Anda di halaman 1dari 21

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Perkawinan menurut Pasal 1 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 Tentang

Perkawinan (Selanjutnya disebut UU Perkawinan) ialah ikatan lahir batin antara seorang pria

dengan seorang wanita sebagai suami istri dengan tujuan membentuk keluarga (rumah

tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa. setiap perkawinan

harus dilangsungkan di hadapan dan di bawah pengawasan Pegawai Pencatatan Nikah.

Perkawinan yang dilakukan di luar pengawasan Pegawai Pencatat Nikah tidak mempunyai

kekuatan hukum1. Jadi perkawinan merupakan perikatan kegamaan, karena akibat hukumnya

adalah mengikat pria dan wanita dalam suatu ikatan lahir batin sebagai suami istri dengan

tujuan yang suci dan mulia yang didasarkan atas Ketuhanan yang Maha Esa itu mempunyai

hubungan yang erat sekali dengan agama, sehingga perkawinan bukan saja mempunyai unsur

lahiriah/jasmaniah, tetapi juga unsur batiniah/rohaniah.

Awal dari kehidupan berkeluarga adalah dengan melaksanakan perkawinan sesuai

dengan ketentuan agama dan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Memperhatikan

tujuan perkawinan yang sangat esensial sebagaimana diuraikan di atas, maka UU Perkawinan

mempersukar terjadinya perceraian, karena dengan terjadinya perceraian itu akan berakibat

gagalnya ikhtiar untuk membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan kekal, karena

putusnya ikatan lahir batin antara suami dan istri, bahkan seringkali terjadi dalam

1 Libertus Jehani, Perkawinan Apa Resiko Hukumnya, (Jakarta: Forum Sahabat, 2008), hlm
63.

1
kenyataanya di masyarakat putus pula ikatan rasa bersaudara antara mantan suami dan

keluarganya, yang telah bercerai tersebut2.

Ketidakrukunan antara suami dan istri yang menimbulkan kehendak untuk memutuskan

hubungan perkawinan dengan cara perceraian, seperti pergaulan antara suami dan istri yang

saling tidak menghormati, tidak saling menjaga rahasia, terjadi pertentangan pendapat yang

sangat prinsip. Terkait itu perceraian adalah penghapusan perkawinan dengan putusan hakim,

atau tuntutan salah satu pihak dalam perkawinan 3. Perceraian merupakan masalah yang sering

terjadi dalam kehidupan masyarakat karena merupakan jalan terakhir ketika sudah tidak

merasakan kerharmonisan dalam rumah tangga. Oleh karena itu dalam aturan hukum yang

berlaku serta dengan alasan-alasan yang dapat dijadikan dalil kuat untuk melakukan suatu

perceraian. Perceraian bagi anak adalah tanda kematian keutuhan keluarganya, rasanya

separuh diri anak telah hilang, hidup ak akan lagi sama setelah orang tua mereka bercerai dan

mereka harus menerima kesedihan dan perasaan kehilangan yang mendalahm. Terkait itu

jangan memaksa anak-anak untuk memihak salah satu pihak yang sedang dalam proses

bercerai serta jangan sampai melibatkan mereka dalam proses perceraian tersebut.

Terkait perceraian, pemeliharaan anak maupun pendidikan, keduanya harus

mendapatkan perhatian serius oleh kedua orang tua si anak, walaupun di saat putusan cerai

dibacakan oleh hakim di depan sidang pengadilan menjatuhkan hak asuh anak kepada salah

satu pihak, bukan berarti pihak yang tidak diberikan hak asuh tersebut dapat lepas bebas

tanpa tanggung jawab. Keduanya tetap bertanggung jawab dalam hal pemeliharaan dan

pendidikan anak-anak mereka. Kepada istri, jika ia tidak mempunyai penghasilan cukup dan

kepada anakanak yang diserahkan pada istri itu oleh hakim dapat ditetapkan tunjangan nafkah

yang harus dibayar oleh suami tiap waktu tertentu. 8 Permintaan untuk diberikan tunjangan

nafkah ini oleh istri dapat diajukan bersama-sama dengan gugatannya untuk mendapatkan

2 Ibid., hlm 38.


3 Subekti, Pokok-Pokok Hukum Perdata, (Jakarta: Intermasa, 2003), hlm 42.

2
perceraian atau tersendiri. Penetapan jumlah tunjangan oleh hakim diambil dengan

mempertimbangkan kekuatan dan keadaan suami. Apabila keadaan ini tidak memuaskan

dapat mengajukan permohonannya supaya penetapan itu oleh hakim ditinjau

kembali.Berdasarkan uraian diatas, maka penulis tertarik untuk menelaah menulisnya dalam

suatu karya ilmiah berbentuk paper yang berjudul: “Kewajiban Orang Tua Terhadap Anak

Pasca Perceraian”.

1.2 Rumusan Masalah

1) Apakah Kewajiban Orang Tua Terhadap Anak Pasca Perceraian?

2) Apa dampak perceraian terhadap anak ?

1.3 Tujuan

1) Mengetahui Kewajiban Orang Tua Terhadap Anak Pasca Perceraian

2) Mengetahui dampak perceraian terhadap anak ?

