Amad Sudiro'
Abstract
Defective product is one of the contributing factors of aircraft accidents in aviation
transportation. This may well relate to the liability of aircraft manufacturer companyfrom a
legal perspective. However, these regulations on manufacturer liability has yet to ftnd an
implicit direction within the shrines of international conventions in aviation field and
Indonesia's national aviation act. In practice, aircraft manufacturer liability due to defective
product would have to be resolved in litigation process by invoking the strict product
liability principle.
Abstrak
Produk cacat adalah salah salu faktor kecelakaan pesawat dalam transportasi penerbangan.
Ini mungkin berhubungan dengan kewajiban perusahaan produsen pesawat dari perspektij
hukum. Namun. peraturan tentang kewajiban produsen belum menemukan arah yang
implisit dalam konvensi internasional di bidang penerbangan dan Peraturan perundang-
undangan penerbangan nasional. Dalam prakteknya, kewajiban produsen pesawat, karena
produk eacat harus diselesaikan dalam proses litigasi dengan menerapkan prinsip
kewajiban produk yang ketal.
I. Pendahutuan
Dasar 1945'> 01eh karena itu pemerintah perlu merencanakan secara sistematis
penyelenggaraan penerbangan yang memadai dan menjamin kelancaran arus lalu
lintas penumpang serta lebih menjamin keamanan dan keselamatan penerbangan
sehingga tidak menimbulkan risiko kerugian terhadap pihak lain. 3
Adanya risiko kerugian dalam melakukan kegiatan usaha itu dapat terjadi
setiap saat. Pada penyelenggaraan penerbangan nasional beberapa tahun terakhir ini
masih menunjukkan sering terjadi serangkaian kecelakaan pesawat udara, dengan
berbagai sebab yang mengakibatkan kerugian terhadap penumpang sebagai
konsumen. Kecelakaan-kecelakaan pesawat udara4 tersebut dapat disebabkan
berbagai faktor, antara lain faktor manusia (human), mesin pesawat udara
(machine/technical), dan cuaca (weather)5
Beberapa ahli di bidang penerbangan mencatat bahwa semakin canggih
teknologi peralatan penerbangan untuk mengurangi atau menghapus situasi spesifik
tertentu, seperti alat untuk mendeteksi pesawat udara yang mendekat pada jarak
beberapa ratus kilometer, maka semakin besar kemungkinan kapten penerbang
pesawat udara itu mengalami kesalahanlkelalaian. Misalnya para kapten penerbang
seringkali kesulitan untuk mengoperasikan komputer yang terdapat di ruang kokpit
atau tampilannya pada saat pesawat udara sedang melakukan penerbangan dengan
kecepatan yang sangat tinggi. Faktor kesalahanlkelalaian manusia ini sangat sulit
untuk dideteksi dalam waktu tertentu. Selain itu perlu memperbatikan faktor-faktor
lain, seperti kegagalan mekanis/teknis dan lingkungan ataupun faktor eksternal
lainnya pada saat kecelakaan penerbangan terjadi. 6
3 H.K. Martono, "Hukum Udara, Angkutan Udara dan Hukum Angkasa, Hukum Laut
internasional", (Bandung: Mandar Maju, 1995), hal. 104.
4 Kecelakaan (accident) ada lah suatu peristiwa di luar kemampuan manusia yang terjadi
selama berada di dalam pesawat udara dari bandar udara keberangkatan ke bandar udara tujuan, di
mana terjadi kematian atau luka parah atau kerugian yang disebabkan oleh benturan dengan pesawat
udara atau semburan mesin jet pesawat udara atau terjadi kerusakan struktural atau adanya peralatan
yang perlu diganti atau pesawat udara hilang sarna sekali. H.K. Martono, "Kamus Hukum dan
Regulasi Penerbangan", (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2007), hal. 338-339.
s H.K. Martono, Kecelakaan Pesawat Udara, Seputar Indonesia, 5 lanuari 2007, hal. 7.
