Anda di halaman 1dari 21

Status

Regina Enggeline*
Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana
Jalan Arjuna Utara No.6, Telp 56942061, Jakarta

Pendahuluan

Skenario 9

Seorang dokter yang baru ditempatkan di Puskesmas sedang mengevaluasi program KIA
terutama gizi di Puskesmasnya. Beliau mendapatkan anak-anak balita status gizinya kurang
yang diketahui dari penimbangan saat berobat dan catatan KMS, bahkan terdapat 5 kasus
kwashiorkor dan 3 kasus marasmus. Banyak terjadi kasus diare dan campak pada balita.
Banyak kasus anemia pada ibu hamil dan ibu menyusui. Dan 10 persen anak-anak mengalami
buta senja. Masyarakat di wilayah kerja tersebut berpenghasilan rendah dengan pekerjaan
kebanyakan sebagai buruh tani. Posyandu di daerah tersebut ada 3buah , sedangkan jumlah
balita mencapai 800 balita.

Pembahasan

Gizi Masyarakat

Dilihat dari segi sifatnya ilmu gizi dibedakan menjadi dua, yakni gizi yang berkaitan
dengan kesehatan perorangan yang disebut gizi kesehatan perorangan dan gizi yang berkaitan
dengan kesehatan masyarakat yang disebut gizi kesehatan masyarakat (public health nutrion).
Kedua sifat keilmuan ini akhirnya masing-masing berkembang menjadi cabang ilmu sendiri,
yakni cabang ilmu gizi kesehatan perorangan atau disebut gizi klinik (clinical nutrition) dan
cabang ilmu gizi kesehatan masyarakat atau gizi masyarakat (community nutrition).
Kedua cabang ilmu gizi ini dibedakan berdasarkan hakikat masalahnya. Gizi klinik
berkaitan dengan masalah gizi pada individu yang sedang menderita gangguan kesehatan
akibat kekurangan atau kelebihan gizi. Oleh sebab itu, sifat dari gizi klinik adalah lebih
menitikberatkan pada kuratif daripada preventif dan promotifnya. Sedangkan gizi masyarakat
berkaitan dengan gangguan gizi pada kelompok masyarakat, oleh sebab itu, sifat dari gizi
masyarakat lebih ditekankan pada pencegahan (prevensi) dan peningkatan (promosi).
Oleh karena sifat kedua keilmuan ini berbeda, maka akan menyebabkan perbedaan
jenis profesi yang menangani kedua pokok masalah terebut. Gizi klinik berurusan dengan
masalah klinis pada individu yang mengalami gangguan gizi, maka profesi kedokteranlah
yang lebih tepat untuk menanganinya. Sebaliknya gizi masyarakat yang berurutan gangguan
gizi pada masyarakat, dimana masyarakat mempunyai aspek yang sangat luas, maka
penanganannya harus secara multisektor dan mutidisiplin. Profesi dokter saja belum cukup
untuk menangani masalah gizi masyarakat.
Masalah gizi masyarakat bukan menyangkut aspek kesehatan saja, melainkan aspek-
aspek terkait yang lain, seperti ekonomi, sosial-budaya, pendidikan, kependudukan, dan
sebagainya. Oleh sebab itu, penanganan atau perbaikan gizi sebagai upaya terapi tidak hanya
diarahkan kepada gangguan gizi atau kesehatan saja, melainkan juga ke arah bidang-bidang
yang lain. Misalnya penyakit gizi KKP (Kekurangan kalori dan protein) pada anak-anak balit,
tidak cukup dengan hanya pemberian makanan tambahan saja (PMT),tetapi juga dilakukan
perbaikan ekonomi keluarga, peningkatan. Pengetahuan, dan sebagainya.

