Anda di halaman 1dari 41

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Pengertian judul


1. Perancangan
Perancangan adalah penciptaan secara kreatif dengan menggunakan logika ilmiah
yang sistematis
2. Pemukiman
Permukiman adalah bagian dari lingkungan hidup di luar kawasan lindung, baik yang
berupa kawasan perkotaan maupun perdesaan yang berfungsi sebagai lingkungan tempat
tinggal atau lingkungan hunian dan tempat kegiatan yang mendukung perikehidupan dan 
penghidupan.
Permukiman kumpulan rukun / neighborhood  ”kumpulan perumahan” yang dapat
dikatakan sebagai kota dalam skala kecil.
3. Tradisonal
Tradisi (Bahasa Latin: traditio, “diteruskan”) atau kebiasaan, dalam pengertian yang
paling sederhana adalah sesuatu yang telah dilakukan sejak lama dan menjadi bagian dari
kehidupan suatu kelompok masyarakat, biasanya dari suatu negara, kebudayaan, waktu,
atau agama yang sama.(Sumber: Drs.Rizky Maulana, Kamus Bahasa Indonesia, Hal. 412)
Dari pengertian di atas, maka dapat ditarik kesimpulan, yang dimaksud dengan
“perancangan pemukiman tradisonal” adalah menciptakan sebuah lingkungan tempat
tinggal atau lingkungan hunian diluar kawasan lindung, baik berupa kawasan perkotaan
maupun pedesaan yang mendukung kegiatan pembinaan hidup individu, kelompok
manusia dengan kebiasaan yang dilakukan sejak lama.

2.2. Sejarah Perkembangan Permukiman


Sejarah Perkembangan Permukiman telah ada sejak jaman Dahulu seperti
permukiman jaman bagdad, yang kemudian diikuti oleh Perkembangan mass housing
(kumpulan rumah) dimulainya revolusi industri. Keadaan ini yang kemudian menyebabkan
perkembangan kota yang berdampak pada terjadinya urbanisasi. Sehingga muncul 3
kesepakatan Dunia tentang konsep menangani perkembangan pemukiman:

4
1. Kesepakatan Distockholn (tahun 1972) tentang lingkungan dan pemukiman yang
kemudian menghasilkan Resaphing The International Order (RIO), Keputusan tentang
Lingkungan dan pemukiman.
2. Konfrensi Habitat (1976), yang menghasilkan kesepakatan bagaimana memperbaiki
pemukiman dunia.
3. Agenda 21 (juni 1992 di Brazil) dan setiap 5 tahun ditinjau ulang.
Menurut UU No. 4 tahun 1992 tentang perumahan dan pemukiman adalah bagian dari
lingkungan hidup di luar kawasan lindung, baik yang berupa kawasan perkotaan maupun
perdesaan yang berfungsi sebagai lingkungan tempat tinggal atau lingkungan hunian dan
tempat kegiatan yang mendukung perikehidupan dan penghidupan.

2.3. Pengertian Pola Pemukiman


Pola pemukiman menunjukkan tempat bermukim manusia dan bertempat tinggal
menetap dan melakukan kegiatan/aktivitas sehari-harinya. Permukiman dapat diartikan
sebagai suatu tempat (ruang) atau suatu daerah dimana penduduk terkonsentrasi dan
hidup bersama menggunakan lingkungan setempat, untuk mempertahankan,
melangsungkan, dan mengembangkan hidupnya. Pengertian pola dan sebaran
pemukiman memiliki hubungan yang sangat erat. Sebaran permukiman membincangkan
hal dimana terdapat permukiman dan atau tidak terdapat permukiman dalam suatu
wilayah, sedangkan pola pemukiman merupakan sifat sebaran, lebih banyak berkaitan
dengan akibat faktor-faktor ekonomi, sejarah dan faktor budaya. Dari uraian di atas dapat
disimpulkan bahwa pola pemukiman penduduk adalah bentuk persebaran tempat tinggal
penduduk berdasarkan kondisi alam dan aktivitas penduduknya.

2.3.1. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Pola Pemukiman


Kalau diperhatikan, ternyata bentuk atau pola pemukiman antara daerah satu dengan
daerah lain mempunyai perbedaan. Perbedaan tersebut terjadi, karena faktor geografi
yang berbeda.

5
Secara umum adanya perbedaan pola pemukiman penduduk dipengaruhi oleh
beberapa faktor antara lain:

1. Relief
Permukaan muka Bumi terdiri dari berbagai relief seperti pegunungan, dataran
rendah, perbukitan dan daerah pantai. Kondisi ini menyebabkan penduduk membuat
pemukiman yang sesuai dengan lingkungan tempat ia berada.

2. Kesuburan tanah
Tingkat kesuburan tanah di setiap tempat berbeda-beda. Di daerah pedesaan, lahan
yang subur merupakan sumber penghidupan bagi penduduk. Oleh karena itu mereka
mendirikan tempat tinggal berkumpul dan memusat dekat dengan sumber
penghidupannya.

3. Keadaan iklim
Faktor-faktor iklim seperti curah hujan, intensitas radiasi Matahari dan suhu di setiap
tempat berbeda-beda. Kondisi ini akan berpengaruh terhadap tingkat kesuburan tanah dan
kondisi alam daerah tersebut. Kondisi ini akan berpengaruh pada pola pemukiman
penduduk di daerah itu. Pada daerah dingin seperti pegunungan, dataran tinggi serta di
Kutub utara orang akan cenderung mendirikan tempat tinggal saling berdekatan dan
mengelompok. Sedangkan di daerah panas pemukiman penduduk cenderung lebih
terbuka dan agak terpencar.

4. Keadaan ekonomi
Kegiatan ekonomi seperti pusat-pusat perbelanjaan, perindustrian, pertambangan,
pertanian, perkebunan dan perikanan akan berpengaruh pada pola pemukiman yang
mereka pilih, terutama tempat tinggal yang dekat dengan berbagai fasilitas yang
menunjang kehidupannya, karena hal itu akan memudahkan mereka dalam memenuhi
kebutuhan hidupnya.

6
5. Kultur penduduk
Budaya penduduk yang dipegang teguh oleh suatu kelompok masyarakat akan
berpengaruh pada pola pemukiman kelompok tersebut. Di beberapa daerah tertentu
seperti suku badui di Banten, Suku Toraja di Sulawesi Selatan, Suku Dayak di Kalimantan,
cenderung memiliki pola pemukiman mengelompok dan terisolir dari pemukiman lain.

2.3.2. Jenis - jenis Pola Pemukiman


Pola persebaran pemukiman penduduk dipengaruhi oleh keadaan iklim, keadaan
tanah, tata air, topografi dan ketersediaan sumber daya alam yang terdapat di wilayah
tersebut.
Ada tiga pola pemukiman penduduk dalam hubungannya dengan bentang alamnya,
yaitu sebagai berikut:

1. Sub Kelompok komunitas


Pola permukiman tipe ini berbentuk cluster, terdiri dari beberapa unit atau kelompok
unit hunian, memusat pada ruang-ruang penting, seperti penjemuran, ruang terbuka
umum, masjid dan sebagainya.
Jalan

Gambar 2.1. Pola Pemukiman


(Sumber: Tesis pola pemukiman malayu Jambi, oleh Budi Arlius Putra, Semarang 2006)

7
2. Face to face
Pola permukiman tipe ini berbentuk linier, antara unit-unit hunian sepanjang
permukiman dan secara linier terdapat perletakan pusat aktivitas yaitu tambatan perahu
atau dermaga, ruang penjemuran, pasar dan sebagainya.

Jalan

Gambar 2.2. Pola pemukiman


(Sumber: Tesis pola pemukiman malayu Jambi, oleh Budi Arlius Putra, Semarang 2006)

2.3.3. Struktur Ruang Dalam Pemukiman


1. Linier
Pola permukiman bentuk ini adalah suatu pola sederhana dengan peletakan unit-unit
permukiman (rumah, fasum, fasos dan sebagainya) secara terus menerus pada tepi
sungai dan jalan. Pada pola ini kepadatan tinggi, dan kecenderungan ekspansi
permukiman dan mixed use function (penggunaan lahan beragam).

Gambar 2.3. Pola pemukiman


(Sumber: Tesis pola pemukiman malayu Jambi, oleh Budi Arlius Putra, Semarang 2006)

8
2. Clustered
Pada pola ini berkembang dengan adanya kebutuhan lahan dan penyebaran unit-unit
permukiman telah mulai timbul. Kecenderungan pola ini mengarah pada pengelompokkan
unit permukiman terhadap suatu yang dianggap memiliki nilai ”penting” atau pengikat
kelompok seperti ruang terbuka komunal dalam melakukan aktivitas bersama.

Gambar 2.4. Pola pemukiman


(Sumber: Tesis pola pemukiman malayu Jambi, oleh Budi Arlius Putra, Semarang 2006)

3. Kombinasi
Pola ini merupakan suatu kombinasi antara kedua pola di atas menunjukkan bahwa
selain ada pertumbuhan juga menggambarkan adanya ekspansi ruang untuk kepentingan
lain (pengembangan usaha dan sebagainya). Pola ini menunjukkan adanya gradasi dari
intensitas lahan dan hirarki ruang mikro secara umum.