6 Ibid.
188 Jurnal Hukum dan Pembangunan Tahun ke-41 No.1 Januari-Maret 2011
7 Walaupun penyebab keeelakaan pesawat udara karena faktor teknis ini prosentasenya keeil,
tetapi sering menyebabkan kecelakaan yang berakibat sangat fataL
\I David T. N orton, Crisis Management Planning for Small Air Carrier Aircraft Parts
Manufacturers, Installers or Maintainers, and Other Aviation Industry Participants, 66 Journal of Air
Law and Commerce, Springs: Southern Methodist University School of Law, 2001 , hal. 543-546.
Il Lac. Cit., H.K. Martono. "Kamus Hukum dan Regulasi Penerbangan", dikenal 3 (tiga)
rnacarn tanggungjawab, dalarn arti accountability, responsibility dan liability. hal. 339-343.
190 lurnai Hukum dan Pembangunan Tahun ke-41 No.1 lanuari-Maret 2011
II. Permasalahan
Dari latar belakang tersebut di atas tampak bahwa cacat produk merupakan
salah satu penyebab terjadinya kecelakaan pesawat udara dalam penyelenggaraan
penerbangan. Mengingat hal ini berdampak pada pertanggungjawaban produsen
pesawat udara terhadap pihak yang dirugikan akibat kecelakaan penerbangan
tersebut, maka permasalahan yang ingin diangkat oleh penulis, adalah bagaimana
tanggung jawab perusahaan pembuat pesawat udara sebagai produsen dalam
kecelakaan pesawat udara akibat cacat produk?
III. Pembahasan
udara.15 Pertama, cacat desainlperancangan (the design defect), yaitu produk yang
dalam perancangannya telah mengandung cacat atau kesalahan desain yang
mengakibatkan cacatnya produk. Kesalahan desainlperancangan pesawat udara dapat
terjadi pada tahap pembuatan cetak biru (blueprint), gam bar desain (design drawing),
atau pemilihan bahan baku (row materials) yang digunakan. Kedua, cacat
pembuatanlperakitan (the manufacturing defect), yaitu suatu produk mungkin tidak
mengandung kesalahan dalam desainlperancangannya, tetapi dalam proses
pembuatanlperakitan terjadi kesalahan atau penggunaan bahan baku yang tidak
memenuhi persyaratan mutu atau spesifikasi teknis yang telah ditentukan
sebelumnya, sehingga menghasilkan produk yang cacat. Ketiga, cacat peringatan dan
instruksi (the warning and instruction defect), yaitu suatu produk yang telah
d irancang dengan sempurna melalui proses pembuatan yang cermat tetap dapat
mengandung cacat, apabila tidak dilengkapi dengan peringatan danlatau instruksi
yang jelas dan tepat mengenai cara-cara penggunaan produk tersebut, baik pada saat
dipasarkan maupun saat digunakan. Cacat dalam pemeliharaanlperawatan
(maintenance defect) suatu produk yang kemudian digunakan dalam operasi
penerbangan, akan mengakibatkan kerusakan yang disebabkan kurang terpelihara
atau tidak terawatnya pesawat udara sesuai dengan petunjuk-petunjuk yang terdapat
dalam service bulletin dan technical manual updating.
Suatu produk yang telah dibuatldirakit secara tepat sesuai dengan standar
persyaratan yang telah ditentukan, dalam praktek masih dapat memiliki cacat pada
sisi desainnya (the design defect). Suatu produk dikategorikan sebagai cacat desain,
apabila produk tersebut benar-benar tidak nyaman dan tidak aman untuk digunakan
sesuai dengan tujuannya, walaupun telah dibuat secara benar. Gugatan ganti kerugian
berdasarkan cacat desain sering didasarkan pada beberapa hal, yaitu produk tidak
berkualitas, perJengkapan produk yang diperJukan tidak tersedia, atau produk
tersebut mengandung hal-hal berbahaya yang tidak kelihatan. Cacat desain sebagai
dasar gugatan ganti kerugian diterapkan berdasarkan argumentasi bahwa produk
terse but tidak di desain secara tepat untuk mengurangi atau menghindari suatu risiko
kerugian tertentu.
