Anda di halaman 1dari 18

Determinan Pertumbuhan Faktor Produktivitas Total (TFP)

Industri Gula di Indonesia 1993-2011

Putty Junia Mirzasari Hermawan


Ayudha Dharma Prayoga
Departemen Ilmu Ekonomi, Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia, Jl. Dr. Sumitro
Djojohadikusumo, Depok, Jawa Barat 16424, Indonesia

E-mail: puttyjn@gmail.com
adp000@gmail.com

Abstrak
Dicanangkannya target swasembada gula untuk tahun 2014 mengharuskan industri gula di Indonesia
untuk meningkatkan produksinya. Namun, kondisi industri gula selama beberapa dekade terakhir ini
terlihat mengalami penurunan produktivitas. Hal ini merupakan ancaman bagi tercapainya target dari
swasembada gula tersebut. Penelitian ini merupakan analisis mengenai produktivitas dengan
menggunakan pendekatan total factor productivity (TFP) dan untuk mengetahui determinan yang
mempengaruhi pertumbuhan TFP dalam industri gula di Indonesia. Dari hasil analisis ditemukan
bahwa keadaan industri gula di Indonesia pada periode 1993-2011 mengalami penurunan produktivitas
akibat dari macetnya adopsi teknologi. Sesuai dengan sifat industri gula di Indonesia yang bersifat
capital intensive, variabel yang signifikan mempengaruhi terjadinya perubahan teknologi yaitu;
investasi mesin dan pemakaian energi (listrik).

Kata Kunci: Industri Gula, Total Faktor Produktivitas, Growth Accouting, Data Panel, Capital
Intensive.

Abstract
The establishment of sugar self-sufficiency target for 2014 requires sugar industry in Indonesia to boost
its production. However, for the last few decades sugar industry in Indonesia is experiencing decreased
in productivity that pose a threat to the achievement of self-sufficiency target. This paper analyzes
productivity in sugar industry by using the approach of total factor productivity (TFP) in order to find
determinant factors that affect TFP growth in the industry. It was found that during 1993-2011, sugar
industry in Indonesia experiencing a decreased in productivity as a results from lack of technology
adoption. The nature of sugar industry in Indonesia which is capital intensive shows that there are two
variables that significantly affect the changes of technology; i.e. investment of machinery and the use
of energy (electricity).

Keywords: Sugar Industry, Total Factor Productivity, Growth Accounting, Panel Data, Capital
Intensive.

Pendahuluan

Gula merupakan salah satu dari sembilan bahan pokok yang juga merupakan salah
satu komoditas pangan strategis, yang keberadaannya sangat penting bagi masyarakat
Indonesia. Semenjak zaman penjajahan Belanda, Indonesia telah memproduksi gula
dengan menggunakan bahan baku dari tebu. Secara historis, industri gula merupakan
salah satu industri yang keberadaanya tergolong tua di Indonesia, hal ini terlihat dari

Determinan pertumbuhan…, Putty Junia Mirzasari Hermawan, FE UI, 2014


sejarah keberadaan industri gula di Indonesia yang diperkirakan sudah ada semenjak
abad ke-16 (Zaini, 2008). Sejarah menunjukkan bahwa selama keberadaannya,
industri gula di Indonesia pernah mencapai masa kejayaannya pada tahun 1930-an
dimana jumlah pabrik gula yang beroperasi berjumlah 179 pabrik gula, tingkat
produktivitas pada masa itu mencapai 14,8% dan nilai rendemen yang berada di
kisaran 11-12,8%. Dengan puncak produksi yang mencapai 2,9 juta ton, ekspor gula
pada masa itu mampu mencapai 2,4 juta ton sehingga mengantarkan Indonesia ke
posisi negara pengekspor gula kedua terbesar di dunia setelah Kuba (Sulastri, 2011).
Berbagai keberhasilan tersebut didukung oleh berbagai hal seperti kemudahan dalam
memperoleh lahan yang subur, tenaga kerja yang murah, prioritas irigasi, dan disiplin
dalam penerapan teknologi (Susila dan Sinaga, 2005). Namun, selama beberapa
dekade terakhir ini, industri gula di Indonesia dihadapkan pada masalah adanya
kecenderungan dari tingkat produktivitas yang semakin menurun. Hal ini merupakan
akibat dari kurangnya penerapan teknologi baik di sisi on-farm maupun off-farm yang
menimbulkan permasalahan seperti rendahnya kualitas tebu yang dihasilkan dan
rendahnya efisiensi dari pabrik gula di Indonesia. Tingkat produktivitas itu sendiri
tercermin dari nilai rendemen yang merupakan salah satu indikator dari produktivitas
industri gula di Indonesia.

Nilai rendemen merupakan kadar kandungan gula di dalam tebu yang dinyatakan
dalam persen. Jadi apabila nilai rendemen 10%, berarti bahwa setiap 100kg tebu yang
digiling di pabrik gula akan menghasilkan gula sebanyak 10kg. Nilai rendemen yang
semakin tinggi akan mengindikasikan bahwa teknologi pertanian dan produksi yang
diterapkan baik di sisi on-farm maupun off-farm memiliki kualitas yang semakin baik.
Gambar (1.1) memperlihatkan perkembangan nilai rendemen dari tahun 1930-2011,
dimana pada periode 1993-2011 yang merupakan periode penelitian menunjukkan
adanya kecenderungan yang menurun dengan nilai rendemen di tahun 2011 hanya
mencapai 7,35%. Apabila dibandingkan dengan nilai rendemen di periode 1930-1940
yang merupakan benchmark dari penelitian ini, nilai rendemen di periode tersebut
mampu mencapai nilai 11-12,8%, jauh berbeda dengan nilai rendemen pada beberapa
tahun terakhir yang hanya berkisar 6-7%.