Gambar 2.5. Pola pemukiman


(Sumber: Tesis pola pemukiman malayu Jambi, oleh Budi Arlius Putra, Semarang 2006)

9
2.4. Persyaratan Suatu Perumahan dan Permukiman
Permukiman dan perumahan yang ideal di kota dapat dirumuskan secara sederhana
sebagaimana disebutkan oleh Sinulingga (1999:187) yaitu :
1. Lokasinya sedemikian rupa sehingga tidak terganggu oleh kegiatan lain
seperti pabrik yang umumnya dapat memberikan dampak jauh dari lokasi pembuangan
sampah, kegiatan industri tidak berbaur dengan lokasi permukiman, menetapkan suatu
jalur hijau keliling lokasi bila terdapat kegiatan industri dan untuk mengurangi
kebisingan dibuat jalan kolektor serta diadakan pengaturan garis sempadan jalan.
2. Mempunyai akses terhadap pusat – pusat pelayanan seperti, pelayanan
pendidikan, kesehatan, perdagangan. Aspek ini dicapai dengan membuat jalan dan
sarana transportasi pada permukiman tersebut dan akses ini juga harus mencapai
perumahan secara individual dengan mengadakan jalan lokal dan terminal transportasi
pada lingkungan permukiman tersebut.
3. Mempunyai fasilitas drainase, yang dapat mengalirkan air hujan dengan
cepat dan tidak sampai menimbulkan genangan air walau hujan lebat sekalipun. Hal ini
hanya mungkin apabila sistim drainase pada permukiman tersebut dapat dihubungkan
dengan saluran pengumpul atau saluran utama dari sistim perkotaan. Disamping terkait
dengan sistim pembuangan keluar dari lokasi ini, maka sistim yang di dalam juga harus
memenuhi ketentuan teknis sehngga dapat mengalirkan air dengan mudah.
4. Mempunyai fasilitas penyediaan air bersih, berupa jaringan distribusi yang
siap disalurkan ke masing – masing rumah. Ada juga lingkungan permukiman yang
belum juga memiliki jaringan distribusi ini, sehingga apabila ingin membangun
perumahan harus membangun jaringan distribusi terlebih dahulu, atau mengadakan
pengolahan air sendiri idealnya setiap rumah dapat dilayani oleh fasilitas air bersih
untuk masyarakat berpenghasilan rendah. Hal ini kadang – kadang tidak mungkin
dilakukan karena tidak mampu memikul biaya sambungan. Oleh karena itu akan
dilayani oleh kran umum ataupun tangki – tangki air bersih. Penyediaan air bersih
sedemikian pentingnya karena air bersih adalah kebutuhan utama manusia bahkan
seluruh mahluk hidup.
5. Dilengkapi dengan fasilitas pembuangan air kotor / tinja, yang dapat
dibuat dengan sistim individual, yaitu tangki septik dan lapangan rembesan ataupun

10
tangki septik komunal. Untuk perumahan dengan bangunan yang padat, maka perlu
dibuat sistim perpipaan air kotor.
2.4.1. Standar minimal Prasarana Lingkungan Permukiman
1. Jenis Prasarana Lingkungan, Secara umum prasarana lingkungan dikenal sebagai
utilities dan amenities atau disebut juga wisma, marga, suka dan penyempurna. Lebih
spesifik lagi, jenis-jenis tersebut adalah fasilitas, sistim jaringan sirkulasi, drainasi dan
kesehatan lingkungan. Rumah harus memenuhi persyaratan rumah sehat. Dalam UU
Nomor 23 Tahun 1992 tentang “Kesehatan” ditegaskan, bahwa kesehatan lingkungan
untuk mewujudkan derajat kesehatan masyarakat yang optimal, dilakukan antara lain
melalui peningkatan sanitasi lingkungan pada tempat tinggal maupun terhadap bentuk
atau wujud substantifnya berupa fisik, kimia atau biologis termasuk perubahan perilaku
yang diselenggarakan untuk mewujudkan kualitas lingkungan yang sehat, yaitu
keadaan lingkungan yang bebas dari risiko yang membahayakan kesehatan dan
keselamatan hidup manusia.
2. ketentuan Besaran fasilitas secara umum diturunkan dari kebutuhan penduduk atas
fasilitas tersebut. Secara normatif standart kebutuhan diukur per satuan jumlah
penduduk tertentu sesuai dengan kebutuhannya:
a. 1 TK untuk tiap 200 KK
b. 1 SD untuk tiap 400 KK
c. 1 Puskesmas Pembantu untuk tiap 3000 KK
d. 1 Puskesmas untuk tiap 6000 KK.
Disamping besaran jumlah penduduk, dapat pula diturunkan dari jumlah unit rumah
yang dilayani, satu satuan luas atau satuan wilayah administrasi yang dilayani. Misalnya 1
puskesmas per Kecamatan.
Berdasarkan Direktorat Jenderal Cipta Karya (1980) mengemukakan tingkat
kebutuhan prasarana lingkungan perumahan :
1. Drainase
Saluran drainase dalam lingkungan dapat dibagi atas :
a. Saluran drainase kuarter, digunakan pada jalur raya yang
berjarak minimal 100 meter dari jalan yang sejajar dengan jalan tersebut, dan tidak
menerima air limpahan kiriman dari saluran sebelumnya atau dengan kata lain

11
drainase dengan luas daerah aliran maksimum 2 Ha (untuk daerah dengan topografi
datar).
b. Saluran drainase tersier, digunakan pada jalur jalan raya
yang berjarak maksimal 200 meter dari jalan yang sejajar dengan jalan tersebut,
dan dapat menerima air limpahan dari saluran sebelumnya. Atau dengan kata lain
drainase dengan luas daerah aliran maksimum 4 hektar.
c. Saluran drainase sekunder, digunakan pada jalur jalan raya
yang berjarak maksimal 500 meter dari jalan yang sejajar dengan jalan tersebut,
dan dapat menerima limpahan air kiriman dari saluran sebelumnya. Atau dengan
kata lain drainase dengan luas daerah aliran maksimum 15 hektar.

2. Prasarana Air Bersih


Pemenuhan kebutuhan air bersih diperoleh dari PDAM (Sambungan Rumah dan
Hidran Umum), Sumur Galian (SG), Penampungan Air Hujan (PAH) dan Mata Air.
Penyediaan air bersih umum atau hydran umum bagi kawasan permukiman dipakai
standar luas wilayah, yaitu hydran umum kapasitas 3m 3 sebanyak 1 buah untuk setiap 1
ha, MCK 1 buah untuk 1 ha.

3. Persampahan
Standar persyaratan fasilitas persampahan yang harus dipenuhi disesuaikan dengan
pengelolaan Dinas Kebersihan.
a. Bak ditaruh di atas selokan yang ada di samping setiap jalan, untuk setiap rumah.
b. Ukuran tiap bak sampah adalah 1,5 meter panjang, 1 meter lebar, 1 meter tinggi di
letakkan di beberapa tempat di ujung jalan setapak.
c. Satu bak sampah dimaksudkan untuk menampung sampah dari 100 meter panjang
jalan setapak atau atau 40 keluarga rumah untuk 2 hari dengan penjelasan sebagai
berikut : rata-rata tiap keluarga terdiri dari 5 orang menghasilkan sampah 15 liter jadi
untuk 40 keluarga akan menampung sampah :40 x 15 x 2 = 1.200 liter
d. Jumlah gerobak sampah ditentukan oleh ketersediaan tenaga perorangan
pendorongnya dan berdasarkan pada jumlah jam kerja. Gerobak ini juga bias
melewati jalan setapak dengan lebar kurang dari 0,80 meter.

12
e. Untuk mengamankan terhadap kemungkinan efisiensi yang lebih kecil maka jumlah
gerobak atau orang bisa ditambah 1 untuk tiap lingkungan, maka untuk panjang
jalan setapak : (1) < 900 m diperlukan 2 gerobak, 900 m < 1.800 m diperlukan 3
gerobak, 1800 m < 2.700 memerlukan 4 gerobak dan seterusnya.

4. Jalan Lingkungan
Sesuai dengan standar perencanaan dari World Bank Report (WBAR) Laporan Bank
Dunia dan pedoman Dinas kebersihan tentang jalan lingkungan dijelaskan, bahwa jalan
lingkungan adalah jalan yang hanya melayani suatu lingkungan tertentu misalnya dalam
lingkungan perumahan atau tempat tinggal dan lain-lain yang menghubungkan langsung
dengan jalan utama.
Adapun standar atau persyaratan jalan lingkungan langsung dengan jalan utama.
Rumah-rumah di dalam jarak maksimal 100 meter dari jalan satu arah. Sedangkan jarak
dari rumah ke jalan kendaraan sebaiknya 1 – 3 meter dan lebar jalan kendaraan yang
diperkeras (aspal) minimal 3 meter untuk ROW atau bahu jalan minimal 4 meter dengan
air hujan atau air kotor pada kedua sisinya.