Produsen berkewajiban untuk mendesain produk pesawat udara yang aman dan
melindungi pengguna pesawat udara tersebut. Salah satu tujuan pembuatan desain
produk pesawat udara untuk menghindari kemungkinan baha ya yang akan timbul
dalam penggunaannya. ApabiJa dalam suatu kecelakaan pesawat udara yang
15 Wayne E. Farrell Jr., Aircraft Manufachlrer 's "Aircraft Manufacturer's Liability, Annuals
ofAir and Space Law, Vol. XVII-I, 1992, hal. 104.
192 Jurnal Hukum dan Pembangunan Tahul1 ke-41 No.1 Januari-Maret201l
The defect means lack of safety that the product ordinarily should
provide, taking into account the nature of the product, the ordinarily
foreseeable manner of use of the product, the time when the
manufacturer, etc, delivered the product, and other circumstances
concerning the product.
16 J. Russel Davis, "American Law of Products Liability", (New York: The Lawyers
Cooperative Publishing Company, 1987), hal. 12.
Product Lioblity dolam Penyelenggaraan Penerbongan, Sudiro 193
17 Ibid.
194 Jurnal Hukum dan Pembangunan Tahun ke-41 No.1 Januari-Maret 2011
l' Bandingkan dengan prinsip-prinsip umum tanggung jawab produk dalam European
Community Directive No. 314 Tahun 1985.1nosentius Samsul, "Perlindungan Konsumen, Kemungkinan
Penerapan Tanggung Jawab Mutlak", (Jakarta: Pascasarjana Fakultas Hukum Universitas Indonesia,
2004), hal. 306.
21 Noel v. United Aircraft Corp., 342 F. 2d. 232., (3'" Cir., 1964), 3(a), 4, 5(a), 10.
22 [bid.
196 Jurnal Hukum dan Pembangunan Tahun ke-41 No.1 Januari-Maret 2011
karena eaeat desain pada bagian tempat duduk pesawat udara Martin 404 dan alat
pemadam api yang tidak berfungsi bukan sebagai bentuk kelalaian, akan tetapi
bentuk dari tanggung jawab mutlak (strict liability) atas produk yang tidak berfungsi
dengan baik dan sesuatu yang diluar dugaan/pengetahuan penumpang. Dalam kasus
ini produsen pesawat udara wajib membayar ganti kerugian kepada penumpang
akibat eaeat produk berdasarkan tanggung jawab mutlak, berkaitan dengan desain
dan konstruksi pesawat udara yang seharusnya dapat menjamin keamanan dan
keselamatan dalam penyelenggaraan penerbangan.
Dalam perkara Coulter v. Piper Aircraft Corp,24 penumpang mengajukan
gugatan ganti kerugian dalam keeelakaan pesawat udara akibat eaeat desain pada
plang pintu pesawat udara yang dapat terbuka saat penerbangan berlangsung. Pada
kasus ini pengadilan distrik Florida berpendapat bahwa walaupun tidak menemukan
adanya kesalahanl keialaian, tetapi tidak menghalangi untuk memberikan sanksi
ganti kerugian berdasarkan prinsip tanggung jawab mutlak (strict liability) yang
dianggap sebagai tindakan wajar kepada produsen. Dari kasus ini terlihat bahwa
pengadilan distrik Florida telah menerapkan tanggung jawab mutlak (strict liability),
sehingga gugatan ganti kerugian dari penggugat tersebut dapat dikabulkan hakim
tanpa mempertimbangkan ada atau tidak adanya unsur kesalahanlkelalaian produsen
pesawat udara.
