TINJAUAN PUSTAKA
4
1. Kesepakatan Distockholn (tahun 1972) tentang lingkungan dan pemukiman yang
kemudian menghasilkan Resaphing The International Order (RIO), Keputusan tentang
Lingkungan dan pemukiman.
2. Konfrensi Habitat (1976), yang menghasilkan kesepakatan bagaimana memperbaiki
pemukiman dunia.
3. Agenda 21 (juni 1992 di Brazil) dan setiap 5 tahun ditinjau ulang.
Menurut UU No. 4 tahun 1992 tentang perumahan dan pemukiman adalah bagian dari
lingkungan hidup di luar kawasan lindung, baik yang berupa kawasan perkotaan maupun
perdesaan yang berfungsi sebagai lingkungan tempat tinggal atau lingkungan hunian dan
tempat kegiatan yang mendukung perikehidupan dan penghidupan.
5
Secara umum adanya perbedaan pola pemukiman penduduk dipengaruhi oleh
beberapa faktor antara lain:
1. Relief
Permukaan muka Bumi terdiri dari berbagai relief seperti pegunungan, dataran
rendah, perbukitan dan daerah pantai. Kondisi ini menyebabkan penduduk membuat
pemukiman yang sesuai dengan lingkungan tempat ia berada.
2. Kesuburan tanah
Tingkat kesuburan tanah di setiap tempat berbeda-beda. Di daerah pedesaan, lahan
yang subur merupakan sumber penghidupan bagi penduduk. Oleh karena itu mereka
mendirikan tempat tinggal berkumpul dan memusat dekat dengan sumber
penghidupannya.
3. Keadaan iklim
Faktor-faktor iklim seperti curah hujan, intensitas radiasi Matahari dan suhu di setiap
tempat berbeda-beda. Kondisi ini akan berpengaruh terhadap tingkat kesuburan tanah dan
kondisi alam daerah tersebut. Kondisi ini akan berpengaruh pada pola pemukiman
penduduk di daerah itu. Pada daerah dingin seperti pegunungan, dataran tinggi serta di
Kutub utara orang akan cenderung mendirikan tempat tinggal saling berdekatan dan
mengelompok. Sedangkan di daerah panas pemukiman penduduk cenderung lebih
terbuka dan agak terpencar.
4. Keadaan ekonomi
Kegiatan ekonomi seperti pusat-pusat perbelanjaan, perindustrian, pertambangan,
pertanian, perkebunan dan perikanan akan berpengaruh pada pola pemukiman yang
mereka pilih, terutama tempat tinggal yang dekat dengan berbagai fasilitas yang
menunjang kehidupannya, karena hal itu akan memudahkan mereka dalam memenuhi
kebutuhan hidupnya.
6
5. Kultur penduduk
Budaya penduduk yang dipegang teguh oleh suatu kelompok masyarakat akan
berpengaruh pada pola pemukiman kelompok tersebut. Di beberapa daerah tertentu
seperti suku badui di Banten, Suku Toraja di Sulawesi Selatan, Suku Dayak di Kalimantan,
cenderung memiliki pola pemukiman mengelompok dan terisolir dari pemukiman lain.
7
2. Face to face
Pola permukiman tipe ini berbentuk linier, antara unit-unit hunian sepanjang
permukiman dan secara linier terdapat perletakan pusat aktivitas yaitu tambatan perahu
atau dermaga, ruang penjemuran, pasar dan sebagainya.
Jalan
8
2. Clustered
Pada pola ini berkembang dengan adanya kebutuhan lahan dan penyebaran unit-unit
permukiman telah mulai timbul. Kecenderungan pola ini mengarah pada pengelompokkan
unit permukiman terhadap suatu yang dianggap memiliki nilai ”penting” atau pengikat
kelompok seperti ruang terbuka komunal dalam melakukan aktivitas bersama.
3. Kombinasi
Pola ini merupakan suatu kombinasi antara kedua pola di atas menunjukkan bahwa
selain ada pertumbuhan juga menggambarkan adanya ekspansi ruang untuk kepentingan
lain (pengembangan usaha dan sebagainya). Pola ini menunjukkan adanya gradasi dari
intensitas lahan dan hirarki ruang mikro secara umum.
9
2.4. Persyaratan Suatu Perumahan dan Permukiman
Permukiman dan perumahan yang ideal di kota dapat dirumuskan secara sederhana
sebagaimana disebutkan oleh Sinulingga (1999:187) yaitu :
1. Lokasinya sedemikian rupa sehingga tidak terganggu oleh kegiatan lain
seperti pabrik yang umumnya dapat memberikan dampak jauh dari lokasi pembuangan
sampah, kegiatan industri tidak berbaur dengan lokasi permukiman, menetapkan suatu
jalur hijau keliling lokasi bila terdapat kegiatan industri dan untuk mengurangi
kebisingan dibuat jalan kolektor serta diadakan pengaturan garis sempadan jalan.
2. Mempunyai akses terhadap pusat – pusat pelayanan seperti, pelayanan
pendidikan, kesehatan, perdagangan. Aspek ini dicapai dengan membuat jalan dan
sarana transportasi pada permukiman tersebut dan akses ini juga harus mencapai
perumahan secara individual dengan mengadakan jalan lokal dan terminal transportasi
pada lingkungan permukiman tersebut.
3. Mempunyai fasilitas drainase, yang dapat mengalirkan air hujan dengan
cepat dan tidak sampai menimbulkan genangan air walau hujan lebat sekalipun. Hal ini
hanya mungkin apabila sistim drainase pada permukiman tersebut dapat dihubungkan
dengan saluran pengumpul atau saluran utama dari sistim perkotaan. Disamping terkait
dengan sistim pembuangan keluar dari lokasi ini, maka sistim yang di dalam juga harus
memenuhi ketentuan teknis sehngga dapat mengalirkan air dengan mudah.
