KIA
KIA
Regina Enggeline*
Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana
Jalan Arjuna Utara No.6, Telp 56942061, Jakarta
Pendahuluan
Skenario 9
Seorang dokter yang baru ditempatkan di Puskesmas sedang mengevaluasi program KIA
terutama gizi di Puskesmasnya. Beliau mendapatkan anak-anak balita status gizinya kurang
yang diketahui dari penimbangan saat berobat dan catatan KMS, bahkan terdapat 5 kasus
kwashiorkor dan 3 kasus marasmus. Banyak terjadi kasus diare dan campak pada balita.
Banyak kasus anemia pada ibu hamil dan ibu menyusui. Dan 10 persen anak-anak mengalami
buta senja. Masyarakat di wilayah kerja tersebut berpenghasilan rendah dengan pekerjaan
kebanyakan sebagai buruh tani. Posyandu di daerah tersebut ada 3buah , sedangkan jumlah
balita mencapai 800 balita.
Pembahasan
Gizi Masyarakat
Dilihat dari segi sifatnya ilmu gizi dibedakan menjadi dua, yakni gizi yang berkaitan
dengan kesehatan perorangan yang disebut gizi kesehatan perorangan dan gizi yang berkaitan
dengan kesehatan masyarakat yang disebut gizi kesehatan masyarakat (public health nutrion).
Kedua sifat keilmuan ini akhirnya masing-masing berkembang menjadi cabang ilmu sendiri,
yakni cabang ilmu gizi kesehatan perorangan atau disebut gizi klinik (clinical nutrition) dan
cabang ilmu gizi kesehatan masyarakat atau gizi masyarakat (community nutrition).
Kedua cabang ilmu gizi ini dibedakan berdasarkan hakikat masalahnya. Gizi klinik
berkaitan dengan masalah gizi pada individu yang sedang menderita gangguan kesehatan
akibat kekurangan atau kelebihan gizi. Oleh sebab itu, sifat dari gizi klinik adalah lebih
menitikberatkan pada kuratif daripada preventif dan promotifnya. Sedangkan gizi masyarakat
berkaitan dengan gangguan gizi pada kelompok masyarakat, oleh sebab itu, sifat dari gizi
masyarakat lebih ditekankan pada pencegahan (prevensi) dan peningkatan (promosi).
Oleh karena sifat kedua keilmuan ini berbeda, maka akan menyebabkan perbedaan
jenis profesi yang menangani kedua pokok masalah terebut. Gizi klinik berurusan dengan
masalah klinis pada individu yang mengalami gangguan gizi, maka profesi kedokteranlah
yang lebih tepat untuk menanganinya. Sebaliknya gizi masyarakat yang berurutan gangguan
gizi pada masyarakat, dimana masyarakat mempunyai aspek yang sangat luas, maka
penanganannya harus secara multisektor dan mutidisiplin. Profesi dokter saja belum cukup
untuk menangani masalah gizi masyarakat.
Masalah gizi masyarakat bukan menyangkut aspek kesehatan saja, melainkan aspek-
aspek terkait yang lain, seperti ekonomi, sosial-budaya, pendidikan, kependudukan, dan
sebagainya. Oleh sebab itu, penanganan atau perbaikan gizi sebagai upaya terapi tidak hanya
diarahkan kepada gangguan gizi atau kesehatan saja, melainkan juga ke arah bidang-bidang
yang lain. Misalnya penyakit gizi KKP (Kekurangan kalori dan protein) pada anak-anak balit,
tidak cukup dengan hanya pemberian makanan tambahan saja (PMT),tetapi juga dilakukan
perbaikan ekonomi keluarga, peningkatan. Pengetahuan, dan sebagainya.
Penyakit Gizi
Konsumsi gizi makanan pada seseorang dapat menentukan tercapainya tingkat
kesehatan atau status gizi. Apabila konsumsi gizi makanan pada seseorang tidak seimbang
dengan kebutuhan tubuh, maka akan terjadi kesalahan akibat gizi (malnutrition).
