Anda di halaman 1dari 14

Tugas Terstruktur Dosen Pengampu

Bimbingan Konseling Abdullah Umar Habibi, M.Pd.

JENIS LAYANAN DAN KEGIATAN BK: LAYANAN KONSELING


PERORANGAN

Oleh

Kelompok 5:

Mariani 170102030046

PENDIDIKAN BAHASA INGGRIS

FAKULTAS TARBIYAH DAN KEGURUAN

UIN ANTASARI BANJARMASIN

2020

KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI
BAB I

PENDAHULUAN
BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian Layanan Konseling Perorangan


Menurut [CITATION Suk10 \p 63 \l 1033 ] layanan konseling perorangan bermakna
layanan konseling yang memungkinkan peserta didik mendapatkan layanan langsung
secara tatap muka dengan konselor dalam rangka pembahasan dan pengentasan masalah
pribadi klien. Pembahasan masalah dalam konseling bersifat holistik dan mendalam serta
menyentuh hal-hal penting tentang diri klien (sangat mungkin menyentuh rahasia
pribadi), tetapi juga bersifat menuju kea rah pemecahan masalah. [CITATION Toh07 \p 164 \l
1033 ]
Banyak anak muda yang enggan membicarakan masalah pribadi atau urusan
pribadi mereka dalam diskusi kelas dengan guru. Beberapa dari mereka merasa ragu
untuk berbicara di depan kelompok. Oleh karena itu, konseling individu dalam sekolah,
tidak terlepas dari psikoterapi, di dasarkan pada asumsi bahwa konseli itu akan lebih suka
berbicara sendirian dengan seorang konselor [ CITATION Sul14 \l 1033 ]. h. 226
Selain itu, kerahasiaan selalu di anggap sebagai dasar konseling. Akibatnya,
muncul asumsi bahwa siswa membutuhkan pertemuan pribadi dengan seorang konselor
untuk mengungkapkan pikiran mereka dan untuk meyakinkan bahwa pengungkapan
mereka akan di lindungan. Tidak ada yang lebih aman daripada konseling individu
[ CITATION Sul14 \l 1033 ]. h. 226
Konseling individu sebagai intervensi mendapatkan popularitas dan pemikiran
teoritis dan filosofis yang menekanankan penghormatan terhadap nilai individu,
perbedaan, dan hak-hak. Hubungan konseling bersifat pribadi. Hal ini memungkinkan
beberapa jenis komunikasi yang berbeda terjadi antara konselor dan konseli dilindungi.
Karena konseling sendiri di anggap sangat rumit, dengan setiap kata, infleksi sikap, dan
keheningan yang penting, yang hanya bisa terjadi antara konselor yang terampil dan
konseli yang berminat. Selama bertahun-tahun, telah di asumsikan bahwa pengalaman ini
hanya bisa terjadi dalam interaksi antara dua orang [ CITATION Sul14 \l 1033 ]. h. 227
Dengan demikian dengan adanya pelayanan konseling perorangan, klien akan
memahami kondisi dirinya sendiri, lingkungannya, permasalah yang dialami, kekuatan
dan kelemahan dirinyam serta kemungkinan upaya untuk mengatasi
masalahnya[ CITATION Toh07 \l 1033 ].
B. Tujuan Layanan Konseling Perorangan
Tujuan Layanan Konseling Individu adalah agar klien memahami kondisi dirinya
sendiri, lingkungannya, permasalahan yang dialami, kekuatan dan kelemahan dirinya
sehingga klien mampu mengatasinya. Dengan perkataan lain, konseling individu
bertujuan untuk mengentaskan masalah yang dialami klien [ CITATION Toh07 \l 1033 ]. h.
164
Secara lebih khusus, tujuan layanan konseling individu adalah merujuk kepada
fungsi-fungsi bimbingan dan konseling sebagaimana telah dikemukakan. Pertama,
merujuk kepada fungsi pemahaman, maka tujuan layanan konseling adalah agar klien
memahami seluk beluk yang dialami secara mendalam dan komprehensif, positif, dan
dinamis. Kedua, merujuk kepada fungsi pengentasan, maka layanan konseling individu
bertujuan untuk mengentaskan klien dari masalah yang dihadapinya. Ketiga, dilihat dari
fungsi pengembangan dan pemeliharaan, tujuan layanan konseling individu adalah untuk
mengembangkan potensi-potensi individu dan memelihara unsur-unsur positif yang ada
pada diri klien[ CITATION Toh07 \l 1033 ]. h. 165
C. Isi Layanan Konseling Perorangan
Berbeda dengan layanan-layanan lain seperti disebutkan diatas, isi layanan
konseling individu tidak ditentukan oleh konselor (pembimbing) sebelum proses
konseling dilaksanakan. Dengan perkataan lain, masalah yang dibicarakan dalam
konseling individu tidak ditetapkan oleh konselor sebelum proses konseling
dilaksanakan. Persoalan atau masalah sesungguhnya baru dapat diketahui setelah
dilakukan identifikasi baru ditetapkan masalah mana yang akan dibicarakan (yang
Masalah-masalah yang bisa dijadikan isi layanan konseling individu mencakup: (a)
masalah-masalah yang berkenaan dengan bidang pengembangan pribadi, (b) bidang
pengembangan sosial, (c) bidang pengembangan karir, (d) bidang pengembangan
pendidikan atau kegiatan belajar, (e) bidang pengembangan kehidupan berkeluarga, dan