4. Mempunyai fasilitas penyediaan air bersih, berupa jaringan distribusi yang
siap disalurkan ke masing – masing rumah. Ada juga lingkungan permukiman yang
belum juga memiliki jaringan distribusi ini, sehingga apabila ingin membangun
perumahan harus membangun jaringan distribusi terlebih dahulu, atau mengadakan
pengolahan air sendiri idealnya setiap rumah dapat dilayani oleh fasilitas air bersih
untuk masyarakat berpenghasilan rendah. Hal ini kadang – kadang tidak mungkin
dilakukan karena tidak mampu memikul biaya sambungan. Oleh karena itu akan
dilayani oleh kran umum ataupun tangki – tangki air bersih. Penyediaan air bersih
sedemikian pentingnya karena air bersih adalah kebutuhan utama manusia bahkan
seluruh mahluk hidup.
5. Dilengkapi dengan fasilitas pembuangan air kotor / tinja, yang dapat
dibuat dengan sistim individual, yaitu tangki septik dan lapangan rembesan ataupun
10
tangki septik komunal. Untuk perumahan dengan bangunan yang padat, maka perlu
dibuat sistim perpipaan air kotor.
2.4.1. Standar minimal Prasarana Lingkungan Permukiman
1. Jenis Prasarana Lingkungan, Secara umum prasarana lingkungan dikenal sebagai
utilities dan amenities atau disebut juga wisma, marga, suka dan penyempurna. Lebih
spesifik lagi, jenis-jenis tersebut adalah fasilitas, sistim jaringan sirkulasi, drainasi dan
kesehatan lingkungan. Rumah harus memenuhi persyaratan rumah sehat. Dalam UU
Nomor 23 Tahun 1992 tentang “Kesehatan” ditegaskan, bahwa kesehatan lingkungan
untuk mewujudkan derajat kesehatan masyarakat yang optimal, dilakukan antara lain
melalui peningkatan sanitasi lingkungan pada tempat tinggal maupun terhadap bentuk
atau wujud substantifnya berupa fisik, kimia atau biologis termasuk perubahan perilaku
yang diselenggarakan untuk mewujudkan kualitas lingkungan yang sehat, yaitu
keadaan lingkungan yang bebas dari risiko yang membahayakan kesehatan dan
keselamatan hidup manusia.
2. ketentuan Besaran fasilitas secara umum diturunkan dari kebutuhan penduduk atas
fasilitas tersebut. Secara normatif standart kebutuhan diukur per satuan jumlah
penduduk tertentu sesuai dengan kebutuhannya:
a. 1 TK untuk tiap 200 KK
b. 1 SD untuk tiap 400 KK
c. 1 Puskesmas Pembantu untuk tiap 3000 KK
d. 1 Puskesmas untuk tiap 6000 KK.
Disamping besaran jumlah penduduk, dapat pula diturunkan dari jumlah unit rumah
yang dilayani, satu satuan luas atau satuan wilayah administrasi yang dilayani. Misalnya 1
puskesmas per Kecamatan.
Berdasarkan Direktorat Jenderal Cipta Karya (1980) mengemukakan tingkat
kebutuhan prasarana lingkungan perumahan :
1. Drainase
Saluran drainase dalam lingkungan dapat dibagi atas :
a. Saluran drainase kuarter, digunakan pada jalur raya yang
berjarak minimal 100 meter dari jalan yang sejajar dengan jalan tersebut, dan tidak
menerima air limpahan kiriman dari saluran sebelumnya atau dengan kata lain
11
drainase dengan luas daerah aliran maksimum 2 Ha (untuk daerah dengan topografi
datar).
b. Saluran drainase tersier, digunakan pada jalur jalan raya
yang berjarak maksimal 200 meter dari jalan yang sejajar dengan jalan tersebut,
dan dapat menerima air limpahan dari saluran sebelumnya. Atau dengan kata lain
drainase dengan luas daerah aliran maksimum 4 hektar.
c. Saluran drainase sekunder, digunakan pada jalur jalan raya
yang berjarak maksimal 500 meter dari jalan yang sejajar dengan jalan tersebut,
dan dapat menerima limpahan air kiriman dari saluran sebelumnya. Atau dengan
kata lain drainase dengan luas daerah aliran maksimum 15 hektar.
3. Persampahan
Standar persyaratan fasilitas persampahan yang harus dipenuhi disesuaikan dengan
pengelolaan Dinas Kebersihan.
a. Bak ditaruh di atas selokan yang ada di samping setiap jalan, untuk setiap rumah.
b. Ukuran tiap bak sampah adalah 1,5 meter panjang, 1 meter lebar, 1 meter tinggi di
letakkan di beberapa tempat di ujung jalan setapak.
c. Satu bak sampah dimaksudkan untuk menampung sampah dari 100 meter panjang
jalan setapak atau atau 40 keluarga rumah untuk 2 hari dengan penjelasan sebagai
berikut : rata-rata tiap keluarga terdiri dari 5 orang menghasilkan sampah 15 liter jadi
untuk 40 keluarga akan menampung sampah :40 x 15 x 2 = 1.200 liter
d. Jumlah gerobak sampah ditentukan oleh ketersediaan tenaga perorangan
pendorongnya dan berdasarkan pada jumlah jam kerja. Gerobak ini juga bias
melewati jalan setapak dengan lebar kurang dari 0,80 meter.
12
e. Untuk mengamankan terhadap kemungkinan efisiensi yang lebih kecil maka jumlah
gerobak atau orang bisa ditambah 1 untuk tiap lingkungan, maka untuk panjang
jalan setapak : (1) < 900 m diperlukan 2 gerobak, 900 m < 1.800 m diperlukan 3
gerobak, 1800 m < 2.700 memerlukan 4 gerobak dan seterusnya.