5. Jalan Setapak (foot-Parth)


Sesuai yang dianjurkan oleh “Trans Asia Engineering Associates (persyaratan
pembangunan Aisia) diharuskan mengikuti atau memenuhi standard dan persyaratan
sebagai berikut :
a. Jalan setapak dapat melayani semua rumah-rumah di dalam jarak 20 meter dari
jalan.
b. Lebar jalan setapak menurut WBAR adalah 1.50 – 1.30 meter untuk ROW 3.00 –
6.00 meter berikut ruang untuk 1 sisi atau 2 sisi selokan.
c. Menurut Pedoman Dinas kebersihan dan kesehatan adalah 1.20 meter untuk ROW
3 meter saluran dapat digunakan berupa saluran terbuka atau dibawah tanah,
tergantung dari keadaan lingkungan setempat sedangkan bahu yang tidak
mendapat perkerasan dapat dimanfaatkan untuk menanam pohon.
d. Menurut pengalaman atau pengamatan yaitu 0.80 – 2.00 meter untuk ROW 1.00 –
3.00 meter berikut ruang untuk 1 dan 2 sisi daluran, sedangkan bahu kalau perlu
ditiadakan bila memang lahan yang tersedia tidak memungkinkan.

13
6. Sanitasi mandi, cuci, kotoran (MCK)
Trans Asia Engineering Associates menyusun petunjuk perencanaan untuk
Departemen Pekerjaan Umum Dirjen Cipta Karya untuk pelaksanaan perencanaan fasilitas
sanitasi, antara lain :
a. WBAR menyebutkan bahwa fasilitas ini dapat berupa MCK dengan dasar
pemakaian 1 jongkok kakus untuk 12 keluarga.
b. Pedoman Dinas kebersihan dan kesehatan.
1) MCK harus dibuat dari bangunan bata
2) Kotoran manusia harus dialirkan ke septik tank yang hendaknya terbuat dari
beton bertulang.
3) Letak septik tank minimal 15 meter dari sumber air yang masih digunakan
4) Septik tank ; kapasitas sebesar 2.5 m3 untuk tiap unit (4 tempat duduk).
c. Tingkat Pelayanan
Tingkat fasilitas pelayanan pribadi pada rumah tangga menggunakan tangki septik
maupun cubluk sebesar 80% dari jumlah rumah dimana untuk 1 (satu) rumah dilayani
oleh 1 kakus. Tingkat fasilitas pelayanan komunal untuk beberapa rumah tangga
menggunakan MCK yang dilengkapi tangki septik dan bak peresapan yang dapat
melayani 20% dari jumlah rumah dimana untuk 1 (satu) MCK dapat melayani 25 KK.

2.4.2. Persyaratan Kesehatan Perumahan dan Lingkungan Pemukiman menurut


Kepmenkes No 829/Menkes/SK/VII/1999
1. Lokasi
a. Tidak terletak pada daerah rawan bencana alam seperti bantaran sungai, aliran
lahar, tanah longsor, gel tsunami, daerah gempa, dll
b. Tidak terletak pada daerah bekas TPA sampah atau bekas tambang
c. Tidak terletak pada daerah rawan kecelakaan dan daerah kebakaran seperti jalur
pendaratan penerbangan.

14
2.  Kualitas udara
a. Gas H2S dan NH3 secara biologis tidak terdeteksi
b. Debu dengan diameter kurang dari 10 ug maks 150 ug/m3
c. Debu mak 350 mm3/m2 perhari

3.  Kebisingan dan Getaran


a. Kebisingan dianjurkan 45 dB A, mak 55 dB. A
b. Tingkat getaran mak 10 mm /detik

Prasarana dan Sarana Lingkungan Pemukiman:


1) Memiliki taman bermain untuk anak, sarana rekreasi kel dengan konstruksi yang
aman dari kecelakaan
2) Memiliki sarana drainase yang tidak menjadi tempat perindukan vektor penyakit
3) Memiliki sarana jln lingk dengan ketentuan konstruksi jln tidak menganggu
kesehatan, konstruksi trotoar tidak membahayakan pejalan kaki dan penyadang
cacat, jembatan harus memiliki pagar pengaman, lampu penerangan jalan tidak
menyilaukan mata
4) Tersedia cukup air bersih sepanjang waktu dengan kualitas air yang memenuhi
persyaratan kesehatan
5) Pengelolaan pembuangan sampah rumah tangga harus memenuhi syarat
kesehatan
6) Pengelolaan pembuangan tinja dan limbah RT harus memenuhi syarat kesehatan
7) Memiliki akses terhadap sarana pelayanan kesehatan, kom, tepatmpat kerja, tem
hiburan, tempat pendidikan, kesenian, dll
8) Pengaturan instalasi listrik harus menjamin keamanan penghuninya
9) Tempat pengelolaan makanan harus menjamin tidak terjadi kontaminasi makanan
yg dapat menimbulkan keracunan

15
2.4.3. Standart Minimal Komponen Fisik Prasarana lingkungan Permukiman

1. Jaringan Jalan -Jarak minimum setiap rumah 100 m dari jalan kendaraan satu arah dan
300 m dari jalan 2 arah. -Lebar perkerasan minimum untuk jalan 2 arah 4 m.
-Kepadatan jalan minimal 50-100 m/ha untuk jalan 2 arah. -Pedestrian yang diperkeras
minimal berjarak 20 m,dengan perkerasan 1-3 m.
2. Air bersih (kran umum) -Kapasitas layanan minimum 201/org/hari -Kapasitas jaringan
jaringan minimum 60 lt/org/hr -Cakupan layanan 20-50 kk/unit
3. jaringan jalan harus mampu melayani kepentingan mobil kebakaran. Disamping itu,
maksimal 15 menit jalan kaki harus terlayani oleh angkutan umum. Dimensi minimal
pejalan kaki sebanding dengan lebar gerobag dorong/beca.
4. kran umum didasarkan atas jumlah pelanggan PAM dan kualitas air setempat.
5. Persampahan - Minimal jarak TPS/Transfer - Depo 15 menit perjalanan gerobag
sampah - Setiap gerobag melayani 30 sampai 50 unit rumah - Pengelolaan sampah
lingkungan ditangani masyarakat setempat.
6. Drainase -Jaringan drainasi dibangun memanfaatkan jaringan jalan dan badan air yang
ada. -Dimensi saluran diperhitungkan atas dasar layanan ( coverage
area) blok/lingkungan bersangkutan. Penempatan saluran memperhitungkan ketersedi
a-an lahan (dapat disamping atau dibawah jalan). Jika tidak tersambung dengan sistim
kota ,harus disiapkan resapan setempat atau kolam retensi. Pada prinsipnya,
lingkungan harus bersih dari pencemaran limbah rumah tangga. Pelayanan sampah
sangat tergantung pada sistim penanganan lingkungan/sektor kota. Pada prinsipnya
pelayanan sampah yang dikelola lingkungan mampu dikelola oleh lingkungan yang
yang bersangkutan Bentuk penangananya dapat merupakan bagian dari sistim jaringan
kota atau sistim setempat. Sumber: (Dasar-dasar Perencanaan Perumahan oleh
Dpusbindiklatren Bappena) (2003: 2-4)

16
2.4.4. Elemen Dasar Perumahan Permukiman
Dari pengertian perumahan permukiman dapat disimpulkan bahwa permukiman terdiri
dari dua bagian yaitu: manusia (baik sebagai pribadi maupun dalam hubungan sosial) dan
tempat yang mewadahi manusia yang berupa bangunan (baik rumah maupun elemen
penunjang lain). Menurut Constantinos A. Doxiadis (1968: 21-35) ada lima elemen dasar
permukiman:
1. Nature (alam) yang bisa dimanfaatkan untuk membangun rumah dan difungsikan
semaksimal mungkin,
2. Man (manusia) baik pribadi maupun kelompok,
3. Society (Masyarakat) bukan hanya kehidupan pribadi yang ada tapi juga hubungan
sosial masyarakat,
4. Shells (rumah) atau bangunan dimana didalamnya tinggal manusia dengan fungsinya
masing-masing,
5. Networks (jaringan atau sarana prasarana) yaitu jaringan yang mendukung fungsi
permukiman baik alami maupun buatan manusia seperti jalan lingkungan, pengadaan
air bersih, listrik, drainase, dan lain-lain. Dalam membicarakan alam adalah alam pada
saat permukiman akan dibangun, bukan kondisi pada suatu saat dimasa lampau.
Karena seiring berjalannya waktu, alam pun mengalami perubahan .
Kondisi alam pada waktu manusia pada jaman purba dengan kondisi sekarang
sangatlah berbeda.Untuk mencapai tujuan permukiman yang ideal sangatlah dipengaruhi
oleh kelima elemen dasar tersebut.Yaitu kombinasi antara alam, manusia, bangunan,
masyarakat dan sarana prasarana. Elemen dasar tersebut dapat dijabarkan sebagai
berikut:
1. Alam: iklim, kekayaan alam, topografi, kandungan air, tempat tumbuh tanaman,
tempat binatang hidup.
2. Manusia: kebutuhan biologi (ruang, udara, air, suhu,dll), rasa, kebutuhan emosi
(hubungan manusia, keamanan, keindahan, dll), nilai moral dan budaya.
3. Masyarakat: kepadatan penduduk, tingkat strata, budaya, ekonomi, pendidikan,
kesehatan, hiburan, hukum.
4. Bangunan: rumah, fasilitas umum (sekolah, rumah sakit, perdagangan, dll), tempat
rekreasi, perkantoran, industri, transportasi.