1.3 Manfaat Penulisan

1. Memberikan gambaran awal mengenai Kewajiban Orang Tua Terhadap Anak Pasca

Perceraian

2. Memperoleh gambaran dan menambah khasanah pengetahuan mengenai Kewajiban

Orang Tua Terhadap Anak Pasca Perceraian

3. Hasil penulisan ini diharapkan dapat berguna bagi kalangan mahasiswa untuk

melakukan penulisan selanjutnya.

4. Dapat membantu masyarakat untuk memberika pemahaman tentang Kewajiban Orang

Tua Terhadap Anak Pasca Perceraian

1.4 Metode Penulisan

3
Metode yang kami gunakan dalam peper ini yaitu metode kajian pustaka dan

Jenis dan sumber data yang digunakan adalah data sekunder dimana data sekunder

diperoleh dari studi pustaka mengenai teori-teori yang berkaitan dengan tema.

4
BAB II

LANDASAN TEORI

2.1 Pengertian Anak

Anak merupakan individu yang berada dalam satu rentang perubahan perkembangan

yang dimulai dari bayi hingga remaja Pengertian anak secara umum dipahami masyarakat

adalah keturunan kedua setelah ayah dan ibu4. Sekalipun dari hubungan yang tidak sah dalam

kaca mata hukum. Ia tetap dinamakan anak, sehingga pada definisi ini tidak dibatasi dengan

usia.

Menurut Pasal 1 butir 5 UU No. 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia, anak

adalah setiap manusia yang berusia di bawah 18 (delapan belas) tahun dan belum menikah,

termasuk anak yang masih dalam kandungan apabila hal tersebut demi kepentingannya.

Menurut Pasal 1 Angka 1 UU No. 23 Tahun 2002 Anak adalah seseorang yang belum berusia

18 (delapan belas) tahun, termasuk anak yang masih dalam kandungan. Anak menurut UU

Pasal 1 (2) No. 4 Tahun 1979 tentang Kesejahteraan Anak adalah seseorang yang belum

mencapai umur 21 tahun dan belum pernah kawin. Sementara dalam Pasal 98 (1) KHI

dikatakan bahwa batas usia anak yang mampu berdiri sendiri atau dewasa adalah usia 21

tahun, sepanjang anak tersebut tidak bercacat fisik maupun mental atau belum pernah

melangsungkan perkawinan. Pengertian ini bersandar pada kemampuan anak, jika anak telah

mencapai umur 18 tahun, namun belum mampu menghidupi dirinya sendiri, maka ia

termasuk kategori anak. Namun berbeda apabila ia telah melakukan perbuatan hukum, maka

ia telah dikenai peraturan hukum atau perundang-undangan.

Anak dilahirkan oleh orang tua, namun pada hakekatnya anak merupakan individu

yang berbeda dengan siapapun, termasuk dengan kedua orang tuanya. Terkait demikian
4 http://dilihatya.com/2589/pengertian-anak-menurut-para-ahli-adalah, Pengertian Anak
Menurut Para Ahli Adalah, diakses pada tanggal 08 Maret 2019

5
jelaslah anak merupakan mahkluk independen. Hal ini perlu disadari sehingga orang tua tidak

berhak untuk memaksakan kehendaknya pada anak.

Betapa pentingnya posisi anak bagi bangsa ini, menjadikan kita harus bersikap

responsif dan profesif dalam menata peraturan perundangundangan yang berlaku. Apabila

kita melihat definisi anak sebagaimana diungkapkan di atas, kita dapat bernafas lega karena

dipahami secara komprehensif. Namun, untuk menentukan batas usia dalam hal definisi anak,

maka kita akan mendapatkan berbagai macam batasan usia anak mengingat beragamnya

definisi batasan usia anak dalam beberapa undangundang, misalnya :

1) UU No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan, mensyaratkan usia perkawinan 16 tahun

2) UU No. 4 Tahun 1979 tentang Kesejahteraan Anak mendefinisikan anak berusia 21

3) UU No. 3 Tahun 1997 tentang Pengadilan Anak mendefinisikan anak adalah orang

yang dalam perkaran nakal telah berusia delapan tahun, tetapi belum mencapai 18

tahun dan belum pernah kawin.

4) UU No. 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia menyebutkan bahwa anak adalah

5) UU No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan membolehkan usia bekerja 15

6) UU No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional memberlakukan Wajib

Belajar 9 Tahun, yang dikonotasikan menjadi anak berusia 7 sampai 15 tahun.

Berbagai macam definisi tersebut, menunjukkan adanya diharmonisasi perundang-

undangan yang ada. Sehingga, pada praktiknya di lapangan, akan banyak kendala yang

terjadi akibat dari perbedaan tersebut. Sementara itu, mengacu pada Konvensi PBB tentang

Hak Anak (convention on the Right of the Child), maka definisi anak: “Anak berarti setiap

manusia di bawah umur 18 tahun, kecuali menurut undang-undang yang belraku pada anak,

kedewasaan dicapai lebih awal”. Untuk itu, UU No.35 Tahun 2014 tentang perlindungan

Anak memberikan definisi anak adalah seseorang yang belum berusia 18 (delapan belas)

tahun, termasuk anak yang masih dalam kandungan.Hadi Supeno mengungkapkan bahwa

6
semestinya setelah lahir UU Perlindungan Anak yang dalam strata hokum dikategorikan

sebagai lex specialist, semua ketentuan lainnya tentang definisi anak harus disesuaikan,

termasuk kebijakan yang dilahirkan serta berkaitan dengan pemenuhan hak anak.