4. Jalan Lingkungan
Sesuai dengan standar perencanaan dari World Bank Report (WBAR) Laporan Bank
Dunia dan pedoman Dinas kebersihan tentang jalan lingkungan dijelaskan, bahwa jalan
lingkungan adalah jalan yang hanya melayani suatu lingkungan tertentu misalnya dalam
lingkungan perumahan atau tempat tinggal dan lain-lain yang menghubungkan langsung
dengan jalan utama.
Adapun standar atau persyaratan jalan lingkungan langsung dengan jalan utama.
Rumah-rumah di dalam jarak maksimal 100 meter dari jalan satu arah. Sedangkan jarak
dari rumah ke jalan kendaraan sebaiknya 1 – 3 meter dan lebar jalan kendaraan yang
diperkeras (aspal) minimal 3 meter untuk ROW atau bahu jalan minimal 4 meter dengan
air hujan atau air kotor pada kedua sisinya.
13
6. Sanitasi mandi, cuci, kotoran (MCK)
Trans Asia Engineering Associates menyusun petunjuk perencanaan untuk
Departemen Pekerjaan Umum Dirjen Cipta Karya untuk pelaksanaan perencanaan fasilitas
sanitasi, antara lain :
a. WBAR menyebutkan bahwa fasilitas ini dapat berupa MCK dengan dasar
pemakaian 1 jongkok kakus untuk 12 keluarga.
b. Pedoman Dinas kebersihan dan kesehatan.
1) MCK harus dibuat dari bangunan bata
2) Kotoran manusia harus dialirkan ke septik tank yang hendaknya terbuat dari
beton bertulang.
3) Letak septik tank minimal 15 meter dari sumber air yang masih digunakan
4) Septik tank ; kapasitas sebesar 2.5 m3 untuk tiap unit (4 tempat duduk).
c. Tingkat Pelayanan
Tingkat fasilitas pelayanan pribadi pada rumah tangga menggunakan tangki septik
maupun cubluk sebesar 80% dari jumlah rumah dimana untuk 1 (satu) rumah dilayani
oleh 1 kakus. Tingkat fasilitas pelayanan komunal untuk beberapa rumah tangga
menggunakan MCK yang dilengkapi tangki septik dan bak peresapan yang dapat
melayani 20% dari jumlah rumah dimana untuk 1 (satu) MCK dapat melayani 25 KK.
14
2. Kualitas udara
a. Gas H2S dan NH3 secara biologis tidak terdeteksi
b. Debu dengan diameter kurang dari 10 ug maks 150 ug/m3
c. Debu mak 350 mm3/m2 perhari
15
2.4.3. Standart Minimal Komponen Fisik Prasarana lingkungan Permukiman
1. Jaringan Jalan -Jarak minimum setiap rumah 100 m dari jalan kendaraan satu arah dan
300 m dari jalan 2 arah. -Lebar perkerasan minimum untuk jalan 2 arah 4 m.
-Kepadatan jalan minimal 50-100 m/ha untuk jalan 2 arah. -Pedestrian yang diperkeras
minimal berjarak 20 m,dengan perkerasan 1-3 m.
2. Air bersih (kran umum) -Kapasitas layanan minimum 201/org/hari -Kapasitas jaringan
jaringan minimum 60 lt/org/hr -Cakupan layanan 20-50 kk/unit
3. jaringan jalan harus mampu melayani kepentingan mobil kebakaran. Disamping itu,
maksimal 15 menit jalan kaki harus terlayani oleh angkutan umum. Dimensi minimal
pejalan kaki sebanding dengan lebar gerobag dorong/beca.
4. kran umum didasarkan atas jumlah pelanggan PAM dan kualitas air setempat.
5. Persampahan - Minimal jarak TPS/Transfer - Depo 15 menit perjalanan gerobag
sampah - Setiap gerobag melayani 30 sampai 50 unit rumah - Pengelolaan sampah
lingkungan ditangani masyarakat setempat.
6. Drainase -Jaringan drainasi dibangun memanfaatkan jaringan jalan dan badan air yang
ada. -Dimensi saluran diperhitungkan atas dasar layanan ( coverage
area) blok/lingkungan bersangkutan. Penempatan saluran memperhitungkan ketersedi
a-an lahan (dapat disamping atau dibawah jalan). Jika tidak tersambung dengan sistim
kota ,harus disiapkan resapan setempat atau kolam retensi. Pada prinsipnya,
lingkungan harus bersih dari pencemaran limbah rumah tangga. Pelayanan sampah
sangat tergantung pada sistim penanganan lingkungan/sektor kota. Pada prinsipnya
pelayanan sampah yang dikelola lingkungan mampu dikelola oleh lingkungan yang
yang bersangkutan Bentuk penangananya dapat merupakan bagian dari sistim jaringan
kota atau sistim setempat. Sumber: (Dasar-dasar Perencanaan Perumahan oleh
Dpusbindiklatren Bappena) (2003: 2-4)
16
2.4.4. Elemen Dasar Perumahan Permukiman
Dari pengertian perumahan permukiman dapat disimpulkan bahwa permukiman terdiri
dari dua bagian yaitu: manusia (baik sebagai pribadi maupun dalam hubungan sosial) dan
tempat yang mewadahi manusia yang berupa bangunan (baik rumah maupun elemen
penunjang lain). Menurut Constantinos A. Doxiadis (1968: 21-35) ada lima elemen dasar
permukiman:
1. Nature (alam) yang bisa dimanfaatkan untuk membangun rumah dan difungsikan
semaksimal mungkin,
2. Man (manusia) baik pribadi maupun kelompok,
3. Society (Masyarakat) bukan hanya kehidupan pribadi yang ada tapi juga hubungan
sosial masyarakat,
4. Shells (rumah) atau bangunan dimana didalamnya tinggal manusia dengan fungsinya
masing-masing,
5. Networks (jaringan atau sarana prasarana) yaitu jaringan yang mendukung fungsi
permukiman baik alami maupun buatan manusia seperti jalan lingkungan, pengadaan
air bersih, listrik, drainase, dan lain-lain. Dalam membicarakan alam adalah alam pada
saat permukiman akan dibangun, bukan kondisi pada suatu saat dimasa lampau.