Pada kasus pembajakan pesawat udara jet jumbo yang kemudian ditabrakan ke
gedung kembar World Trade Centre (WTC) oleh sekelompok teroris di Amerika
Serikat pada tanggal 11 September 200 I. Penggugat mengajukan gugatan ganti
kerugian berkaitan dengan tanggung jawab produsen atas kesalahanlkelalaian eaeat
desain pesawat udara tersebut. Pengadilan distrik Pennsylvania yang mengadili dan
memutuskan kasus ini menyatakan, bahwa telah terjadi kesalahanlkelalaian dalam
desain pintu kokpit pesawat udara tersebut, sehingga produsen wajib membayar ganti
kerugian yang dialami penggugat dengan menerapkan tanggung jawab mutlak (strict
liability). Dalam kasus ini pengadilan berpendapat, bahwa rangkaian penyebab
jatuhnya pesawat udara itu diduga karena adanya kesalahanlkelalaian desain pintu
kokpit pesawat udara sehingga pembajak dapat masuk ke ruang kokpit. Menurut
hukum negara bagian Pennsylvania, seorang kapten penerbang mempunyai
kewajiban untuk mengendalikan pesawat udara dan menghindari serta meneegah
adanya gangguan selama penerbangan sehingga penumpang dapat dipastikan aman
dan selamat sampai ke tempat tujuan yang disepakati dalam perjanjian
26 ibid.
27 Manos v. Trans World Airlines, In re: 324 F. Supp. 470 (N.A. m., 1971).
28 ibid.
kepada perusahaan pembuat pesawat udara sebagai bentuk tanggung jawab produsen
terhadap produknya yang rusak atau cacat. Berdasarkan hasil pemeriksaan dalam
kecelakaan penerbangan tersebut ternyata IS (lima belas) dari seluruh penumpang
pesawat udara yang meninggal dunia disebabkan keracunan gas atau luka bakar.
Menurut keterangan penumpang yang selamat menyatakan bahwa IS (lima belas)
penumpang pesawat udara itu sebenarnya masih hidup pada saat kecelakaan terjadi,
dan masih sempat mencari-cari pintu darurat yang letaknya sulit dicari dalam
kegelapan dan sulit dibuka. 30
Selain itu pada kasus O'Kee!v. The Boeing Company,31 menunjukkan terdapat
kelalaian perusahaan pembuat pesawat udara Boeing dalam memproduksi pesawat
udara jenis B-52 yang terbukti ditemukan adanya kerusakanlcacat produk di bagian
pengelasan dinding (empennage support bulkheid). Pengadilan distrik negara bagian
Washington menyatakan, bahwa perusahaan pembuat pesawat udara Boeing wajib
membayar ganti kerugian kepada penggugat berdasarkan tanggung jawab mutlak
(strict liability), karena telah melakukan kelalaian dalam memenuhi standar
kualiflkasi persyaratan pembuatan produk di bagian pengelasan dinding (empennage
support bulkheid) pesawat udara tersebut sehingga mengakibatkan terjadinya
kecelakaan penerbangan.
Dalam perkara Kritser v. Beech Aircraft Corp,32 pihak korban selaku
penggugat menduga bahwa tangki bahan bakar pesawat udara tidak dilengkapi
dengan alat internal untuk mengendalikan pergerakan bahan bakar, dan produsen
sebagai tergugat tidak melaksanakan tugasnya untuk memperingatkan pemindahan
bahan bakar pesawat udara. Pengadilan distrik Texas menyatakan, bahwa bukti yang
disampaikan penggugat berkaitan dengan sistem bahan bakar pesawat udara jenis
Baron Model D-55 yang mengalami kecelakaan dianggap telah cukup untuk
mengungkapkan dan membuat putusan penilaian terhadap kasus kecelakaan pesawat
udara ini berdasarkan tanggung jawab mutlak (strict liability). Hakim yang mengadili
menemukan fakta bahwa kapten penerbang sudah mengoperasikan pesawat udara
tersebut sesuai dengan peringatan dan petul1iuk yang telah ditentukan produsen,
tetapi karena terjadi kerusakan atau adanya cacat pada sistem bahan bakar, sehingga