Penyakit-penyakit kesehatan akibat dari kelebihan atau kekurangan zat gizi, dan yang
telah menjadi masalah kesehatan masyarakat khususnya di Indonesia, antara lain sebagai
berikut:
1. Penyakit Kurang Kalori Protein (KKP)
KKP adalah penyakit karena ketidak seimbangan antara konsumsi kalori atau
karbohidrat dan protein dengan kebutuhan energi, atau terjadinya defisiensi atau defisit energi
dan protein. Pada umumnya penyakit ini terjadi pada anak balita, karena pada umur tersebut
anak mengalami pertumbuhan yang pesat. Penyakit ini dibagi dalam tingkat-tingkat, yakni: 1
a. KKP ringan: berat badan anak mencapai antara 84%-95% dari berat badan menurut
standar Harvard
b. KKP sedang: berat badan anak mencapai antara 60%-84% dari berat badan menurut
standar Harvard
c. KKP berat (gizi buruk): berat badan anak kurang dari 60% dari berat badan menurut
standar Harvard
Penyakit KKP pada orang dewasa memberikan tanda-tanda klinis: oedema atau honger
oedema (H.O) atau juga disebut penyakit kurang makan, kelaparan. Oedema pada penderita
biasanya tampak pada daerah kaki.
2. Penyakit Kegemukan (Obesitas)
Penyakit ini terjadi karena ketidakseimbangan antara konsumsi kalori dan kebutuhan
energi, yakni konsumsi kalori terlalu berlebih dibandingkan dengan kebutuhan atau
pemakaian energi. Akibat dari penyakit obesitas ini para penderitanya cenderung menderita
penyakit kardio-vaskuler, hipertensi, dan diabetes melitus. 1
3. Anemia
Penyakit ini terjadi karena konsumsi zat besi (Fe) pada tubuh tidak seimbang atau
kurang dari kebutuhan tubuh. Zat besi merupakan micro elemen yang esensial bagi tubuh,
yang sangat diperlukan dalam pembentukan dara, yakni dalam hemoglobin (Hb). Fe juga
diperlukan enzim sebagai penggiat. Kebutuhan Fe pada wanita dewasa lebih banyak
dibandingkan dengan pria, karena wanita dewasa ekskresi Fe lebih banyak melalui
menstrusasi. Pada wanita hamil kebutuhan Fe meningkat karena bayi yang dikandung juga
memerlukan ini.Defisiensi Fe atau anemia besi di Indonesia jumlahnya besar sehingga sudah
menjadi masalah kesehatan masyarakat.
4. Xerophtalmia
Penyakit ini disebabkan karena karena kekurangan konsumsi vitamin A di dalam
tubuh. Gejala penyakit ini adalah kekeringan ephitel biji mata dan kornea, karena glandula
lacrimalis menurun. Terlihat selaput bolamata keriput dan kusam bila biji mata bergerak.
Fungsi mata berkurang menjadi hemeralopia atau nictalpia, yang oleh awam disebut buta
senja atau buta ayam, tidak sanggup melihat pada cahaya remang-remang. Pada stadium
lanjut akan mengoreng, karena sel-selnya menjadi lunak yang disebut keratomalacia dan
dapat menimbulkan kebutaan.Fungsi vitamin A sebenarnya mencakup 3 fungsi, yakni: fungsi
dalam proses melihat, dalam proses metabolisme, dan proses reproduksi. Penanggulangan
defisiensi kekurangan vitamin A yang penting ditujukan kepada pencegahan kebutaan pada
anak balita.
5. Penyakit Gondok
Kekurangan zat Iodium ini berakibat kondisi hypothyroidisme (kekurangan Iodium)
dan tubuh mencoba untuk mengkonpensasi dengan menambah jaringan kelenjar gondok.
Akibatnya terjadi hypertrophi (membesarnya kelenjar thyroid) yang kemudian disebut
penyakit gondok. Apabila kelebihan zat Iodium maka akan mengakibatkan gejala-gejala pada
kulit yang disebut Iodium dermatis. Penyakit gondok di Indonesia palling banyak terjadi di
daerah pegunungan yang air minumnya kekurangan zat Iodium. Kekurangan Iodium juga
dapat menyebabkan gangguan kesehatan lain, yakni Cretinnisma. Penanggulangan penyakit
akibat kekurangan Iodium dalam rangka peningkatan kesehatan masyarakat dapat dilakukan
melalui program Iodiumisasi, yaitu dengan penyediaan garam dapur yang diperkaya dengan
Iodium.1
Posyandu
Pengertian
Pemberdayaan masyarakat adalah segala upaya fasilitasi yang bersifat non instruktif,
guna meningkatkan pengetahuan dan kemampuan masyarakat, agar mampu mengidentifikasi
masalah yang dihadapi, potensi yang dimiliki, merencanakan dan melakukan pemecahan
dengan memanfaatkan potensi setempat.