Determinan pertumbuhan…, Putty Junia Mirzasari Hermawan, FE UI, 2014


Gambar 1. Perkembangan Nilai Rendemen 1930-2011

Sumber: Dewan Gula Indonesia

Padahal seharusnya teknologi pertanian dan produksi yang digunakan di tahun 2011
lebih maju dibandingkan dengan teknologi yang digunakan pada tahun 1930. Namun
pada kenyataannya, menghasilkan nilai rendemen yang jauh lebih rendah. Hal ini
mengindikasikan bahwa memang terdapat permasalahan dalam perubahan teknologi
yang terjadi pada industri gula di Indonesia. Perkembangan nilai rendemen yang
memiliki kecenderungan menurun ini berimplikasi pada menurunnya tingkat produksi
yang dihasilkan oleh industri gula di Indonesia. Salah satu dampak yang signifikan
dari adanya penurunan produksi ini adalah berubahnya posisi Indonesia yang pada
awalnya merupakan negara pengekspor gula kedua terbesar di dunia setelah Kuba
menjadi negara pengimpor gula kedua terbesar di dunia setelah Rusia (Sulastri, 2011).
Kecenderungan produksi yang menurun dengan laju -3,03% per tahun ini tidak
sejalan dengan meningkatnya konsumsi dengan laju pertumbuhan sebesar 2,47% per
tahun. Kesenjangan antara produksi dan konsumsi ini pada akhirnya mendorong
volume impor yang memiliki kecenderungan yang meningkat setiap tahunnya (Susila
dan Sinaga, 2005).

Kemunduran industri gula di Indonesia yang disebabkan oleh penurunan produkvititas


tersebut ditangani dengan dua alasan. Pertama, dicanangkannya target swasembada
gula yang tercantum dalam Rencana dan Strategi yang disusun oleh Kementrian
Pertanian untuk tahun 2014 yang mengharuskan industri gula di Indonesia untuk
meningkatkan produksinya yang dapat dicapai dengan adanya peningkatan dari
produktivitas. Kedua, untuk menghindari terjadinya penurunan daya saing terhadap
gula impor yang apabila terjadi dapat menjadi salah satu ancaman terhadap
kemandirian pangan. Peningkatan produktivitas dari industri gula di Indonesia dalam

Determinan pertumbuhan…, Putty Junia Mirzasari Hermawan, FE UI, 2014


hal ini menjadi determinan yang penting untuk masa depan dari industri itu sendiri.
Peningkatan produktivitas industri gula di Indonesia ini dapat dicapai dengan adanya
peningkatan dari adopsi teknologi yang diimplementasikan baik dalam teknologi
pertanian maupun teknologi dalam berproduksi yang lebih efisien. Penelitian ini
membahas produktivitas industri gula di Indonesia melalui pengaplikasian metode
pengukuran total factor productivity (TFP). Hal ini didasari oleh pemikiran bahwa
metode perhitungan TFP merupakan ukuran terluas dari produktivitas dan
penggunaan sumber daya serta merupakan pendekatan yang paling berguna dalam
memahami efek dari adanya perubahan teknologi sehingga bisa diketahui faktor-
faktor apa saja yang membuat suatu proses produksi menjadi lebih produktif (Peykani
et al., 2010). Fokus dalam penelitian ini yaitu melihat pengaruh dari penggunaan
faktor produksi yang digunakan dalam industri gula di Indonesia (modal, tenaga kerja,
dan input bahan baku), mengetahui rata-rata pertumbuhan dari total factor
productivity (TFP), dan mengetahui faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi
pertumbuhan dari total factor productivity (TFP) dari industri gula di Indonesia.
Penelitian ini dilakukan dalam kurun waktu tahun 1993 sampai dengan 2011.

Tinjauan Pustaka

TFP, productivity of all purchased inputs, merupakan ukuran terluas dari


produktivitas dan efisiensi penggunaan sumber daya serta merupakan pendekatan
yang paling berguna dalam memahami efek dari adanya perubahan teknologi
(Norsworthy dan Jang: 1992). Lipsey dan Carlaw (2004) dalam jurnal yang berjudul
“Total Factor Productivity and the Measurement of Technological Change”
merangkum beberapa pendapat yang berbeda-beda dalam menjelaskan pengertian dari
TFP. Pendapat pertama dikemukakan oleh Barro (1999) menyatakan bahwa TFP
dapat digunakan untuk mengukur besarnya perubahan teknologi yang terjadi. Dengan
menggunakan metode growth accounting, sumber pertumbuhan ekonomi berasal dari
perubahan dalam penggunaan faktor input serta residual yang mencerminkan adanya
kemajuan teknologi dalam suatu proses produksi, dan residual inilah yang disebut
dengan TFP. Dalam literatur lain, Comin (2006) berpendapat bahwa TFP merupakan
bagian dari input yang tidak dapat dijelaskan oleh jumlah input yang digunakan dalam
proses produksi sehingga TFP merupakan sesuatu yang menentukan seberapa efisien
dan seberapa intens suatu input dimanfaatkan dalam suatu proses produksi. Variabel