Kelompok Rentan Gizi


Kelompok rentan gizi adalah suatu kelompok di dalam masyarakat yang paling mudah
menderita gangguan kesehatannya atau rentan karena kekurangan gizi. Biasanya kelompok
rentan gizi ini berhubungan dengan proses kehidupan manusia, oleh sebab itu, kelompok ini
terdiri dari kelompok umur tertentu dalam siklus kehidupan manusia. Pada kelompok-
kelompok umur tersebut berada pada suatu siklus pertumbuhan atau perkembangan yang
memerlukan zat-zat gizi dalam jumlah yang lebih besar dari kelompok umur lain. Oleh sebab
itu, apabila kekurangan zat gizi maka akan terjadi gangguan gizi atau kesehatannya.
Kelompok-kelompok rentan gizi ini terdiri dari :
a) Kelompok Bayi, umur 0-1 tahun.
Di dalam siklus kehidupan manusia, bayi berada di dalam masa pertumbuhan dan
perkembangan paling pesat. Bayi yang dilahirkan dengan sehat, pada umur enam
bulan akan mencapai pertumbuhan atau berat badan dua kali lipat dari berat badan
pada waktu dilahirkan. Untuk pertumbuhan bayi dengan baik zat-zat gizi yang sangat
dibutuhkan ialah :
a. Protein , dibutuhkan 2-4 gram/ kilogram berat badan
b. Calcium
c. Vitamin D, tetapi karena Indonesia berada di daerah tropis, maka hal ini tidak
begitu jadi masalah
d. Vitamin A dan K
e. Fe (zat besi) diperlukan, karena di dalam proses kelahiran sebagian Fe ikut
terbuang.
b) Kelompok di Bawah Lima Tahun (Balita) , umur 1-5 tahun
Anak balita juga merupakan kelompok umur yang rawan gizi dan rawan penyakit.
Kelompok ini merupakan kelompok umur yang paling menderita akibat gizi (KKP),
dan jumlahnya dalam populasi besar. Hal ini disebabkan karena anak balita sudah
mulai bermain dengan hal-hal yang kotor misalnya tanah, anak balita juga merupakan
masa transisi makanan dari makanan bayi ke makanan anak dewasa. Dengan adanya
Posyandu , yang sasaran utamanya adalah anak balita sangat tepat untuk
meningkatkan gizi dan kesehatan anak balita.
c) Kelompok Anak Sekolah, umur 6-12 tahun
Pada umumnya kelompok umur ini mempunyai kesehatan yang lebih baik
dibandingkan dengan kesehatan anak balita. Masalah-masalah yang timbul pada
kelompok ini antara lain : berat badan rendah, defisiensi Fe (kurang darah), dan
defisiensi vitamin E. Masalah ini timbul karena pada umur-umur ini anak sangat aktif
bermain dan banyak kegiatan, baik di sekolah maupun di lingkungan rumahnya. Di
pihak lain anak kelompok ini kadang-kadang nafsu makanan mereka menurun,
sehingga konsumsi makanan tidak seimbang dengan kalori yang diperlukan.
d) Kelompok Remaja, umur 13-20 tahun
Pertumbuhan anak remaja pada umur ini juga sangat pesat, kemudian juga kegiatan-
kegiatan jasmani termasuk olah raga juga pada kondisi puncaknya. Oleh sebab itu,
apabila konsumsi makanan tidak seimbang dengan kebutuhan kalori untuk
pertumbuhan dan kegiatan-kegiatannya, maka akan terjadi defisiensi yang akhirnya
dapat menghambat pertumbuhannya. Pada anak remaja putrid mulai terjadi
menarche ( awal menstruasi ), yang berarti mulai terjadi pembuangan Fe. Oleh sebab
itu, kalau konsumsi makanan, khususnya Fe maka akan terjadi kekurangan Fe.
e) Kelompok Ibu Hamil
Ibu hamil sebenarnya juga berhubungan dengan proses pertumbuhan, yaitu
pertumbuhan janin yang dikandungnya dan pertumbuhan berbagai organ tubuhnya
sebagai pendukung proses kehamilan tersebut, misalnya payudara. Untuk
mendunkung berbagai proses pertumbuhan ini, maka kebutuhan makanan sebagai
sumber energi juga meningkat.
Apabila kebutuhan kalori, protein, vitamin dan mineral yang meningkat ini tidak
dapat dipenuhi melalui konsumsi makanan oleh ibu hamil, akan terjadi kekurangan
gizi. Kekurangan gizi pada ibu hamil dapat berakibat :
 Berat badan bayi pada waktu lahir rendah atau sering disebut Berat Badan
Bayi Rendah (BBLR).
 Kelahiran prematur (lahir belum cukup umur kehamilan)
 Lahir dengan ebrbagai kesulitan, dan lahir mati.
f) Kelompok Ibu Menyusui
Air Susu Ibu (ASI) adalah makanan utama bayi oleh sebab itu, maka untuk menjamin
kecukupan ASI bagi bayi, makanan ibu yang sedang menyusui harus diperhatikan.
Dalam batas-batas tertentu kebutuhan bayi akan zat-zat gizi ini diambil dari tubuh
ibunya, tanpa menghiraukan apakah ibunya mempunyai persediaan cukup atau tidak.
Apabila konsumsi makanan ibu tidak mencukupi, zat-zat dalam ASI akan
terpengaruh. Khusus untuk protein , meskipun konsumsi ibu tidak mencukupi , ASI
akan tetap memberikan jatah yang diperlukan oleh anaknya dengan mengambil
jaringan ibunya, akibatnya ibu menjadi kurus. Bila konsumsi Ca ibu yang berkurang,
Ca akan diambil dari cadangan Ca jaringan ibunya, sehingga memberikan
osteoporosis dan kerusakkan gigi ( caries dentist).
g) Kelompok Usila ( Usia Lanjut)
Keperluan energi pada usila secara kuantitas sudah menurun, oleh sebab itu ,
konsumsi makanan untuk Usila secara kuantitas tidak sama dengan pada kelompok
rentan yang lain. Yang penting disini kualitas makanan dalam arti keseimbangan zat
gizi harus dijaga. Kegemukan pada usila sangat merugikan usila itu sendiri. Karena
merupakan risiko untuk berbagai penyakit, seperti diabetes mellitus, hipertensi, dan
sebagainya.