Karena seiring berjalannya waktu, alam pun mengalami perubahan .
Kondisi alam pada waktu manusia pada jaman purba dengan kondisi sekarang
sangatlah berbeda.Untuk mencapai tujuan permukiman yang ideal sangatlah dipengaruhi
oleh kelima elemen dasar tersebut.Yaitu kombinasi antara alam, manusia, bangunan,
masyarakat dan sarana prasarana. Elemen dasar tersebut dapat dijabarkan sebagai
berikut:
1. Alam: iklim, kekayaan alam, topografi, kandungan air, tempat tumbuh tanaman,
tempat binatang hidup.
2. Manusia: kebutuhan biologi (ruang, udara, air, suhu,dll), rasa, kebutuhan emosi
(hubungan manusia, keamanan, keindahan, dll), nilai moral dan budaya.
3. Masyarakat: kepadatan penduduk, tingkat strata, budaya, ekonomi, pendidikan,
kesehatan, hiburan, hukum.
4. Bangunan: rumah, fasilitas umum (sekolah, rumah sakit, perdagangan, dll), tempat
rekreasi, perkantoran, industri, transportasi.
17
5. Sarana prasarana: jaringan (sistim air bersih, listrik, jalan, telepon, TV), sarana
transportasi, drainase, sampah, MCK.
18
h. Banyak peremajaan lingkungan kumuh yang kurang memperhatikan kelengkapan
lingkungan seperti taman, tempat terbuka, tempat rekreasi, sampah, pemadam
kebakaran dan tempat bermain anak. Karena hal tersebut memerlukan biaya
besar.
i. Tenaga yang bergerak di dalam program peremajaan lingkungan kumuh tidak
profesional.
j. Penggusuran (squater clearance) sering diartikan jelek, padahal pemerintah
berusaha meremajakan lingkungan dan memukimkan penduduk ke lingkungan
yang lebih baik
k. Keterbatasan lahan (land shortage). Dalam melaksanakan peremajaan lingkungan
kumuh harus memilih lokasi yang tepat dan disesuaikan dengan tujuannya dan
konsumen yang akan menempati.
l. Belum kuatnya dana pembangunan perumahan (no housing finance).
m. Perlu lingkungan hidup yang baik (the nice environment).
n. Perlu diciptakan kebersamaan antar warga.
o. Belum berkembangnya prinsip relationship. Dalam melakukan peremajaan
lingkungan kumuh, harus dilakukan pendekatan yang manusiawi tanpa kekerasan.
p. Sulitnya menegakkan hukum (upholding the law) Akan diperlukan waktu yang
lama untuk mengubah pola hidup masyarakat kumuh untuk dibawa ke lingkungan
permukiman yang teratur.
q. Perlu adanya informasi kepemilikan, di lingkungan kumuh masyarakat merasa
memiliki rumah tapi di lingkungan yang baru mereka harus menyewa, jadi perlu
diadakan penyuluhan yang terus menerus.
r. Mawas diri (knowing our limit) Jika dana terbatas hendaklah jangan mengadakan
peremajaan secara besar-besaran. Mungkin bisa diadakan
19
ketidakpedulian pemerintah terhadap pengaturan pelayanan kebutuhan-kebutuhan hidup
dan penghidupan warga kota maupun pendatang dan pelayanan untuk mendukung
kegiatan sosial budaya, ekonomi, teknologi, ilmu pengetahuan, dan sebagainya.
Dampak terhadap tatanan sosial budaya kemasyarakatan adalah bahwa komunitas
yang bermukim di lingkungan permukiman kumuh yang secara ekonomi pada umumnya
termasuk golongan masyarakat miskin dan berpenghasilan rendah, seringkali dianggap
sebagai penyebab terjadinya degradasi kedisiplinan dan ketidaktertiban dalam berbagai
tatanan sosial kemasyarakatan.
Di bidang lingkungan/hunian komunitas penghuni lingkungan permukiman kumuh
sebagian besar pekerjaan mereka adalah tergolong sebagai pekerjaan sektor informal
yang tidak memerlukan keahlian tertentu, misalnya sebagai buruh kasar / kuli bangunan,
sehingga pada umumnya tingkat penghasilan mereka sangat terbatas dan tidak mampu
menyisihkan penghasilannya untuk memenuhi kebutuhan perumahan dan permukiman
sehingga mendorong terjadinya degradasi kualitas lingkungan yang pada gilirannya
munculnya permukiman kumuh. Keberadaan komunitas yang bermukim di lingkungan
permukiman kumuh ini akan cenderung menjadi lahan subur bagi kepentingan politis
tertentu yang dapat dijadikan sebagai alat negosiasi berbagai kepentingan. Fenomena ini
apabila tidak diantisipasi secara lebih dini akan meningkatkan eskalasi permasalahan dan
kinerja pelayanan kota.