mengakibatkan kecelakaan penerbangan. 33
30 Ibid.
Demikian juga pada kasus Hansen v. Cessna Aircraft Inc}' yang dimulai
dengan gugatan ganti kerugian oleh ahli waris dari tiga orang penumpang akibat
kecelakaan pesawat udara jenis Cessna Model 421-B yang jatuh. Penggugat
mengajukan gugatan ganti kerugian kepada produsen dengan dasar gugatan bahwa
telah melakukan kelalaian inspeksilpemeriksaan. Penggugat yang menghadirkan para
saksi ahli menyatakan, bahwa sistem pembuang gas pesawat udara tidak mampu
untuk mengeluarkan semua gas yang terdapat antara mesin dengan turbocharger, dan
produsen tidak melakukan pengujian yang cukup untuk melihat kerusakan yang
terdapat pada sistem pembuangan gas uap tersebut. Pengadilan menyatakan bahwa
ada beberapa bukti yang menunjukkan telah terjadi kelalaian produsen pesawat
udara, khususnya kelalaian dalarn pemeriksaan dan peringatan, sehingga tergugat
wajib membayar ganti kerugian berdasarkan tanggung jawab mutlak (strict liability).
Selain itu pengadilan menyatakan, bahwa Mahkamah Agung Wisconsin
mendasarkan kasus ini pada Section 402 A (jf the Restatement (Second) of Torts
sebagai ketentuan yang mengatur mengenai kelalaian dalam melaksanakan
kewajiban.35
Dalam perkara Braniff Airways Inc., v. Curtiss- Wright COrp.36 Pengadilan
negara bagian New York yang mengadili kasus ini menyatakan bahwa meskipun
tidak ada ketentuan dalam perundang-undangan mengenai kewajiban produsen untuk
merawat dan memperbaiki jika terjadi kerusakan pesawat udara, tetapi hal itu
dianggap sebagai bagian kewaj iban produsen untuk memperbaiki kerusakan tersebut.
Dengan demikian setidaknya produsen wajib memberi tanda peringatan!
pemberitahuan dan instruksi-instruksi yang diperJukan untuk memperkecil timbuinya
bahaya kecelakaan pesawat udara yang telah diproduksinya pada saat digunakan.
Oleh karena itu pengadilan menyatakan bahwa tergugat wajib membayar ganti
kerugian kepada penggugat, dengan menerapkan prinsip tanggung jawab mutlak
(strict liability).
Salah satu perkara gugatan ganti kerugian korban kecelakaan pesawat udara
akibat cacat produk yang diselesaikan melalui pengadilan Indonesia adalah kasus
33 Ibid.
34 Hansen v. Cessna Aircraft Co., 578 F.2d 679 (7"' Cir. 1978).
35 Ibid.
36 Braniff Aicraft Inc v. Curtiss Wright Corp .• 411 F. 2d. 451, 13 Fed. R.Serv. 2d. 4696,
VCCRS. 508 Second Circuit, 8[a], (May 19, 1969).