17
5. Sarana prasarana: jaringan (sistim air bersih, listrik, jalan, telepon, TV), sarana
transportasi, drainase, sampah, MCK.

2.5. Bentuk Perubahan Lingkungan Permukiman Kearah Kekumuhan


Ada dua pendekatan dalam menangani lingkungan kumuh ini menurut Drs.
Komarudin, MA (1997: 85) yaitu:
1. Penggunaan/pemindahan teknologi (technological transfer) dan
2. Penangannan sendiri (self reliant technology)
Dalam kaitannya dengan dua hal tersebut diatas ada tujuh belas hal sulitnya
menangani masalah lingkungan permukiman ini:
a. High rise building (bangunan tinggi) yang akan ditangani oleh penghuni
pendekatan dengan dua tahap yaitu penataan lingkungan dan peremajaan pada
bagian yang sangat kumuh.
b. Perlu koordinasi terpadu, dimana semua instansi terkait harus mensukseskan
program peremajaan lingkungan kumuh ini.
c. Pengelola program peremajaan lingkungan kumuh ini harus berpandangan
obyektif dan luas serta harus melihat kepentingan pemerintah dan masyarakat
yang bersangkutan.
d. yang tergusur, memerlukan biaya yang besar karena biaya yang digunakan bukan
hanya untuk membangun kamar tidur saja.
e. Peremajaan lingkungan kumuh, yang merupakan proyek yang besar (large
project). Jadi harga dipertimbangkan dengan matang dan harus dipikirkan masak-
masak karena menyangkut banyak orang yang akan digusur atau dimukimkan
kembali,
f. Adanya dualisme antara peremajaan lingkungan dengan penataan lingkungan.
Penghuni rumah kumuh biasanya masih lebih senang tinggal di rumah kumuhnya
daripada di rumah sewa bertingkat (rusunawa).
g. Banyak peremajaan lingkungan kumuh yang tidak melalui survey sosial (social
survey) tentang karakteristik penduduk yang akan tergusur.

18
h. Banyak peremajaan lingkungan kumuh yang kurang memperhatikan kelengkapan
lingkungan seperti taman, tempat terbuka, tempat rekreasi, sampah, pemadam
kebakaran dan tempat bermain anak. Karena hal tersebut memerlukan biaya
besar.
i. Tenaga yang bergerak di dalam program peremajaan lingkungan kumuh tidak
profesional.
j. Penggusuran (squater clearance) sering diartikan jelek, padahal pemerintah
berusaha meremajakan lingkungan dan memukimkan penduduk ke lingkungan
yang lebih baik
k. Keterbatasan lahan (land shortage). Dalam melaksanakan peremajaan lingkungan
kumuh harus memilih lokasi yang tepat dan disesuaikan dengan tujuannya dan
konsumen yang akan menempati.
l. Belum kuatnya dana pembangunan perumahan (no housing finance).
m. Perlu lingkungan hidup yang baik (the nice environment).
n. Perlu diciptakan kebersamaan antar warga.
o. Belum berkembangnya prinsip relationship. Dalam melakukan peremajaan
lingkungan kumuh, harus dilakukan pendekatan yang manusiawi tanpa kekerasan.
p. Sulitnya menegakkan hukum (upholding the law) Akan diperlukan waktu yang
lama untuk mengubah pola hidup masyarakat kumuh untuk dibawa ke lingkungan
permukiman yang teratur.
q. Perlu adanya informasi kepemilikan, di lingkungan kumuh masyarakat merasa
memiliki rumah tapi di lingkungan yang baru mereka harus menyewa, jadi perlu
diadakan penyuluhan yang terus menerus.
r. Mawas diri (knowing our limit) Jika dana terbatas hendaklah jangan mengadakan
peremajaan secara besar-besaran. Mungkin bisa diadakan

2.5.1. Dampak Dari Masalah Lingkungan Permukiman Kumuh


Lingkungan pemukiman kumuh memberi dampak yang bersifat multi dimensi
diantaranya dalam dimensi penyelenggaraan pemerintahan, tatanan sosial budaya,
lingkungan fisik serta dimensi pilitis.
Di bidang penyelenggaraan pemerintahan, keberadaan lingkungan permukiman
kumuh memberikan dampak citra ketidakberdayaan, ketidakmampuan dan bahkan

19
ketidakpedulian pemerintah terhadap pengaturan pelayanan kebutuhan-kebutuhan hidup
dan penghidupan warga kota maupun pendatang dan pelayanan untuk mendukung
kegiatan sosial budaya, ekonomi, teknologi, ilmu pengetahuan, dan sebagainya.
Dampak terhadap tatanan sosial budaya kemasyarakatan adalah bahwa komunitas
yang bermukim di lingkungan permukiman kumuh yang secara ekonomi pada umumnya
termasuk golongan masyarakat miskin dan berpenghasilan rendah, seringkali dianggap
sebagai penyebab terjadinya degradasi kedisiplinan dan ketidaktertiban dalam berbagai
tatanan sosial kemasyarakatan.
Di bidang lingkungan/hunian komunitas penghuni lingkungan permukiman kumuh
sebagian besar pekerjaan mereka adalah tergolong sebagai pekerjaan sektor informal
yang tidak memerlukan keahlian tertentu, misalnya sebagai buruh kasar / kuli bangunan,
sehingga pada umumnya tingkat penghasilan mereka sangat terbatas dan tidak mampu
menyisihkan penghasilannya untuk memenuhi kebutuhan perumahan dan permukiman
sehingga mendorong terjadinya degradasi kualitas lingkungan yang pada gilirannya
munculnya permukiman kumuh. Keberadaan komunitas yang bermukim di lingkungan
permukiman kumuh ini akan cenderung menjadi lahan subur bagi kepentingan politis
tertentu yang dapat dijadikan sebagai alat negosiasi berbagai kepentingan. Fenomena ini
apabila tidak diantisipasi secara lebih dini akan meningkatkan eskalasi permasalahan dan
kinerja pelayanan kota.

2.6. Persyaratan Rumah Tinggal Menurut Kepmenkes No. 829/ Menkes/ SK/ VII /1999
1. Tidak terbuat dari bahan yang dapat melepapaskan bahan yang dapat membahayakan
kesehatan, Antara lain: debu total kurang dari 150 ug/m2, asbestos kurang dari 0,5
serat/m3 per 24 jam, plumbum (Pb) kurang dari 300 mg/kg
2. Tidak terbuat dari bahan yang dapat menjadi tumbuh dan bekembangnya
mikroorganisme patogen
a. Bahan bangunan
1) Lantai kedap air dan mudah dibersihkan
2) Dinding rumah memiliki ventilasi, dikamar mandi dan kamar cuci kedap air dan
mudah dibersihkanLangit-langit rumah mudah dibersihkan dan tidak rawan
kecelakaan
3) Ada penangkal petir

20
4) Ruang ditata sesuai dengan fungsi dan peruntukannya
5) Dapur harus memiliki sarana pembuangan asap

b. Pencahayaan
Pencahayaan alam dan/ atau buatan langsung maupun tidak langsung dapat
menerangi seluruh ruangan dengan intensitas penerangan 60 lux dan tidak
menyilaukan mata.

c. Kualitas udara
1) Suhu udara nyamannya 18-30 0 c
2) Kelembaban udara 40-70 %
3) Gas CO2 kurang dari 0,10 ppm/24 jam
4) Pertukaran udara

2.6.1. Rumah Sehat (layak huni)


Pengertian rumah sehat adalah rumah yang dapat memenuhi kebutuhan rohani dan
jasmani secara layak sebagai suatu tempat tinggal atau perlindungan dari pengaruh alam
luar. Kebutuhan jasmani misalnya terpenuhi kebutuhan jasmani sperti membaca, menulis,
istirahat dan lain-lain. Kebutuhan rohani misalnya , perlindungan terhadap penyakit, cuaca,
angin dan sebaginnya.

1. Lingkungan Rumah
Hal–hal yang perlu diperhatikan dalam lingkungan rumah apabila menghendaki suatu
linkungan yang baik dan sehat adalah:
a. Sampah–sampah di tempat tinggal dapat ditanggulangi dengan cara dibuang
dilokasi pembuangan sampah (yang jauh dari lingkungan tempat tinggal), atau
dengan pembuatan lubang sampah, dengan menimbun atau dikelolah untuk
dibuat pupuk kandang.