2.6. Persyaratan Rumah Tinggal Menurut Kepmenkes No. 829/ Menkes/ SK/ VII /1999
1. Tidak terbuat dari bahan yang dapat melepapaskan bahan yang dapat membahayakan
kesehatan, Antara lain: debu total kurang dari 150 ug/m2, asbestos kurang dari 0,5
serat/m3 per 24 jam, plumbum (Pb) kurang dari 300 mg/kg
2. Tidak terbuat dari bahan yang dapat menjadi tumbuh dan bekembangnya
mikroorganisme patogen
a. Bahan bangunan
1) Lantai kedap air dan mudah dibersihkan
2) Dinding rumah memiliki ventilasi, dikamar mandi dan kamar cuci kedap air dan
mudah dibersihkanLangit-langit rumah mudah dibersihkan dan tidak rawan
kecelakaan
3) Ada penangkal petir
20
4) Ruang ditata sesuai dengan fungsi dan peruntukannya
5) Dapur harus memiliki sarana pembuangan asap
b. Pencahayaan
Pencahayaan alam dan/ atau buatan langsung maupun tidak langsung dapat
menerangi seluruh ruangan dengan intensitas penerangan 60 lux dan tidak
menyilaukan mata.
c. Kualitas udara
1) Suhu udara nyamannya 18-30 0 c
2) Kelembaban udara 40-70 %
3) Gas CO2 kurang dari 0,10 ppm/24 jam
4) Pertukaran udara
1. Lingkungan Rumah
Hal–hal yang perlu diperhatikan dalam lingkungan rumah apabila menghendaki suatu
linkungan yang baik dan sehat adalah:
a. Sampah–sampah di tempat tinggal dapat ditanggulangi dengan cara dibuang
dilokasi pembuangan sampah (yang jauh dari lingkungan tempat tinggal), atau
dengan pembuatan lubang sampah, dengan menimbun atau dikelolah untuk
dibuat pupuk kandang.
21
b. Genangan air, air tidak boleh tergenang lebih dari seminggu, karena dapat
dijadikan tempat berkembang biaknya nyamuk, masalah ini dapat diatasi dengan
pembuatan parit – parit atau selokan agar air dapat mengalir.
c. Sumber Air (sumur), konstruksinya baik dan memenuhi syarat, perlu diperhatikan
saat membuat sumur, jarak minimal dari sumber air kotor (septick tank, sumur
resapan, saluran air kotor yg tidak kedap air) adalah 7 meter, agar sumur tidak
tercemar.
d. Tanaman disekitar rumah, pepohonan yang rindang akan mengakibatkan
lingkungan yang gelap dan lembab, diusahakan agar sinar matahari pagi dapat
menyinari rumah, tanpa terhalang oleh pepohonan
e. Kadang hewan (biasanya untuk rumah di pedesaan), letaknya diusahakan agar
tidak terlalu dekat dengan rumah terutama pembungan kotoran.
2. Konstruksi rumah
a. Konstruksi Bambu. Apabila usuk menggunakan
bambu, harus diperhatikan dalam pemotongan bambu, diusahakan pemotongannya
tepat pada ruas, bila tidak ujung bambu, agar tidak lembab dan menjadi sarang
tikus.
b. Lantai rumah. Harus selalu kering, maka tinggi lantai
harus disesuaikan dengan kondisi setempat, lantai harus lebih tinggi dari muka
tanah.
c. Penempatan langit-langit. Dibuat sedemikian rupa,
sehingga masih ada ruang antara, adanya ruang tersebut antara atap dan langit-
langit, agar orang dapat masuk kedalamnya untuk membersihkan ruang dan
perbaikan.
d. Dinding Rumah. Apabila dibuat dinding rangkap tidak
boleh ada ruang antara, karna akan menjadi sarang tikus, dan bila terbuat dari bata
atau sejenisnya diusahakan menggunakan komposisi campuran yg benar dapat
dilihat disini.
e. Sudut Kemiringan atap.Kemiringang atap disesuaikan
dengan bahan yang akan dipakai, agar air hujan dapat mengalir dengan baik.
1) Atap dari bahan alam = 30 derajat
22
2) Atap genteng = 25 derajat
3) Atap asbes,seng =15 derajat
3. Kebutuhan Udara
a. Pada daerah tropis, setiap orang membutuhkan hawa udara 500 lt/jam sampai
dengan 1500 lt/jam.
b. Kecepatan angin atau udara yang melaluli ventelasi pada ketinggian 2 meter dari
muka tanah rata-rata sekitar 0,01 – 0,5 m/lt. Pada rumah sehat kebutuhan udara
tersebut dapat dipenuhi dengan memperhatikan lubang ventelasi pada rumah
tersebut. Koefesien K = (0,6 – 0,8 untuk arah angin ventelasi), (0,3 – 0,4 untuk arah
angin dating bersudut 45).
Perbandingan luas jendela dengan luas lantai:
Ruang kerja , luas jendela 1/5 atau 1/3 luas lantai
1) Ruang sekolah, luas jendela 1/6 atau 1/3 luas lantai
2) Ruang kediaman, luas jendela luas lantai
3) Ruang orang sakit, luas jendela 1/5 atau 1/4 luas lantai
4) Sudut datang lebih besar atau sama denga 27 derajat.
5) Sudut lihat lebih besar 5 derajat.
23
Berbicara tentang letak sebuah rumah yang sehat, maka harus termasuk di dalamnya
beberapa persyaratan dibawah ini :
1. Permukaan tanah
a. Tanah rendah
b. Tanah ideal adalah tanah yang kering
c. Tanah timbun yang kurang padat juga tidak baik
d. Letak rumah harus ideal dengan permukaan bangunan
lainnya
2. Arah Rumah
a. Matahari terbit
b. Sebaiknya daerah terbuka
c. Jangan menghadap daerah dengan hempasan angin yang kuat
Dalam membuat sebuah rumah pasti dibutuhkan adanya sebuah desian, Adapun
manfaat adanya desian adalah :
1. Pemilik tahu pasti bentuk rumah yang akan dibangun
2. Kontraktor tahu pasti sesuai dengan persetujuan pemilik
3. Penguasa dapat mencek apakah tidak melanggar peraturan
24
dibandingkan dengan saluran udara dan lebih handal. Salah satu dari penggunaan
jaringan distribusi bawah tanah adalah untuk jaringan distribusi perumahan (underground
residential distribution = URD). Beberapa fasilitas juga menggunakan konstruksi jaringan
bawah tanah seperti industri dan pusat-pusat layanan komersial. Penggunaan lain dari
saluran bawah tanah seperti jaringan yang melewati sungai, jalan tol atau pada
persilangan saluran transmisi.