200 Jurnai Hukum dan Pembangunan Tahun ke-41 No.1 Januari-Maret 2011
Salful Bahri Cs., v. The Boeing Company Cs. ,37 dalam kecelakaan pesawat udara
milik PT. Mandala Airlines yang terjadi di bandar udara Po Ionia Medan di
pengadilan Jakarta Pusat. Dalam kasus ini penumpang mengajukan gugatan ganti
kerugian berkaitan dengan cacat produk pesawat udara kepada the Boeing Company
Cs, sebagai produsen. Selain gugatan di atas, penumpang lain yang mengajukan
pendaftaran gugatan ganti kerugian akibat cacat produk di Pen~adilan Negeri Jakarta
Pusat adalah kasus Suhendro Cs., v. The Boeing Company Cs. 8
Dalam Linda Marlin Lie, et aL, v. The Boeing Company, et al., No. 04 C
2460, ahli waris korban kecelakaan pesawat udara sebagai penggugat berhasil
memenangkan perkara gugatan ganti kerugian kepada produsen dalam kasus
kecelakaan pesawat udara jenis Boeing 737-300 milik PT. Garuda Indonesia dengan
nomor penerbangan GA-421 yang melakukan pendaratan darurat akibat cacat produk
di sungai Bengawan Solo Klaten tanggal 16 Januari 2002. Menurut hakim Shadur
sebagai hakim senior yang mengadi1i perkara ini, tergugat bertanggung jawab untuk
membayar ganti kerugian kepada penggugat yang mengajukan gugatan ganti
kerugian kepada the BoeinR Company Cs., sebagai produsen pesawat udara tersebut
berdasarkan tanggung jawab mutlak (strict liability). Dasar gugatan ganti kerugian
yang diajukan adalah telah terjadi serangkaian kecacatan pada produk pesawat udara
dan kurang lengkapnya petunjuk prosedur pengoperasian, sehingga menyebabkan
terjadi kecelakaan pesawat udara Garuda Indonesia jenis Boeing 737-300 tersebut 39
Dengan demikian majelis hakim yang mengadili dan memutuskan kasus ini dalam
pertimbangan hukumnya telah menerapkan pendekatan prinsip tanggung jawab
mutlak (strict liability) .
Pada Donald J. Noland v. The Boeing Company, No.2004 WL 1462451,'°
berkenaan dengan kece1akaan pesawat udara Garuda Indonesia di Klaten tanggal 16
Januari 2002, penggugat mengajukan gugatan ganti kerugian kepada the Boeing
Company, karena terdapat serangkaian kecacatan produk dan kelengkapan prosedur
pengoperasian pesawat udara tersebut. Hakim yang mengadili kasus ini memutuskan
untuk mengabulkan gugatan ganti kerugian berdasarkan tanggung jawab mutlak
39 Linda Marlin Lie, et al.. v. The Boeing Company. et al., No. 04 C 2460 F.Supp.2d., 2004
WL 1462451, United States District Court, Northern District Dlinais, (N.D.Dl., June 29, 2004).
40 Donald J N v. The Boeing Company, F.Supp. 2d., NO.2004 WL 1462451, United States
District Court. Northern District lllinais, (N.D. Ill., June 29, 2004).
Product Liablity dalam Penyelenggaraan Penerbangan, Slidiro 201
(strict liability), karena terbukti adanya cacat produk pada bagian desain dan cacat
dalam kelengkapan prosedur pengoperasian pesawat udara yang diproduksi tergugat
tersebut. 41
Selain itu ahli waris dari penurnpang yang meninggal dunia akibat kecelakaan
pesawat udara milik PT. Garuda Indonesia dengan nomor penerbangan GA-152 yang
terjadi di Sibolangit Deli Serdang Medan pada tanggal 26 September 1997 juga
mengajukan gugatan ganti kerugian kepada produsen pesawat udara. Melalui kuasa
hukum David J. Gubbins dan Paul R. Borth dari Nolan Law Firm Group untuk
menangani penyelesaian pembayaran ganti kerugian korban kecelakaan pesawat
udara Garuda Indonesia itu, pada akhirnya penggugat memenangkan gugatan ganti
kerugian kepada produsen tersebut 42
Donald Manampin Hutasoit et aL, v. Hamilton Sumistrand Corporation et.,
aL, No. 04 L 13805 merupakan kasus kecelakaan pesawat udara jenis Airbus 300,
oleh penggugat diduga memiliki cacat komponen yang menyebabkan kecelakaan
pesawat udara tersebut. Tergugat Hamilton Sundstrands Corporation adalah pembuat
peralatan komputer peringatan yang cacat sehingga menyebabkan terjadinya
kecelakaan penerbangan. Penggugat mengajukan gugatan pembayaran ganti kerugian
kepada Hamilton Sundstrands Corporation sebagai tergugat dalam kejadian
kecelakaan pesawat udara Garuda Indonesia akibat cacat produk di Sibolangit Deli
Serdang Medan - Sumatera Utara 43 Dalam pertirnbangan hukum majelis hakim yang
mengadili mengunakan prinsip tanggung jawab rnutlak (strict liability) karena
tergugat telah terbukti melakukan pelanggaran berdasarkan the Illinois Wrongfol
Death Act tabun 2009. Dalam kasus ini, tergugat akhirnya rnembayar jumlah ganti
kerugian kepada para penggugat sebagai ahli waris dari penumpang yang meninggal
dunia akibat kecelakaan pesawat udara Garuda Indonesia tersebut, yang dibuat dalam
perjanjian pembayaran ganti kerugian tanggal 21 Desernber 2009.