Determinan pertumbuhan…, Putty Junia Mirzasari Hermawan, FE UI, 2014


kemajuan teknogi merupakan komponen yang utama dalam perhitungan total factor
productivity (TFP). Dengan adanya kemajuan teknologi, suatu proses produksi dapat
menghasilkan output yang lebih banyak dengan jumlah input yang konstan atau malah
lebih sedikit. Pengukuran dari TFP ini biasanya dilakukan oleh para peneliti dengan
menggunakan pemakaian fungsi produksi Cobb-Douglas (Syverson, 2011). Secara
matematis, fungsi produksi Cobb-Douglas dituliskan sebagai berikut:
Q = A KαLβ
Dimana Q adalah jumlah produksi (output)
A adalah kemajuan teknologi (TFP)
K adalah jumlah modal ; L adalah jumlah tenaga kerja
α dan β adalah nilai elastisitas dari modal dan tenaga kerja dalam
mempengaruhi jumlah produksi

Variabel kemajuan teknologi (A) dianggap sebagai variabel lain yang berperan dalam
mempengaruhi output selain akumulasi dari pertumbuhan input-inputnya secara fisik.
Menurut Chauldhuri (1989), kemajuan teknologi mencakup segala hal yang dapat
membuat suatu pekerjaan dilakukan dengan lebih baik atau suatu teknik baru yang
digunakan untuk membuat penggunaan sumber daya menjadi lebih produktif. Dalam
teori neoklasik, terdapat beberapa pandangan mengenai definisi dari kemajuan
teknologi tersebut. Jorgensen (1996) mengatakan bahwa kemajuan teknologi adalah
suatu faktor yang melekat pada salah satu inputnya, yaitu tenaga kerja (embodied
technological progress), dengan menggunakan tenaga kerja yang semakin sedikit
jumlahnya dapat dihasilkan output yang sama. Pandangan lain mengatakan bahwa
kemajuan teknologi merupakan autonomous variable yang dapat menyebabkan
pergeseran dalam fungsi produksi secara keseluruhan. Kemajuan teknologi dalam
fungsi produksi dipandang tidak melekat pada variabel apapun, namun dapat
menyebabkan pergeseran kemajuan teknologi dalam fungsi produksi. Pergeseran
fungsi produksi yang dimaksud disini adalah jumlah output dapat meningkat
walaupun jumlah input yang digunakan tetap. Inilah yang kemudian disebut sebagai
total factor productivity (TFP).

Salah satu metode yang paling sering digunakan dalam penelitian untuk mengukur
TFP adalah growth accounting. Kannan (2011) mengatakan bahwa metode growth
accounting biasa digunakan untuk mengukur TFP karena kemudahannya untuk

Determinan pertumbuhan…, Putty Junia Mirzasari Hermawan, FE UI, 2014


diimplementasikan tanpa perlu menggunakan estimasi ekonometrika. Solow (1975)
adalah tokoh yang pertama kali memperkenalkan growth accounting framework,
dimana pertumbuhan pada TFP merupakan pertumbuhan pada output yang tidak bisa
dijelaskan oleh pertumbuhan pada faktor-faktor input seperti tanah, modal, dan tenaga
kerja. Awalnya, metode growth accounting merupakan metode yang digunakan untuk
mengukur kontribusi dari berbagai faktor terhadap pertumbuhan ekonomi, kemudian
metode ini juga digunakan untuk mengukur tingkat dari kemajuan teknologi.
Pengukuran TFP dengan menggunakan metode ini memungkinkan kita untuk
melakukan dekomposisi sumber pertumbuhan output yaitu kedalam pertumbuhan
inputnya (modal dan tenaga kerja) dan juga perubahan dalam TFP. Menurut Barro
(1999), growth accounting memberikan rincian dari pertumbuhan yang sedang
diamati kedalam komponen-komponen yang terkait dengan perubahan pada faktor
input dan residual yang mencerminkan kemajuan teknologi.

Metode Penelitian

Untuk mendapatkan nilai TFP maka sebelumnya harus dilakukan estimasi melalui
pengaplikasian fungsi produksi Cobb-Douglas. Fungsi produksi Cobb-Douglas yang
digunakan adalah sebagai berikut:
Q = A Kα Lβ Iγ
Dimana Q adalah hasil produksi yang dilakukan oleh perusahaan
A adalah total factor productivity (TFP)
K adalah jumlah dari modal perusahaan yang terdiri dari modal tanah,
gedung, mesin, kendaraan, dan modal lainnya
L adalah jumlah tenaga kerja yang berpartisipasi dalam proses produksi yang
terdiri dari tenaga kerja produksi dan tenaga kerja nonproduksi
I adalah nilai input bahan baku yang merupakan nilai dari seluruh bahan
baku dan biaya lainnya yang dikeluarkan dalam proses produksi
α adalah elastisitas output terhadap perubahan modal
β adalah elastisitas output terhadap perubahan tenaga kerja
γ adalah elastisitas output terhadap perubahan input

Untuk mendapatkan nilai dari koefisien elastisitas output terhadap modal, tenaga kerja
dan input maka persamaan diatas harus diubah ke dalam bentuk sebagai berikut:

Determinan pertumbuhan…, Putty Junia Mirzasari Hermawan, FE UI, 2014


LnQit = lnA + α lnKit + β lnLit + γlnIit + εit
Penggunaan variabel-variabel dari modal, tenaga kerja, dan input bahan baku yang
diindikasikan mempengaruhi pertumbuhan output didasari oleh alasan sebagai
berikut:
• Modal (K)
Modal sangat menentukan kemampuan suatu industri untuk berproduksi. Data
modal yang digunakan disini merupakan penjumlahan dari seluruh modal
yang digunakan dalam industri gula di Indonesia yang terdiri dari modal
tanah, gedung, mesin, kendaraan, dan modal lainnya. Maka, semakin besar
modal yang dimiliki maka akan meningkatkan kemampuan industri
untuk berproduksi sehingga pertumbuhan output yang dihasilkan akan
semakin besar
• Tenaga Kerja (L)
Selain modal, tenaga kerja juga mempengaruhi pertumbuhan output yang
terjadi. Data tenaga kerja yang digunakan disini merupakan penjumlahan dari
tenaga kerja produksi dan tenaga kerja non produksi. Maka, semakin banyak
tenaga kerja yang digunakan akan membuat pertumbuhan output yang
tercipta akan semakin besar
• Input Bahan Baku (I)
Industri gula merupakan industri yang tidak bisa terpisahkan dengan sektor
pertaniannya yaitu dimana input bahan baku (tebu) dibudidayakan. Maka,
semakin banyak input bahan baku yang digunakan akan membuat
pertumbuhan output yang tercipta semakin besar

Selain ketiga variabel diatas (modal, tenaga kerja, dan input bahan baku), TFP (A)
diasumsikan turut mempengaruhi pertumbuhan output, namun karena data mengenai
TFP tidak dapat diobservasi secara langsung maka data TFP akan baru diperoleh
setelah dilakukan estimasi regresi untuk mendapatkan nilai dari koefisien-koefisien
elastisitas output terhadap masing-masing input. Koefisien-koefisien tersebut
kemudian digunakan dalam perhitungan dengan metode growth accounting sehingga
didapatkan nilai dari pertumbuhan TFP. Pengukuran pertumbuhan TFP tersebut
sesungguhnya lebih tepat dilakukan dibandingkan dengan hanya mengukur besarnya
nilai dari TFP. Hal ini disebabkan pertumbuhan dari TFP lebih dapat menunjukkan

Determinan pertumbuhan…, Putty Junia Mirzasari Hermawan, FE UI, 2014


perubahan dalam output dari waktu ke waktu yang tidak bisa dijelaskan oleh
perubahan kombinasi input (modal, tenaga kerja, dan input bahan baku) yang
digunakan dalam proses produksi (Khan, 2006). Sehingga persamaan yang
digunakan untuk estimasi nilai pertumbuhan TFP adalah sebagai berikut:
TFPGit = lnQit - α lnKit - β lnLit - γlnIit

Setelah mendapatkan nilai dari pertumbuhan TFP, langkah selanjutnya diarahkan


untuk mengetahui hubungan antara pertumbuhan TFP dengan variabel-variabel yang
diindikasikan dapat mempengaruhi perubahan teknologi dari industri gula di
Indonesia. Hal tersebut tercermin dari persamaan sebagai berikut:
TFPGit = β1 + β2pirrigit + β3 imachit + β4exprndit + β5 kwhoutputit + εit

Variabel-variabel yang diindikasikan mempengaruhi pertumbuhan dari TFP yaitu


sebagai berikut:
• Proporsi luas lahan sawah irigasi terhadap total luas lahan (Pirrig)
Proporsi luas lahan sawah irigasi terhadap luas lahan total diindikasikan
mempengaruhi perubahan teknologi karena penanaman tebu yang dilakukan di
lahan sawah irigasi akan menghasilkan kualitas tebu yang lebih baik dengan
penanaman tebu yang dilakukan di lahan kering. Hal ini merupakan
akibat dari implementasi teknologi irigasi yang diterapkan di lahan sawah.
Selain itu, variabel ini merupakan representasi teknologi produksi di
sektor pertanian. Sehingga, variabel ini diindikasikan akan mempengaruhi
pertumbuhan TFP yang positif
• Investasi mesin (Imach)
Investasi mesin diindikasikan mempengaruhi perubahan teknologi karena
dengan adanya investasi mesin maka akan terdapat penggantian mesin-
mesin yang lebih baru dibandingkan dengan mesin sebelumnya. Variabel ini
diperkirakan akan berpengaruh positif terhadap pertumbuhan TFP
• Pengeluaran research and development (Exprd)
Research and development akan mempengaruhi perubahan teknologi karena
biaya research and development yang terdiri dari biaya penelitian dan
biaya pelatihan tenaga kerja akan mendorong terjadinya inovasi baik dalam

Determinan pertumbuhan…, Putty Junia Mirzasari Hermawan, FE UI, 2014


teknologi pertanian maupun teknologi produksi. Variabel ini diperkirakan
mempengaruhi pertumbuhan TFP secara positif
• Penggunaan energi listrik (Kwhoutput)
Penggunaan teknologi yang semakin tinggi biasanya dicerminkan dengan
penggunaan energi yang semakin efisien. Energi listrik digunakan disini
karena proses produksi industri gula di Indonesia sebagian besar
menggunakan penggunaan listrik yang penggunaannya dihitung dalam satuan
kilowatthour (kwh). Sehingga adanya penggunaan energi listrik yang semakin
besar yang disebabkan oleh pemakaian teknologi yang tidak efisien, yang
tercermin dari tingkat kwh/output yang semakin besar diperkirakan akan
mempengaruhi pertumbuhan TFP secara negatif.