1. Perbandingan Antara Saluran Udara dan Saluran Bawah Tanah
Berdasarkan pemasangannya, saluran distribusi dibagi menjadi dua kategori, yaitu,
saluran udara (overhead line) merupakan sistem penyaluran tenaga listrik melalui
kawat penghantar yang ditompang pada tiang listrik. Sedangkan saluran bawah
tanah (underground cable) merupakan sistem penyaluran tenaga listrik melalui
kabel-kabel yang ditanamkan di dalam tanah.
a. Saluran Bawah Tanah (Underground Lines)
Saluran distribusi yang menyalurkan energi listrik melalui kabel yang ditanam
didalam tanah. Kategori saluran distribusi seperti ini adalah yang favorite untuk
pemasangan di dalam kota, karena berada didalam tanah, maka tidak
mengganggu keindahan kota dan juga tidak mudah terjadi gangguan akibat
kondisi cuaca atau kondisi alam. Namun juga memilik kekurangan, yaitu
mahalnya biaya investasi dan sulitnya menentukan titik gangguan dan
perbaikannya. Kedua cara penyaluran memiliki keuntungan dan kerugian
masing- masing. Keuntungan yang dapat diperoleh dari suatu jaringan bawah
tanah adalah bebasnya kabel dari gangguan pohon, sambaran petir maupun dari
gangguan manusia. Kabel-kabel bawah tanah yang digunakan pun banyak sekali
jenisnya selain disebabkan bahan-bahan isolasi plastik yang terus berkembang
maka selalu saja ada tambahan jenis-jenis kabel baru. Keuntungan pemakaian
kabel bawah tanah adalah :
1) Tidak terpengaruh oleh cuaca buruk, bahaya petir, badai, tertimpa pohon,
dsb.
2) Tidak mengganggu pandangan, bila adanya bangunan yang tinggi
3) Dari segi keindahan, saluran bawah tanah lebih sempurna dan lebih indah
dipandang
4) Mempunyai batas umur pakai dua kali lipat dari saluran udara
25
5) Ongkos pemeliharaan lebih murah, karena tidak perlu adanya pengecatan
6) Tegangan drop lebih rendah karena masalah induktansi bisa diabaikan
7) Tidak ada gangguan akibat sambaran petir, angin topan dan badai
8) Keandalan lebih baik
9) Tidak ada korona
10) Rugi-rugi daya lebih kecil.
11) Menciptakan keindahan tata kota.
26
digantung pada isolator antar menara atau tiang distribusi. Keuntungan dari saluran
distribusi adalah lebih murah, mudah dalam perawatan, mudah dalam mengetahui
letak gangguan, mudah dalam perbaikan, dan lainnya. Namun juga memiliki
kerugian, antara lain: karena berada di ruang terbuka, maka cuaca sangat
berpengaruh terhadap keandalannya, dengan kata lain mudah terjadi gangguan,
seperti gangguan hubung singkat, gangguan tegangan lebih karena tersambar petir,
dan gangguan-gangguan lainnya. Dari segi estetika/keindahan juga kurang,
sehingga saluran distribusi bukan pilihan yang ideal untuk suatu saluran distribusi
didalam kota. Jaringan saluran udara baik untuk dipergunakan pada daerah dengan
kepadatan beban yang rendah, karena disini harga pembelian hak jalan untuk
hantaran udara relatif murah, disamping harga materialnya yang murah
dibandingkan dengan jaringan kabel bawah tanah. Keuntungannya adalah :
1) Lebih fleksibel dan leluasa dalam upaya untuk perluasan beban
2) Dapat digunakan untuk penyaluran tenaga listrik pada tegangan diatas 66 kV
3) Lebih mudah dalam pemasangannya.
27
Saluran kabel bawah tanah ini dibuat untuk menghindari resiko bahaya yang terjadi
pada pemukiman padat penduduk tanpa mengurangi keindahan lingkungan. Inti dari
suatu kabel adalah penghantar fase, berikutnya pelindung penghantar, isolator kabel,
selanjutnya pelindung isolator, netral dan terakhir lapisan pembungkus. Kebanyakan
kabel distribusi adalah penghantar tunggal. Jenis kabel yang biasanya digunakan ada
dua jenis, yaitu kabel netral konsentris ( concentric neutral cabel) dan kabel daya
(power cable). Kabel netral konsentris biasanya mempunyai penghantar aluminium,
isolasi dan netral konsentris.
1) Pemanfaatan lingkungan
Masyarakat talaga sudah memanfaatkan bahan untuk rumahnya seperti
batu kali, kayu, bambu, gemutu, rumbia dan daun sagu/ daun kelapa dan dari
alam sekitarnya sejak dahulu dengan mempertimbangkan hari, bulan baik
mengambil dari sumbernya. Untuk kenyamanan didalam ruang sudah
digunakan bukaan jendela sebagai sumber penghawaan alami. Sistem yang
digunakan adalah crossventelation, tetapi satu bukaan untuk satu ruang
bahkan ada yang sama skali tidak mempunyai bukaan jendela.
28
2) Orentasi bangunan
a. Banguan dan arah matahari
Mereka sudah mengenal orentasi bangunan terahadap arah matari, arah
yang terbaik adalah arah menghadap ke matahari terbenam (barat) dan
matahri terbit (timur).
