Anda di halaman 1dari 5

Nama : Irene Berliana Savitri

NIM : F1319031
Kelas/Prodi/Fakultas : A / Akuntansi Transfer / Ekonomi dan Bisnis
Mata Kuliah : Ekonomi Islam

Bab 10 : Instrumen Keuangan Syariah

A. Saham Syariah
Saham syariah adalah sebuah surat berharga yang mencerminkan suatu kepemilikan atau hak
atas suatu perusahaan yang telah diterbitkan oleh emiten dimana dalam kegiatan usaha dan cara
pengolahannya sesuai dengan prinsip-prinsip syariah.
Sementara dalam prinsip syariah, apabila seseorang ingin menanamkan modalnya dalam
bentuk saham syariah ini maka penyertaan modal tersebut dilakukan pada perusahaan-
perusahaan yang sesuai dengan prinsip syariah (yang tidak bertentangan dengan prinsip-prinsip
syariah) seperti halnya di bidang perjudian, perusahaan yang memproduksi barang ataupun
minuman yang diharamkan dalam islam serta usaha yang mengandung riba. Seseorang yang
menanamkan modalnya dalam bentuk saham di sebuah perusahaan bisa dilakukan dengan
menggunakan sebuah akad dimana akad tersebut ialah akad musyarakah dan mudharabah. Pada
umumnya, saham yang menggunakan akad musyarakan biasanya terdapat pada saham
perusahaan privat, sedangkan akad mudharabah pada umumnya diterapkan pada saham
perusahaan publik.
Di Indonesia sendiri memiliki saham yang telah memenuhi kriteria syariah yang ditetapkan
oleh Dewan Syariah Nasional yang diberi mana Jakarta Islamic Indeks yang dipersiapkan oleh
PT Bursa Efek Indonesia yang bekerja sama dengan PT Danareksa Invesment Management.
Jakarta Islamic Indeks ini diterbikan dengan maksud untuk digunakan sebagai tolak ukur yang
mana untuk mengukur kinerja investor yang telah berinvestasi pada saham yang berbasis sesuai
dengan prinsip syariah.
Dengan diterbitkan Jakarta Islamic Indeks ini diharapkan bisa meningkatkan kepercayaan
seorang investor untuk menanamkan modalnya dalam bentuk saham dalam basis syariah ini.
Pemilihan saham dalam Jakarta Islamic Indeks harus memenhi kriteria yang akan dipilih oleh
pihak Dewan Pengawas Syariah ydan Pt Danareksa Invesment Management. Sebuah emiten
ataupun perusahaan yang melakukan penerbitan efek syariah yang berupa saham syariah ini
diwajibkan untuk mengikuti bentuk-bentuk dan isi pernyataan pendaftaran perusahaan publik
serta ketentuan mengenai penawaran umum yang sesuai dengan peraturan Bapepam serta
mengungkapkan bahwa informasi mengenai bahan dalam prospektus bahwa kegiatan dan cara
pengolahan di perusahaan tersebut dilakukan berdasarkan prinsip-prinsip syariah di pasar modal.
Suatu emiten atau perusahaan yang ingin menerbitkan sebuah efek syariah harus memenuhi
syarat-syarat diantaranya:
 Usaha yang diterapkan harus berdasarkan prinsip-prinsip syariah di pasar modal baik itu
dari kegiatan usahanya dan cara pengolahannya;
 Semua jenis produk barangnya, jasa yang diberikan, aset yang telah dikelolanya, serta
akad yang digunakan dalam suatu emiten atau perusahaan tidak bertentangan dengan
prinsip-prinsip syariah di pasar modal;
 Suatu emiten atau perusahaan harus memiliki anggota dereksi dan anggota komisaris
yang memiliki pengetahuan syariah serta mengerti akan kegiatan-kegiantan yang
bertentangan dengan prinsip-prinsip di pasar modal syariah dan memiliki anggota Dewan
Pengawas Syariah.

B. Obligasi Syariah
Obligasi merupakan bukti pengakuan utang dari perusahaan. Instrument ini sering disebut
dengan bonds.Obligasi di dalamnya mengandung suatu perjanjian/kontrak yang mengikat kedua
belah pihak, antara pembeli pinjaman dan penerima pinjaman. Penerbit obligasi menerima
pinjaman dari pemegang obligasi dengan ketentuan-ketentuan yang sudah diatur, baik mengenai
waktu jatuh tempo pelunasan utang, bunga yang dibayarkan, besarnya pelunasan dan ketentuan-
ketentuan tambahan lain.