Penyakit Gizi
Konsumsi gizi makanan pada seseorang dapat menentukan tercapainya tingkat
kesehatan atau status gizi. Apabila konsumsi gizi makanan pada seseorang tidak seimbang
dengan kebutuhan tubuh, maka akan terjadi kesalahan akibat gizi (malnutrition).
Penyakit-penyakit kesehatan akibat dari kelebihan atau kekurangan zat gizi, dan yang
telah menjadi masalah kesehatan masyarakat khususnya di Indonesia, antara lain sebagai
berikut:
1. Penyakit Kurang Kalori Protein (KKP)
KKP adalah penyakit karena ketidak seimbangan antara konsumsi kalori atau
karbohidrat dan protein dengan kebutuhan energi, atau terjadinya defisiensi atau defisit energi
dan protein. Pada umumnya penyakit ini terjadi pada anak balita, karena pada umur tersebut
anak mengalami pertumbuhan yang pesat. Penyakit ini dibagi dalam tingkat-tingkat, yakni: 1
a. KKP ringan: berat badan anak mencapai antara 84%-95% dari berat badan menurut
standar Harvard
b. KKP sedang: berat badan anak mencapai antara 60%-84% dari berat badan menurut
standar Harvard
c. KKP berat (gizi buruk): berat badan anak kurang dari 60% dari berat badan menurut
standar Harvard
Penyakit KKP pada orang dewasa memberikan tanda-tanda klinis: oedema atau honger
oedema (H.O) atau juga disebut penyakit kurang makan, kelaparan. Oedema pada penderita
biasanya tampak pada daerah kaki.
2. Penyakit Kegemukan (Obesitas)
Penyakit ini terjadi karena ketidakseimbangan antara konsumsi kalori dan kebutuhan
energi, yakni konsumsi kalori terlalu berlebih dibandingkan dengan kebutuhan atau
pemakaian energi. Akibat dari penyakit obesitas ini para penderitanya cenderung menderita
penyakit kardio-vaskuler, hipertensi, dan diabetes melitus. 1
3. Anemia
Penyakit ini terjadi karena konsumsi zat besi (Fe) pada tubuh tidak seimbang atau
kurang dari kebutuhan tubuh. Zat besi merupakan micro elemen yang esensial bagi tubuh,
yang sangat diperlukan dalam pembentukan dara, yakni dalam hemoglobin (Hb). Fe juga
diperlukan enzim sebagai penggiat. Kebutuhan Fe pada wanita dewasa lebih banyak
dibandingkan dengan pria, karena wanita dewasa ekskresi Fe lebih banyak melalui
menstrusasi. Pada wanita hamil kebutuhan Fe meningkat karena bayi yang dikandung juga
memerlukan ini.Defisiensi Fe atau anemia besi di Indonesia jumlahnya besar sehingga sudah
menjadi masalah kesehatan masyarakat.
4. Xerophtalmia
Penyakit ini disebabkan karena karena kekurangan konsumsi vitamin A di dalam
tubuh. Gejala penyakit ini adalah kekeringan ephitel biji mata dan kornea, karena glandula
lacrimalis menurun. Terlihat selaput bolamata keriput dan kusam bila biji mata bergerak.
Fungsi mata berkurang menjadi hemeralopia atau nictalpia, yang oleh awam disebut buta
senja atau buta ayam, tidak sanggup melihat pada cahaya remang-remang. Pada stadium
lanjut akan mengoreng, karena sel-selnya menjadi lunak yang disebut keratomalacia dan
dapat menimbulkan kebutaan.Fungsi vitamin A sebenarnya mencakup 3 fungsi, yakni: fungsi
dalam proses melihat, dalam proses metabolisme, dan proses reproduksi. Penanggulangan
defisiensi kekurangan vitamin A yang penting ditujukan kepada pencegahan kebutaan pada
anak balita.
5. Penyakit Gondok
Kekurangan zat Iodium ini berakibat kondisi hypothyroidisme (kekurangan Iodium)
dan tubuh mencoba untuk mengkonpensasi dengan menambah jaringan kelenjar gondok.
Akibatnya terjadi hypertrophi (membesarnya kelenjar thyroid) yang kemudian disebut
penyakit gondok. Apabila kelebihan zat Iodium maka akan mengakibatkan gejala-gejala pada
kulit yang disebut Iodium dermatis. Penyakit gondok di Indonesia palling banyak terjadi di
daerah pegunungan yang air minumnya kekurangan zat Iodium. Kekurangan Iodium juga
dapat menyebabkan gangguan kesehatan lain, yakni Cretinnisma. Penanggulangan penyakit
akibat kekurangan Iodium dalam rangka peningkatan kesehatan masyarakat dapat dilakukan
melalui program Iodiumisasi, yaitu dengan penyediaan garam dapur yang diperkaya dengan
Iodium.1

Posyandu

Pengertian

Posyandu merupakan salah satu bentuk Upaya Kesehatan Bersumber Daya


Masyarakat (UKBM) yang dikelola dan diselenggarakan dari,oleh,untuk, dan bersama
masyarakat dalam penyelenggaraan pembangunan kesehatan,guna memberdayakan
masyarakat dalam memperoleh pelayanan kesehatan dasar untuk mempercepat penurunan
angka kematian ibu dan bayi.

UKBM adalah wahana pemberdayaan masyarakat, yang dibentuk atas dasar


kebutuhan masyarakat, dikelola oleh, dari, untuk dan bersama masyarakat, dengan bimbingan
dari petugas Puskesmas, lintas sektor dan lembaga terkait lainnya.

Pemberdayaan masyarakat adalah segala upaya fasilitasi yang bersifat non instruktif,
guna meningkatkan pengetahuan dan kemampuan masyarakat, agar mampu mengidentifikasi
masalah yang dihadapi, potensi yang dimiliki, merencanakan dan melakukan pemecahan
dengan memanfaatkan potensi setempat.
Pelayanan kesehatan dasar adalah pelayanan kesehatan yang mempercepat penurunan
angka kematian ibu dan bayi, sekurang-kurangnya mencakup lima kegiatan, yakni KIA, KB,
Imunisaso, gizi, dan penanggulangan diare.

Tujuan

Tujuan umum adalah menunjang percepatan penurunan Angka Kematian Ibu (AKI) dan
Angka Kematian Bayi (AKB) di Indonesia melalui upaya pemberdayaan masyarakat.

Tujuan khusus :

1. Meningkatkan peran masyarakat dalam penyelenggaraan upaya kesehatan dasar,


terutama yang berkaitan dengan penurunan AKI dan AKB.
2. Meningkatkan peran lintas sektor dalam penyelenggaraan Posyandu, terutama
berkaitan dengan penurunan AKI dan AKB.
3. Meningkatkan cakupan dan jangkauan pelayanan kesehatan dasar, terutama yang
berkaitan dengan penurunan AKI dan AKB.

Sasaran

Sasaran Posyandu adalah seluruh masyarakat, utamanya :

1. Bayi

2. Anak balita

3. Ibu hamil, Ibu melahirkan, Ibu nifas dan Ibu menyusui

4. Pasangan Usia Subur (PUS)

Fungsi

1. Sebagai wadah pemberdayaan masyarakat dalam alih informasi dan keterampilan dari
petugas kepada masyarakat dan antar sesama masyarakat dalam rangka mempercepat
penurunan AKI dan AKB.

2. Sebagai wadah untuk mendekatkan pelayanan kesehatan dasar, terutama berkaitan


dengan penurunan AKI dan AKB.