21
b. Genangan air, air tidak boleh tergenang lebih dari seminggu, karena dapat
dijadikan tempat berkembang biaknya nyamuk, masalah ini dapat diatasi dengan
pembuatan parit – parit atau selokan agar air dapat mengalir.
c. Sumber Air (sumur), konstruksinya baik dan memenuhi syarat, perlu diperhatikan
saat membuat sumur, jarak minimal dari sumber air kotor (septick tank, sumur
resapan, saluran air kotor yg tidak kedap air) adalah 7 meter, agar sumur tidak
tercemar.
d. Tanaman disekitar rumah, pepohonan yang rindang akan mengakibatkan
lingkungan yang gelap dan lembab, diusahakan agar sinar matahari pagi dapat
menyinari rumah, tanpa terhalang oleh pepohonan
e. Kadang hewan (biasanya untuk rumah di pedesaan), letaknya diusahakan agar
tidak terlalu dekat dengan rumah terutama pembungan kotoran.

2. Konstruksi rumah
a. Konstruksi Bambu. Apabila usuk menggunakan
bambu, harus diperhatikan dalam pemotongan bambu, diusahakan pemotongannya
tepat pada ruas, bila tidak ujung bambu, agar tidak lembab dan menjadi sarang
tikus.
b. Lantai rumah. Harus selalu kering, maka tinggi lantai
harus disesuaikan dengan kondisi setempat, lantai harus lebih tinggi dari muka
tanah.
c. Penempatan langit-langit. Dibuat sedemikian rupa,
sehingga masih ada ruang antara, adanya ruang tersebut antara atap dan langit-
langit, agar orang dapat masuk kedalamnya untuk membersihkan ruang dan
perbaikan.
d. Dinding Rumah. Apabila dibuat dinding rangkap tidak
boleh ada ruang antara, karna akan menjadi sarang tikus, dan bila terbuat dari bata
atau sejenisnya diusahakan menggunakan komposisi campuran yg benar dapat
dilihat disini.
e. Sudut Kemiringan atap.Kemiringang atap disesuaikan
dengan bahan yang akan dipakai, agar air hujan dapat mengalir dengan baik.
1) Atap dari bahan alam = 30 derajat

22
2) Atap genteng = 25 derajat
3) Atap asbes,seng =15 derajat

3. Kebutuhan Udara

a. Pada daerah tropis, setiap orang membutuhkan hawa udara 500 lt/jam sampai
dengan 1500 lt/jam.
b. Kecepatan angin atau udara yang melaluli ventelasi pada ketinggian 2 meter dari
muka tanah rata-rata sekitar 0,01 – 0,5 m/lt. Pada rumah sehat kebutuhan udara
tersebut dapat dipenuhi dengan memperhatikan lubang ventelasi pada rumah
tersebut. Koefesien K = (0,6 – 0,8 untuk arah angin ventelasi), (0,3 – 0,4 untuk arah
angin dating bersudut 45).
Perbandingan luas jendela dengan luas lantai:
Ruang kerja , luas jendela 1/5 atau 1/3 luas lantai
1) Ruang sekolah, luas jendela 1/6 atau 1/3 luas lantai
2) Ruang kediaman, luas jendela luas lantai
3) Ruang orang sakit, luas jendela 1/5 atau 1/4 luas lantai
4) Sudut datang lebih besar atau sama denga 27 derajat.
5) Sudut lihat lebih besar 5 derajat.

4) Persyaratan Rumah Dan Pemukiman Sehat 


Berikut ini akan lebih menekankan pada penetapan sebuah rumah sehat. Jadi sebuah
rumah sehat meliputi beberapa persyaratan sebagai berikut :
a. Sistem pengadaan air baik
b. Fasilitas untuk mandi baik
c. Sistem pembuangan limbah baik
d. Sistem pembuangan tinja baik
e. Ventilasi
f. Pencahayaan
g. Kebisingan
h. Kekuatan bangunan
i. Letak rumah

23
Berbicara tentang letak sebuah rumah yang sehat, maka harus termasuk di dalamnya
beberapa persyaratan dibawah ini :

1. Permukaan tanah
a. Tanah rendah
b. Tanah ideal adalah tanah yang kering
c. Tanah timbun yang kurang padat juga tidak baik
d. Letak rumah harus ideal dengan permukaan bangunan
lainnya

2. Arah Rumah
a. Matahari terbit
b. Sebaiknya daerah terbuka
c. Jangan menghadap daerah dengan hempasan angin yang kuat

Dalam membuat sebuah rumah pasti dibutuhkan adanya sebuah desian, Adapun
manfaat adanya desian adalah :
1. Pemilik tahu pasti bentuk rumah yang akan dibangun
2. Kontraktor tahu pasti sesuai dengan persetujuan pemilik
3. Penguasa dapat mencek apakah tidak melanggar peraturan

2.7. Sandaran teori terhadap perancangan


2.7.1. Pertumbuhan penduduk pemukiman
Jumlah penduduk pada tahun akhir dikurangi jumlah penduduk tahun awal, kemudian
hasilnya dibagi jumlah penduduk tahun akhir. Untuk mengetahui persentase pertumbuhan
maka hasil perhitungan dikalikan 100 persen. (sumber:www.google.com.http//.analisis laju
jumlah penduduk).

2.7.2. Sistem jaringan listrik underground


Underground adalah jaringan listrik bawah tanah. Jaringan distribusi bawah tanah
dewasa ini telah banyak digunakan, terutama untuk perkotaan atau wilayah tertentu yang
menonjolkan unsur estetika. Hal ini disebabkan, distribusi bawah tanah tersembunyi

24
dibandingkan dengan saluran udara dan lebih handal. Salah satu dari penggunaan
jaringan distribusi bawah tanah adalah untuk jaringan distribusi perumahan (underground
residential distribution = URD). Beberapa fasilitas juga menggunakan konstruksi jaringan
bawah tanah seperti industri dan pusat-pusat layanan komersial. Penggunaan lain dari
saluran bawah tanah seperti jaringan yang melewati sungai, jalan tol atau pada
persilangan saluran transmisi.
1. Perbandingan Antara Saluran Udara dan Saluran Bawah Tanah
Berdasarkan pemasangannya, saluran distribusi dibagi menjadi dua kategori, yaitu,
saluran udara (overhead line) merupakan sistem penyaluran tenaga listrik melalui
kawat penghantar yang ditompang pada tiang listrik. Sedangkan saluran bawah
tanah (underground cable) merupakan sistem penyaluran tenaga listrik melalui
kabel-kabel yang ditanamkan di dalam tanah.
a. Saluran Bawah Tanah (Underground Lines)
Saluran distribusi yang menyalurkan energi listrik melalui kabel yang ditanam
didalam tanah. Kategori saluran distribusi seperti ini adalah yang favorite untuk
pemasangan di dalam kota, karena berada didalam tanah, maka tidak
mengganggu keindahan kota dan juga tidak mudah terjadi gangguan akibat
kondisi cuaca atau kondisi alam. Namun juga memilik kekurangan, yaitu
mahalnya biaya investasi dan sulitnya menentukan titik gangguan dan
perbaikannya. Kedua cara penyaluran memiliki keuntungan dan kerugian
masing- masing. Keuntungan yang dapat diperoleh dari suatu jaringan bawah
tanah adalah bebasnya kabel dari gangguan pohon, sambaran petir maupun dari
gangguan manusia. Kabel-kabel bawah tanah yang digunakan pun banyak sekali
jenisnya selain disebabkan bahan-bahan isolasi plastik yang terus berkembang
maka selalu saja ada tambahan jenis-jenis kabel baru. Keuntungan pemakaian
kabel bawah tanah adalah :
1) Tidak terpengaruh oleh cuaca buruk, bahaya petir, badai, tertimpa pohon,
dsb.
2) Tidak mengganggu pandangan, bila adanya bangunan yang tinggi
3) Dari segi keindahan, saluran bawah tanah lebih sempurna dan lebih indah
dipandang
4) Mempunyai batas umur pakai dua kali lipat dari saluran udara

25
5) Ongkos pemeliharaan lebih murah, karena tidak perlu adanya pengecatan
6) Tegangan drop lebih rendah karena masalah induktansi bisa diabaikan
7) Tidak ada gangguan akibat sambaran petir, angin topan dan badai
8) Keandalan lebih baik
9) Tidak ada korona
10) Rugi-rugi daya lebih kecil.
11) Menciptakan keindahan tata kota.