(f) bidang pengembangan kehidupan beragama[ CITATION Toh07 \l 1033 ]. h. 165.
Semua bidang-bidang di atas bisa dijabarkan ke dalam bidang-bidang yang lebih
spesifik untuk dijadikan isi layanan konseling individu. Dengan perkataan lain,
pembahasan masalah dalam konseling individu perorangan bersifat meluas meliput
berbagai sisi yang menyangkut masalah klien (siswa), namun juga bersifat spesifik
menuju ke arah pengentasan masalah. Misalnya masalah yang berkenaan dengan bidang,
bisa menyangkut tentang kesulitan belajarsikap dan perilaku belajar, prestasi rendah, dan
lain sebagainya (Tohirin, 2007: 165-166).
D. Teknik-Teknik Layanan Konseling Perorangan
Implementasi teknik layanan konseling individu bisa merujuk kepada teknik-
teknik konseling secara umum (akan dibahas dalam bab tersendiri). Konseling yang
efektif bisa diwujudkan melalui penerapan berbagai teknik secara tepat terlebih apabila
didukung oleh teknik-teknik yang bernuansa. Melalui perpaduan teknik tersebut, konselor
(pembimbing) dapat mewujudkan konseling yang efektif sehingga dapat pula
mengembangkan dan membina klien (siswa) agar memilki kompetensi yang berguna bagi
mengatasi masalah
masalah yang dialaminya[ CITATION Toh07 \l 1033 ]. h.166
Selain itu, untuk dapat mengembangkan proses layanan-layanan, juga perlu
diterapkan teknik-teknik sebagai berikut: pertama, kontak mata. Kedua, kontak psikologi.
Ketiga, ajakan untuk berbicara. Keempat, penerapan tiga M (mendengar dengan cermat,
memahami, secara tepat, dan merespon secara tepat dan positif). Kelima, keruntutan.
Keenam, pertanyaan terbuka. Ketujuh, dorongan minimal. Kedelapan, refleksi isi.
Kesembilan, penyimpulan.
Menurut [ CITATION Pra09 \l 1033 ], teknik-teknik konseling yang secara langsung
diterapkan terhadap klien, antara lain:
1. Konseling Direktif (Directive Conseling)
Konseling direktif, yang karena proses dan dinamika pengetesan masalahnya
mirip “penyembuhan penyakit”. Pernah juga di sebut dengan “konseling klinis”.
Konseling direktif ini juga serinf disebut konseling yang beraliran behavioristik, yaitu
layanan konseling yang berorientasi pada pengubahan tingkah laku secara langsung.
Pendekatan ini dipelopori oleh E.G Williamson dan J.G Darley yang berasumsi dasar
bahwa klien tidak mampu mengatasi sendiri masalah yang dihadapinya. Karena itu, klien
membutuhkan bantuan dari orang lain, yaitu konselor. Klien bersifat menerima perlakuan
dan keputusan yang dibuat konselor.[ CITATION Pra09 \l 1033 ]
Konseling direktif menurut langkah-langkah umum sebagai berikut:
a. Analisis data tentang klien
b. Pensistesisan data untuk mengenali kekuatan-kekuatan dan kelemahan
kelemahan klien
c. Diagnosis masalah
d. Prognosis atau prediksi tentang perkembangan masalah selanjutnya
e. Pemecahan masalah
f. Tindak lanjut dan peninjauan hasil-hasil konseling
2. Konseling Non-direktif (Non-Directive Counseling)
Konseling non-direktif sering disebut juga “Clien Centered Therapy”. Konseling
non-direktif merupakan upaya bantuan pemecahan masalah yang berpuasat pada klien.
Klien diberi kesempatan mengemukakan persoalan, perasaan dan pikiran-pikirannya
secara bebas. Pendekatan ini berasumsi dasar bahwa seseorang yang mempunyai masalah
pada dasarnya tetap memiliki potensi dan mampu mengatasi maslahnya sendiri. Tetapi
oleh karena suatu hambatan, potensi dan kemampuannya itu tidak dapat berkembang atau
berfungsi sebagaimana mestinya. Salah satu prinsip yang terpenting dalam konseling
non-direktif adalah mengupayakan agar klien mencapai kematangannya, produktif,
merdeka dan dapat menyesuaikan diri dengan baik.
Menurut Rogers toori tentang hakikat manusia dan tingkah lakunya, pendekatan
konseling non-direktif sering di sebut pendekatan konseling yang beraliran humanistik.
Aliran ini menekankan pentingnya pengembangan potensi dan kemampuan yang secara
hakiki ada pada setiap individu. [CITATION Pra09 \p 300-301 \l 1033 ]
3. Konseling Elektrik
Konseling elektif merupakan penggabungan direktif dan konseling non-direktif.
Didasari pada kenyataan praktek konseling menunjukkan bahwa tidak semua masalah
dapat dientaskan secara baik hanya dengan satu pendekatan atau teori saja. Pendekatan
atau teori mana yang cocok digunakan sangat ditentukan oleh beberapa faktor, antara
lain:
a. Sifat masalah yang dihadapi
b. Kemampuan klien dalam memainkan peranan dalam proses konseling
c. Kemampuan konselor sendiri, baik pengalaman maupun ketrampilan dalam
menggunakan masing-masing pendekatan atau teori konseling.