2.2. Perceraian

Perceraian menurut Pasal 38 UU Perkawinan adalah putusnya perkawinan. Jadi,

perceraian adalah putusnya ikatan lahir batin antara suami dan istri yang mengakibatkan

berakhirnya hubungan keluarga (rumah tangga) antara suami dan istri tersebut. Pasal 39 UU

Perkawinan memuat ketentuan imperatif bahwa perceraian hanya dapat dilakukan di depan

Pengadilan, setelah Pengadilan yang bersangkutan berusaha mendamaikan kedua belah

pihak. Sehubungan dengan pasal ini, Wahyu Ernaningsih dan Putu Samawati dalam

Muhammad, menjelaskan bahwa walaupun perceraian adalah urusan pribadi, baik itu atas

kehendak satu di antara dua pihak yang seharusnya tidak perlu campur tangan pihak ketiga,

terkait ini pemerintah, tetapi demi menghindari tindakan sewenang-wenang, terutama dari

pihak suami (karena pada umumnya pihak yang superior dalam keluarga adalah suami) dan

juga untuk kepastian hukum, maka perceraian harus melalui saluran lembaga peradilan 5.

Perkawinan dan perceraian secara yuridis maupun kultural yang berlaku pada suatu

masyarakat atau bangsa tidak dapat terlepas dari pengaruh budaya dan lingkungan dimana

masyarakat itu berada serta pergaulan masyakatnya. Terkait itu, perkawinan dan perceraian

dipengaruhi oleh pengetahuan, pengalaman, kepercayaan, dan keagamaan yang dianut oleh

masyarakat yang bersangkutan.

Situasi dan kondisi menjelang perceraian yang diawali dengan proses perbedaan

pendapat antara pasangan suami istri yang berakibat pasangan tersebut sudah tidak lagi bisa

menghasilkan kesepakatan yang dapat memuaskan masingmasing pihak. Perasaan tersebut

kemudian menimbulkan permusuhan dan kebencian diantara kedua belah pihak yang

5 Muhammad Syaifuddin, Sri Turatmiyah, Annalisa Yahanan, Hukum Perceraian, (Jakarta


Timur: Sinar Grafika, 2014), hlm 56

7
membuat hubungan antara suami istri semakin jauh. Perceraian menurut Subekti adalah

penghapusan perkawinan dengan putusan hakim, atau tuntutan salah satu pihak dalam

perkawinan.6Adanya perceraian, maka perkawinan antara suami dan istri menjadi hapus.

Subekti tidak menyatakan pengertian perceraian sebagai penghapusan perkawinan itu dengan

kematian atau lazim disebut dengan istilah “cerai mati”.

Pada sebuah kasus perceraian selama perkara tersebut belum diputuskan, usaha untuk

mendamaikan tersebut dapat dilakukan pada setiap siding pemeriksaan dalam siding

perdamaian. Apabila ternyata upaya damai tidak berhasil maka sidang dapat dilanjutkan ke

tahap pembacaan gugatan. Cerai bukan hanya persoalan kedua belah pihak pasangan tetapi

menyangkut juga anak. Sayangnya, tidak banyak dari pasangan yang memperhatikan

bagaimana dan apa yang sedang terjadi pada anak ketika proses perceraian dan setelahnya.

Kehadiran anak dalam suatu pernikahan, menurut Erna Wahyuningsih dan Putu Samawati

dalam Muhammad, merupakan hal yang diimpikan oleh setiap pasangan, bagi mereka anak

merupakan karunia Tuhan yang luar biasa, dia wajib dijaga dan dirawat dengan sebaik-

baiknya7. Persoalan akan muncul di kala pernikahan yang telah terjalin putus dengan berbagai

alasan yang pada akhirnya dibenarkan oleh pengadilan dengan membacakan putusan cerai.

Pada saat putusnya perkawinan karena bercerainya kedua suami istri mau tidak mau anak

akan menjadi korban. Perceraian selalu menimbulkan akibat buruk pada anak, meskipun

dalam kasus tertentu perceraian dianggap merupakan alternative terbaik daripada

membiarkan anak tinggal dalam keluarga dengan kehidupan pernikahan yang buruk.

Dalam perceraian anak memiliki hak-hak pasca terjadinya perceraian , Hak-hak anak

yang dilindungi oleh Pasal 41 huruf a UU Perkawinan dijelaskan secara lebih mendalam oleh

Sudarsono hak untuk mendapatkan pemeliharaan dan pedidikan dari kedua orang tuanya.

Baik ibu atau bapak berkewajiban untuk memelihara dan mendidik anak. Hak untuk

6 http://www.kajianpustaka.com/2013/03/teori-perceraian.html, Pengertian Perceraian,


diakses pada tanggal 08 Maret 2019
7 OP.Cit.,Erna Wahyuningsih dan Putu Samawati dalam Muhammad, hlm 78

8
dipelihara ini lebih mengacu kepada pemenuhan kebutuhan secara lahiriah, anak-anak berhak

untuk mendapatkan pemeliharaan anggota jasmaninya dari kedua orang tuanya8.

