PENDAHULUAN
Perkawinan (Selanjutnya disebut UU Perkawinan) ialah ikatan lahir batin antara seorang pria
dengan seorang wanita sebagai suami istri dengan tujuan membentuk keluarga (rumah
tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa. setiap perkawinan
Perkawinan yang dilakukan di luar pengawasan Pegawai Pencatat Nikah tidak mempunyai
kekuatan hukum1. Jadi perkawinan merupakan perikatan kegamaan, karena akibat hukumnya
adalah mengikat pria dan wanita dalam suatu ikatan lahir batin sebagai suami istri dengan
tujuan yang suci dan mulia yang didasarkan atas Ketuhanan yang Maha Esa itu mempunyai
hubungan yang erat sekali dengan agama, sehingga perkawinan bukan saja mempunyai unsur
tujuan perkawinan yang sangat esensial sebagaimana diuraikan di atas, maka UU Perkawinan
mempersukar terjadinya perceraian, karena dengan terjadinya perceraian itu akan berakibat
gagalnya ikhtiar untuk membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan kekal, karena
putusnya ikatan lahir batin antara suami dan istri, bahkan seringkali terjadi dalam
1 Libertus Jehani, Perkawinan Apa Resiko Hukumnya, (Jakarta: Forum Sahabat, 2008), hlm
63.
1
kenyataanya di masyarakat putus pula ikatan rasa bersaudara antara mantan suami dan
Ketidakrukunan antara suami dan istri yang menimbulkan kehendak untuk memutuskan
hubungan perkawinan dengan cara perceraian, seperti pergaulan antara suami dan istri yang
saling tidak menghormati, tidak saling menjaga rahasia, terjadi pertentangan pendapat yang
sangat prinsip. Terkait itu perceraian adalah penghapusan perkawinan dengan putusan hakim,
atau tuntutan salah satu pihak dalam perkawinan 3. Perceraian merupakan masalah yang sering
terjadi dalam kehidupan masyarakat karena merupakan jalan terakhir ketika sudah tidak
merasakan kerharmonisan dalam rumah tangga. Oleh karena itu dalam aturan hukum yang
berlaku serta dengan alasan-alasan yang dapat dijadikan dalil kuat untuk melakukan suatu
perceraian. Perceraian bagi anak adalah tanda kematian keutuhan keluarganya, rasanya
separuh diri anak telah hilang, hidup ak akan lagi sama setelah orang tua mereka bercerai dan
mereka harus menerima kesedihan dan perasaan kehilangan yang mendalahm. Terkait itu
jangan memaksa anak-anak untuk memihak salah satu pihak yang sedang dalam proses
bercerai serta jangan sampai melibatkan mereka dalam proses perceraian tersebut.
mendapatkan perhatian serius oleh kedua orang tua si anak, walaupun di saat putusan cerai
dibacakan oleh hakim di depan sidang pengadilan menjatuhkan hak asuh anak kepada salah
satu pihak, bukan berarti pihak yang tidak diberikan hak asuh tersebut dapat lepas bebas
tanpa tanggung jawab. Keduanya tetap bertanggung jawab dalam hal pemeliharaan dan
pendidikan anak-anak mereka. Kepada istri, jika ia tidak mempunyai penghasilan cukup dan
kepada anakanak yang diserahkan pada istri itu oleh hakim dapat ditetapkan tunjangan nafkah
yang harus dibayar oleh suami tiap waktu tertentu. 8 Permintaan untuk diberikan tunjangan
nafkah ini oleh istri dapat diajukan bersama-sama dengan gugatannya untuk mendapatkan
2
perceraian atau tersendiri. Penetapan jumlah tunjangan oleh hakim diambil dengan
mempertimbangkan kekuatan dan keadaan suami. Apabila keadaan ini tidak memuaskan
kembali.Berdasarkan uraian diatas, maka penulis tertarik untuk menelaah menulisnya dalam
suatu karya ilmiah berbentuk paper yang berjudul: “Kewajiban Orang Tua Terhadap Anak
Pasca Perceraian”.
1.3 Tujuan
1. Memberikan gambaran awal mengenai Kewajiban Orang Tua Terhadap Anak Pasca
Perceraian
3. Hasil penulisan ini diharapkan dapat berguna bagi kalangan mahasiswa untuk
3
Metode yang kami gunakan dalam peper ini yaitu metode kajian pustaka dan
Jenis dan sumber data yang digunakan adalah data sekunder dimana data sekunder
diperoleh dari studi pustaka mengenai teori-teori yang berkaitan dengan tema.
4
BAB II
LANDASAN TEORI
Anak merupakan individu yang berada dalam satu rentang perubahan perkembangan
yang dimulai dari bayi hingga remaja Pengertian anak secara umum dipahami masyarakat
adalah keturunan kedua setelah ayah dan ibu4. Sekalipun dari hubungan yang tidak sah dalam
kaca mata hukum. Ia tetap dinamakan anak, sehingga pada definisi ini tidak dibatasi dengan
usia.