Selain itu penerapan tanggung jawab mutlak (strict liability) diberlakukan pada
gugatan ganti kerugian lain untuk kasus kecelakaan pesawat udara yang sarna,
rnisalnya dalam Butar-butar et., al., v. Hamilton Sundstrands Corporation, No.09C
41 [bid.
42 Antonius. Banyak Perfanyaan yang Be/urn Terjawab Da/am Kecelakaan Adam Air,
<http://www.wisner-law.comlarticlesiAdam_crash_indonesian.html>. diakses 8 April 2008, hal. 3.
3437. 44 Kasus ini merupakan kejadian kecelakaan pesawat udara akibat cacat produk
yang dioperasikan PT. Gamda Indonesia dengan nomor penerbangan GA 152, jatuh
dan terbakar tanggal 26 September 1997 di Sibolangit Deli Serdang Medan.
Penggugat merupakan ahli waris dari penumpang yang meninggal dunia dalam
kecelakaan pesawat udara itu rnenyatakan, bahwa tergugat wajib bertanggung jawab
terhadap cacat desain produk Ground Proximity Warning System (GPWS) yang
dipakai pada penerbangan pesawat udara Garuda Indonesia GA 152 tersebut. Cacat
peralatan itu telah menyebabkan terjadinya kecelakaan pesawat udara, akibat
kelalaian tergugat dalam mendesain, memproduksi dan merakit produk Ground
Proximity Warning System (GPWS) tersebut. Penggugat menyatakan bahwa tergugat
hams bertanggung jawab secara mutlak karena telah memproduksi dan menjual
GPWS yang cacat produk kepada perusahaan pembuat pesawat udara jenis Airbus.
Selain itu penggugat menyatakan bahwa tergugat melakukan kelalaian dalam
memberikan peringatan adanya cacat produk. Pad a akhirnya, tergugat bersedia
membayar jumlah ganti kerugian kepada penggugat sebagai ahli war is dari
penumpang yang meninggal dunia akibat kecelakaan pesawat udara Garuda
Indonesia tersebut, dengan menerapkan prinsip tanggung jawab mutlak (strict
liability) 45
IV. Penutup
44 Butor-Butor el. aI., v. Hamil/on Sundstrands Corporation, No.09C 3437, in the Circuit
Court of Cook County, Illinois County Department-Law Division, (April 11,2009).
produsen pesawat udara (product liability) ini, harns tetap memperhatikan asas
keadilan, asas kemanfaatan, dan asas kepastian hukum.
204 Jurnai Hulatm dan Pembangunan Tahun ke-41 No.1 Januari-Maret 2011
Daftar Pustaka
Buku
Jurnal
Barber, J. "Economic of Air Safety", Journal of Air Law and Commerce 431-
433, Vol. 34, 1968.
Benko, M., & Kadletz A. "Liability Air Transport", Annuals of Air and Space
Law, Vol. XXV, 2000.
Bogus, T. Carl. "The Third Revolution in Products Liability", Chicago Kent
Law Review, Vo1.23, 1996.
Calabresi, Guido. "First Party, Third Party, and Product Liability Systems:
Can Economic Analysis Tell Us Anything About Them? ", 69 Iowa Legal
Review 833, 1984.