Manfaat
1. Bagi masyarakat

 Memperoleh kemudahan untuk mendapatkan informasi dan pelayanan


kesehatan dasar, terutama berkaitan dengan penurunan AKI dan AKB.
 Memperoleh bantuan secara profesional dalam pemecahan masalah kesehatan
terutama terkait kesehatan ibu dan anak.
 Efisiensi dalam mendapatkan pelayanan terpadu kesehatan dan sektor lain terkait.

2. Bagi Kader, pengurus Posyandu dan tokoh masyarakat

 Mendapatkan informasi terdahulu tentang upaya kesehatan yang terkait dengan


penurunan AKI dan AKB.

 Dapat mewujudkan aktualisasi dirinya dalam membantu masyarakat menyelesaikan


masalah kesehatan terkait dengan penurunan AKI dan AKB

3. Bagi Puskesmas

 Optimalisasi fungsi Puskesmas sebagai pusat penggerak pembangunan berwawasan


kesehatan, pusat pemberdayaan masyarakat, pusat pelayanan kesehatan strata
pertama.

 Dapat lebih spesifik membantu masyarakat dalam pemecahan masalah kesehatan


sesuai kondisi setempat.

 Meningkatkan efisiensi waktu, tenaga dan dana melalui pemberian pelayanan


secara terpadu.

4. Bagi sektor lain

 Dapat lebih spesifik membantu masyarakat dalam pemecahan masalah sektor


terkait, utamanya yang terkait dengan upaya penurunan AKI dan AKB sesuai
kondisi setempat.

 Meningkatkan efisiensi melalui pemberian pelayanan secara terpadu sesuai dengan


tupoksi masing-masing sektor.

Lokasi
Posyandu berlokasi di setiap desa/ kelurahan. Bila diperlukan dan memiliki kemampuan ,
dimungkinkan untuk didirikan di RW, Dusun, atau sebutan lainnya.
Kedudukan

1. Kedudukan Posyandu terhadap Pemerintahan Desa/Kelurahan

Pemerintah desa/kelurahan adalah instansi pemerintah yang bertanggung jawab


menyelenggarakan pembangunan di desa/ kelurahan. Kedudukan Posyandu
terhadap pemerintahan desa/ kelurahan adalah sebagai wadah pemberdayaan
masyarakat di bidang kesehatan yang secara kelembagaan dibina oleh pemerintah
desa/ kelurahan.

2. Kedudukan Posyandu terhadap Pokja Posyandu

Pokja Posyandu adalah kelompok kerja yang dibentuk di desa/kelurahan, yang


anggotanya terdiri dari aparat pemerintahan desa/kelurahan dan tokoh masyarakat
yang bertanggung jawab membina Posyandu. Kedudukan Posyandu terhadap Pokja
adalah sebagai satuan organisasi yang mendapat binaan aspek administratif,
keuangan, dan program dari Pokja.

3. Kedudukan Posyandu terhadap Berbagai UKBM

UKBM adalah bentuk umum wadah pemberdayaan masyarakat dibidang kesehatan,


yang salah satu diantaranya adalah Posyandu. Kedudukan Posyandu terhadap
UKBM dan pelbagai lembaga kemasyarakatan/LSM desa/Kelurahan yang bergerak
di bidang kesehatan adalah sebagai mitra.

4. Kedudukan Posyandu terhadap Konsil Kesehatan Kecamatan.

Konsil Kesehatan Kecamatan adalah wadah pemberdayaan masyarakat di bidang


kesehatan yang dibentuk dari, oleh dan untuk masyrakat di kecamatan yang
berfungsi menaungi dan mengkoordinir setiap Upaya Kesehatan Bersumberdaya
Masyarakat (UKBM). Kedudukan Posyandu terhadap Konsil Kesehatan Kecamatan
adalah sebagai satuan organisasi yang mendapat arahan dan dukungan sumber daya
dari Konsil Kesehatan Kecamatan.

5. Kedudukan Posyandu terhadap Puskesmas.


Puskesmas adalah unit pelaksana teknis Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota yang
bertanggung jawab melaksanakan pembangunan kesehatan di kecamatan.
Kedudukan Posyandu terhadap Puskesmas adalah sebagai wadah pemberdayaan
masyarakat di bidang kesehatan yang secara teknis medis dibina oleh Puskesmas.

Struktur Organisasi

Struktur Organisasi Posyandu ditetapkan oleh musyawarah masyarakat pada saat


pembentukkan Posyandu. Struktur organisasi tersebut bersifat fleksibel, sehingga dapat
dikembangkan sesuai dengan kebutuhan, kondisi, permasalahan dan kemampuan sumber
daya. Struktur organisasi minimal terdiri dari ketua, sekretaris, dan bendahara dan kader
Posyandu merangkap sebagai anggota.

Kemudian sari beberapa Posyandu yang ada di suatu wilayah (kelurahan/ desa atau
dengan sebutan lain), selayaknya dikelola oleh suatu unit/ kelompok Pengelola Posyandu
yang keanggotaannya dipilih dari kalangan masyarakat setempat. Unit Pengelola Posyandu
tersebut dipimpin oleh seorang ketua, yang dipilih dari para anggotanya. Bentuk organisasi
Unit Pengelola Posyandu, tugas dan tanggung jawab masing-masing unsure Pengelola
Posyandu, disepakati dalam unit/ kelompok Pengelola Posyandu bersama masyarakat
setempat.