1. Letak Geografis
Kecamatan Danau Teluk merupakan wilayah yang berada dalam Kota Jambi. Salah
satu kecamatan yang terletak di pinggir sungai Batanghari. Luas Kecamatan Danau Teluk
29
15,70 km2 atau sama dengan 7,64% dari luas total kota Jambi. Kecamatan ini secara
administrative berbatasan dengan:
a. Sebelah Utara berbatasan dengan Kecamatan Muaro Sebo, Kab. MuaroJambi.
b. Sebelah Timur berbatasan dengan Kecamatan Pelayangan kota Jambi.
c. Sebelah Selatan berbatasan dengan sungai Batanghari
d. Sebelah Barat berbatasan dengan Kecamatan Jaluko, Kab. Muaro
Jambi.
30
Gambar 2.6. Kondisi Jalan Utama Pemukiman Suku Malayu Tanjung Pasir Sekoja
(Sumber: pola pemukiman malayu Jambi, oleh Budi Arlius Putra, Semarang 2006)
Gambar 2.7. Kondisi Jalan lingkungan Suku Malayu Tanjung Pasir Sekoja
(Sumber: pola pemukiman malayu Jambi, oleh Budi Arlius Putra, Semarang 2006)
6. Fasilitas Umum
Fasilitas ruang terbuka bersama (public open space), umumnya terdapat pada setiap
unit hunian berupa halaman rumah tinggal dan jalan, yang berfungsi sebagai tempat untuk
kegiatan interaksi, memelihara binatang peliharaan atau berkebun yang sifatnya semi
privat. Jalan-jalan selain berfungsi sebagai akses juga merupakan ruang publik. Fasilitas
31
lain yang terdapat pada lingkungan permukiman tersebut adalah masjid yang terletak pada
jalan utama.
Gambar 2.8. Fasilitas Umum Pemukiman Suku Malayu Tanjung Pasir Sekoja
(Sumber: pola pemukiman malayu Jambi, oleh Budi Arlius Putra, Semarang 2006)
Pola permukiman Melayu Jambi yang menonjol pada kawasan ini adalah kesatuan
rumah tinggal, jalan utama, jalan lingkungan/lokal sebagai ruang publik pada kawasan.
Pengelompokan rumah tinggal terjadi baik pada jalan utama maupun pada jalan
lingkungan. Orientasi bangunan umumnya ke arah jalan sebagai akses, kelompok rumah
dibatasi dengan pagar atau tanpa pagar sebagai batas kepemilikan.
32
7. Lingkungan Permukiman
Lingkungan rumah tinggal di tepi jalan utama maupun jalan lingkungan/lokal,
merupakan kelompok rumah tinggal dengan luasan parsil yang bervariasi terdiri dari ruang
privat dan ruang-ruang service. Lingkungan rumah tinggal ini dikelilingi oleh pagar
papan/kayu sebagai batas kepemilikan, namun ada juga yang dibuat tanpa. pagar.
Halaman depan berfungsi sebagai ruang tinggal yang bersifat privat. Konfigurasi bangunan
umumnya tidak simetris, karena selain bangunan induk, turut dipengaruhi oleh adanya
bangunan-bangunan tambahan yang dibuat tanpa perencanaan.
Aksesibilitas rumah tinggal yang terletak pada jalan utama maupun jalan
lingkungan/lokal, umumnya memiliki satu atau lebih akses masuk.Dalam hal ini, akses
utama merupakan akses ke bangunan utama sedangkan akses lain hanya bersifat
tambahan guna mendapatkan kemudahan dalam pencapaian.
33
8. Pola Tata Bangunan Permukiman di Kawasan Tanjung Pasir
Sekoja
bahwa jumlah rumah tinggal di kawasan Tanjung Pasir Sekoja sebanyak 156 buah
pada saat ini terdiri dari rumah permanen maupun rumah non permanen. Rumah tinggal
tersebut sebagian besar memiliki fungsi utama sebagai rumah tinggal dan hanya beberapa
diantaranya memiliki fungsi ganda, yaitu sebagai rumah tinggal dan kios. Tata bangunan
dan orientasi bangunan permukiman di Tanjung Pasir Sekoja sebagian besar menghadap
utara-selatan dengan orientasinya menghadap ke jalan dan sungai, dan sebagian kecil
lainnya menghadap timur-barat. Ditinjau dari usia bangunan rumah tinggal tersebut berusia
relatif muda, karena didirikan oleh penduduk pendatang yang masuk ke dalam lingkungan
Tanjung Pasir Sekoja pada dekade 50-an. Seperti sketsa di bawah ini.
34
Gambar 2.11. Pola pemukiman suku malayu tanjung pasir sekoja
(Sumber: pola pemukiman malayu Jambi, oleh Budi Arlius Putra, Semarang 2006)
Dilihat dari pembagian kapling tanah yang tersedia, maka tanah pada kelompok
permukiman bagian barat yang berpola yang membujur timur barat menyusuri tepi jalan
dan pinggiran sungai, posisi tanah dan luasannya terbatas, sehingga menyebabkan tidak
memungkinkannya membangun rumah dengan orientasi utara-selatan. Apabila dilihat dari
struktur jalan yang ada, jalan setapak dan jalan utama yang membujur di bagian utara dan
timur serta yang melintas di depan rumah tinggal adalah salah satu factor yang kuat yang
berpengaruh terhadapa orientasi bangunan-bangunan baru. Karena pemilik rumah akan
mencari akses yang paling mudah untukmencapai rumah dari jalan yang terdekat.
Dari uraian dan keterangan di atas dapat diketahui pola bangunan,bentuk, dan
karakter jalan-jalan di Tanjung Pasir Sekoja. Jalan di kawasandi Tanjung Pasir Sekoja
dapat dibagi tiga yaitu:
9. Jalan Utama
Jalan-jalan utama di Tanjung Pasir Sekoja terdapat tiga buah yaitu Jalan KM Saleh,
Jalan KM Rojali, Jalan Jepang. Memiliki ciri yang sama, yaitu membujur timur barat.