Dimana TFPG adalah total factor productivity growth


Pirrig adalah proporsi luas lahan irigasi terhadap total luas lahan
Imach adalah investasi mesin
Exprnd adalah pengeluaran research and development
Kwhoutput adalah penggunaan energi (listrik)
Periode penelitian ini adalah dari tahun 1993 sampai dengan 2011, dengan
pengecualian tahun 1996. Tahun 1996 tidak termasuk kedalam periode penelitian
dikarenakan kualitas data yang sangat buruk yang disebabkan oleh tidak tersedianya
data modal di tahun tersebut sehingga tidak memungkinkan untuk dimasukan
kedalam periode penelitian karena akan mengacaukan hasil estimasi dari
pertumbuhan TFP. Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder
yang sebagian besar berasal dari Badan Pusat Statistik (BPS). Dari data sekunder
yang digunakan dalam penelitian ini, terdapat kelemahan studi yang mungkin timbul
akibat dari adanya agregasi data provinsi untuk data proporsi luas lahan sawah
terhadap luas lahan total. Namun, melihat karateristik dari industri gula yang dimana
lahan penanaman tebu selalu berlokasi dekat dengan pabriknya, maka kelemahan
studi yang ditimbulkan oleh agregasi, dianggap tidak menjadi masalah bagi penelitian
ini. Karena ruang lingkup dari penelitian ini adalah observasi dari 48 perusahaan
untuk periode waktu 1993-2011, maka digunakan metode pengolahan data panel.

Dalam pengolahan data panel terlebih dahulu dilakukan pemilihan model regresi data
panel yang terdiri dari tiga jenis yaitu Pooled Least Square (PLS), Fixed Effect Model

Determinan pertumbuhan…, Putty Junia Mirzasari Hermawan, FE UI, 2014


(FEM), dan Random Effect Model (REM). Untuk penelitian ini, setelah dilakukan uji
pemilihan model, maka model yang digunakan untuk estimasi pertama yaitu estimasi
fungsi produksi Cobb-Douglas adalah fixed effect model (FEM) dan untuk estimasi
kedua yaitu estimasi determinan pertumbuhan TFP adalah random effect model
(REM).

Hasil dan Pembahasan

Dari hasil regresi yang pertama yaitu regresi fungsi produksi Cobb-Douglas (Gambar
2), didapatkan hasil bahwa koefisien elastisitas output terhadap tenaga kerja
menunjukkan nilai yang cukup rendah yaitu sebesar 0.00485 yang artinya setiap
kenaikan satu persen penggunaan tenaga kerja mampu mendorong terjadinya
peningkatan output sebesar 0.00485%. Sedangkan, koefisien elastisitas output
terhadap modal sebesar 0.03083 yang artinya setiap kenaikan satu persen penggunaan
modal mampu mendorong terjadinya peningkatan output sebesar 0.03083%. Dari
hasil regresi juga didapatkan hasil bahwa koefisien elastisitas output terhadap input
bahan baku memiliki nilai yang tinggi yaitu sebesar 0.73937 yang artinya setiap
kenaikan satu persen penggunaan input bahan baku mampu mendorong terjadinya
peningkatan output sebesar 0.73937%. Hasil regresi ini sesuai dengan hipotesis yang
awal yaitu hubungan dari variabel tenaga kerja, modal, dan input bahan baku akan
berpengaruh positif terhadap pertumbuhan output.

Terdapat dua hal penting yang dapat disimpulkan dari hasil regresi tersebut yaitu
pertama, dari hasil koefisien elastisitas output terhadap input bahan baku
menunjukkan nilai yang tinggi mengindikasikan bahwa industri gula sangat
bergantung kepada input bahan bakunya yaitu tebu yang secara langsung akan
meningkatkan jumlah output dari industrinya. Kedua, dari hasil koefisien elastisitas
output terhadap tenaga kerja dan modal mengindikasikan bahwa industri gula di
Indonesia cenderung capital intensive, bukan labor intensive. Hal ini terlihat dari hasil
regresi dimana koefisien elastisitas output terhadap modal nilainya lebih tinggi
dibandingkan dengan koefisien elastisitas output terhadap tenaga kerja. Selain itu,
nilai dari koefisien elastisitas output terhadap tenaga kerja yang rendah,
mengindikasikan bahwa tenaga kerja yang digunakan dalam proses produksi industri

Determinan pertumbuhan…, Putty Junia Mirzasari Hermawan, FE UI, 2014


gula di Indonesia, merupakan tenaga kerja yang unskilled, yang kemungkinan hanya
bekerja untuk mengoperasikan mesin yang digunakan di dalam proses produksi.

Gambar 2. Estimasi Fungsi Produksi Cobb-Douglas

. xtreg ln_q ln_k ln_l ln_i , fe

Fixed-effects (within) regression Number of obs = 483


Group variable: psid Number of groups = 45

R-sq: within = 0.6941 Obs per group: min = 2


between = 0.9038 avg = 10.7
overall = 0.7639 max = 18

F(3,435) = 329.06
corr(u_i, Xb) = 0.1762 Prob > F = 0.0000

ln_q Coef. Std. Err. t P>|t| [95% Conf. Interval]

ln_k .0308343 .0165565 1.86 0.063 -.0017064 .063375


ln_l .0048513 .0675382 0.07 0.943 -.1278904 .137593
ln_i .7393789 .0240092 30.80 0.000 .6921905 .7865673
_cons 4.94291 .7426094 6.66 0.000 3.483361 6.402459

sigma_u .24794061
sigma_e .55860067
rho .1645864 (fraction of variance due to u_i)

F test that all u_i=0: F(44, 435) = 1.50 Prob > F = 0.0248

Selanjutnya, dari hasil estimasi didapatkan hasil bahwa pertumbuhan TFP industri
gula di Indonesia mempunyai kecenderungan yang negatif setiap tahunnya dengan
rata-rata pertumbuhan sebesar - 0.75% per tahun (Gambar 3).