Badan kepengurusan Posyandu (contoh)

Program Posyandu 7

Pelayanan Posyandu menganut system 5 meja dengan urutan sebagai berikut :

1. Meja 1 : Pendaftaran pengunjung Posyandu dilayani oleh kader kesehatan


2. Meja 2 : Penimbangan bayi, balita dan ibu hamil dilayani oleh kader
kesehatan.
3. Meja 3 : Pencatatan dan hasil penimbangan dari Meja 2 di dalam KMS
dilayani oleh kader kesehatan.
4. Meja 4 : Penyuluhan kepada ibu bayi/ balita dan ibu hamil, oleh kader
kesehatan.
5. Meja 5 : Pemberian imunisasi, pemasangan alat kontrasepsi, atau pengobatan
bagi yang memerlukan, dan periksa kehamilan, dilayani oleh tim medis petugas
kesehatan. Bila ada kasus yang tidak dapat ditangani dirujuk ke Puskesmas.
Kesehatan Ibu dan Anak
Program Gizi Ibu dan Anak
Kartu Menuju Sehat
Program Pemberian Makanan Tambahan
Pemberian tambahan makanan disamping makanan yang dimakan sehari-hari dengan tujuan
memulihkan keadaan gizi dan kesehatan. PMT dapat berupa makanan (yang dibuat) lokal
atau makanan pabrik. Dilihat dari tujuan program dapat dibedakan :
a. PMT Pemulihan
Program pemberian makanan tambahan yang diberikan kepada anak penderita gizi
buruk dan gizi kurang yang jumlah harinya tertentu dengan tujuan untuk
meningkatkan status gizi anak. Ibu yang mempunyai anak di bawah lima tahun yang
menderita gizi kurang/gizi buruk diberi satu paket PMT-Pemulihan. Paket ini berupa
pemeriksaan kesehatan dan pengobatan, penyuluhan gizi, pemberian makan khusus
selama waktu tertentu. Perkembangan kesehatan dan keadaan gizi anak dipantau oleh
petugas kesehatan dalam interval waktu tertentu pula. Makanan yang diberikan
berupa bubuk makanan khusus untuk dibuat bubur/makanan lembek untuk anak umur
6-11 bulan, atau biskuit khusus untuk anak umur 12-23 bulan atau anak penderita gizi
buruk/gizi kurang.
b. PMT Penyuluhan
Program pemberian makanan tambahan yang bertujuan untuk memberikan contoh
kepada ibu yang mempunyai balita tentang makanan yang baik menunya dan tepat
porsi dan pengaturannya.
Kartu Menuju Sehat (KMS)
KMS adalah suatu pencatatan lengkap tentang kesehatan seorang anak. KMS harus
dibawa ibu setiap kali ibu menimbang anaknya atau memeriksa kesehatan anak dengan
demikian pada tingkat keluarga KMS merupakan laporan lengkap bagi anak yang
bersangkutan, sedangkan pada lingkungan kelurahan bentuk pelaporan tersebut dikenal
dengan SKDN. SKDN  adalah data untuk memantau pertumbuhan balita. SKDN sendiri
mempunyai singkatan yaitu sebagai berikut:7
S= jumlah balita yang ada diwilayah Posyandu
K= jumlah balita yang terdaftar dan yang memiliki KMS
D= jumlah balita yang datang ditimbang bulan ini
N= jumlah balita yang naik berat badannya
Pencatatan dan pelaporan data SKDN untuk melihat kinerja output disini meliputi
cakupan hasil program gizi di Posyandu yang dapat dilihat dalam bentuk persentase cakupan
yang berhasil dicapai oleh suatu Posyandu, yaitu cakupan kegiatan penimbangan (K/S),
kesinambungan kegiatan penimbangan posyandu (D/K), tingkat partisipasi masyarakat dalam
kegiatan (D/S), kecenderungan status gizi (N/D), efektifitas kegiatan (N/S). Adapun cakupan
hasil program gizi di Posyandu tersebut adalah sebagai berikut :
a. Cakupan Program (K/S)
Cakupan program (K/S) adalah Jumlah Balita yang memiliki Kartu Menuju
Sehat (KMS) dibagi dengan jumlah balita yang ada di wilayah Posyandu kemudian
dikali 100%. Persentase K/S disini, menggambarkan berapa jumlah balita diwilayah
tersebut yang telah memiliki KMS atau berapa besar cakupan program di daerah
tersebut telah tercapai.
b. Cakupan Partisipasi Masyarakat (D/S)
Cakupan partisipasi masyarakat (D/S) adalah Jumlah Balita yang ditimbang di
Posyandu dibagi dengan jumlah balita yang ada di wilayah kerja Posyandu kemudian
dikali 100 %. Persentase D/S disini, menggambarkan berapa besar jumlah partisipasi
masyarakat di dareah tersebut yang telah tercapai.
c. Cakupan Kelangsungan Penimbangan (D/K)
Cakupan kelangsungan penimbangan (D/K) adalah Jumlah Balita yang
ditimbang di Posyandu dalam dibagi dengan jumlah balita yang telah memiliki KMS
kemudian dikali 100%. Persentase D/K disini, menggambarkan berapa besar
kelangsungan penimbangan di daerah tersebut yang telah tercapai.
d. Cakupan Hasil Penimbangan (N/D)
Cakupan Hasil Penimbangan (N/D) adalah : Rata – rata jumlah Balita yang
naik berat badan (BB) nya dibagi dengan jumlah balita yang ditimbang di Posyandu
kemudian dikali 100%. Persentase N/D disini, menggambarkan berapa besar hasil
penimbangan didaerah tersebut yang telah tercapai.

Perhitungan SKDN
Pemantauan status gizi dilakukan dengan memanfaatkan data hasil penimbangan
bulanan posyandu yang didasarkan pada indikator SKDN tersebut. Indikator yang dipakai
adalah N/D. Dilakukan dengan mengamati kecenderungan N/D dan D/S setiap bulan pada
wilayah masing-masing wilayah kecamatan. Pematauan status gizi dilaporkan setiap bulan
dengan mempergunakan format laporan yang telah ada. 7