Teknik-teknik di atas diterapkan secara elektrik, dalam arti tidak harus berurutan di
mana yang satu mendahului yang lainya, melainkan dipilih dan terpadu mengacu, kepada
kebutuhan proses konseling.

E. Kegiatan Pendukung Konseling


Sebagaimana layanan-layanan lain, konseling individu juga memerlukan kegiatan
pendukung. Adapun kegiatan-kegiatan pendukung layanan konseling individu adalah:
aplikasi instrumentasi, himpunan data, konferensi kasus, kunjungan rumah, dan alih
tangan kasus.
1. Aplikasi instrumentasi
Dalam layanan konseling individu, hasil instrumentasi baik berupa tes maupun
non tes dapat digunakan secara langsung maupun tidak langsung dalam layanan.
Hasil tes, hasil ujian, hasil AUM (Alat Ungkap Masalah), sosiometri, angket dan lain
sebagainya dapat dijadiakan konten (isi) yang diwacanakan dalam proses layanan
konseling individu.
2. Himpunan data
Seperti halnya hasil instrumentasi, data yang tercantum dalam himpunan data
selain dapat dijadikan pertimbangan untuk memanggil siswa juga dapat dijadikan
konten yang diwacanakan dalam layanan konseling individu. Selanjutnya, data proses
dan hasil layanan harus didokumentasikan di dalam himpunan data.
3. Konferensi kasus
Seperti dalam layanan-layanan yang lain, konferensi kasus bertujuan untuk
memperoleh data tambahan tentang klien untuk memperoleh dukungan serta kerja
sama dari berbagai pihak terutama pihak yang diundang dalam konferensi kasus
untuk pengentasan masalah klien. Konferensi kasus bisa dilaksanakan sebelum dan
sesudah dilaksanakanya layanan konseling individu. Pelaksanaan konferensi kasus
setelah layanan konseling individu dilakukan untuk tindak lanjut layanan. Kapanpun
konferensi kasus dilaksanakan, rahasia pribadi klien harus tetap terjaga dengan ketat.
4. Kunjungan rumah
Kunjungan rumah dapat dilakukan sebagai pendalaman dan penanganan lebih
lanjut tentang masalah klien yang di baha atau di bicarakan dalam layanan. Selain itu
juga untuk memperoleh dukungan dan kerja sama dari orang tua dalam rangka
mengentaskan masalah klien. Kunjungan rumah juga bisa dilaksanakan sebelum dan
sesudah layanan konseling individu.
5. Alih tangan kasus
Tidak semua masalah yang dialami individu menjadi kewenangan konselor. Alih
tangan kasus kepada pihak lain atau pihak yang lebih berwenang harus dilakukan
sesuai dengan masalah klien dan mengikuti prosedur yang dapat di terima klien dan
pihak-pihak lain yang terkait.[CITATION Toh07 \p 176 \l 1033 ]
C. Prosedur Pelaksanaan Layanan Konseling Individu
Proses konseling terlaksana karena hubungan konseling berjalan dengan baik.
Menurut brammer (1979) proses konseling adalah peristiwa yang telah berlangsung dan
memberi makna bagi peserta koseling tersebut (konselor dan klien) [CITATION Sof07 \p
50 \l 1033 ]. Setiap tahapan proses konseling individu membutuhkan keterampilan-
keterampilan khusus. Namun keterampilan-keterampilan itu bukanlah yang utama jika
hubungan konseling individu tidak mencapai rapport. Dengan demikian proses konseling
individu ini tidak dirasakan oleh peserta konseling (konselor klien) sebagai hal yang
menjemukan. Akibatnya keterlibatan mereka dalam proses konseling sejak awal hingga
akhir dirasakan sangat bermakna dan berguna. Secara umum proses konseling individu
dibagi atas tiga tahapan [ CITATION Sof07 \l 1033 ]. h. 51
1. Tahap awal konseling
Tahap ini terjadi sejak klien menemui konselor hingga berjalan proses konseling
sampai konselor dan klien menemukan definisi masalah klien atas dasar isu, kepedulian,
atau masalah klien. Adapun proses konseling tahap awal sebagai berikut :
a. Membangun hubungan konseling yang melibatkan klien
Keberhasilan proses konseling individu amat ditentukan oleh keberhasilan pada
tahap awal ini. Kunci keberhasilan terletak pada terpenuhinya asas-asas bimbingan
dan konseling terutama asas kesukarelaan, keterbukaan, dan kegiatan [CITATION
Sul14 \p 231 \l 1033 ].
b. Memperjelas dan mendefinisikan masalah
Jika hubungan konseling telah terjalin dengan baik dimana klien telah melibatkan