Adapun kerugian atau kelemahan dari penggunaan jaringan kabel bawah


tanah ialah sebagai berikut :

1. Harga kabel yang relatif mahal


2. Gangguan yang terjadi bersifat permanen
3. Tidak fleksibel terhadap perubahan jaringan
4. Waktu dan biaya untuk menanggulangi bila terjadi gangguan lebih lama dan
lebih mahal
5. Biaya investasi pembangunan lebih mahal dibanding-kan dengan saluran
udara
6. Saat terjadi gangguan hubung singkat, usaha pencarian titik gangguan tidak
mudah (susah)
7. Perlu pertimbangan-pertimbangan teknis yang lebih mendalam di dalam
perencanaan, khususnya untuk kondisi tanah yang dilalui
8. Hanya tidak dapat menghindari bila terjadi bencana banjir, desakan akar
pohon, dan ketidakstabilan tanah
9. Biaya pemakaian lebih besar atau lebih mahal
10.Sulit mencari titik kerusakan bila ada gangguan

b. Saluran Udara (Overhead Lines)


Saluran distribusi yang menyalurkan energi listrik melalui kawat-kawat yang

26
digantung pada isolator antar menara atau tiang distribusi. Keuntungan dari saluran
distribusi adalah lebih murah, mudah dalam perawatan, mudah dalam mengetahui
letak gangguan, mudah dalam perbaikan, dan lainnya. Namun juga memiliki
kerugian, antara lain: karena berada di ruang terbuka, maka cuaca sangat
berpengaruh terhadap keandalannya, dengan kata lain mudah terjadi gangguan,
seperti gangguan hubung singkat, gangguan tegangan lebih karena tersambar petir,
dan gangguan-gangguan lainnya. Dari segi estetika/keindahan juga kurang,
sehingga saluran distribusi bukan pilihan yang ideal untuk suatu saluran distribusi
didalam kota. Jaringan saluran udara baik untuk dipergunakan pada daerah dengan
kepadatan beban yang rendah, karena disini harga pembelian hak jalan untuk
hantaran udara relatif murah, disamping harga materialnya yang murah
dibandingkan dengan jaringan kabel bawah tanah. Keuntungannya adalah :
1) Lebih fleksibel dan leluasa dalam upaya untuk perluasan beban
2) Dapat digunakan untuk penyaluran tenaga listrik pada tegangan diatas 66 kV
3) Lebih mudah dalam pemasangannya.

2. Kabel Saluran Bawah Tanah


Sistem listrik dari saluran distribusi bawah tanah dengan kabel banyak ragamnya.
Dahulu, sistemnya di Jepang adalah sistem tiga-fasa tiga kawat dengan netral yang
tidak ditanahkan. Sekarang, sistem pembumiannya adalah dengan tahanan tinggi atau
dengan reactor kompensasi, untuk mengkompensasikan arus pemuat pada kabel guna
menjamin bekerjanya rele serta guna membatasi besarnya tegangan lebih. Di Eropa
sistem pembumian dengan reactor banyak dipakai, sedang di Amerika sistem
pembumian langsung atau sistem pembumian dengan tahanan yang kecil banyak
digunakan. Juga di Jepang sekarang banyak terlihat sistem Amerika yang terakhir itu
dipakai, terutama untuk saluran kabel diatas 66 kV. Dalam sistem kelistrikan saluran
distribusi merupakan rantai penghubung antara pusat-pusat pembangkit tenaga menuju
pusat beban malalui gardu induk transmisi dan distribusi. Berdasarkan cara
pemasangannya saluran sistem distribusi dapat dibagi dalam tiga kelompok, yaitu
saluran udara (overhead line), saluran kabel bawah laut (submarine cable) dan saluran
kabel tanah. Pada sistem saluran kabel bawah tanah, penyaluran tenaga listrik melalui
kabel-kabel seperti kabel bawah laut dengan berbagai macam isolasi pelindungnya.

27
Saluran kabel bawah tanah ini dibuat untuk menghindari resiko bahaya yang terjadi
pada pemukiman padat penduduk tanpa mengurangi keindahan lingkungan. Inti dari
suatu kabel adalah penghantar fase, berikutnya pelindung penghantar, isolator kabel,
selanjutnya pelindung isolator, netral dan terakhir lapisan pembungkus. Kebanyakan
kabel distribusi adalah penghantar tunggal. Jenis kabel yang biasanya digunakan ada
dua jenis, yaitu kabel netral konsentris ( concentric neutral cabel) dan kabel daya
(power cable). Kabel netral konsentris biasanya mempunyai penghantar aluminium,
isolasi dan netral konsentris.

2.7.3. Arsitektur Tradisonal Desa Talaga

1. Manusia Dengan Alam/Lingkungannya


Bagi masyarakat talaga keseimbangan dalam hidup dengan alam dan lingkungannya
adalah mutlak dilaksanakan agar harmonisasi dapat tercapai. Manusia mengenal dekat
dengan lingkungannya. Mampu memahami isayarat alam/lingkungan dan menyesuaikan
diri dengan lingkungannya,serta memanfaatkan lingkungannya sesuai dengan yang
diisayatkan.

a. Perlindungan terhadap iklim/ cuaca dan mahluk hidup


Kebutuhan akan atap dan dinding tehadap pengaruh luar seperti matahari, hujan,
angin, binatang, ilmu gaib dan manusia yang tidak bertanggung jawab.

1) Pemanfaatan lingkungan
Masyarakat talaga sudah memanfaatkan bahan untuk rumahnya seperti
batu kali, kayu, bambu, gemutu, rumbia dan daun sagu/ daun kelapa dan dari
alam sekitarnya sejak dahulu dengan mempertimbangkan hari, bulan baik
mengambil dari sumbernya. Untuk kenyamanan didalam ruang sudah
digunakan bukaan jendela sebagai sumber penghawaan alami. Sistem yang
digunakan adalah crossventelation, tetapi satu bukaan untuk satu ruang
bahkan ada yang sama skali tidak mempunyai bukaan jendela.

28
2) Orentasi bangunan
a. Banguan dan arah matahari
Mereka sudah mengenal orentasi bangunan terahadap arah matari, arah
yang terbaik adalah arah menghadap ke matahari terbenam (barat) dan
matahri terbit (timur).

b. Orentasi bukaan jendela


Orentasi letak jendela menghadap ke barat untuk menerima cahaya
matahari mendatar, jendela menghadap ke timur untuk menerima sedikit
matahari langsung.

3) Pola tata masa


Pola tata masa yang digunakan adalah pola linier atau yang dimaksud pola
bangunan yang saling berhadapan mengikuti alur jalan. Terapan pola ini agar
hubungan silaturahmi anatara manusia dengan manusia tetap terjaga. Selain itu
juga posisi bangunan yang dianggap sakral seperti mesjid ditempatkan ditengah
pemukiman, ini mempermudah akses dari segala arah. Perbedaan tinggi
bangunannya ditentukan lebih tinggi dari bangunan lainnya perbedaan ini
dianggap bahwa mesjid adalah dimana tempat komunikasi vertikal atau
hubungan manusia dengan Tuhan. (sumber: Bapak Ismail, warga Desa Talaga)

4) Hasil kerajinan tangan


a. saloi adalah alat bantu untuk menggangkut hasil pertanian
b. pigu/bakul adalah alat bantu menggangkut hasil pertanian

2.8. Tinjauan Objek Sejenis

2.8.1. Pemukiman Suku Malayu Jambi

1. Letak Geografis
Kecamatan Danau Teluk merupakan wilayah yang berada dalam Kota Jambi. Salah
satu kecamatan yang terletak di pinggir sungai Batanghari. Luas Kecamatan Danau Teluk

29
15,70 km2 atau sama dengan 7,64% dari luas total kota Jambi. Kecamatan ini secara
administrative berbatasan dengan:
a. Sebelah Utara berbatasan dengan Kecamatan Muaro Sebo, Kab. MuaroJambi.
b. Sebelah Timur berbatasan dengan Kecamatan Pelayangan kota Jambi.
c. Sebelah Selatan berbatasan dengan sungai Batanghari
d. Sebelah Barat berbatasan dengan Kecamatan Jaluko, Kab. Muaro
Jambi.

2. Kondisi Sosial dan Budaya


Penduduk Kecamatan Danau Teluk, atau lebih dikenal dengan penduduk seberang
Kota Jambi, yang dulunya merupakan pusat pemerintahan kesultanan Jambi. Sebagian
besar terdiri dari suku Melayu Jambi. Berdasarkan data yang ada hanya sebagian kecil
berasal dari suku Cina. Masyarakat Sekoja pada umumnya merupakan penganut agama
Islam yang taat dan hidup dalam suasana agamis, mesjid dan agama memegan peranan
penting dalam kehidupan masyarakat, dan pendidikan agama sangat ditekankan pada
generasi muda. Pada kawasan ini telah berdiri pondok pesantren yang telah dikenal yaitu:
Pesantren Nurul Iman (Ulu Gedong) dan As’ad (Olak Kemang).

3. Kondisi Lingkungan Permukiman


Sebagai suatu lingkungan permukiman kondisi permukimannya didominasi oleh
permukiman rumah tinggal. Struktur permukiman terbentuk dari unit-unit rumah tinggal
yang disekelilingi oleh ruang terbuka dan jalan lingkungan yang berfungsi sebagai akses
utama.