Pengolahan
Analisinya terdiri dari:
Tingkat partisipasi Masyarakat dalam Penimbangan Balita Yaitu jumlah balita yang
ditimbang dibagi dengan jumlah balita yangada di wilayah kerja Posyandu atau dengan
menggunakan rumus (D/Sx 100%), hasilnya minimal harus mencapai 80%, apabila dibawah
80% maka dikatakan partisipasi masyarakat untuk kegiatan pemantauan pertumbuhan dan
perkembangan berat badan sangatlah rendah. Hal ini akan berakibat pada balita tidak akan
terpantau oleh petugas kesehatan ataupun kader Posyandu akan memungkinkan balita ini
tidak diketahui pertumbuhan berat badannya atau pola pertumbuhan baerat badannya.
Tingkat Liputan Program Yaitu jumlah balita yang mempunyai KMS dibagi dengan
jumlah seluruh balita yang ada diwilayah Posyandu atau dengan menggunakan rumus (K/S x
100%). Hasil yang didapat harus 100%. Alasannya balita–balita yang telah mempunyai KMS
telah mempunyai alat instrument untuk memantau berat badannya dan data pelayanan
kesehatan lainnya. Apabila tidak digunakan atau tidak dapat KMS makan pada dasarnya
program POSYANDU tersebut mempunyai liputan yang sangat rendah atau bisa juga
dikatakan balita tersebut. Khusus untuk Tingkat Kehilangan Kesempatan ini menggunakan
rumus (S-K)/S x 100%), yaitu jumlah balita yang ada diwilayah Posyandu dikurangi Jumlah
balita yang mempunyai KMS, hasilnya dibagi dengan jumlah balita yang ada diwilayah
Posyandu tersebut. Semakin tinggi Presentasi Kehilangan kesempatan, maka semakin rendah
kemauan orang tua balita untuk dapat memanfaatkan KMS. Padahal KMS sangat baik untuk
memantau pertumbuhan berat badan balita atau juga pola pertumbuhan berat badan balita. 7
Indikator lainnya adalah (N/D x 100%) yaitu jumlah balita yang naik berat badannya
dibandingkan dengan jumlah seluruh balita yang ditimbang. Sebaiknya semua balita yang
ditimbang harus mengalami peningkatan berat badan.
Indikator selanjutnya dalam SKDN adalah indikator Drop-Out, yaitu balita yang
sudah mempunyai KMS dan pernah datang menimbang berat badannya tetapi kemudian tidak
pernah datang lagi di Posyandu untuk selalu mendapatkan pelayanan kesehatan.  Rumusnya
yaitu jumlah balita yang telah mendapatkan KMS dikurangi dengan jumlah balitayang
ditimbang, dan hasilnya dibagi dengan balita yang mempunyai KMS ((K-D)/K x 100%).
Indikator terkhir dalam SKDN adalah indikator perbandingan antara jumlah balita
yang status gizinya berada di Bawah Garis Merah (BGM) dibagi dengan banyaknya jumlah
balita yang ditimbang pada bulan penimbangan (D). Rumusnya adalah (BGM/D x 100%).

Fungsi KMS
1. Fungsi utama KMS : alat untuk pemantauan pertumbuhan anak, catatan pelayanan
kesehatan anak 8
2. Grafik pertumbuhan normal anak sesuai umurnya pada KMS dapat digunakan untuk
menentukan apakah seorang anak tumbuh normal, memiliki risiko gangguan
pertumbuhan atau kelebihan gizi.
3. Bila grafik berat badan :
• mengikuti grafik pertumbuhan pada KMS, artinya anak tumbuh baik
• Tidak sesuai dengan grafik pertumbuhan normal, anak kemungkinan
berisiko mengalami gangguan pertumbuhan atau kelebihan gizi.

Surveilans Gizi(ratna)

Kegiatan surveilans gizi meliputi kegiatan pengumpulan dan pengolahan data,


penyajian serta diseminasi informasi bagi pemangku kepentingan. Informasi ini dimanfaatkan
oleh para pemangku kepentingan untuk melakukan tindakan segera maupun untuk
perencanaan program jangka pendek, menengah, maupun jangka panjang serta untuk
perumusan kebijakan.12

a. Pengumpulan data

1. Kegiatan rutin yaitu penimbangan bulanan, pemantauan dan pelaporan kasus gizi
buruk, pendistribusian tablet Fe ibu hamil, pendistribusian kapsul vitamin A balita,
dan pemberian ASI Eksklusif.
2. Kegiatan survey khusus yang dilakukan berdasarkan kebutuhan seperti konsumsi
garam beriodium, pendistribusian MP-ASI dan PMT, pemantauan status gizi anak dan
ibu hamil serta wanita usia subur risiko KEK, atau studi yang berkaitan dengan
masalah gizi lainnya.

Dalam pelaksanaan pengumpulan data, bila ada Puskesmas yang tidak melapor atau
melapor tidak tepat waktu, data laporan tidak lengkap dan atau tidak akurat maka petugas
DINKES Kabupaten/Kota perlu melakukan pembinaan secara aktif untuk melengkapi data
dengan melalui telepon, SMS, atau kunjungan langsung ke Puskesmas.

b. Pengolahan Data dan Penyajian Informasi

Pengolahan data dapat dilakukan secara deskriptif maupun analitik, disajukan dalam
bentuk narasi, tabel, grafik, peta, dan sebagainya.

c. Diseminasi Informasi

Diseminasi informasi dilakukan untuk menyebarluaskan informasi surveilans gizi


kepada pemangku kepentingan.Kegiatan ini dapat dilakukan dalam bentuk pemberian
umpan balik, sosialisasi, atau advokasi.Umpan balik merupakan respon tertulis mengenai
informasi surveilans gizi yang dikirimkan kepada pemangku kepentingan pada berbagai
kesempatan baik pertemuan lintas program maupun lintas sektoral.Sosialisasi merupakan
penyajian hasil surveilans gizi dalam forum koordinasi atau forum lainnya sedangkan
advokasi merupakan penyajian hasil surveilans gizi dengan harapan memperoleh
dukungan dari pemangku kepentingan.