Gambar 3. Rata-rata Pertumbuhan TFP (%)

Determinan pertumbuhan…, Putty Junia Mirzasari Hermawan, FE UI, 2014


Hasil estimasi dari tingkat pertumbuhan TFP ini sesuai dengan kondisi industri gula
di Indonesia yang selama ini ramai diberitakan bahwa industri gula mengalami
penurunan produktivitas. Tingkat rata-rata pertumbuhan TFP yang rendah ini
menggambarkan bahwa industri gula di Indonesia memang mengalami penurunan
penerapan dari teknologi yang akibatnya produktivitas industri gula di Indonesia
mengalami kecenderungan yang menurun. Kondisi penurunan pertumbuhan TFP yang
terendah mencapai -6.9% diindikasikan merupakan pengaruh dari harga gula dunia
yang mengalami penurunan semenjak tahun 2002. Sehingga, menyebabkan
banyaknya gula impor yang masuk dan berimplikasi pada harga gula di tingkat petani
dalam negeri tertekan dan gula domestik menjadi tidak kompetitif dibandingkan
dengan gula impor (Nainggolan, 2010). Namun, yang menarik disini adalah adanya
periode tertentu yang mengalami perbaikan kondisi dari tahun-tahun sebelumnya
yaitu yang terjadi di tahun 1997, 1999, dan 2010. Penjelasan mengenai kondisi yang
anomali ini dihubungkan dengan pergerakan dari variabel-variabel yang diindikasikan
mempengaruhi pertumbuhan dari TFP seperti variabel research and development dan
investasi mesin.

Di tahun 1997, pertumbuhan TFP yang positif sebesar 0.09% naik dibandingkan
tahun sebelumnya yang mengalami pertumbuhan TFP yang negatif sebesar -0.06%.
Pertumbuhan TFP yang positif ini berhubungan dengan adanya peningkatan
pengeluaran industri untuk research and development. Adanya lonjakan pengeluaran
untuk research and development di tahun 1997 sebesar 1.2 miliar (gambar 4)
dibandingkan dengan tahun-tahun sebelumnya yang hanya mencapai puluhan juta
rupiah ternyata membawa pengaruh yang signifikan terhadap pertumbuhan TFP di
tahun 1997 sehingga mengalami pertumbuhan yang positif. Sama halnya dengan
tahun 1999, pertumbuhan TFP yang positif juga merupakan dampak dari adanya
pengeluaran research and development yang meningkat, bahkan di tahun 1999
pengeluaran untuk research and development ini meningkat tajam dan menjadi nilai
pengeluaran yang tertinggi sepanjang tahun 1993-2011 yaitu sebesar 7.4 miliar.
Sehingga pada akhirnya hal ini mempengaruhi pertumbuhan TFP yang positif pada
industri gula di Indonesia.

Sedangkan, pertumbuhan TFP yang positif di tahun 2010 diindikasikan merupakan


akibat dari munculnya kebijakan revitalisasi mesin yang dicanangkan oleh

Determinan pertumbuhan…, Putty Junia Mirzasari Hermawan, FE UI, 2014


Kementrian Perindustrian. Hal ini terlihat di data investasi mesin industri gula di
Indonesia (Gambar 5). Kebijakan tersebut merupakan salah satu upaya pemerintah
dalam meningkatkan efisiensi dari industri gula di Indonesia dengan cara mendorong
permesinan dalam negeri. Dari data investasi mesin industri gula di Indonesia, terlihat
di tahun 2010 terdapat lonjakan yang signifikan dibandingkan dengan tahun-tahun
sebelumnya yaitu sebesar 24 miliar dan merupakan nilai investasi mesin yang
tertinggi sepanjang periode 1993-2011. Sehingga hal ini berakibat pada positifnya
pertumbuhan TFP di tahun 2010.  
 
Gambar 4. Research and Development

 
 
Gambar 5. Investasi Mesin

 
 Sumber : Badan Pusat Statistik (BPS)

Dari hasil regresi yang kedua yaitu regresi model determinan pertumbuhan TFP
(Gambar 6), dapat diketahui bahwa terdapat dua variabel yang signifikan
mempengaruhi pertumbuhan TFP industri gula di Indonesia yaitu variabel investasi
mesin dan penggunaan energi (listrik). Kedua variabel yang signifikan ini sesuai
dengan karateristik dari industri gula yang bersifat capital intensive. Variabel pertama
yang signifikan yaitu variabel investasi mesin. Variabel ini signifikan mempengaruhi

Determinan pertumbuhan…, Putty Junia Mirzasari Hermawan, FE UI, 2014


pertumbuhan TFP, namun dari hasil regresi didapatkan bahwa hubungan dari variabel
ini negatif terhadap pertumbuhan dari TFP. Hal ini berbeda dengan hipotesis awal
yang menyatakan bahwa variabel investasi mesin akan mengakibatkan pertumbuhan
TFP yang positif. Hal ini merupakan akibat dari kebijakan revitalisasi gula yang
belum optimal yang tercermin dari dua hal. Pertama, belum optimalnya kebijakan ini
terlihat dari pencapaian program yang memiliki anggaran sebesar 4,9 triliun namun
hingga saat ini ternyata baru terserap 1,3 triliun. Kedua, kebijakan revitalisasi mesin
yang dijalankan belum termasuk mengganti mesin-mesin utama yang digunakan
dalam proses produksi, melainkan hanya penggantian sparepart atau mesin-mesin
kecil. Kedua hal ini sehingga malah memperburuk keadaan mesin di pabrik-pabrik
gula di Indonesia yang sebagian besar sudah berumur tua, yang pada akhirnya
berpengaruh terhadap pertumbuhan TFP yang negatif.