4. Jalan Utama Kawasan


Jalan utama pada kawasan permukiman Tanjung Pasir Sekoja merupakan jalur utama
yang digunakan sebagai akses ke pusat kota dan tempat lain disekitar kawasan tersebut.
Lebar jalan utama sekitar 6-8 m, diantara kedua sisinya terdapat pagar-pagar yang
umumnya terbuat dari kayu/papan, sehingga fasade bangunan dapat terlihat dengan jelas.
Umumnya bangunan menghadap jalan utama dalam posisi tegak lurus, namun ada pula
yang agak menyimpang dari ketentuan diatas. Hal ini sering terjadi karena diakibatkan
adanya pembangunan rumah terlebih dahulu, baru kemudian dibuatkan jalur penghubung.

30
Gambar 2.6. Kondisi Jalan Utama Pemukiman Suku Malayu Tanjung Pasir Sekoja
(Sumber: pola pemukiman malayu Jambi, oleh Budi Arlius Putra, Semarang 2006)

5. Jalan Lingkungan Pemukiman Suku Malayu Tanjung Pasir Sekoja


Jalan-jalan lingkungan pada kawasan permukiman umumnya berbentuk percabangan
(pertigaan/perempatan) dengan jalan utama. Fungsi jalan tersebut sebagai jalan lokal,
yakni sebagai penghubung antara unit unit rumah tinggal yang ada. Akibatnya kondisi
jalannya terbuat dari beton tumbuk atau masih tanah asli, dengan lebar jalan ± 2,00m.

Gambar 2.7. Kondisi Jalan lingkungan Suku Malayu Tanjung Pasir Sekoja
(Sumber: pola pemukiman malayu Jambi, oleh Budi Arlius Putra, Semarang 2006)

6. Fasilitas Umum
Fasilitas ruang terbuka bersama (public open space), umumnya terdapat pada setiap
unit hunian berupa halaman rumah tinggal dan jalan, yang berfungsi sebagai tempat untuk
kegiatan interaksi, memelihara binatang peliharaan atau berkebun yang sifatnya semi
privat. Jalan-jalan selain berfungsi sebagai akses juga merupakan ruang publik. Fasilitas

31
lain yang terdapat pada lingkungan permukiman tersebut adalah masjid yang terletak pada
jalan utama.

Gambar 2.8. Fasilitas Umum Pemukiman Suku Malayu Tanjung Pasir Sekoja
(Sumber: pola pemukiman malayu Jambi, oleh Budi Arlius Putra, Semarang 2006)

Pola permukiman Melayu Jambi yang menonjol pada kawasan ini adalah kesatuan
rumah tinggal, jalan utama, jalan lingkungan/lokal sebagai ruang publik pada kawasan.
Pengelompokan rumah tinggal terjadi baik pada jalan utama maupun pada jalan
lingkungan. Orientasi bangunan umumnya ke arah jalan sebagai akses, kelompok rumah
dibatasi dengan pagar atau tanpa pagar sebagai batas kepemilikan.

Gambar 2.9. Orientasi Kelompok Rumah Tinggal Tanjung Pasir Sekoja


(Sumber: pola pemukiman malayu Jambi, oleh Budi Arlius Putra, Semarang 2006)

Hirarki lingkungan permukiman yang terbentuk adalah jalan utama, jalan


lingkungan/lokal serta lingkungan rumah tinggal dilengkapi oleh beberapa fasilitas umum
lingkungan yang belum memadai. Jalan utama merupakan ruang yang bersifat publik,
sedangkan jalan lingkungan/local dan fasilitas lingkungan, bersifat semi publik, serta
lingkungan hunian merupakan ruang-ruang privat.

32
7. Lingkungan Permukiman
Lingkungan rumah tinggal di tepi jalan utama maupun jalan lingkungan/lokal,
merupakan kelompok rumah tinggal dengan luasan parsil yang bervariasi terdiri dari ruang
privat dan ruang-ruang service. Lingkungan rumah tinggal ini dikelilingi oleh pagar
papan/kayu sebagai batas kepemilikan, namun ada juga yang dibuat tanpa. pagar.
Halaman depan berfungsi sebagai ruang tinggal yang bersifat privat. Konfigurasi bangunan
umumnya tidak simetris, karena selain bangunan induk, turut dipengaruhi oleh adanya
bangunan-bangunan tambahan yang dibuat tanpa perencanaan.
Aksesibilitas rumah tinggal yang terletak pada jalan utama maupun jalan
lingkungan/lokal, umumnya memiliki satu atau lebih akses masuk.Dalam hal ini, akses
utama merupakan akses ke bangunan utama sedangkan akses lain hanya bersifat
tambahan guna mendapatkan kemudahan dalam pencapaian.

Gambar 2.10. Kondisi Rumah Tinggal Tanjung Pasir Sekoja


(Sumber: pola pemukiman malayu Jambi, oleh Budi Arlius Putra, Semarang 2006)

33
8. Pola Tata Bangunan Permukiman di Kawasan Tanjung Pasir
Sekoja
bahwa jumlah rumah tinggal di kawasan Tanjung Pasir Sekoja sebanyak 156 buah
pada saat ini terdiri dari rumah permanen maupun rumah non permanen. Rumah tinggal
tersebut sebagian besar memiliki fungsi utama sebagai rumah tinggal dan hanya beberapa
diantaranya memiliki fungsi ganda, yaitu sebagai rumah tinggal dan kios. Tata bangunan
dan orientasi bangunan permukiman di Tanjung Pasir Sekoja sebagian besar menghadap
utara-selatan dengan orientasinya menghadap ke jalan dan sungai, dan sebagian kecil
lainnya menghadap timur-barat. Ditinjau dari usia bangunan rumah tinggal tersebut berusia
relatif muda, karena didirikan oleh penduduk pendatang yang masuk ke dalam lingkungan
Tanjung Pasir Sekoja pada dekade 50-an. Seperti sketsa di bawah ini.

34
Gambar 2.11. Pola pemukiman suku malayu tanjung pasir sekoja
(Sumber: pola pemukiman malayu Jambi, oleh Budi Arlius Putra, Semarang 2006)

Dilihat dari pembagian kapling tanah yang tersedia, maka tanah pada kelompok
permukiman bagian barat yang berpola yang membujur timur barat menyusuri tepi jalan
dan pinggiran sungai, posisi tanah dan luasannya terbatas, sehingga menyebabkan tidak
memungkinkannya membangun rumah dengan orientasi utara-selatan. Apabila dilihat dari
struktur jalan yang ada, jalan setapak dan jalan utama yang membujur di bagian utara dan
timur serta yang melintas di depan rumah tinggal adalah salah satu factor yang kuat yang
berpengaruh terhadapa orientasi bangunan-bangunan baru. Karena pemilik rumah akan
mencari akses yang paling mudah untukmencapai rumah dari jalan yang terdekat.
Dari uraian dan keterangan di atas dapat diketahui pola bangunan,bentuk, dan
karakter jalan-jalan di Tanjung Pasir Sekoja. Jalan di kawasandi Tanjung Pasir Sekoja
dapat dibagi tiga yaitu:

9. Jalan Utama
Jalan-jalan utama di Tanjung Pasir Sekoja terdapat tiga buah yaitu Jalan KM Saleh,
Jalan KM Rojali, Jalan Jepang. Memiliki ciri yang sama, yaitu membujur timur barat.

a. Pola jalan dan orientasi bangunan pada jalan


KM saleh

Gambar 2.12. Pola pemukiman suku malayu tanjung pasir sekoja pada jalan KM saleh
(Sumber: pola pemukiman malayu Jambi, oleh Budi Arlius Putra, Semarang 2006)

1) Jalan KM Saleh terletak dekat tepi sungai Batanghari,

35
2) memiliki lebar 6 m.Membujur arah timur barat.
3) Berbentuk curvalinier, dipengaruhi oleh faktor alam,yaitu bentuk sungai.
4) Orientasi bangunan rumah tinggal mayoritas menghadap selatan (tepi sungai).
5) Terdapat jalan-jalan setapak yang menjadi cabang jalan ini.
6) Ujung jalan berawal dari jembatan aur duri, dan berakhir pada wilayah tetangga
Tanjung Raden.

b. Pola jalan dan orientasi bangunan pada jalan KM Rojali

Gambar 2.13. Pola pemukiman suku malayu tanjung pasir sekoja pada jalan KM Rojali
(Sumber: pola pemukiman malayu Jambi, oleh Budi Arlius Putra, Semarang 2006)

1) Jalan KM Rojali memiliki lebar 6 m, membujur timurbarat.


2) Berbentuk linier.
3) Bentuk ini dipengaruhi oleh orientasi rumah tinggal yang menghadap utara
selatan (menghadap jalan). Hal ini merupakan jalur utama pencapaian terhadap
rumahrumah yang letaknya di kedua sisi jalan.
4) Terdapat jalan setapak yang merupakan cabang dari jalan ini.
5) Ujung jalan berawal dari persimpangan Jalan KM Saleh dan berakhir pada
perbatasan wilayah Tanjung Raden.