Indikator keberhasilan kegiatan surveilans gizi adalah:

a. Indikator Input
1. Adanya tenaga manajemen data gizi yang meliputi pengumpul data dari laporan rutin
atau survey khusus, pengolah dan analisis data serta penyaji informasi
2. Tersedianya instrument pengumpulan dan pengolahan data
3. Tersedianya sarana dan prasarana pengolahan data
4. Tersedianya biaya operasional surveilans gizi

b. Indikator Proses

1. adanya proses pengumpulan data


2. Adanya proses editing dan pengolahan data
3. Adnya proses pembuatan laporan dan umpan balik hasil surveilans gizi
4. Adanya proses sosialisasi atau advokasi hasil surveilans gizi

c. Indikator Output
1. Tersedianya informasi gizi buruk yang mendapat perawatan
2. Tersedianya informasi balita yang ditimbang berat badannya (D/S)
3. Tersedianya informasi bayi usia 0-6 bulan mendapat ASI Eksklusif
4. Tersedianya informasi rumah tangga yang menonsumsi garam beriodium
5. Tersedianya informasi balita 6-59 bulan yang mendapat kapsul vitamin A
6. Tersedianya informasi ibu hamil mendapat 90 tablet Fe
7. Tersedianya informasi kabupaten/kota yang melaksanakan surveilans gizi
8. Tersedianya informasi penyediaan bufferstock MP-ASI untuk daerah bencana
9. Tersedianya informasi data terkait lainnya (sesuai kondisi dan situasi daerah)

Peran Serta Masyarakat

UPGK

UPGK merupakan usaha keluarga untuk memperbaiki gizi seluruh anggota keluarga,
dilaksanakan oleh keluarga dan masyarakat dengan kader sebagai penggerak masyarakat,
merupakan bagian dari kehidupan keluarga sehari-hari dan secara operasional adalah
rangkaian kegiatan yang saling mendukung untuk melaksanakan alih teknologi sederhana
kepada keluarga/masyarakat.

Tujuan umum dari UPGK adalah untuk meningkatkan dan membina keadaan gizi
anggota masyarakat, melalui pembinaan keluarga agar peningkatan gizi menjadi bagian dari
pola kehidupan sehari-hari.Secara operasional tujuan ini diperinci menjadi tujuan khusus,
yaitu partisipasi dan pemerataan kegiatan, perubahan sikap dan perilaku yang mendukung
tercapainya perbaikan gizi, serta perbaikan gizi anak balita.Keluarga dibina menjadi Keluarga
Sadar Gizi (Kadarzi).

Di Posyandu diperkenalkan berbagai inovasi yang berkenaan dengan pemeliharaan


kesehatan dan keadaan gizi balita, ibu hamil dan menyusui.Adapun kegiatannya adalah
penimbangan anak balita, pemberian paket pertolongan gizi (yang berisi Vitamin A dosis
tinggi, pil zat besi dan oralit), pemberian makanan tambahan, imunisasi, pemeriksaan ibu
hamil, pelayanan KB dan penyuluhan gizi.

a. Penyuluhan Gizi dalam Upaya Meningkatkan Pengetahuan Gizi Ibu

Proses penyuluhan mempunyai tahapan – tahapan sebagai berikut:

1. menarik perhatian
2. menggugah hati, yaitu menimbulkan perasaan terbuka pada sasaran untuk sesuatu
yang baru disadarinya tadi.
3. membangkitkan keinginan, yaitu menumbuhkan kengininan untuk memperoleh atau
mengerjakan cara baru yang dianjurkan itu
4. meyakinkan, yaitu menghilangkan rasa ragu – ragu pada sasaran, sehingga terjadi
keyakinan akan kebaikan dan manfaat hal baru itu.
5. menggerakkan, yaitu mengusahakan agar anjuran yang telah diberikan itu sekarang
oleh sasaran dilaksanakan atau dipraktekkan secara luas dan kontinyu

Sasaran utama dalam pendidikan gizi adalah ibu – ibu rumah tangga.Hasil dari
penyuluhan gizi diharapkan dapat meningkatkan pengetahuan, sikap dan keterampilan ibu
– ibu rumah tangga dalam mencukupi kebutuhan gizi keluarganya melalui konsumsi
makanan yang memenuhi kebutuhan – kebutuhan zat – zat gizi anggota keluarganya,
yang pada gilirannya tampak pada status gizinya.

Kecukupan pangan dan gizi masyarakat ditentukan oleh taraf pengetahuannya


terhadap pangan. Kemampuan berdaya beli tidak selalu diimbangi oleh pengertian akan
gizi yang baik. Akibatnya meskipun daya beli terjangkau, penyakit gizi seperti
kekurangan kalori dan protein akan tetap menjadi masalah. Salah satu hal yang turut
mempengaruhi adalah pengetahuan dalam hal memilih dan menyediakan makanan bergizi
tinggi.Kurangnya pengetahuan dan salah konsepsi tentang kebutuhan pangan adalah
umum di setiap Negara. Sebab lain dari gangguan gizi adalah kurangnya kemampuan
untuk menerapkan informasi tersebut kedalam kehidupan sehari – hari.