Menurut Pasal 1 butir 5 UU No. 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia, anak
adalah setiap manusia yang berusia di bawah 18 (delapan belas) tahun dan belum menikah,
termasuk anak yang masih dalam kandungan apabila hal tersebut demi kepentingannya.
Menurut Pasal 1 Angka 1 UU No. 23 Tahun 2002 Anak adalah seseorang yang belum berusia
18 (delapan belas) tahun, termasuk anak yang masih dalam kandungan. Anak menurut UU
Pasal 1 (2) No. 4 Tahun 1979 tentang Kesejahteraan Anak adalah seseorang yang belum
mencapai umur 21 tahun dan belum pernah kawin. Sementara dalam Pasal 98 (1) KHI
dikatakan bahwa batas usia anak yang mampu berdiri sendiri atau dewasa adalah usia 21
tahun, sepanjang anak tersebut tidak bercacat fisik maupun mental atau belum pernah
melangsungkan perkawinan. Pengertian ini bersandar pada kemampuan anak, jika anak telah
mencapai umur 18 tahun, namun belum mampu menghidupi dirinya sendiri, maka ia
termasuk kategori anak. Namun berbeda apabila ia telah melakukan perbuatan hukum, maka
Anak dilahirkan oleh orang tua, namun pada hakekatnya anak merupakan individu
yang berbeda dengan siapapun, termasuk dengan kedua orang tuanya. Terkait demikian
4 http://dilihatya.com/2589/pengertian-anak-menurut-para-ahli-adalah, Pengertian Anak
Menurut Para Ahli Adalah, diakses pada tanggal 08 Maret 2019
5
jelaslah anak merupakan mahkluk independen. Hal ini perlu disadari sehingga orang tua tidak
Betapa pentingnya posisi anak bagi bangsa ini, menjadikan kita harus bersikap
responsif dan profesif dalam menata peraturan perundangundangan yang berlaku. Apabila
kita melihat definisi anak sebagaimana diungkapkan di atas, kita dapat bernafas lega karena
dipahami secara komprehensif. Namun, untuk menentukan batas usia dalam hal definisi anak,
maka kita akan mendapatkan berbagai macam batasan usia anak mengingat beragamnya
3) UU No. 3 Tahun 1997 tentang Pengadilan Anak mendefinisikan anak adalah orang
yang dalam perkaran nakal telah berusia delapan tahun, tetapi belum mencapai 18
4) UU No. 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia menyebutkan bahwa anak adalah
undangan yang ada. Sehingga, pada praktiknya di lapangan, akan banyak kendala yang
terjadi akibat dari perbedaan tersebut. Sementara itu, mengacu pada Konvensi PBB tentang
Hak Anak (convention on the Right of the Child), maka definisi anak: “Anak berarti setiap
manusia di bawah umur 18 tahun, kecuali menurut undang-undang yang belraku pada anak,
kedewasaan dicapai lebih awal”. Untuk itu, UU No.35 Tahun 2014 tentang perlindungan
Anak memberikan definisi anak adalah seseorang yang belum berusia 18 (delapan belas)
tahun, termasuk anak yang masih dalam kandungan.Hadi Supeno mengungkapkan bahwa
6
semestinya setelah lahir UU Perlindungan Anak yang dalam strata hokum dikategorikan
sebagai lex specialist, semua ketentuan lainnya tentang definisi anak harus disesuaikan,
termasuk kebijakan yang dilahirkan serta berkaitan dengan pemenuhan hak anak.
2.2. Perceraian
perceraian adalah putusnya ikatan lahir batin antara suami dan istri yang mengakibatkan
berakhirnya hubungan keluarga (rumah tangga) antara suami dan istri tersebut. Pasal 39 UU
Perkawinan memuat ketentuan imperatif bahwa perceraian hanya dapat dilakukan di depan
pihak. Sehubungan dengan pasal ini, Wahyu Ernaningsih dan Putu Samawati dalam
Muhammad, menjelaskan bahwa walaupun perceraian adalah urusan pribadi, baik itu atas
kehendak satu di antara dua pihak yang seharusnya tidak perlu campur tangan pihak ketiga,
terkait ini pemerintah, tetapi demi menghindari tindakan sewenang-wenang, terutama dari
pihak suami (karena pada umumnya pihak yang superior dalam keluarga adalah suami) dan
juga untuk kepastian hukum, maka perceraian harus melalui saluran lembaga peradilan 5.
