik, kimiawi, dan bakteriologi agar tidak

menimbulkan penyakit bagi manusia termasuk diare (Dinkes Kota

Semarang, 2014).

Penggunaan air minum isi ulang tanpa proses sterilisasi baik

dapat beresiko terhadap pencemaran terhadap mirkoorganisme.

Diare yang terjadi karena air minum yang tidak bersih umumnya

berhubungan dengan agen mikrobiologis dan kimia yang masuk ke

saluran pencernaan (Hairani dkk., 2017).

Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam penyediaan air bersih

adalah:

a. Mengambil air dari sumber air yang bersih.


b. Mengambil dan menyimpan air dalam tempat yang bersih dan

tertutup, serta menggunakan gayung khusus untuk mengambil

air.

c. Memelihara atau menjaga sumber air dari pencemaran oleh

binatang, anak-anak, dan sumber pengotoran. Jarak antara

sumber air minum dengan sumber pengotoran (tangki septik),

tempat pembuangan sampah dan air limbah harus lebih dari 10

meter.

d. Menggunakan air yang direbus.

e. Mencuci semua peralatan masak dan makan dengan air yang

bersih dan cukup (Depkes RI, 2000).

Masyarakat membutuhkan air untuk keperluan sehari-hari, maka

masyarakat menggunakan berbagai macam sumber air bersih

menjadi air minum.Sumber air antara lain: (Notoatmodjo, 2003)

1) Air hujan

Air hujan dapat ditampung kemudian dijadikan air minum.

Tetapi air hujan ini tidak mengandung kalsium. Oleh karena itu,

agar dapat dijadikan air minum yang sehat perlu ditambahkan

kalsium didalamnya.

2) Air permukaaan tanah

Yang termasuk air permukaan tanah adalah air sungai dan

danau. Menurut asalnya sebagian dari air sungai dan air danau

ini juga dari air hujan yang megalir melaui saluran-saluran ke


dalam sungai atau danau ini. Oleh karena air sungai dan danau

ini sudah terkontaminasi atau tercemar oleh berbagai macam

kotoran, maka bila akan dijadikan air minum harus diolah

terlebih dahulu.

3) Air tanah

Yang termasuk air tanah adalah mata air, air sumur dangkal dan

air sumur dalam. Air yang keluar dari mata air ini biasanya

berasal dari air tanah yang muncul secara alamiah. Oleh karena

itu, air dari mata air ini, bila belum tercemar oleh kotoran sudah

dapat dijadikan air minum langsung. Tetapi alangkah baiknya

air tersebut direbus dahulu sebelum diminum. Air sumur

dangkal berasal dari lapisan air didalam tanah yang dangkal.

Biasanya berkisar antara 5 sampai dengan 15 meter dari

permukaan tanah. Air sumur pompa dangkal ini belum begitu

sehat, karena kontaminasi kotoran dari permukaan tanah masih

ada. Sehingga perlu direbus dahulu sebelum diminum. Air

sumur dalam berasal dari lapisan air kedua di dalam tanah.

Dalamnya dari permukaan tanah biasanya di atas 15 meter. Oleh

karena itu, sebagian air sumur dalam ini sudah cukup sehat

untuk dijadikan air minum langsung (tanpa melalui proses

pengolahan).
F. Kerangka Teori

Host

Personal hygiene
(kebiasaan mencuci
tangan menggunakan
sabun)

Agent Environment
Kejadian Diare
E. Coli Sarana air bersih
Campylobacter Sarana pembuangan
Salmonella sampah
Sarana sanitasi
jamban

Gambar 1. Kerangka Teori Kejadian Diare (John Gordon, 1950: dalam Chandra,
2006)
G. Kerangka Konsep

Variabel bebas Variabel terikat

Sanitasi Lingkungan

- Sarana Air Bersih


- Sarana Pembuangan Sampah
- Sarana Sanitasi Jamban

Kejadian Diare

Perilaku

- Cuci tangan dengan sabun


- Sarana air minum

Gambar 2. Kerangka Konsep Penelitian

H. Hipotesis Penelitian

Hipotesis penelitian ini adalah:

1. Terdapat hubungan antara sarana air bersih dengan kejadian diare di

wilayah kerja Puskesmas Kuin Raya.

2. Terdapat hubungan antara pembuangan sampah dengan kejadian

diare di wilayah kerja Puskesmas Kuin Raya.

3. Terdapat hubungan antara jenis jamban dengan kejadian diare di

wilayah kerja Puskesmas Kuin Raya.