Peran kedua orang tua dalam menjaga anak-anak mereka dapat berupa pemenuhan

kebutuhan sandang, pangan dan papan yang merupakan kebutuhan primer hingga jika

memungkinkan pemenuhan kebutuhan tersier. Hak untuk mendapatkan pendidikan ini lebih

mengacu kepada pembinaan kej iwaan atau rohaniah si anak, pemenuhan kebutuhan ini dapat

berupa memberikan pendidikan atau pengajaran ilmu pengetahuan yang terdapat di jenjang

sekolah, pendidikan agama, Pendidikan kepribadian dan berbagai pendidikan lainnya yang

berkaitan dengan pembinaan dari kejiwaan si anak. Baik pemeliharaan maupun pendidikan,

keduanya harus mendapatkan perhatian serius oleh kedua orang tua si anak, walaupun di saat

putusan cerai dibacakan oleh hakim di depan sidang pengadilan menjatuhkan hak asuh

kepada salah satu pihak, bukan berarti pihak yang tidak diberikan hak asuh tersebut dapat

lepas bebas tanpa tanggung jawab. Keduanya tetap bertanggung jawab dalam hal

pemeliharaan dan pendidikan anak-anak mereka. Pasal 46 ayat (1) dan (2) UU Perkawinan

memuat ketentuan bahwa anak wajib menghormati orang tua dan menaati kehendak mereka

yang baik. Jika anak

udah dewasa, ia wajib memelihara orang tua dan keluarga dalam garis lurus

BAB III

PEMBAHASAN

3.1 Kewajiban Orang Tua Terhadap Anak Pasca Perceraian

8 Sudarsono, Hukum Perkawinan Nasional, (Jakarta: Rineka Cipta, 1994), hlm. 373-374.

9
Perceraian selama ini seringkali menyisakan problem-problem, terutama persoalan

hak-hak anak yang mencakup seluruh hak yang melekat pada anak. Dalam pemenuhan hak-

hak anak masih terdapat sebagian besar orang tua belum memenuhi hak-hak anak pasca

perceraiannya. Akibatnya perceraian terkadang hak-hak anak ada yang dikesampingkan,

terutama hak-hak pokok anak seperti biaya pemeliharaan, pendidikan, tempat tinggal dan

fasilitas-fasilitas penunjang lainnya. Terlebih lagi ketika orang tuanya sudah memiliki

keluarga baru sehingga memungkinkan berkurangnya waktu untuk memenuhi hak-hak

anaknya. Meskipun orang tua tidak dalam satu keluarga akan tetapi persoalan hak-hak anak

tetap menajadi tanggung jawab orang tua dan tidak boleh dialihkan keorang lain selain orang

tuanya.

Ada sebagian orang tua cendrung melalaikan tanggung jawabnya dalam memenuhi

hak-hak anaknya, sehingga yang terjadi anak sering kali dititipkan kepada keluarga terkadat

ayah atau ibu. Akubat perceraian juga psikologi anak mengalami perubahan, yang berdampak

anak jarang berkomunikasi dengan kedua orang tuanya, cendrung pendiam, males, minder

serta cendrung nakal dan sebagainya.

Menyadari demikian pentingnya anak dalam kedudukan keluarga, individu,

masyarakat, bangsa dan negara , maka negara mengatur melalui undang-undang hak-hak

anak misalnya dalam Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang perkawinan, Undang-

Undang Nomor 4 tahun 1979 tentang kesejahteraan anak, Konvensi hak anak yang

dituangkan dalam Kepes Nomor 36 Tahun 1990, intruksi presiden Nomor 1 tahun 1991

tentang Kompilasi Hukum Islam, Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi

Manusia, Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak9.

Tanggung jawab orang tua atas kesejahteraan anak menjadi kewajiban memeliha dan

mendidik anak sedemikian rupa, sehingga anak dapat tumbuh dan berkembang menjadi orang

yang cerdas, sehat, berbakti kepada orang tua, berbudi pekerti luhur, bertakwa kepada Tuhan
9 Mufidah, Ch, psikologi Keluarga Terhadap Anak (Malang: UIN Press, 2008), hlm.341

10
Yang Maha Esa. Pemeliharaan anak juga mempunyai arti yang sebuah tanggung jawab orang

tua untuk mengawasi, memberikan pelayanan yang semestinya serta mencukupi kebutuhan

hidup anak dari orang tuanya, kewajiban untuk melakukan pemeliharaan terhadap anak

bersifat tetap sampai sianak mampu berdiri sendiri.

Pengadilan Negeri merupakan salah satu dari badan peradilan di Indonesia, dengan

tugas pokok untuk menerima, memeriksa dan mengadili serta menyelesaikan setiap perkara

yang diajukan kepadanya10. Dalam penuntutan biaya hidup bagi anak ibu yang akan bertindak

mengajukan tuntutan terhadap bapak (mantan suami) apabila mantan suaminya tidak

memenuhi kewajibannya dalam pemberian nafkah hidup bagi anank yang berada dalam

asuhannya.