Cheng, Bin. "Air Carriers Liability for Passenger Injury or Death ", Annals of
Air and Space Law, Vol.XVIII, No .3, January 1993 .
. "Product Liability in Aviation ", Annals of Air and Space
Law, Vol. II, 1982.
Ehler, P. Nicholai. "Product Liability in Germany Today and Tomorrow",
Annals of Air and Space Law, Vol.XVI, 1991.
Eltin, M. Rodman. "The Changing Philosophy of Products Liability and
Proposed Model Uniform Product Liability Act", American Business
Law Journal, Vo1.l9 , 1981.
Farrel, Wayne E. Jr. "Aircraft Manufacturer's Liability", Annals of Air and
Space Law, Vol. XVII-I, 1992: 104
Fischer, A. David, & William Power, Jr. Products Liability: Cases and
Materials, Minnesota: West Publishing Company, 1988.
Giemulla, Elmar, and Thomas Wenzer. "Product Liability in the Field of
Aviation the Foreign Plaintiff in USA American Court ", Annals of Air
and Space Law, Vol.XV, 1990.
Hassenbeck, Rudolf & Denis Campell. Product Liability: Prevention,
Practice, and Process in Europe and the United States, Nederland:
Deventer-Kluwer Law and Taxation Publishers, 1989.
206 Jurnal Hukum dan Pembangunan Tahun ke-41 No.1 Januari-Maret 2011
Julack, John F. & Jennifer K. King. Product Liability Prevention: What Every
International Business Should Now About Selling Products in The United
States, International Law Practicum, Springs: New York State Bar
Association, 2003.
Kadlestz, Andreas. "Aviation Products Liability and Insurance in the
European Union: Legal Aspects and Insurance of Liability of Civil
Aerospace Products Manufacturer's in the European Union for Damage
to Third Parties", Annals of Air and Space Law, VoI.XXI, 1996.
Kusumaatmadja, Mochtar. "Pertumbuhan Penerbangan Sipil di Asia Pasifik
Menjelang Tahun 2000 dan Seterusnya: Suatu Tantangan dan Jawaban",
Jurnal Ilmiah Era Hukum No.6, Jakarta: Fakultas Hukum Universitas
Tarumanagara, 1995.
Lascher. "Strict Liability in Tort for Defective Products", 38 South California
Law Review, 1965.
Norton, David T. "Crisis Management Planning for Small Air Carrier Aircraft
Parts Manufacturers, Installers or Maintainers, and Other Aviation
Industry Participants ", 66 Journal of Air Law and Commerce, Spring:
Southern Methodist University School of Law, 2001: 546
Purba, Hasim. "Aspek Hukum Kecelakaan Pesawat Udara", Jurnal Hukum
Mahadi, Tahun ke VII, Edisi April, 1998.
Rajagukguk, Erman, "Agenda Pembaharuan Hukum Ekonomi di Indonesia
Menyongsong Abad XXI", UNISIA No.33/XVIII/I/97, 1997.
Schaden, R . "Aircraft Crashworthiness", 14 Trial Magazine, January 1978.
Silooy, Edward A. "Sistem Tanggung Jawab Internasional Pengangkut Udara
Memasuki Millenium 2000", Makalah Forum Diskusi tentang
Mewujudkan Penyelenggaraan Penerbangan Aman, Selamat dan
Bertanggung Jawab, Jakarta: 27 Juli 2000.
Sudiro, Ahmad. "Tanggung Jawab Pengangkut Udara dan Asuransi", Jurnal
Ilmiah Era Hukum No.4, Jakarta: Fakultas Hukum Univers itas
Tarumanagara, 1999.
_______ __ . "Periindungan Hukum Pada Konsumen Pengangkutan
Udara", Jurnal Ilmiah Hukum Honeste Vivere, Vol. XIX, Jakarta:
Fakultas Hukum Universitas Kristen Indonesia, 2005.