diri, berarti kerjasama antara konselor dengan klien akan dapat mengangkat isu,
kepedulian, atau masalah yang ada pada klien. Sering klien tidak begitu mudah
menjelaskan masalahnya, walaupun mungkin dia hanya mengetahui gejala-gejala
yang dialaminya. Karena itu amatlah penting peran konselor untuk membantu
memperjelas masalah klien. Demikian pula klien tidak memahami potensi apa yang
dimilikinya., maka tugas konselor lah untuk membantu mengembangkan potensi,
memperjelas masalah, dan membantu mendefinisikan masalahnya bersama-sama.
c. Membuat penaksiran dan penjajakan
Konselor berusaha menjajaki atau menaksir kemungkinan mengembangkan isu
atau masalah, dan merancang bantuan yang mungkin dilakukan, yaitu dengan
membangkitkan semua potensi klien, dan dia prosemenentukan berbagai alternatif
yang sesuai bagi antisipasi masalah[ CITATION Sul14 \l 1033 ]. h. 231.
d. Menegosiasikan kontrak
Kontrak artinya perjanjian antara konselor dengan klien. Hal itu berisi:
1) kontrak waktu, artinya berapa lama diinginkan waktu pertemuan oleh klien
dan apakah konselor tidak keberatan.
2) Kontrak tugas, artinya konselor apa tugasnya, dan klien apa pula.
3) kontrak kerjasama dalam proses konseling yaitu terbinanya peran dan
tanggung jawab bersama antara konselor dan konseling dalam seluruh
rangkaian kegiatan konseling [ CITATION Sul14 \l 1033 ]. h. 231.
2. Tahap Pertengahan (Tahap Kerja)
a. Menjelajahi dan mengeksplorasi masalah klien lebih dalam. Dengan penjelajahan ini,
konselor berusaha agar klienya mempunyai prespektif dan alternatif baru terhadap
masalahnya.
b. Konselor mengadakan reassesment (penilaian kembali) dengan melibatkan klien,
artinya masalah itu dinilai bersama-sama klien menuju kembali permasalahan yang di
hadapi klien [ CITATION Sul14 \l 1033 ] . h. 231. Menurut Gibson (2008) ada tiga
kegiatan yang di lakukan konselor dalam tahap ini yaitu membatasi masalah,
mengeskplorasi masalah, dan mengintegrasikan masalah. Sementara itu menurut
Nursalim (2005) meliputi: mengidentifikasi masalah, memilih masalah untuk
konseling, menidentifikasi komponen-komponen permasalhan, menentukan baseline
(patokan) permasalahan, mengidentifikasi faktor penguat terjadinya masalah serta
mengadakan percocokan/verifikasi permsalahan dengan konseli [ CITATION Nur15 \l
1033 ]. h. 107
c. Menjaga agar hubungan konseling selalu terpelihara. Hal ini bisa terjadi jika :
1) klien merasa senang terlibat dalam pembicaraan atau wawancara konseling, serta
menampakkan kebutuhan untuk mengembangkan potensi diri dan memecahkan
masalahnya.
2) konselor berupaya kreatif dengan keterampilan yang bervariasi, serta memelihara
keramahan, empati, kejujuran, keikhlasan dalam memberi bantuan. Kreativitas
konselor dituntut pula untuk membantu klien menemukan berbagai alternatif
sebagai upaya untuk menyusun rencana bagi penyelesaian masalah dan
pengembangan diri.
d. Proses konseling agar berjalan sesuai kontrak
Kontrak dinegosiasikan agar betul-betul memperlancar proses konseling. Karena
itu konselor dan klien agar selalu menjaga perjanjian dan selalu mengingat dalam
pikiranya. Pada tahap pertengahan konseling ada lagi beberapa strategi yang perlu
digunakan konselor yaitu :
1) mengkomunikasikan nilai-nilai inti, yakni agar klien selalu jujur dan terbuka,
dan menggali lebih dalam masalahnya. Karena kondisi sudah amat kondusif,
maka klien sudah merasa aman, dekat, terundang dan tertantang untuk
memecahkan masalahnya. Kedua, menantang klien sehingga dia mempunyai
strategi baru dan rencana baru, melalui pilihan dari beberapa alternatif, untuk
meningkatkan dirinya.
3. Tahap Akhir Konseling ( Tahap Tindakan )
Pada tahap akhir ini, ada beberapa hal yang perlu di lakukan, yaitu:
a. Konselor bersama klien membuat kesimpulan-kesimpulan mengenai hasil proses
konseling
b. Menyusun rencana tindakan yang akan dilakukan berdasarkan kesepakatan yang telah
terbangun dari proses konseling sebelumnya.
c. Mengevaluasi jalanya proses dan hasil konseling (penilaian segera)
a. Membuat perjanjian untuk pertemuan berikutnya