Didalam Undang-undang perkawinan mengatur kewajiban orang tua terhadap anak-

anaknya meskipun rumah tangga telah putus karena perceraian. Kewajiban orang tua

meliputi:

1) Orang tua wajib memelihara dan mendidik anak-anak mereka sebaik-baiknya

2) Orang tua mewakili anak mengenai perbuatan hukum didalam dan diluar pengadilan.

3) Sebagaimana diatur dalam Pasal 41 UU Perkawinan dijelaskan bapak bertanggung

jawab atas semua biaya pemeliharaan dan pendidikan yang diperlukan anak, bila

mana bapak tidak dapat memenuhi kewajibannya, pengadilan dapat menentukan

bahwa ibu ikut memikul biaya pemeliharaannya dan pendidikan yang di perlukan

anak, kewajiban tersebut tetap berlaku meskipun kekuasaan sebagai orang tua dicabut

Dari penjelasan diatas bahwa kewajiban orang tua yang dimaksud tersebut berlaku

sampai anak itu kawin atau dapat berdiri sendiri, meskipun perkawinan kedua orang tua

putus11.Bapak dan ibu wajib memelihara dan mendidik anak mereka yang belum dewasa,

walaupun hak untuk memangku kekuasaan orang tua atau hak menjadi wali hilang, tidaklah

10 Pasal 2 ayat (1) Undang-undang Nomor 14 tahun 1970


11 Op.Cit., Sudarsono,hlm 188.

11
mereka bebas dari kewajiban untuk memberi tunjangan yang seimbang dengan penghasilan

mereka untuk membiayai pemeliharaan dan pendidikan anaknya.

Kewajiban orang tua terhadap anak juga diatur dalam Pasal 9 UU Nomor 4 Tahun 1979

tentang Kesejahteraan Anak menyebutkan bahwa orang tua yang pertama-tama yang

bertanggung jawab atas terwujudnya kesejahteraan anak baik secara fisik, jasmani maupun

sosial. Tanggung jawab orang tua atas kesejahteraan anak mengandung kewajiban

memelihara dan mendidik anak, sehingga anak dapat tumbuh dan berkembang menjadi orang

yang cerdas, sehat, berbakti kepada orang tua, berbudi pekerti luhur, bertakwa kepada Tuhan

Yang Maha Esa dan berkemauan, serta berkemampuan untuk meneruskan cita-cita bangsa

berdasarkan Pancasila.

Selanjutnya dalam Undang-undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak

menyebutkan bahwa anak korban perlakuan salah dan penelantaran berhak atas perlindungan

khusus. Oleh karena itu anak korban perceraian termasuk anak bermasalah harus dapat

perlindungan khusus.

Tanggung jawab orang tua terhadap anak juga di atur dalam Undang-undnag Nomor 23

Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak pada pasal 26, sebagai berikut:

1) Orang tua berkewajiban dan bertanggung jawab untuk : mengasuh, memelihara,

mendidik dan melindungi anak, menumbuh kembangkan anak sesuai dengan

kemampuan, bakat dan minatnya, dan mencegah tetrjadinya perkawinan pada usia

dini

2) Dalam hal orang tua tidak ada, atau tidak diketahui keberadaannya atau karena suatu

sebab, tidak dapat melaksanakan kewajiban dan tanggung jawabnya, maka kewajiban

dan tanggung jawab sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dapat beralih kepada

keluarga, yang dilaksakan sesuai dengan ketentuan peraturan undnag-undang yang

berlaku.

12
Pemeliharaan anak juga mengandung arti sebuah tanggung jawab orang tua untuk

mengawasi, memberikan pelayanan yang semestinya yang mencukupi kebutuhan hidup anak

dari orang tuanya, kewajiban untuk melakukan pemeliharaan terhadap anak bersifat tetap

sampai sianak mampu berdiri sendiri.

Kewajiban orangtua terhadap anak setelah perceraian menurut Undang-Undang

Perkawinan Nomor 1 Tahun 1974, secara hukum kewajiban antara suami dan istri akan

timbul apabila perkawinan tersebut telah dilakukan atau dilangsungkan. Dengan kata lain

kewajiban seorang atau suami tidak akan ada apabila seorang pria atau wanita belum

melangsungkan perkawinan. Kewajiban dan hak yang seimbang antara suami maupun istri

yaitu berkewajiban untuk membina dan menegakan rumah tangga yang diharapkan akan

menjadi dasar dalam membangun rumah tangga.