Perkawinan dan perceraian secara yuridis maupun kultural yang berlaku pada suatu
masyarakat atau bangsa tidak dapat terlepas dari pengaruh budaya dan lingkungan dimana
masyarakat itu berada serta pergaulan masyakatnya. Terkait itu, perkawinan dan perceraian
dipengaruhi oleh pengetahuan, pengalaman, kepercayaan, dan keagamaan yang dianut oleh
Situasi dan kondisi menjelang perceraian yang diawali dengan proses perbedaan
pendapat antara pasangan suami istri yang berakibat pasangan tersebut sudah tidak lagi bisa
kemudian menimbulkan permusuhan dan kebencian diantara kedua belah pihak yang
7
membuat hubungan antara suami istri semakin jauh. Perceraian menurut Subekti adalah
penghapusan perkawinan dengan putusan hakim, atau tuntutan salah satu pihak dalam
perkawinan.6Adanya perceraian, maka perkawinan antara suami dan istri menjadi hapus.
Subekti tidak menyatakan pengertian perceraian sebagai penghapusan perkawinan itu dengan
Pada sebuah kasus perceraian selama perkara tersebut belum diputuskan, usaha untuk
mendamaikan tersebut dapat dilakukan pada setiap siding pemeriksaan dalam siding
perdamaian. Apabila ternyata upaya damai tidak berhasil maka sidang dapat dilanjutkan ke
tahap pembacaan gugatan. Cerai bukan hanya persoalan kedua belah pihak pasangan tetapi
menyangkut juga anak. Sayangnya, tidak banyak dari pasangan yang memperhatikan
bagaimana dan apa yang sedang terjadi pada anak ketika proses perceraian dan setelahnya.
Kehadiran anak dalam suatu pernikahan, menurut Erna Wahyuningsih dan Putu Samawati
dalam Muhammad, merupakan hal yang diimpikan oleh setiap pasangan, bagi mereka anak
merupakan karunia Tuhan yang luar biasa, dia wajib dijaga dan dirawat dengan sebaik-
baiknya7. Persoalan akan muncul di kala pernikahan yang telah terjalin putus dengan berbagai
alasan yang pada akhirnya dibenarkan oleh pengadilan dengan membacakan putusan cerai.
Pada saat putusnya perkawinan karena bercerainya kedua suami istri mau tidak mau anak
akan menjadi korban. Perceraian selalu menimbulkan akibat buruk pada anak, meskipun
membiarkan anak tinggal dalam keluarga dengan kehidupan pernikahan yang buruk.
Dalam perceraian anak memiliki hak-hak pasca terjadinya perceraian , Hak-hak anak
yang dilindungi oleh Pasal 41 huruf a UU Perkawinan dijelaskan secara lebih mendalam oleh
Sudarsono hak untuk mendapatkan pemeliharaan dan pedidikan dari kedua orang tuanya.
Baik ibu atau bapak berkewajiban untuk memelihara dan mendidik anak. Hak untuk
8
dipelihara ini lebih mengacu kepada pemenuhan kebutuhan secara lahiriah, anak-anak berhak
Peran kedua orang tua dalam menjaga anak-anak mereka dapat berupa pemenuhan
kebutuhan sandang, pangan dan papan yang merupakan kebutuhan primer hingga jika
memungkinkan pemenuhan kebutuhan tersier. Hak untuk mendapatkan pendidikan ini lebih
mengacu kepada pembinaan kej iwaan atau rohaniah si anak, pemenuhan kebutuhan ini dapat
berupa memberikan pendidikan atau pengajaran ilmu pengetahuan yang terdapat di jenjang
sekolah, pendidikan agama, Pendidikan kepribadian dan berbagai pendidikan lainnya yang
berkaitan dengan pembinaan dari kejiwaan si anak. Baik pemeliharaan maupun pendidikan,
keduanya harus mendapatkan perhatian serius oleh kedua orang tua si anak, walaupun di saat
putusan cerai dibacakan oleh hakim di depan sidang pengadilan menjatuhkan hak asuh
kepada salah satu pihak, bukan berarti pihak yang tidak diberikan hak asuh tersebut dapat
lepas bebas tanpa tanggung jawab. Keduanya tetap bertanggung jawab dalam hal
pemeliharaan dan pendidikan anak-anak mereka. Pasal 46 ayat (1) dan (2) UU Perkawinan
memuat ketentuan bahwa anak wajib menghormati orang tua dan menaati kehendak mereka
udah dewasa, ia wajib memelihara orang tua dan keluarga dalam garis lurus
BAB III
PEMBAHASAN
8 Sudarsono, Hukum Perkawinan Nasional, (Jakarta: Rineka Cipta, 1994), hlm. 373-374.
9
Perceraian selama ini seringkali menyisakan problem-problem, terutama persoalan
hak-hak anak yang mencakup seluruh hak yang melekat pada anak. Dalam pemenuhan hak-
hak anak masih terdapat sebagian besar orang tua belum memenuhi hak-hak anak pasca
terutama hak-hak pokok anak seperti biaya pemeliharaan, pendidikan, tempat tinggal dan
fasilitas-fasilitas penunjang lainnya. Terlebih lagi ketika orang tuanya sudah memiliki
anaknya. Meskipun orang tua tidak dalam satu keluarga akan tetapi persoalan hak-hak anak
tetap menajadi tanggung jawab orang tua dan tidak boleh dialihkan keorang lain selain orang
tuanya.