Sementara itu Fatwa Dewan Syariah Nasional (DSN) No. 32/DSN-MUI/IX/2002


mendefinisikan “Obligasi syariah adalah suatu surat berharga jangka panjang
berdasarkan prinsip syariah yang dikeluarkan Emiten kepada pemegang Obligasi Syariah
yang mewajibkan Emiten untuk membayar pendapatan kepada pemegang Obligasi Syariah
berupa bagi hasil/margin/fee serta membayar kembali dana obligasi pada saat jatuh
tempo.” Merujuk pada Fatwa DSN tersebut, dapat diketahui bahwa penerapan obligasi
syariah ini menggunakan akad antara lain: akad musyarakah, mudarabah, murabahah,
salam, istisna, dan ijarah. Emiten adalah mudharib sedang pemegang obligasi
adalah shahibul mal (investor). Bagi emiten tidak diperbolehkan melakukan usaha yang
bertentangan dengan prinsip-prinsip syariah.

Dalam konsep ekonomi Islam, obligasi merupakan salah satu instrument investasi,


transaksi/akadnya sesuai dengan sistem pembiayaan dan pendanaan dalam perbankan syariah,
dengan tujuan untuk menerima kebutuhan produksi, yakni dengan adanya keperluan
penambahan modalnya mengadakan rehabilitasi perluasan usaha, ataupun pendirian proyek baru
dengan ciri-ciri untuk pengadaan barang-barang modal, mempunyai perencanaan alokasi dana
yang matang dan tertata, serta mempunyai jangka waktu menengah dan panjang.

Obligasi syariah memiliki beberapa karakteristik :

Pertama Obligasi syariah menekankan pendapatan investasi bukan berdasar kepada tingkat
bunga (kupon) yang telah ditentukan sebelumnya. Tingkat pendapatan dalam obligasi syariah
berdasar kepada tingkat rasio bagi hasil (nisbah) yang besarnya telah disepakati oleh pihak
emiten dan investor.
Kedua dalam sistem pengawasannya selain diawasi oleh pihak Wali Amanat maka mekanisme
obligasi syariah juga diawasi oleh Dewan Pengawas Syariah (di bawah Majelis Ulama
Indonesia) sejak dari penerbitan obligasi sampai akhir dari masa penerbitan obligasi tersebut.
Dengan adanya sistem ini maka prinsip kehati-hatian dan perlindungan kepada investor obligasi
syariah diharapkan bisa lebih terjamin.

Ketiga jenis industri yang dikelola oleh emiten serta hasil pendapatan perusahaan penerbit
obligasi harus terhindar dari unsur non halal.

Secara umum, ketentuan mekanisme mengenai obligasi syariah sebagai berikut :

 Obligasi syariah haruslah berdasarkan konsep syariah yang hanya memberikan


pendapatan kepada pemegang obligasi dalam bentuk bagi hasil atau revenue sharingserta
pembayaran utang pokok pada saat jatuh tempo
 Obligasi syariah mudharabahyang diterbitkan harus berdasarkan pada bentuk pembagian
hasil keuntungan yang telah disepakati sebelumnya serta pendapatan yang diterima harus
bersih dari unsur non halal
 Nisbah(rasio bagi hasil) harus ditentuakan sesuai kesepakatan sebelum penerbitan
obligasi tersebut
 Pembagian pendapatan dapat dilakukan secara periodic atau sesuai ketentuan bersama,
dan pada saat jatuh tempo hal itu diperhitungkan secara keseluruhan

Obligasi syariahdapat diterbitkan dengan menggunakan


prinsipmudharabah, musyarakah, ijarah, istisna’, salamdan murabahah. Tetapi diantara prinsip-
prinsip instrumen obligasi ini yang paling banyak dipergunakan adalah obligasi dengan
instrumen prinsip mudharabah dan ijarah.

C. Reksadana Syariah

Reksadana merupakan wadah untuk menghimpun dana dari masyarakat pemodal sebagai
pemilik harta. Dana ini dikelola oleh manajer investasi sebagai pemodal atau investor untuk
ditaruh dalam portofolio yang terdiri dari sejumlah aset. Aset investasi reksadana berbagai
macam, di antaranya surat utang (obligasi) dan saham. Untuk reksadana syariah, aset investasi
itu dipilih sesuai prinsip syariah. Deposito dan obligasi yang dianggap sesuai dengan prinsip
syariah adalah yang menggunakan akad ijarah (sewa menyewa) maupun mudharabah  (bagi
hasil).

Bagaimana dengan saham?

