Anda di halaman 1dari 5

Pengajuan KPR (Kredit Pemilikan Rumah) pada lembaga perbankan syariah saat ini semakin

tinggi. Hal ini menunjukkan tingkat permintaan rumah dengan skema pembiayaan syariah pun
semakin tinggi. Berbeda dengan pembiayaan pada bank konvensional yang memberlakukan
bunga, di mana dalam ketentuan syariah Islam keberadaan bunga sangatlah dilarang karena
termasuk riba.

Bank syariah memang tidak memberlakukan bunga atas semua produknya, terutama dalam hal
pembiayaan KPR. Meski demikian, bukan berarti pembiayaan KPR oleh bank syariah tidak
mendapatkan keuntungan. Keuntungan pembiayaan KPR pada bank syariah jelas bukan dari
pendapatan bunga, tetapi skema pembiayaan yang syar’i atau sesuai dengan syariat Islam.

Jenis-jenis skema pembiayaan KPR bank syariah

Bank syariah setidaknya memiliki empat jenis skema pembiayaan KPR yang bisa diajukan dan
dipilih oleh nasabah. Dari keempat skema pembiayaan KPR tersebut tidak melibatkan bunga
sama sekali, sehingga tidak dipengaruhi oleh tingkat suku bunga yang berlaku. Artinya, nominal
pembayaran cicilan atau angsuran adalah tetap hingga berakhirnya masa pembiayaan KPR.
Adapun berikut jenis-jenis skema pembiayaan KPR bank syariah.
1. Murabahah

Apa itu murabahah? Istilah ini mungkin terdengar asing karena tidak digunakan dalam
komunikasi bisnis sehari-hari, bahkan bagi mereka yang beragama Islam sekalipun. Secara
sederhana, murabahah memiliki makna penjualan. Dalam pengertian yang lebih luas, murabahah
merupakan suatu akad atau perjanjian jual beli antara lembaga keuangan berbasis syariah dengan
nasabah.

Penjualan dengan sistem atau skema murabahah berbeda dengan penjualan pada umumnya. Pada
skema ini, tidak ada dusta diantara penjual dengan pembeli. Artinya, penjual memberikan
informasi yang jelas mengenai nilai atau harga pokok barang yang menjadi objek jual beli
kepada pembeli, termasuk besar keuntungan yang ditambahkan pada harga pokok barang
tersebut.

Dalam konteks pembiayaan KPR, mekanisme dari skema murabahah ini diawali dengan
pembelian rumah oleh bank sebagaimana yang diinginkan nasabah. Selanjutnya, bank syariah
menjualnya kepada nasabah yang menginginkan rumah tersebut dengan harga jual yang lebih
tinggi dari harga pembelian. Harga jual rumah dari bank syariah ke nasabah lebih tinggi sebab
bank menambahkan tingkat atau margin keuntungan pada harga perolehan (harga pembelian).
Margin keuntungan ditentukan oleh bank syariah. Meski demikian, harus pula disepakati oleh
nasabah terkait.
2. Ijarah Muntahiya Bittamlik (IMBT)

Ijarah Muntahiya Bittamlik (IMBT) sederhananya dapat dipahami sebagai sewa milik. IMBT
merupakan skema penjualan barang atau jasa yang memadukan akad jual beli dan sewa sekaligus
yang diakhiri dengan kepemilikan atas barang atau jasa yang menjadi objek dalam akad ke
tangan si penyewa.

Bagaimana skema IMBT dalam konteks pembiayaan KPR oleh bank syariah? Berikut tahapan
skema pembiayaan KPR dengan akad IMBT.

 Pertama-tama nasabah mengajukan KPR kepada bank syariah dengan memberikan


informasi terkait dengan rumah yang diinginkan.
 Bank syariah membeli rumah sesuai yang diinginkan nasabah.
 Bank syariah kemudian menyewakan rumah tersebut kepada nasabah dengan perjanjian
jika nasabah menyelesaikan sewa sesuai dengan jangka waktu yang disepakati bersama,
maka bank syariah akan menghibahkan atau menjual rumah tersebut kepada nasabah.
 Nasabah menyewa rumah yang menjadi objek perjanjian selama tempo dalam
kesepakatan dengan membayar biaya sewa setiap bulan yang besarannya telah termasuk
manfaat sewa atau keuntungan bagi bank syariah.
 Jika nasabah dapat menyelesaikan masa sewanya, maka kepemilikan atas rumah tersebut
berpindah dari bank syariah ke nasabah.

Dalam penerapan skema IMBT, bank syariah dan nasabah harus melakukan akad ijarah yakni
perjanjian sewa terlebih dahulu. Pemindahan hak milik atas rumah yang menjadi objek
perjanjian baik dengan jual beli maupun hibah hanya dapat dilakukan setelah masa ijarah selesai.
3. Musyarakah Mutanaqishah (MMQ)

Musyarakah Munataqishah (MMQ) merupakan akad kerjasama antara dua pihak atau lebih
dengan skema kongsi berkurang. Secara lebih detail, MMQ dapat diartikan sebagai suatu akad
kerjasama dua pihak atau lebih untuk memiliki suatu aset dalam jangka waktu tertentu, di mana
pada akhir kerjasama terjadi pemindahan atau pengalihan hak dari satu pihak ke pihak lain yang
bekerjasama melalui mekanisme pembayaran secara bertahap.

Skema MMQ ini secara sederhana dapat dijelaskan dalam pembiayaan KPR, di mana bank
syariah dan nasabah bekerjasama untuk membeli sebuah rumah dengan kongsi pembiayaan 70%
oleh bank syariah dan 30% oleh nasabah. Status kepemilikan rumah tersebut tentu saja bank
syariah dan nasabah. Rumah milik berdua itu kemudian disewakan kepada nasabah dalam jangka
waktu tertentu. Nasabah membayar cicilan sewa yang sekaligus mengurangi bagian hak yang
dimiliki bank syariah. Pembayaran cicilan sewa terus dilakukan oleh nasabah hingga masa
kerjasama berakhir dan bagian hak bank syariah atas kepemilikan rumah tersebut menjadi 0%.
Artinya, di akhir akad kerjasama, nasabah berhak atas rumah itu sepenuhnya.

4. Istishna

Dalam pembiayaan KPR melalui bank syariah, rumah yang akan dijadikan objek perjanjian tak
selalu siap tersedia, tetapi harus dipesan terlebih dahulu. Di sini, nasabah memesan rumah
kepada bank syariah. Atas pesanan tersebut, bank syariah kemudian menyediakan rumah sesuai
pesanan nasabah. Ketika rumah sudah siap tersedia, bank syariah menyampaikannya kepada
nasabah. Selanjutnya nasabah membayar rumah tersebut dengan sistem cicilan kepada bank
syariah selama jangka waktu tertentu yang disepakati kedua belah pihak. Inilah yang disebut
dengan pembiayaan KPR dengan akad istishna. Jadi, istishna merupakan akad atau perjanjian
jual beli dalam bentuk pemesanan pembuatan barang dengan kriteria dan persyaratan tertentu
yang disepakati oleh pemesan (pembeli) dan penjual.

Anda mungkin juga menyukai