b. Faktor–faktor yang Mempengaruhi Konsumsi Pangan


Konsumsi pangan dipengaruhi banyak factor, pemilihan jenis maupun banyaknya
pangan yang dimakan dapat berlainan dari setiap individu atau masyarakat.Faktor-faktor
yang nampaknya sangat mempengaruhi konsumsi pangan dimana saja di dunia adalah
jenis dan banyaknya pangan yang di produksi dan tersedia, tingkat pendapatan dan
tingkat pendidikan gizi.
Kebiasaan makan adalah cara individu atau sekelompok individu dalam memilih,
mengkonsumsi dan menggunakan pangan yang tersedia berdasarkan faktor social dan
budaya dimana mereka hidup. Kebiasaan makan juga merupakan gejala sosial yang dapat
member gambaran perilaku nilai – nilai yang di anut seseorang atau kelompok
masyarakat.
Dalam hal memberi dan mengatur makan anak, tidak jarang dipengaruhi kebiasaan
orang tua.Bagi yang baru mempunyai anak, kebijaksanaan dalam hal menentukan
makanan seringkali ditentukan oleh nenek atau orang yang dianggap tua dalam keluarga
karena dianggap lebih berpengalaman.Tidak heran bila adat dan kebiasaan makan yang
dianut oleh orang tua menurun dari satu generasi ke generasi berikutnya. Seperti pantang
dan tabu terhadap makanan tertentu adalah warisan dari generasi sebelumnya. Itulah
sebabnya mengapa kebiasaan dan susunan hidangan sangat kuat bertahan terhadap
berbagai pengaruh yang mungkin dapat merubahnya. Kebiasaan makan seseorang
merupakan kebiasaan makan keluarga karena individu tersebut selama tinggal didalam
keluarganya, terus mengalami proses belajar seumur hidupnya dari keluarga tersebut.
Hal lain yang mempengaruhi jumlah makanan yang dikonsumsi individu dan keluarga
adalah susunan anggota keluarga. Jumlah anggota keluarga yang semakin besar
menyebabkan semakin sulit mengatur pembagian makanan secara merata.Konsumsi
pangan keluarga dapat diketahui dengan pendekatan kualitatif dan kuantitatif.Secara
kuantitatif, dapat didekati dari jumlah pangan yang dikonsumsi, sedangkan secara
kualitatif dapat didekati dari pola pangannya. Pola pangan seseorang atau sekelompok
orang diketahui dari jenis – jenis pangan tertentu yang dikonsumsi dan frekuensi
penggunannya
Pendapatan merupakan factor yang secara tidak langsung mempengaruhi konsumsi
pangan, tetapi termasuk penentu utama baik buruknya keadaan gizi seseorang, atau
sekelompok orang.Pendapatan yang rendah mengakibatkan daya beli untuk konsumsi
makanan rendah.Rendahnya pendapatan diduga membawa akibat pada pemberian
makanan yang kurang banyak dan kurang bermutu.
c. Faktor–faktor yang Mempengaruhi Status Gizi
Status gizi adalah keadaan fisik tubuh yang merupakan akibat konsumsi, absorpsi dan
penggunaan zat – zat gizi oleh tubuh. Jumlah makanan yang tidak memenuhi kebutuhan
sehari–hari secara langsung akan menimbulkan masalah gizi kurang. Konsumsi makanan
yang tidak memadai sesuai dengan kebutuhan tubuh baik kuantitas maupun kualitas akan
menimbulkan masalah gizi. Selain konsumsi pangan, factor lain yang berperan sangat
penting terhadap keadaan gizi adalah penyakit infeksi.Konsumsi makanan dan penyakit
infeksi keduanya merupakan penyebab langsung konsumsi energi dan protein.Penyebab
tidak langsung tingkat pendapatan, pengetahuan gizi ibu, dan sanitasi lingkungan
Sistem Rujukan
Salah satu kelemahan pelayanan kesehatan adalah pelaksanaan rujukan yang kurang cepat
dan tepat. Rujukan bukan suatu kekurangan, melainkan suatu tanggung jawab yang tinggi dan
mendahulukan kebutuhan masyarakat. Kita ketahui bersama bahwa tingginya kematian ibu
dan bayi merupakan masalah kesehatan yang dihadapi oleh bangsa kita. Pada pembelajaran
sebelumnya, telah dibahas mengenai masalah 3T (tiga keterlambatan) yang melatarbelakangi
tingginya kematian ibu dan anak, terutama terlambat mencapai fasilitas pelayanan kesehatan.
Dengan adanya sistem rujukan, diharapkan dapat meningkatkan pelayanan kesehatan
yang lebih bermutu karena tindakan rujukan ditujukan padn kasus yang tergolong berisiko
tinggi. Oleh karena itu, kelancaran rujukan dapat menjadi faktor yang menentukan untuk
menurunkan angka kematian ibu dan pcrmatal, terutama dalam mengatasi keterlambatan.
Bidan .sebagai tenaga kesehatan harus memiliki kesiapan untuk merujuk ibu atau bayi ke
fasilitas kesehatan rujukan secara optimal dan tepat waktu jika menghadapi penyulit. Jika
bidan lemah atau lalai dalam melakukannya, akan berakibat fatal bagi keselamatan jiwa ibu
dan bayi.

Sistem rujukan upaya keselamatan adalah suatu sistem jaringan fasilitas pelayanan kesehatan
yang memungkinkan terjadinya penyerahan tanggung jawab secara timbal-balik atas masalah
yang timbul, baik secara vertikal maupun horizontal ke fasilitas pelayanan yang lebih
kompeten, terjangkau, rasional, dan tidak dibatasi oleh wilayah administrasi. Tujuan system
rujukan adalah untuk meningkatkan mutu, cakupan dan efisiensi pelayanan kesehatan secara
terpadu.
Terdapat dua jenis istilah rujukan, yaitu rujukan medik dan rujukan kesehatan.
1. Rujukan medik, yaitu pelimpahan tanggung jawab secara timbal ba-
lik atas satu kasus yang timbul baik secara vertikal maupun horizon-
tal kepada yang lebih berwenang dan mampu menanganinya secara
rasional. Jenis rujukan medik.
a. Transfer ofpatieni. Konsultasi penderita untuk keperluan diag-
nostik, pengobatan, tindakan operatif, dan lain-lain.
b. Transfer of specimen. Pengiriman bahan (spesimen) untuk peme-
riksaan laboratorium yang lebih lengkap.
c. Transfer of knowledge I personel. Pengiriman tenaga yang lebih
kompeten atau ahli untuk meningkatkan mutu layanan peng-
obatan setempat.
2. Rujukan kesehatan, yaitu hubungan dalam pengiriman, pemerik-
saan bahan atau spesimen ke fasilitas yang lebih mampu dan leng-
kap. Ini adalah rujukan yang menyangkut masalah kesehatan yang
sifatnya preventif dan promotif.

Anda mungkin juga menyukai