36
c. Pola jalan dan orientasi bangunan pada jalan Jepang

Gambar 2.14. Pola pemukiman suku malayu tanjung pasir sekoja pada jalan Jepang
(Sumber: pola pemukiman malayu Jambi, oleh Budi Arlius Putra, Semarang 2006)

1) Jalan Jepang memiliki lebar 6 m.


2) Jalan membujur timur barat, bentuknya linier. Bentuk ini dipengaruhi oleh
orientasi rumah tinggal yang
3) menghadap utara dan selatan jalan. Ujung jalan berawal dari jembatan aur duri,
dan berakhir pada perbatasan wilayah dengan Tanjung Raden.
4) Berbentuk linier. Orientasi rumah tinggal menghadap arah utara dan selatan
jalan.

37
2.9. Pemukiman Tradisonal Kampung Lawengan Surakarta
2.9.1. Kondisi Geografis
Kampung Laweyan mempunyai luas wilayah 24,83 Ha. Terdiri dari 20,56 Ha. Tanah
pekarangan dan bangunan, sedang yang berupasungai, jalan, tanah terbuka, kuburan
seluas 4,27 Ha. Jenis persil rumah di Laweyan secara garis besar terdiri dari : persil rumah
juragan batik besar (1000m2-3000m2), persil rumah juragan batik sedang (300m2-
1000m2), persil milik buruh batik ( 25m2-100m2) (Widayati, 2002).

38
Gambar 2.15. Peta Kampung Laweyan
(Sumber: pola pemukiman laweyan, oleh Budi Arlius Putra, Semarang 2006)

1. Arsitektur Rumah Tinggal kampung laweyan


Masyarakat Laweyan bukanlah keturunan bangsawan, tetapi karena mempunyai
hubungan yang erat dengan kraton melalui perdagangan batik serta didukung dengan
kekayaan yang ada, maka corak pemukiman khususnya milik para saudagar batik banyak
dipengaruhi oleh corak pemukiman bangsawan Jawa . Bangunan rumah saudagar
biasanya terdiri dari Pendopo, ndalem, sentong, gandok , pavilion, pabrik, beteng, regol,
halaman depan rumah yang cukup luas dengan orientasi bangunan menghadap utara-
selatan. Atap bangunan kebanyakan menggunakan atap limasan bukan joglo karena
bukan keturunan bangsawan (Widayati, 2002). Dalam perkembangannya sebagai salah
satu usaha untuk lebih mempertegas eksistensinya sebagai kawasan yang spesifik, corak
bangunan di Laweyan banyak dipengaruhi oleh gaya arsitektur Eropa dan Islam, sehingga
banyak bermunculan bangunan bergaya arsitektur Indisch (Jawa-Eropah) dengan façade
sederhana, berorientasi ke dalam, fleksibel, berpagar tinggi lengkap dengan lantai yang
bermotif karpet khas Timur Tengah. Keberadaan “beteng” tinggi yang banyak
memunculkan gang-gang sempit dan merupakan ciri khas Laweyan selain untuk
keamanan juga merupakan salah satu usaha para saudagar untuk menjaga privacy dan
memperoleh daerah “kekuasaan” di lingkungan komunitasnya.

39
Gambar 2.16. Rumah Kampung Laweyan Da Tata Ruang Rumah Laweyan
(Sumber: pola pemukiman kampung laweyan, oleh Budi Arlius Putra, Semarang 2006)

2. Social Budaya Kampung Laweyan


Menurut Sarsono dan Suyatno (Widayati, 2002) terdapat pengelompokan sosial dalam
kehidupan masyarakat Laweyan, yaitu: kelompok wong saudagar (pedagang), wong cilik
(orang kebanyakan), wong mutihan (Islam atau alim ulama) dan wong priyayi (bangsawan
atau pejabat). Selain itu dikenal pula golongan saudagar atau juragan batik dengan pihak
wanita sebagai pemegang peranan penting dalam menjalankan roda perdagangan batik
yang biasa disebut dengan istilah mbok mase atau nyah nganten. Sedang untuk suami
disebut mas Nganten sebagai pelengkap utuhnya keluarga. Sebagian masyarakat
Laweyan masih tampak aktif nguri-uri (melestarikan) kesenian tradisional, seperti: musik
keroncong dan kerawitan, yang biasanya ditampilkan (dimainkan) sebagai pengisi acara
hajatan, seperti mantenan, sunatan, tetakan dan kelahiran bayi. Dalam bidang
keagamaan, sebagian besar penduduk Laweyan beragama Islam, terlihat aktif
menyelenggarakan kegiatan-kegiatan keagamaan, seperti: pengajian, darusan, semakan
dan aktivitas–aktivitas keagamaan lainnya, baik secara terjadwal maupun isidental.

Kampung Laweyan sebagai permukiman tradisional, elemen kawasannya dibentuk


oleh butiran massa yang saling berdekatan membentuk jalan lingkungan yang relatif
sempit. Massa bangunan milik juragan batik sebagian besar terdiri dari massa bangunan
besar dan sedang. Bangunan tersebut biasanya dilengkapi dengan pagar tinggi yang
menyerupai “beteng”. Adapun massa bangunan kecil jumlahnya lebih sedikit dan sebagian
besar merupakan milik pekerja batik.

40
Gambar 2.17. Figure-Ground Kampung Laweyan
(Sumber: pola pemukiman malayu Jambi, oleh Budi Arlius Putra, Semarang 2006)

Gambar 2.18. Jalan / Gang di Kampung Laweyan


(Sumber: pola pemukiman malayu Jambi, oleh Budi Arlius Putra, Semarang 2006)

3. Ruang publilk
Ruang publik adalah ruang dalam suatukawasan yang dipakai masyarakat
penghuninya untuk melakukan kegiatan kontak public. Ruang publik dapat berbentuk
cluster maupun linier dalam ruang terbuka maupun tertutup. Beberapa contoh ruang publik
antara lain : plaza, square, atrium, pedestrian.

41
Menurut Carr et al. dalam Carmona dkk. (2003), ruang publik dalam suatu
permukiman akan berperan secara baik jika mengandung unsur antara lain : comfort,
relaxation, passive angagement,active angagement, discovery.

a. Comfort, merupakan salah satu syarat mutlak keberhasilan ruang publik. Lama
tinggal seseorang berada di ruang public dapat dijadikan tolok ukur comfortable
tidaknya suatu ruang publik. Dalam hal ini kenyamanan ruang publik antara lain
dipengaruhi oleh: environmental comfort yang berupa perlindungan dari pengaruh
alam seperti sinar matahari, angin; physical comfort yang berupa ketersediannya
fasilitas penunjang yang cukup seperti tempat duduk; social and psychological
comfort.
b. Relaxation, merupakan aktifitas yang erat hubungannya dengan psychological
comfort. Suasana rileks mudah dicapai jika badan dan pikiran dalam kondisi sehat
dan senang. Kondisi ini dapat dibentuk dengan menghadirkan unsur-unsur alam
seperti tanaman / pohon, air dengan lokasi yang terpisah atau terhindar dari
kebisingan dan hiruk pikuk kendaraan disekelilingnya.,
c. Passive engagement, aktifitas ini sangat dipengaruhi oleh kondisi lingkungannya.
Kegiatan pasif dapat dilakukan dengan cara duduk-duduk atau berdiri sambil
melihat aktifitas yang terjadi di sekelilingnya atau melihat pemandangan yang
berupa taman, air mancur, patung atau karya seni lainnya.
d. Active engagement, suatu ruang public dikatakan berhasil jika dapat
mewadahiaktifitas kontak / interaksi antar anggotamasyarakat (teman, famili atau
orangasing) dengan baik.
e. Discovery ,merupakan suatu proses mengelola ruang publik agar di dalamnya
terjadi suatu aktifitas yang tidak monoton. Aktifitas dapat berupa acara yang
diselenggarakan secara terjadwal (rutin) maupun tidak terjadwal diantaranya
berupa konser, pameran seni, pertunjukan teater, festival, pasar rakyat (bazaar),
promosi dagang

42
Gambar 2.19. Beberapa Contoh Ruang Publik
(Sumber: pola pemukiman malayu Jambi, oleh Budi Arlius Putra, Semarang 2006)
4. Ruang Publik di Laweyan
Ruang publik di Laweyan berupa ruang terbuka, sebagian jalan (gang), sebagian
ruangruang privat rumah tinggal, langgar dan masjid. Sebagai permukiman tradisional,
ruang–ruang tersebut terletak diantara massa bangunan yang tersusun secara padat dan
berhimpitan dengan space yang relatif sempit.
a. Ruang Publik (Tanah Negara, Masjid dan Langgar)

43
Gambar 2.20. Ruang Publik Kampung Lawengan
(Sumber: pola pemukiman malayu Jambi, oleh Budi Arlius Putra, Semarang 2006)

Gambar 2.21. letak fasilitas ruamg publik kampong Lawengan


(Sumber: pola pemukiman malayu Jambi, oleh Budi Arlius Putra, Semarang 2006)

44

Anda mungkin juga menyukai