Gambar 6. Hasil Regresi Determinan TFPG


Random-effects GLS regression Number of obs = 810
Group variable: psid Number of groups = 45

R-sq: within = 0.1756 Obs per group: min = 18


between = 0.1506 avg = 18.0
overall = 0.1742 max = 18

Random effects u_i ~ Gaussian Wald chi2(4) = 169.87


corr(u_i, X) = 0 (assumed) Prob > chi2 = 0.0000

tfpg Coef. Std. Err. z P>|z| [95% Conf. Interval]

pirrig -4.469355 5.924862 -0.75 0.451 -16.08187 7.143162


rnd 5.64e-11 4.08e-11 1.38 0.167 -2.36e-11 1.36e-10
imach -6.78e-12 9.92e-13 -6.84 0.000 -8.73e-12 -4.84e-12
kwhoutput -1.29e-07 1.17e-08 -11.01 0.000 -1.52e-07 -1.06e-07
_cons 2.270139 3.044776 0.75 0.456 -3.697512 8.23779

sigma_u .35499305
sigma_e 10.29895
rho .00118669 (fraction of variance due to u_i)

Variabel kedua yang signfikan yaitu variabel penggunaan energi listrik yang dihitung
dengan jumlah pemakaian kwh per output. Dari hasil regresi, variabel ini signifikan
dan memiliki hubungan yang negatif terhadap pertumbuhan TFP sesuai dengan
hipotesis awal. Hal ini mengindikasikan bahwa teknologi yang digunakan memang
belum efisien, terlihat dari semakin meningkatnya pemakaian kwh per output.
Padahal, hal ini tidak boleh terjadi dalam setiap industri karena semakin naiknya
jumlah pemakaian kwh per output menandakan kondisi diseconomies of scale.

Determinan pertumbuhan…, Putty Junia Mirzasari Hermawan, FE UI, 2014


Seharusnya, dalam kondisi industri yang memiliki teknologi yang efisien,
penambahan output akan menurunkan pemakaian dari kwh karena adanya kemajuan
teknologi yang menyebabkan pemakaian kwh yang lebih hemat dari sebelumnya.

Selanjutnya, kedua variabel lainnya yang tidak signifikan yaitu proporsi luas lahan
sawah irigasi terhadap luas lahan total dan pengeluaran research and development.
Pertama, tidak signfikannya variabel proporsi luas sawah irigasi terhadap luas lahan
total dilatarbelakangi oleh biaya yang dibutuhkan untuk melakukan penanaman di
lahan sawah irigasi lebih tinggi dibandingkan dengan penanaman yang dilakukan di
lahan kering. Sehingga, dengan keadaan industri gula di Indonesia pada saat ini yang
sedang terpuruk, biaya penanaman yang tinggi tidak menjadi pilihan bagi para pelaku
industri. Hal ini menyebabkan penanamanan tebu pada saat ini dilakukan di lahan
kering. Selain itu, adanya kebebasan bagi petani untuk memilih komoditas yang
diusahakan semakin menggeser luas areal sawah. Hal ini disebabkan oleh adanya
persaingan yang semakin tinggi, khususnya dengan komoditas yang lebih
menguntungkan seperti padi dan kedelai (Bustanul Arifin, 2008).

Terakhir, dari hasil regresi didapatkan bahwa variabel research and development
tidak signifikan mempengaruhi pertumbuhan TFP. Hal ini diindikasikan merupakan
akibat dari rendahnya proporsi pengeluaran industri untuk research and development
terhadap total pengeluaran (Gambar 8). Bahkan dalam lima tahun terakhir, proporsi
tersebut mengalami penurunan. Selain itu, minimnya penelitian yang dilakukan dalam
industri gula di Indonesia mengakibatkan variabel tersebut menjadi kurang signfikan
terhadap proses perubahan teknologi. Keterbatasan kegiatan ini telah diakui oleh
Kementrian Perindustrian sebagai salah satu kelemahan yang dimiliki oleh industri
gula di Indonesia sehingga diperlukan adanya usaha untuk meningkatkan kegiatan
tersebut (Roadmap Industri Gula, 2009).

Kesimpulan dan Saran

Industri gula di Indonesia selama beberapa dekade terakhir ini mengalami


permasalahan adanya kecenderungan dari tingkat produktivitas yang semakin
menurun. Hal ini merupakan akibat dari kurangnya penerapan teknologi baik di sisi
on-farm dan off-farm yang mengakibatkan munculnya permasalahan seperti

Determinan pertumbuhan…, Putty Junia Mirzasari Hermawan, FE UI, 2014


rendahnya kualitas tebu yang dihasilkan dan rendahnya efisiensi dari pabrik gula.
Kondisi ini berimplikasi pada menurunnya tingkat produksi yang dihasilkan oleh
industri gula, dan juga mendorong volume impor yang terus meningkat setiap
tahunnya. Dicanangkanya target swasembada gula untuk tahun 2014, mengharuskan
industri gula di Indonesia untuk perlahan meningkatkan produksinya yang dapat
tercapai salah satunya dengan meningkatkan produktivitas yang dihasilkan. Upaya
untuk meningkatkan produktivitas ini bisa dilakukan dengan adanya peningkatan dari
adopsi teknologi yang mendorong proses produksi menjadi lebih efisien.
Pengaplikasian metode pengukuran total factor productivity (TFP) menunjukkan
bahwa industri gula bersifat capital intensive dan hasil tersebut sesuai dengan
karateristik dari industri gula yang sebagian besar proses produksinya melibatkan
penggunaan mesin. Selain itu, dari hasil regresi juga menunjukkan bahwa industri
gula sangat bergantung kepada inputnya yaitu bahan baku tebu.