BAB III
METODE PENELITIAN

A. Rancangan Penelitian

Penelitian ini adalah penelitian observasional analitik dengan

pendekatan cross sectional. Pada penelitian ini, dilakukan analisis terhadap

hubungan antar variabel dengan pengumpulan data dalam satu periode

waktu tertentu dan setiap subjek studi hanya dilakukan satu kali

pengamatan selama penelitian. Desain ini digunakan karena mudah

dilaksanakan, sederhana, menghemat waktu, dan hasilnya dapat diperoleh

dengan cepat. (Machfoedz, 2007).

Penelitian ini yaitu variabel perilaku dan sanitasi rumah dengan

kejadian diare, sehingga diobservasi dan dikumpulkan pada saat yang sama.

B. Populasi dan Sampel

1. Populasi

Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh masyarakat yang

pernah menderita penyakit diare dalam 6 bulan terakhir di wilayah kerja

Puskesmas Kuin Raya.

2. Sampel

Sampel dalam penelitian ini adalah mengambil sebagian dari

populasi yang telah ada dan diukur untuk menduga karakteristik

populasi yaitu masyarakat yang pernah menderita diare.


Pada penelitian ini sampel diambil dari sebagian populasi dengan

perhitungan sampel berdasarkan rumus:

Keterangan:

N = Jumlah Populasi

n = Besar Sampel

d2 = Tingkat ketepatan yang digunakan (0,12)

Teknik pengambilan sampel yang digunakan dalam penelitian ini

adalah Sampling Insidental / Accidental Sampling. Menurut Sugiyono,

(2016;124) Sampling Insidental / Accidental Sampling adalah teknik

penentuan sampel berdasarkan kebetulan, yaitu siapa saja pasien yang

secara kebetulan bertemu dengan peneliti dapat digunakan sebagai

sampel, bila dipandang orang yang kebetulan ditemui itu cocok sebagai

sumber data.

C. Instrumen Penelitian

Data yang akan digunakan untuk penelitian, dikumpulkan terlebih

dahulu menggunakan instrument penelitian (Notoatmodjo, 2012). Intrumen

penelitian merupakan alat yang dipakai untuk mengumpulkan data agar

lebih mudah untuk diolah dengan hasil yang baik (Saryono, 2011). Dalam

penelitian ini, alat pengambilan data yang digunakan adalah berupa lembar

berbentuk kuesioner dengan cara wawancara yang berisi pertanyaan

maupun pernyataan.
D. Variabel Penelitian

Variabel dalam penelitian ini terdiri dari:

1. Variabel terikat (Dependen) adalah kejadian diare.

2. Variabel bebas (Independen) adalah perilaku cuci tangan, perilaku

pemilihan sumber air minum, ketersediaan air bersih, pembuangan

sampah, pembuangan tinja/jamban layak.