Gambar 2.12. Pola pemukiman suku malayu tanjung pasir sekoja pada jalan KM saleh
(Sumber: pola pemukiman malayu Jambi, oleh Budi Arlius Putra, Semarang 2006)
35
2) memiliki lebar 6 m.Membujur arah timur barat.
3) Berbentuk curvalinier, dipengaruhi oleh faktor alam,yaitu bentuk sungai.
4) Orientasi bangunan rumah tinggal mayoritas menghadap selatan (tepi sungai).
5) Terdapat jalan-jalan setapak yang menjadi cabang jalan ini.
6) Ujung jalan berawal dari jembatan aur duri, dan berakhir pada wilayah tetangga
Tanjung Raden.
Gambar 2.13. Pola pemukiman suku malayu tanjung pasir sekoja pada jalan KM Rojali
(Sumber: pola pemukiman malayu Jambi, oleh Budi Arlius Putra, Semarang 2006)
36
c. Pola jalan dan orientasi bangunan pada jalan Jepang
Gambar 2.14. Pola pemukiman suku malayu tanjung pasir sekoja pada jalan Jepang
(Sumber: pola pemukiman malayu Jambi, oleh Budi Arlius Putra, Semarang 2006)
37
2.9. Pemukiman Tradisonal Kampung Lawengan Surakarta
2.9.1. Kondisi Geografis
Kampung Laweyan mempunyai luas wilayah 24,83 Ha. Terdiri dari 20,56 Ha. Tanah
pekarangan dan bangunan, sedang yang berupasungai, jalan, tanah terbuka, kuburan
seluas 4,27 Ha. Jenis persil rumah di Laweyan secara garis besar terdiri dari : persil rumah
juragan batik besar (1000m2-3000m2), persil rumah juragan batik sedang (300m2-
1000m2), persil milik buruh batik ( 25m2-100m2) (Widayati, 2002).
38
Gambar 2.15. Peta Kampung Laweyan
(Sumber: pola pemukiman laweyan, oleh Budi Arlius Putra, Semarang 2006)
39
Gambar 2.16. Rumah Kampung Laweyan Da Tata Ruang Rumah Laweyan
(Sumber: pola pemukiman kampung laweyan, oleh Budi Arlius Putra, Semarang 2006)
40
Gambar 2.17. Figure-Ground Kampung Laweyan
(Sumber: pola pemukiman malayu Jambi, oleh Budi Arlius Putra, Semarang 2006)
3. Ruang publilk
Ruang publik adalah ruang dalam suatukawasan yang dipakai masyarakat
penghuninya untuk melakukan kegiatan kontak public. Ruang publik dapat berbentuk
cluster maupun linier dalam ruang terbuka maupun tertutup. Beberapa contoh ruang publik
antara lain : plaza, square, atrium, pedestrian.
41
Menurut Carr et al. dalam Carmona dkk. (2003), ruang publik dalam suatu
permukiman akan berperan secara baik jika mengandung unsur antara lain : comfort,
relaxation, passive angagement,active angagement, discovery.
a. Comfort, merupakan salah satu syarat mutlak keberhasilan ruang publik. Lama
tinggal seseorang berada di ruang public dapat dijadikan tolok ukur comfortable
tidaknya suatu ruang publik. Dalam hal ini kenyamanan ruang publik antara lain
dipengaruhi oleh: environmental comfort yang berupa perlindungan dari pengaruh
alam seperti sinar matahari, angin; physical comfort yang berupa ketersediannya
fasilitas penunjang yang cukup seperti tempat duduk; social and psychological
comfort.
b. Relaxation, merupakan aktifitas yang erat hubungannya dengan psychological
comfort. Suasana rileks mudah dicapai jika badan dan pikiran dalam kondisi sehat
dan senang. Kondisi ini dapat dibentuk dengan menghadirkan unsur-unsur alam
seperti tanaman / pohon, air dengan lokasi yang terpisah atau terhindar dari
kebisingan dan hiruk pikuk kendaraan disekelilingnya.,
c. Passive engagement, aktifitas ini sangat dipengaruhi oleh kondisi lingkungannya.
Kegiatan pasif dapat dilakukan dengan cara duduk-duduk atau berdiri sambil
melihat aktifitas yang terjadi di sekelilingnya atau melihat pemandangan yang
berupa taman, air mancur, patung atau karya seni lainnya.
d. Active engagement, suatu ruang public dikatakan berhasil jika dapat
mewadahiaktifitas kontak / interaksi antar anggotamasyarakat (teman, famili atau
orangasing) dengan baik.
e. Discovery ,merupakan suatu proses mengelola ruang publik agar di dalamnya
terjadi suatu aktifitas yang tidak monoton. Aktifitas dapat berupa acara yang
diselenggarakan secara terjadwal (rutin) maupun tidak terjadwal diantaranya
berupa konser, pameran seni, pertunjukan teater, festival, pasar rakyat (bazaar),
promosi dagang
42
Gambar 2.19. Beberapa Contoh Ruang Publik
(Sumber: pola pemukiman malayu Jambi, oleh Budi Arlius Putra, Semarang 2006)
4. Ruang Publik di Laweyan
Ruang publik di Laweyan berupa ruang terbuka, sebagian jalan (gang), sebagian
ruangruang privat rumah tinggal, langgar dan masjid. Sebagai permukiman tradisional,
ruang–ruang tersebut terletak diantara massa bangunan yang tersusun secara padat dan
berhimpitan dengan space yang relatif sempit.
a. Ruang Publik (Tanah Negara, Masjid dan Langgar)
43
Gambar 2.20. Ruang Publik Kampung Lawengan
(Sumber: pola pemukiman malayu Jambi, oleh Budi Arlius Putra, Semarang 2006)
44