Hasil estimasi untuk pertumbuhan TFP menunjukkan bahwa pertumbuhan TFP


industri gula di Indonesia memiliki rata-rata pertumbuhan negatif setiap tahunnya.
Hal ini mengindikasikan bahwa terdapat penurunan dari penerapan teknologi yang
berakibat pada turunnya produktivitas. Namun, dari tahun periode penelitian yang
menghasilkan pertumbuhan TFP negatif. Terdapat 3 tahun yang mengalami kondisi
perbaikan tercermin dari nilai pertumbuhan TFP positif dibandingkan dengan tahun-
tahun sebelumnya. Hal ini mengindikasikan bahwa industri gula di Indonesia
memiliki kesempatan untuk meningkatkan produktivitasnya melalui adanya gebrakan
teknologi yang lebih maju untuk diterapkan di sisi on-farm dan off-farm. Variabel-
variabel yang signifikan mempengaruhi pertumbuhan TFP tersebut adalah investasi
mesin dan pemakaian energi (listrik). Signifikannya kedua variabel ini sesuai dengan
karakteristik industri gula yang bersifat capital intensive.

Adapun saran yang dapat diberikan berdasarkan hasil penelitian ini adalah perlunya
penerapan kebijakan revitalisasi industri gula di Indonesia secara optimal. Dari hasil
regresi yang telah disebutkan diatas, diketahui bahwa variabel investasi mesin
signfikan mempengaruhi pertumbuhan produktivitas dari industri. Namun, variabel
berpengaruh negatif karena belum optimalnya kebijakan tersebut. Maka dari itu,
apabila kebijakan revitalisasi mesin industri gula di Indonesia diterapkan secara
optimal akan membawa dampak yang sangat baik bagi pertumbuhan produktivitas

Determinan pertumbuhan…, Putty Junia Mirzasari Hermawan, FE UI, 2014


industri gula di Indonesia yang bersifat capital intensive. Selain itu, untuk penelitian
selanjutnya dengan topik yang sejenis, penulis menyarankan untuk menambah
variabel independent yang dipergunakan terutama variabel yang merepresentasikan
teknologi pertanian dari sisi on-farm.

Daftar Referensi

Arifin, Bustanul. (2008). Indonesian Sugar Self-Sufficiency. Economic Review, 211.

Barro, R.J. (1999). Notes on Growth Accounting. Journal of Economic Growth, 4,


119-137.

Chauldhuri, Pramit. (1989). The Economic Theory of Growth. Harvester Wheatseat.

Jorgensen, D.W. (1996). International of Economic Growth (1st ed.). London: The
MIT Press.

Khan, S.V. (2006). Macro Determinants of Total Factor Productivity in Pakistan. SBP
Buletin, 2, 2.

Kannan, Elumalai. (2011). Total Factor Productivity Growth and Its Determinants in
Karnataka Agriculture. Institute for Social and Economic Change (ISEC) Working
Paper Series, 265.

Kementrian Perindustrian. (2009). Roadmap Industri Gula. 24 Oktober 2013.


http://agro.kemenperin.go.id/e-klaster/file/roadmap/KIGJA TIM_1.pdf

Lipsey, G.R., Carlaw, I.K. (2004). Total Factor Productivity and the Measurement of
Technological Change. Canadian Journal of Economics, 37, 4.

Nainggolan, Kaman. (2010). Kebijakan Gula Nasional dan Persaingan Global. 23 Juni
2014.
http://agrimedia.mb.ipb.ac.id/uploads/pdf/2010-07-08_desember2005-
kebijakan_gula_nasional_dan_persaingan_global.pdf

Norsworthy, J.R., Jang, S.L. (1992). Empirical Measurement and Analysis of


Productivity and Technological Change: Applications in High Technology and
Service Industries. Amsterdam: Elsevier Science Publishers.

Peykani, R.G., Kelashemi, K.M., Shahbazi, H., Akrami, H.A. (2010). A


Determinatiom of Suitable Sugar Cane Utilization System Using Total Factor
Productivity. J. Agr. Sci. Tech, 12, 511-521.

Susila, W., Sinaga, B. (2005). Pengembangan Industri Gula di Indonesia yang


Kompetitif pada Situasi Persaingan yang Adil. Jurnal Litbang Pertanian, 24, 1.

Determinan pertumbuhan…, Putty Junia Mirzasari Hermawan, FE UI, 2014


Surono, Sulastri. (2011). Akankah Berhasil Swasembada Gula tahun 2014?. Jurnal
Manajemen, 40, 4.

Syverson, Chad. (2011). What Determines Productivity?. Journal of Economic


Literature, 49, 2, 326-365.

Zaini, Achmad. (2008). Pengaruh Harga Gula Impor, Harga Gula Domestik dan
Produksi Gula Domestik terhadap Permintaan Gula Impor di Indonesia. EPP, 5, 2, 1-
9.

Determinan pertumbuhan…, Putty Junia Mirzasari Hermawan, FE UI, 2014

Anda mungkin juga menyukai