Pada tahap akhir konseling ditandai beberapa hal yaitu :


a. Menurunya kecemasan klien. Hal ini diketahui setelah konselor menanyakan keadaan
kecemasanya.
b. Adanya perubahan perilaku lien kearah yang lebih positif, sehat, dan dinamis.
c. Adanya rencana hidup masa yang akan datang dengan program yang jelas.[ CITATION
Sul14 \l 1033 ]. h. 232

Adapun menurut [CITATION Toh07 \p 169-170 \l 1033 ] menyatakan ada 5 tahapan


kegiatan dalam proses layanan konseling perorangan:
a. Perencanaan, yang meliputi kegiatan: (1) mengidentifikasi klien, (2) mengatur waktu
pertemuan, (3) mempersiapkan tempat dan perangkat teknis penyelenggaraan
layanan, (4) menetapkan fasilitas layanan, (5) menyiapkan kelengkapan administrasi.
b. Pelaksanaan, yang meliputi kegiatan: (1) menerima klien, (2) menyelenggarakan
penstrukturan, (3) membahas masalah klien dengan menggunakan teknik-teknik,
(4) mendorong masalah pengentasan klien, (5) memantapkan komitmen klien
dalam pengentasan masalahnya, (6) melakukan penilaian segera.
c. Melakukan evaluasi jangka pendek
d. Menganalisis hasil evaluasi.
e. Tindak lanjut meliputi kegiatan : (1) menetapkan jenis arah tindak lanjut, (2)
mengkomunikasikan rencana tidak lanjut kepada pihak-pihak terkait, dan (3)
melaksanakan rencana tindak lanjut.
f. Laporan, yang meliputi kegiatan: (1) menyusun laporan layanan konseling
individu, (2) menyampaikan laporan kepada kepala sekolah atau madrasah dan
pihak lain terkait, dan (3) mendokumentasikan laporan.

BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan
B. Saran
DAFTAR PUSTAKA

Nursalim, Mochamad. 2015. Pengembangan Profesi Bimbingan dan Konseling. Edited by


Oktaviana Mutiara Dwiasri and Novietha Sallama. Jakarta: Erlangga.

Prayitno & Erman Amti. 2009. Dasar-Dasar Bimbingan dan Konseling. Jakarta: Rineka Cipta.

Sofyan, Willis S. 2007. Konseling Individual Teori dan Praktek . Bandung: CV Alfabeta.

Sukardi, Dewa Ketut. 2010. Pengantar Pelaksanaan Program Bimbingan dan Konseling di
Sekolah. Jakarta: Rineka Cipta.

Sulistyarini & Muhammad Jauhar. 2014. Dasar-Dasar Konseling. Jakarta: Prestasi Pustakaraya.

Tohirin. 2007. Bimbingan Konseling di Sekolah dan Madrasah. Jakarta: Raja Grafindo.

Anda mungkin juga menyukai