Pelayanan kesehatan dasar adalah pelayanan kesehatan yang mempercepat penurunan
angka kematian ibu dan bayi, sekurang-kurangnya mencakup lima kegiatan, yakni KIA, KB,
Imunisaso, gizi, dan penanggulangan diare.
Tujuan
Tujuan umum adalah menunjang percepatan penurunan Angka Kematian Ibu (AKI) dan
Angka Kematian Bayi (AKB) di Indonesia melalui upaya pemberdayaan masyarakat.
Tujuan khusus :
Sasaran
1. Bayi
2. Anak balita
Fungsi
1. Sebagai wadah pemberdayaan masyarakat dalam alih informasi dan keterampilan dari
petugas kepada masyarakat dan antar sesama masyarakat dalam rangka mempercepat
penurunan AKI dan AKB.
Manfaat
1. Bagi masyarakat
3. Bagi Puskesmas
Lokasi
Posyandu berlokasi di setiap desa/ kelurahan. Bila diperlukan dan memiliki kemampuan ,
dimungkinkan untuk didirikan di RW, Dusun, atau sebutan lainnya.
Kedudukan
Struktur Organisasi
Kemudian sari beberapa Posyandu yang ada di suatu wilayah (kelurahan/ desa atau
dengan sebutan lain), selayaknya dikelola oleh suatu unit/ kelompok Pengelola Posyandu
yang keanggotaannya dipilih dari kalangan masyarakat setempat. Unit Pengelola Posyandu
tersebut dipimpin oleh seorang ketua, yang dipilih dari para anggotanya. Bentuk organisasi
Unit Pengelola Posyandu, tugas dan tanggung jawab masing-masing unsure Pengelola
Posyandu, disepakati dalam unit/ kelompok Pengelola Posyandu bersama masyarakat
setempat.
Program Posyandu 7
Perhitungan SKDN
Pemantauan status gizi dilakukan dengan memanfaatkan data hasil penimbangan
bulanan posyandu yang didasarkan pada indikator SKDN tersebut. Indikator yang dipakai
adalah N/D. Dilakukan dengan mengamati kecenderungan N/D dan D/S setiap bulan pada
wilayah masing-masing wilayah kecamatan. Pematauan status gizi dilaporkan setiap bulan
dengan mempergunakan format laporan yang telah ada. 7
Pengolahan
Analisinya terdiri dari:
Tingkat partisipasi Masyarakat dalam Penimbangan Balita Yaitu jumlah balita yang
ditimbang dibagi dengan jumlah balita yangada di wilayah kerja Posyandu atau dengan
menggunakan rumus (D/Sx 100%), hasilnya minimal harus mencapai 80%, apabila dibawah
80% maka dikatakan partisipasi masyarakat untuk kegiatan pemantauan pertumbuhan dan
perkembangan berat badan sangatlah rendah. Hal ini akan berakibat pada balita tidak akan
terpantau oleh petugas kesehatan ataupun kader Posyandu akan memungkinkan balita ini
tidak diketahui pertumbuhan berat badannya atau pola pertumbuhan baerat badannya.
Tingkat Liputan Program Yaitu jumlah balita yang mempunyai KMS dibagi dengan
jumlah seluruh balita yang ada diwilayah Posyandu atau dengan menggunakan rumus (K/S x
100%). Hasil yang didapat harus 100%. Alasannya balita–balita yang telah mempunyai KMS
telah mempunyai alat instrument untuk memantau berat badannya dan data pelayanan
kesehatan lainnya. Apabila tidak digunakan atau tidak dapat KMS makan pada dasarnya
program POSYANDU tersebut mempunyai liputan yang sangat rendah atau bisa juga
dikatakan balita tersebut. Khusus untuk Tingkat Kehilangan Kesempatan ini menggunakan
rumus (S-K)/S x 100%), yaitu jumlah balita yang ada diwilayah Posyandu dikurangi Jumlah
balita yang mempunyai KMS, hasilnya dibagi dengan jumlah balita yang ada diwilayah
Posyandu tersebut. Semakin tinggi Presentasi Kehilangan kesempatan, maka semakin rendah
kemauan orang tua balita untuk dapat memanfaatkan KMS. Padahal KMS sangat baik untuk
memantau pertumbuhan berat badan balita atau juga pola pertumbuhan berat badan balita. 7
Indikator lainnya adalah (N/D x 100%) yaitu jumlah balita yang naik berat badannya
dibandingkan dengan jumlah seluruh balita yang ditimbang. Sebaiknya semua balita yang
ditimbang harus mengalami peningkatan berat badan.