3.2 Dampak Perceraian Terhadap Anak

Setiap teijadinya perceraian orang tua sudah barang tentu berdampak negatif terhadap

proses pendikan dan perkembangan jiwa anak, di karenakan anak usia sekolah dasar pada

umumnya masih membutuhkan kasih sayang dan perhatian penuh dari kedua orang tua. Hal

ini akan dibuktikan nantinya dalam pembahasan berkutnya, hal-hal yang berkaitan dengan

dampak yang dirasakan anak akibat terjadinya perceraian kedua orang tuanya. Perceraian

orang tua merupakan problema yang cukup besar bagi anak- anaknya terutama bagi anak-

anak yang masih sekolah dasar, sebab anak-anak pada usia ini masih sangat membutuhkan

kasih sayang kedua orang tuanya. Suasana rumah tangga memberi pengaruh terhadap

perkembangan dan Pendidikan anak usia Sekolah Dasar. Suasana keluarga yang berantakan

dapat menyebabkan anak tidak dapat belajar dengan baik bahkan membawa pengaruh yang

negatif terhadap perkembangan jiwa anak dalam masa pertumbuhannya, karena pribadi si

anak umumnya terjadi melalui pengalaman yang didapat diwaktu kecil. Pengalaman yang

diperoleh anak di waktu kecil baik pengalaman pahit maupun menyenangkan semuanya

13
memberi pengaruh dalam kehidupan anak nantinya. Zakiah Drajad menyebutkan ada

beberapa hal tanggung Jawab orang tua terhadap anak-anaknya.

1) Memperkenalkan nikmat dan karunia Tuhan

2) Membimbing anaknya dalam pengalaman ilmu agama

3) Memberi nama bagi anak

4) Memperjelas nasab ( keturunan )

5) Selalu mendo’akan kepada anaknya19

Dalam bidang Emosional

1) Adanya rasa kasih sayang dan cinta kepada anak

2) Harus mencerminnkan keteladanan yang baik karena anaknya akan selalu mengikuti

jejak dan prilaku orang tuanya.

3) Mengikuti sagala tindak tanduk orang tuanya

4) Berbuat dan bersikap adil dalam keluarga

5) Bijak dalam membimbing

6) Meluangkan waktu untuk bergaul dan bermain dengan anaknya

7) Harus baik tidak kasar dan bijak dalam mengungkapkan kemarahannya terhadap anak

8) Mencegah terjadinya perkawinan pada usia anak-anak20

Dalam Bidang Kesehatan Meliputi

1) Orang tua dan keluarga brtanggung jawab untuk menjaga kesehatan dan merawat

anak sejak dalam kandungan hingga dewasa

2) Bila Orng tua dan keluarga tidak mampu melaksanakan tanggung jawab tersebut

maka pemerintah wajib mmemnuhinya

Selain itu Penelitian yang dilakukan NHS menyimpulkan bahwa dampak perceraian

secara jangka panjang diantaranya adalah membuat anak menjadi lebih agresif, sedih terus

menerus dan hampa. Penelitian tersenut juga menyimpulkan bahwa perceraian

14
mempengaruhi semua aspek dalam kehidupan anak dan juga mempengaruhi kehidupan

mereka selanjutnya. Saat penelitian para peneliti mengajukan pertanyaan pada 1500 orang

tentang pengalaman masa kecil yang kurang menyenangkan. Penelitian menunjukkan bahwa

perceraian merupakan faktor yang memberikan nuansa kelam pada masa kanak-kanak

seseorang, bersama dengan sejumlah faktor lain seperti kekerasan rumah tangga atau

ketergantungan narkoba.  Profesor Mark Bellis, ketua tim peneliti mengatakan, “Kami

terkejut mengetahui besarnya pengaruh peristiwa yang dialami pada masa kanak-kanak. Dan

hal ini merupakan suatu catatan penting bagi permulaan hidup setiap manusia … Jika kita

memahami mengapa berbagai masalah muncul, maka kita bisa mencegahnya sebelum

terjadi12.”

Perceraian bukan lagi hal asing di Indonesia, karena sudah memasyarakat dan banyak

dipilih oleh pasangan suami istri dalam menyelesaikan permasalahan sebuah rumah tangga

tanpa memikirkan dampak yang akan terjadi pada anak mereka. Tidak sedikit anak yang

menjadi nakal, prestasi belajarnya menurun, mengkonsumsi obat-obat terlarang, minum

minuman beralkohol, mengalami depresi, dan lain sebagainya karena pengaruh dari kasus

perceraian. Namun, perceraian dalam keluarga tidak selalu membawa dampak negatif. Sikap

untuk menghindari suatu konflik, rasa tidak puas, perbedaan paham yang terus-menerus,

maka peristiwa perceraian adalah satu-satunya jalan keluar untuk memperoleh ketentraman

diri. Dengan memperoleh ketentraman diri tersebut maka dapat dikatakan bahwa perceraian

hanya berdampak positif bagi pasangan suami istri telah bercerai, bukan untuk anak-anak

mereka.

Dalam keluarga manapun perceraian akan menjadi suatu penyesuian diri seorang anak yang

setelah perceraian hanya tinggal dengan salah satu dari orang tua mereka. Reaksi anak

terhadap perceraian orang tuanya sangat dipengaruhi oleh cara orang tua berperilaku

12 https://id.theasianparent.com/posisi-seks-untuk-ibu-hamil di akses pada tanggal 09 maret 2019

15
sebelum, selama dan sesudah perceraian. Anak akan membutuhkan dukungan, kepekaan, dan

kasih sayang yang lebih besar untuk membantunya mengatasi kehilangan yang dialami

selama masa sulitnya. Mereka mungkin akan menunjukkan kesulitan penyesuaian diri dalam

bentuk perilaku, kesulitan belajar, atau berkurangnya interaksi dengan orang-orang di

lingungan sekitar tempat tinggalnya.