E. Definisi Operasional

Tabel 3. Definisi Operasional

N Variabel Definisi Operasional Alat ukur Hasil ukur Skala


o ukur
1 Diare Diare merupakan suatu Rekam 1 = Diare Nominal
penyakit di mana medik
seseorang mengalami 2 = Tidak Diare
perubahan konsistensi
feses menjadi lebih cair
dari biasanya tapi tidak
berdarah dengan
frekuensi lebih dari tiga
kali dalam kurun waktu
24 jam. (Kemenkes,
2015).
2 Perilaku Kebiasaan tidak Kuesioner 1. Baik, jika nilai Ordinal
Cuci mencuci tangan dengan
perilaku
Tangan sabun sebelum
menyiapkan makanan, responden
memberi makanan pada
(skor 76-100)
anak serta setelah buang
air besar dapat 2. Cukup, jika
meningkatkan risiko
nilai perilaku
terjadinya penyakit diare
sebesar 47% (Kemenkes responden
RI, 2011).
(skor 56-75)
3. Kurang, jika
nilai perilaku
responden
(skor <56)
(Arikunto,
2010)
3 Sumber Air merupakan hal yang Lembar 1. PDAM Nominal
Air penting bagi manusia. Observasi 2. Air Sungai
Minum Kebutuhan manusia 3. Sumur
akan air sangat komplek
antara lain untuk
minum, masak,
mencuci, mandi dan
sebagainya. Diantara
kegunaan-kegunaan air
tersebut, yang sangat
penting adalah
kebutuhan untuk
minum.
4 Ketersedi Air bersih untuk Lembar 1. Memenuhi Nominal
aan Air keperluan higienitas Obervasi syarat fisik
Bersih sanitasi digunakan untuk ketersediaan
pemeliharaan kebersihan air bersih
perorangan seperti 2. Tidak
mandi, sikat gigi, memenuhi
mencuci bahan pangan, syarat fisik
peralatan makan dan ketersediaan
pakaian (Kemendikbud, air bersih
2018).
Berdasarkan Peraturan
Menteri Kesehatan
Nomor
416/Menkes/Per/IX/199
0 tentang syarat dan
pengawasan kualitas air
yang sehat dan agar
dapat diminum dan tidak
menimbulkan penyakit
harus memenuhi syarat
– syarat salah satunya:
Syarat fisik: bening
tidak berwarna, tidak
berbau, tidak berasa,
tidak mengalami
kekeruhan, tidak
terdapat zat padat
terlaurt dan suhu air + 3
0 dari suhu udara
sekitar.
5 Pembuan Pengelolaan sisa Lembar 1. Memenuhi Nominal
gan kegiatan manusia dan Observasi kriteria
Sampah atau proses alam yang pembuangan
berbentuk padat (UU sampah
No. 18 Tahun 2008 2. Tidak
tentang pengelolaan memenuhi
Sampah) kriteria
a. Tersedianya kotak pembuangan
sampah yang sampah
tertutup di dalam
rumah
b. Sampah harus
dipilah sebelum
dimasukan ke
tempat pembuangan
sementara.
Pemilahannya
berdasarkan sampah
organik dan sampah
anorganik.
c. Terdapat tempat
pembuangan
sampah sementara
yang terletak
minimal 10 meter
dari sumber air.
d. Tempat sampah
mudah dibersihkan
(Kemendikbud,
2018)
6 Pembuan Jamban yang harus Lembar 1. Memenuhi Nominal
gan memenuhi standar Obervasi kriteria
Tinja/Ja kesehatan, berjenis pembuangan
mban kloset duduk/jongkok tinja
layak dengan saluran 2. Tidak
berbentuk leher angsa memenuhi
(Kemenkes, 2017). kriteria
a. Luas minimun satu pembuangan
unit jamban sebesar jamban
2 meter persegi.
b. Aktivitas
penggunaan jamban
tidak mudah terlihat
dan terdengar dari
luar.
c. Jamban dilengkapi
dengan pintu
bermutu baik yang
dapat dikunci dan
dibuka untuk
keamanan dan
keselamatan
pengguna jamban.
d. Jamban harus dalam
keadaan bersih
sebelum dan setelah
digunakan.
e. Ruangan jamban
mempunyai
pencahayaan yang
memadai dan
ventilasi untuk
pertukaran udara.
Apabila tidak ada
listrik, sebagian
atap jamban dapat
menggunakan fiber
glass atau plastic
kaca di atap
sehingga jamban
tidak gelap.
f. Tersedia air bersih,
sabun, tempat
sampah tertutup,
cermin, gantungan
baju, tempat cuci
tangan, wadah
penampung air dan
gayung di setiap
unit jamban.
g. Memiliki saluran
pembuangan limbah
cair dari jamban
yang tertutup atau
disemen agar tidak
mencemari
lingkungan, dengan
pembuangan akhir
melalui tanki septik.
h. Kontruksi bangunan
sesuai dengan
ukuran kemiringan
untuk menghindari
genangan air
(Departemen PU,
2007).

F. Teknik Pengumpulan dan Pengolahan Data

1. Teknik Pengumpulan Data

a. Data Primer

Data primer dalam penelitian ini adalah data yang diperoleh

melalui wawancara menggunakan kuesioner dan observasi

dilakukan pada perilaku dan sanitasi rumah.

b. Data Sekunder

Data sekunder diperoleh dari instansi-instansi kesehatan

seperti dinas kesehatan kabupaten atau kota, puskesmas serta kantor

kepala desa yang meliputi data jumlah kasus, gambaran umum

lokasi penelitian dan data demografi.

2. Pengolahan Data

Data yang telah terkumpul kemudian akan diolah melalui beberapa

tahapan, yaitu:

a. Editing, yaitu memeriksa kelengkapan, kejelasan makna jawaban,

konsistensi, maupun antar jawaban pada kuesioner.


b. Coding, memberikan kode tertentu pada instrumen untuk

memudahkan proses pengolahan data dari masing-masing variabel

dalam pengolahan data.

c. Entry, memasukkan data untuk diolah dengan menggunakan

komputer.

d. Tabulating, mengelompokkan data sesuai variabel yang akan diteliti

guna memudahkan analisis data

G. Cara Analisis Data

Setelah semua data terkumpul, maka langkah selanjutnya adalah

menganalisis data. Analisis data dalam penelitian ini menggunakan dua

teknik analisis yakni analisis univariat dan analisis bivariat.

1. Analisis Univariat

Analisis univariat dilakukan untuk menggambarkan distribusi

frekuensi masing-masing variabel, baik variabel bebas dan variabel

terkait maupun deskripsi karakteristik responden ( Hastono & Susanto,

2007).