Indikator selanjutnya dalam SKDN adalah indikator Drop-Out, yaitu balita yang
sudah mempunyai KMS dan pernah datang menimbang berat badannya tetapi kemudian tidak
pernah datang lagi di Posyandu untuk selalu mendapatkan pelayanan kesehatan. Rumusnya
yaitu jumlah balita yang telah mendapatkan KMS dikurangi dengan jumlah balitayang
ditimbang, dan hasilnya dibagi dengan balita yang mempunyai KMS ((K-D)/K x 100%).
Indikator terkhir dalam SKDN adalah indikator perbandingan antara jumlah balita
yang status gizinya berada di Bawah Garis Merah (BGM) dibagi dengan banyaknya jumlah
balita yang ditimbang pada bulan penimbangan (D). Rumusnya adalah (BGM/D x 100%).
Fungsi KMS
1. Fungsi utama KMS : alat untuk pemantauan pertumbuhan anak, catatan pelayanan
kesehatan anak 8
2. Grafik pertumbuhan normal anak sesuai umurnya pada KMS dapat digunakan untuk
menentukan apakah seorang anak tumbuh normal, memiliki risiko gangguan
pertumbuhan atau kelebihan gizi.
3. Bila grafik berat badan :
• mengikuti grafik pertumbuhan pada KMS, artinya anak tumbuh baik
• Tidak sesuai dengan grafik pertumbuhan normal, anak kemungkinan
berisiko mengalami gangguan pertumbuhan atau kelebihan gizi.
Surveilans Gizi(ratna)
a. Pengumpulan data
1. Kegiatan rutin yaitu penimbangan bulanan, pemantauan dan pelaporan kasus gizi
buruk, pendistribusian tablet Fe ibu hamil, pendistribusian kapsul vitamin A balita,
dan pemberian ASI Eksklusif.
2. Kegiatan survey khusus yang dilakukan berdasarkan kebutuhan seperti konsumsi
garam beriodium, pendistribusian MP-ASI dan PMT, pemantauan status gizi anak dan
ibu hamil serta wanita usia subur risiko KEK, atau studi yang berkaitan dengan
masalah gizi lainnya.
Dalam pelaksanaan pengumpulan data, bila ada Puskesmas yang tidak melapor atau
melapor tidak tepat waktu, data laporan tidak lengkap dan atau tidak akurat maka petugas
DINKES Kabupaten/Kota perlu melakukan pembinaan secara aktif untuk melengkapi data
dengan melalui telepon, SMS, atau kunjungan langsung ke Puskesmas.
Pengolahan data dapat dilakukan secara deskriptif maupun analitik, disajukan dalam
bentuk narasi, tabel, grafik, peta, dan sebagainya.