Dampak perceraian dapat dilihat dari tingkah laku anak yang sangat jauh berbeda

dengan sikapnya sebelum kedua orang tuanya bercerai. Tingkah laku mereka yang sering

ditunjukkan setelah orang tua bercerai tersebut antaralain suka mengamuk, menjadi kasar,

agresif, menjadi pendiam, tidak lagi ceria, tidak suka bergaul, sulit berkonsentrasi dan tidak

berminat pada tugas sekolah sehingga prestasi disekolah cenderung menurun, serta suka

melamun terutama mengkhayalkan orang tuanya akan bersatu lagi. Tidak dapat disangkal

bahwa anak akan sedih bila mereka menyaksikan perkelahian orang tuanya terlebih bila

pertengkaran tersebut menyebabkan perceraian. Kurangnya perhatian orang setelah

perceraian juga akan mempengaruhi perkembangan jiwa anak. Merasa kasih sayang orang tua

yang didapatkan tidak utuh, anak akan mencari perhatian dari orang lain atau bahkan ada

yang merasa malu, minder, dan tertekan. Anak-anak tersebut umumnya akan mencari

pelarian dan tidak jarang yang akhirnya terjerat dengan pergaulan bebas. Hal yang paling

berat dalam kasus perceraian adalah bagaimana memulihkan kembali hubungan yang baik

dan menciptakan keakraban lagi antar kedua orang tua. Pengaruh orang tua dapat

menciptakan kekuatan pada diri anak. Meskipun demikian, kasus perceraian itu tetap

membawa dampak dalam perkembangan sosial dan emosi anak.

Fakta di lapangan membuktikan bahwa mayoritas anak-anak nakal merupakan anak-

anak yang berasal dari keluarga broken home. Kenakal mereka tersebut sangatlah masuk

akal. Akibat tekanan batin yang dialami karena perceraian orang tua menyebabkan mereka

mencari jalan pintas untuk mencari kesenangan hanya sekedar untuk melupakan

16
permasalahan dalam keluarga mereka, meskipun hal tersebut hanya berupa kesenangan

sesaat. Selain itu banyak pula anak yang duluya berprestasi disekolah kini menjadi malas

bahkan tidak berprestasi sama sekali. Hal tersebut dapat disebabkan karena hilangnya

motivator yakni orang tua mereka yang selalu memberikan semangat untuk anak-anaknya

sewaktu keluarga masih harmonis. Dengan tidak adanya penyemangat tersebut merekapun

berpikir bahwa semua yang dia lakukan akan sia-sia karena sebesar apapun prestasi yang

akan mereka capai tidak akan membuat orang tua mereka bersatu kembali dan membangun

keluarga yang harmonis seperti dulu.

Seorang anak yang orang tuanya telah bercerai seringkali melamun dan

mengkhayalkan orang tua mereka bersatu lagi. Dalam lamunan tersebut terkadang banyak

perasaan yang menghampiri seperti perasaan sedih karena kehidupan indah dalam keluarga

sudah tidak dirasakan lagi seperti dulu sebelum orang tua bercerai, perasaan marah karena

menganggap tuhan tidak adil terhadap hidupnya yang tidak seindah keluarga-keluarga lain,

dan perasaan bersalah karena dia berpikir bahwa orang tuanya bercerai disebabkan oleh

dirinya. Tidak jarang juga perasaan tidak nyaman akan menghampiri seorang anak terutama

pada remaja yang orang tuanya bercerai, perasaan nyaman tersebut salah satunya untuk biaya

kehidupannya bukan masalah perlindungan, karena pada masa remaja biasanya mereka tidak

begitu membutuhkan orang tua, dan ini biasanya terjadi pada remaja yang bebas yaitu remaja

yang memang tidak pernah patuh pada orang tuanya dari sebelum perceraian tejadi.

Banyak hal yang dapat dilakukan untuk mengurangi dampak negatif perceraian yang

ditimbulkan pada anak antaralain sebelum menjalani perceraian, orang tua hendaknya benar-

benar memikirkan psikologi anak yang akan mengalami perubahan secara drastis dalam

kehidupannya, memikirkan permasalahan yang terjadi dan mencari solusi yang tepat. Namun,

jika perceraian sudah terjadi sebaiknya orang tua menerangkan kepada anak-anak kenapa

perceraian itu terjadi, selain itu orang tua juga harus tetap menjaga hubungan baik meskipun

17
sudah bercerai, artinya tidak ada lagi perselisihan yang berlanjut sehingga anak tidak segan

untuk tetap menjalin hubungan baik dengan orang tua atau tidak membenci salah satu dari

kedua orang tua. Orang tua harus tetap memperhatikan prestasi belajar anak di sekolah, hal

ini menunjukkan bahwa kedua orang tua masih mampu menunjukkan fungsi dan peranannya

sebagai pendidik yang bertanggung jawab bagi anaknya. Sebaiknya orang tua memberikan

pelajaran tentang agama secara mendalam sehingga anak tidak mudah terpengaruh oleh

pergaulan bebas meskipun orang tua telah bercerai atau dengan memasukkan anak ke pondok

pesantren bisa menjadi solusi yang tepat. Selain itu orang tua juga harus lebih peka terhadap

anak-anak meraka, jangan sampai tindakan mereka setelah perceraian dapat membuat batin

anak mejadi tertekan sehingga mungkin dapat mengakibatkan gangguan mental pada anak.