Keterangan:

P : Proporsi

f : Frekuensi

n : Jumlah

2. Analisis Bivariat
Analisis ini dilakukan untuk menguji hubungan antara masing-

masing variabel meliputi variabel bebas dengan variabel terikat. Skala

data penelitian yaitu skala nominal dengan nominal maka uji

statistiknya chi square. Uji chi square adalah uji yang digunakan untuk

membandingkan frekuensi observasi dengan frekuensi ekspektasi.

Frekuensi yang diharapkan pada masing – masing sel tidak boleh telalu

kecil (Dahlan, 2014).

Adapun syarat dari uji statistic chi square yaitu :

1) Tidak ada sel dengan nilai frekuensi kenyataan sebesar 0.

2) Tabel kotingensi berbentuk 2x2, maka tidak boleh ada sel saja yang

memiliki frekuensi harapan.

3) Apabila bentuk table lebih dari 2x2, maka jumlah sel dengan

frekuensi harapan yang kurang dari 5 tidak boleh dari 20%

Uji ini digunakan untuk mengetahui perilaku cuci tangan, sumber

air minum, ketersediaan air bersih, pembuangan sampah,

pembuangan tinja dengan kejadian diare, menggunakan rumus chi

square yaitu:

eterangan:

X2 = Chi Square

∑ = Jumlah

0 = Nilai yang diamati


E = Nilai Harapan

H. Waktu dan Tempat Penelitian

1. Waktu

Penelitian dilakukan pada bulan April tahun 2020.

2. Tempat

Penelitian dilakukan di wilayah kerja Puskesmas Kuin Raya

Banjarmasin.

I. Biaya Penelitian
KUESIONER PENELITIAN

HUBUNGAN PERILAKU DAN SANITASI RUMAH DENGAN KEJADIAN


DIARE DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS KUIN RAYA
BANJARMASIN TAHUN 2020

Tanggal Survei :
Nomor Responden :
A. Identitas Responden
1. Nama :
2. Alamat :
3. Jenis Kelamin :
a. Laki-Laki
b. Perempuan
4. Umur :
a. < 20 tahun
b. 21 – 30 tahun
c. 31 – 40 tahun
d. 41 – 50 tahun
e. > 51 tahun
5. Pendidikan formal terakhir :
a. Tidak sekolah / Tidak tamat SD
b. Sekolah Dasar / Sederajat
c. Sekolah Menengah Pertama / Sederajat
d. Perguruan Tinggi / Akademi
6. Pekerjaan :
a. PNS / TNI / POLRI
b. Pegawai Swasta
c. Wiraswasta
d. Pedagang
e. Petani
f. Buruh
g. Ibu Rumah Tangga
h. Tidak Bekerja
i. Lain-lain
B. Kejadian Diare

1. Apakah saudara pernah terkena diare dalam enam bulan terakhir ?

a. Ya b. Tidak

C. Perilaku Cuci Tangan

1. Apakah saudara mencuci tangan sebelum dan sesudah makan ?

a. Ya b. Tidak

2. Apakah saudara mencuci tangan setelah buang air besar dan buang air
kecil ?

a. Ya b. Tidak

3. Apakah saudara mencuci tangan setelah bersin, batuk, atau pilek ?

a. Ya b. Tidak

4. Apakah saura mencuci tangan setelah membuang sampah ?

a. Ya b. Tidak

5. Apakah saudara mencuci tangan menggunakan sabun dan air bersih ?

a. Ya b. Tidak

D. Lembar Observasi Sumber Air Minum

1. Sumber air minum apa yang saudara gunakan sehari-sehari ?

a. PDAM b. Sumur c. air sungai


E. Lembar Observasi Kualitas Fisik Air Bersih

1. Apakah air bersih yang saudara gunakan berbau ?

a. Ya b. Tidak

2. Apakah air bersih yang saudara gunakan berasa ?

a. Ya b. Tidak

3. Apakah air bersih yang saudara gunakan berwarna ?

a. Ya b. Tidak

4. Apakah air yang saudara gunakan keruh ?

a. Ya b. Tidak

F. Lembar Observasi Kepemilikan Jamban

1. Apakah saudara memiliki jamban keluarga ?

a. Ya b. Tidak

2. Apakah jenis jamban yang saudara gunakan sudah menggunakan


lubang leher angsa ?

a. Ya b. Tidak

3. Apakah jamban saudara selalu tertutup ?

a. Ya b. Tidak

4. Apakah saudara membersihkan jamban ?

a. Ya b. Tidak

Jika Ya, berapa kali sehari …………………..


G. Lembar Observasi Pengelolaan Sampah

1. Apakah saudara memiliki kotak sampah yang tertutup di dalam rumah ?

a. Ya b. Tidak

Anda mungkin juga menyukai