c. Diseminasi Informasi
a. Indikator Input
1. Adanya tenaga manajemen data gizi yang meliputi pengumpul data dari laporan rutin
atau survey khusus, pengolah dan analisis data serta penyaji informasi
2. Tersedianya instrument pengumpulan dan pengolahan data
3. Tersedianya sarana dan prasarana pengolahan data
4. Tersedianya biaya operasional surveilans gizi
b. Indikator Proses
c. Indikator Output
1. Tersedianya informasi gizi buruk yang mendapat perawatan
2. Tersedianya informasi balita yang ditimbang berat badannya (D/S)
3. Tersedianya informasi bayi usia 0-6 bulan mendapat ASI Eksklusif
4. Tersedianya informasi rumah tangga yang menonsumsi garam beriodium
5. Tersedianya informasi balita 6-59 bulan yang mendapat kapsul vitamin A
6. Tersedianya informasi ibu hamil mendapat 90 tablet Fe
7. Tersedianya informasi kabupaten/kota yang melaksanakan surveilans gizi
8. Tersedianya informasi penyediaan bufferstock MP-ASI untuk daerah bencana
9. Tersedianya informasi data terkait lainnya (sesuai kondisi dan situasi daerah)
UPGK
UPGK merupakan usaha keluarga untuk memperbaiki gizi seluruh anggota keluarga,
dilaksanakan oleh keluarga dan masyarakat dengan kader sebagai penggerak masyarakat,
merupakan bagian dari kehidupan keluarga sehari-hari dan secara operasional adalah
rangkaian kegiatan yang saling mendukung untuk melaksanakan alih teknologi sederhana
kepada keluarga/masyarakat.
Tujuan umum dari UPGK adalah untuk meningkatkan dan membina keadaan gizi
anggota masyarakat, melalui pembinaan keluarga agar peningkatan gizi menjadi bagian dari
pola kehidupan sehari-hari.Secara operasional tujuan ini diperinci menjadi tujuan khusus,
yaitu partisipasi dan pemerataan kegiatan, perubahan sikap dan perilaku yang mendukung
tercapainya perbaikan gizi, serta perbaikan gizi anak balita.Keluarga dibina menjadi Keluarga
Sadar Gizi (Kadarzi).
1. menarik perhatian
2. menggugah hati, yaitu menimbulkan perasaan terbuka pada sasaran untuk sesuatu
yang baru disadarinya tadi.
3. membangkitkan keinginan, yaitu menumbuhkan kengininan untuk memperoleh atau
mengerjakan cara baru yang dianjurkan itu
4. meyakinkan, yaitu menghilangkan rasa ragu – ragu pada sasaran, sehingga terjadi
keyakinan akan kebaikan dan manfaat hal baru itu.
5. menggerakkan, yaitu mengusahakan agar anjuran yang telah diberikan itu sekarang
oleh sasaran dilaksanakan atau dipraktekkan secara luas dan kontinyu
Sasaran utama dalam pendidikan gizi adalah ibu – ibu rumah tangga.Hasil dari
penyuluhan gizi diharapkan dapat meningkatkan pengetahuan, sikap dan keterampilan ibu
– ibu rumah tangga dalam mencukupi kebutuhan gizi keluarganya melalui konsumsi
makanan yang memenuhi kebutuhan – kebutuhan zat – zat gizi anggota keluarganya,
yang pada gilirannya tampak pada status gizinya.
Sistem rujukan upaya keselamatan adalah suatu sistem jaringan fasilitas pelayanan kesehatan
yang memungkinkan terjadinya penyerahan tanggung jawab secara timbal-balik atas masalah
yang timbul, baik secara vertikal maupun horizontal ke fasilitas pelayanan yang lebih
kompeten, terjangkau, rasional, dan tidak dibatasi oleh wilayah administrasi. Tujuan system
rujukan adalah untuk meningkatkan mutu, cakupan dan efisiensi pelayanan kesehatan secara
terpadu.
Terdapat dua jenis istilah rujukan, yaitu rujukan medik dan rujukan kesehatan.
1. Rujukan medik, yaitu pelimpahan tanggung jawab secara timbal ba-
lik atas satu kasus yang timbul baik secara vertikal maupun horizon-
tal kepada yang lebih berwenang dan mampu menanganinya secara
rasional. Jenis rujukan medik.
a. Transfer ofpatieni. Konsultasi penderita untuk keperluan diag-
nostik, pengobatan, tindakan operatif, dan lain-lain.
b. Transfer of specimen. Pengiriman bahan (spesimen) untuk peme-
riksaan laboratorium yang lebih lengkap.
c. Transfer of knowledge I personel. Pengiriman tenaga yang lebih
kompeten atau ahli untuk meningkatkan mutu layanan peng-
obatan setempat.
2. Rujukan kesehatan, yaitu hubungan dalam pengiriman, pemerik-
saan bahan atau spesimen ke fasilitas yang lebih mampu dan leng-
kap. Ini adalah rujukan yang menyangkut masalah kesehatan yang
sifatnya preventif dan promotif.