Akhirnya dapat disimpulkan bahwa perceraian bukanah hal asing di Indonesia, bahan

sudah menjadi gaya hidup bagi sebagian orang. Perceraian dapat menimbulkan dampak

positif dan dampak negatif. Dampak positifnya yaitu memperoleh ketentraman diri bagi

mereka yang melakukan perceraian karena dapat menghindari suatu konflik, rasa tidak puas,

dan perbedaan paham yang terus-menerus dalam rumah tangga yang telah dibangu. Dampak

negatif perceraian terutama bagi anak diantaranya anak akan menjadi nakal, prestasi

belajarnya menurun, suka mengkonsumsi obat-obat terlarang, mabuk-mabukan, mengalami

depresi, suka mengamuk, menjadi kasar, agresif, menjadi pendiam, tidak lagi ceria, tidak

suka bergaul, tidak memperdulikan orang-orang disekitarnya, serta suka melamun terutama

mengkhayalkan orang tuanya akan bersatu lagi, terlebih lagi bila anak korban peceraian

masih dalam usia sekolah, maka mereka akan sulit berkonsentrasi dan tidak berminat pada

tugas sekolah sehingga prestasi disekolah cenderung menurun, serta bisa menyebabkan

mereka mengurungkan niat untuk menlanjutkan sekolah. Hal tersebut bukan hanya menjadi

tanggung jawab orang tua yang mengalami perceraian, tetapi juga tanggung jawab bagi

anggota keluarga yang lain. Anggota keluarga yang lain seperti kakek, nenek, paman, bibik,

18
atau bahkan sahabat-sahabat mereka sangat diperlukan untuk sekedar mengurangi beban

pikiran si anak sehingga kembali bersosialisasi dengan orang-orang dilingkungannya dan

sejenak dapat menghilangkan malah dalam keluarganya. Peranan pemerintah juga sangat

dibutuhkan dalam hal ini, mungkin dengan cara menugaskan para psikolog anak untuk terjun

langsung dilapang guna mensosialisasikan kepada anak-anak yang berasal dari keluarga

broken home bahwa perceraian bukanlah akhir dari segalanya dan mereka dapat memotivasi

anak-anak tersebut hingga menemukan kembali semangat hidupnya.

BAB IV

PENUTUP

4.1 Kesimpulan

Adapun kesimpulan yang di peroleh dari paper ini adalah sebagai berikut :

19
1) Orang tua yang sudah bercerai masih mempunyai tanggung terhadap anak hasil

perkawianan sebelumnya, kewajiban tersebut meliputi:

a. Tanggung jawab atas semua biaya pemeliharaan dan pendidikan yang

diperlukan anak, bilamana bapak dalam kenyataan tidak dapat memberi

kewajiban tersebut, Pengadilan dapat menentukan bahwa ibu ikut

memikul biaya tersebut

b. Kewajiban memelihara dan mendidik anak-anaknya

c. Merawat dan mengembangkan harta anaknya yang belum

2) Dampak perceraian terhadap anak mengarah pada fisikis anak , dimana anak

korban peceraian masih dalam usia sekolah, maka mereka akan sulit

berkonsentrasi dan tidak berminat pada tugas sekolah sehingga prestasi

disekolah cenderung menurun, serta bisa menyebabkan mereka mengurungkan

niat untuk menlanjutkan sekolah selain itu perceraian merupakan faktor yang

memberikan nuansa kelam pada masa kanak-kanak seseorang, bersama dengan

sejumlah faktor lain seperti kekerasan rumah tangga atau ketergantungan narkoba hal

ini menimbulkan beban moral tersendiri terhadap anak karena keluarga yang di

milikinya tidak utuh lagi dan perhatian serta pembelajaran yang di berikan oleh orang

tau sebagai modal awal anak bersekolah maupun melangsungkan kehidupannya di

masyarakat pun tidak akan terlaksana dengan baik

4.2 Saran

1) Kepada calon pasangan yang akan menikah sebaiknya dipikirkan secara matang-

matang sebelum melakukan pernikahan. Sebaiknya antara calon pasangan saling

terbuka dalam menyelesaikan masalah dan mendiskusikannya dengan pasangan untuk

menghindari perceraian kelak apabila telah terjadi ikatan perkawinan. Karena apabila

nantinya dalam pernikahan terjadi perceraian, anaklah yang akan menjadi korbannya.

20
2) Kepada orang tua yang telah bercerai, jangan sampai melalaikannya kewajibannya

memelihara dan mendidik anak sampai dewasa. Karena tidak ada istilah mantan anak.

3) Kepada pemegang hak asuh anak tidak dibenarkan untuk menghalangi orang tua

lainnya untuk bertemu dengan anaknya, karena bagaimanapun seorang anak tetap

membutuhkan kasih sayang kedua orang tua

21

Anda mungkin juga menyukai