Investasi saham juga diperbolehkan oleh Dewan Syariah Nasional Majelis Ulama Indonesia
(DSN-MUI) berdasarkan fatwa No. 80/DSN-MUI/III/2011 tentang Prinsip Syariah dalam Pasar
Modal. DSN-MUI merupakan lembaga resmi negara yang dipercaya dalam mengeluarkan fatwa
tentang ekonomi syariah untuk dijadikan pedoman bagi praktisi dan regulator sebagai salah satu
tugas dan fungsinya.  Syaratnya, perusahaan yang menerbitkan saham tersebut tidak
menjalankan kegiatan yang bertentangan dengan prinsip-prinsip syariah seperti usaha perjudian,
lembaga keuangan konvensional (ribawi), ataupun memproduksi, mendistribusikan, serta
memperdagangkan makanan dan minuman yang haram maupun barang dan jasa yang merusak
moral dan bersifat mudharat (tidak memiliki manfaat). Selain itu, transaksinya juga harus sesuai
dengan ajaran Islam, yakni tidak mengandung unsur spekulasi (judi) atau tanpa alasan yang jelas,
transaksi menggunakan marjin, transaksi jual terlebih dahulu baru membeli (short selling) dan
transaksi memanfaatkan informasi orang dalam (insider trading). Saham-saham yang dinilai
telah sesuai syariah tercantum dalam Daftar Efek Syariah (DES), Jakarta Islamic Index (JII), dan
Indonesia Sharia Stock Index (ISSI). Manajer Investasi yang mengelola reksadana syariah harus
mematuhi prinsip-prinsip tersebut.

Apa perbedaan reksadana syariah dan konvensional?

Hal yang membedakan antara reksadana syariah dengan reksadana konvesional adalah akadnya.
Akad syariah ini bisa meliputi akad kerja sama (musyarokah), sewa-menyewa (ijarah), dan akad
bagi hasil (mudharabah) dalam mekanisme kegiatan reksadana syariah.

Hal inipun tecantum pada bab II Fatwa MUI No. 20/DSN-MUI/IV/2001 tentang Pedoman
Pelaksanaan Investasi untuk Reksa Dana Syairah.

Apakah investasi reksadana bertentangan dengan syariat Islam?

Untuk menjawab keraguan ini, DSN MUI sebenarnya telah mengeluarkan fatwa No. 20/DSN-
MUI/IV/2001 yang membolehkan umat Islam untuk berinvestasi di reksadana, utamanya jenis
reksadana syariah. Dalam pandangan Islam, segala sesuatu dalam muamalah (jual beli)
diperbolehkan selama tidak bertentangan dengan syariah. Apalagi, kini banyak bermunculan
produk reksadana syariah, yang terikat dengan dua akad. Yaitu
akad wakalah dan mudharabah yang sesuai dengan syariat Islam.

 Wakalah adalah pelimpahan kekuasaan oleh suatu pihak kepada pihak lain dalam hal-hal
yang boleh diwakilkan. Akad ini berlaku antara pemodal dengan manajer investasi
(pengelola investasi reksadana). Pemodal atau shahib al-mal memberikan mandat kepada
manajer investasi sebagai wakil shahib al-mal untuk melaksanakan kegiatan investasi
bagi kepentingan pemodal sesuai dengan ketentuan yang tercantum dalam prospektus
reksadana.
 Adapun mudharabah adalah seseorang memberikan hartanya kepada orang lain untuk
diperdagangkan dengan ketentuan bahwa keuntungan yang diperoleh dibagi di antara
kedua belah pihak, sesuai dengan syarat-syarat yang disepakati. Akad ini berlaku antara
manajer investasi dengan investor atau nasabah.
Jadi, masyarakat tidak perlu khawatir mengenai keuntungan (return) yang dihasilkan jenis
investasi ini mengandung unsur non-halal. Sebab, efek atau aset yang menjadi bahan pengelolaan
investasi telah dilakukan seleksi oleh Otoritas Jasa Keuangan (OJK) ke dalam Daftar Efek
Syariah (DES) yang diawasi oleh DSN MUI. DES menjadi acuan atau pedoman bagi reksadana
syariah dalam menempatkan dana kelolaannya. Efek yang dapat masuk ke dalam DES ini harus
memiliki beberapa ketentuan yang sesuai dengan syariah. Misalnya saja efek yang berupa saham,
yang diterbitkan oleh perusahaan dengan utang berbasis bunga tidak lebih dari 45 persen dari
total asetnya dan pendapatan non halal dari perusahaan tersebut tidak lebih 10 persen dari total
pendapatan. Sudah yakin tentang kehalalan investasi reksadana berdasarkan prinsip Islam? Ayo
mulai berinvestasi sekarang.

Anda mungkin juga menyukai