Ada sebagian orang tua cendrung melalaikan tanggung jawabnya dalam memenuhi
hak-hak anaknya, sehingga yang terjadi anak sering kali dititipkan kepada keluarga terkadat
ayah atau ibu. Akubat perceraian juga psikologi anak mengalami perubahan, yang berdampak
anak jarang berkomunikasi dengan kedua orang tuanya, cendrung pendiam, males, minder
masyarakat, bangsa dan negara , maka negara mengatur melalui undang-undang hak-hak
anak misalnya dalam Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang perkawinan, Undang-
Undang Nomor 4 tahun 1979 tentang kesejahteraan anak, Konvensi hak anak yang
dituangkan dalam Kepes Nomor 36 Tahun 1990, intruksi presiden Nomor 1 tahun 1991
tentang Kompilasi Hukum Islam, Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi
Tanggung jawab orang tua atas kesejahteraan anak menjadi kewajiban memeliha dan
mendidik anak sedemikian rupa, sehingga anak dapat tumbuh dan berkembang menjadi orang
yang cerdas, sehat, berbakti kepada orang tua, berbudi pekerti luhur, bertakwa kepada Tuhan
9 Mufidah, Ch, psikologi Keluarga Terhadap Anak (Malang: UIN Press, 2008), hlm.341
10
Yang Maha Esa. Pemeliharaan anak juga mempunyai arti yang sebuah tanggung jawab orang
tua untuk mengawasi, memberikan pelayanan yang semestinya serta mencukupi kebutuhan
hidup anak dari orang tuanya, kewajiban untuk melakukan pemeliharaan terhadap anak
Pengadilan Negeri merupakan salah satu dari badan peradilan di Indonesia, dengan
tugas pokok untuk menerima, memeriksa dan mengadili serta menyelesaikan setiap perkara
yang diajukan kepadanya10. Dalam penuntutan biaya hidup bagi anak ibu yang akan bertindak
mengajukan tuntutan terhadap bapak (mantan suami) apabila mantan suaminya tidak
memenuhi kewajibannya dalam pemberian nafkah hidup bagi anank yang berada dalam
asuhannya.
anaknya meskipun rumah tangga telah putus karena perceraian. Kewajiban orang tua
meliputi:
2) Orang tua mewakili anak mengenai perbuatan hukum didalam dan diluar pengadilan.
jawab atas semua biaya pemeliharaan dan pendidikan yang diperlukan anak, bila
bahwa ibu ikut memikul biaya pemeliharaannya dan pendidikan yang di perlukan
anak, kewajiban tersebut tetap berlaku meskipun kekuasaan sebagai orang tua dicabut
Dari penjelasan diatas bahwa kewajiban orang tua yang dimaksud tersebut berlaku
sampai anak itu kawin atau dapat berdiri sendiri, meskipun perkawinan kedua orang tua
putus11.Bapak dan ibu wajib memelihara dan mendidik anak mereka yang belum dewasa,
walaupun hak untuk memangku kekuasaan orang tua atau hak menjadi wali hilang, tidaklah
11
mereka bebas dari kewajiban untuk memberi tunjangan yang seimbang dengan penghasilan
Kewajiban orang tua terhadap anak juga diatur dalam Pasal 9 UU Nomor 4 Tahun 1979
tentang Kesejahteraan Anak menyebutkan bahwa orang tua yang pertama-tama yang
bertanggung jawab atas terwujudnya kesejahteraan anak baik secara fisik, jasmani maupun
sosial. Tanggung jawab orang tua atas kesejahteraan anak mengandung kewajiban
memelihara dan mendidik anak, sehingga anak dapat tumbuh dan berkembang menjadi orang
yang cerdas, sehat, berbakti kepada orang tua, berbudi pekerti luhur, bertakwa kepada Tuhan
Yang Maha Esa dan berkemauan, serta berkemampuan untuk meneruskan cita-cita bangsa
berdasarkan Pancasila.
menyebutkan bahwa anak korban perlakuan salah dan penelantaran berhak atas perlindungan
khusus. Oleh karena itu anak korban perceraian termasuk anak bermasalah harus dapat
perlindungan khusus.
Tanggung jawab orang tua terhadap anak juga di atur dalam Undang-undnag Nomor 23
Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak pada pasal 26, sebagai berikut:
kemampuan, bakat dan minatnya, dan mencegah tetrjadinya perkawinan pada usia
dini
2) Dalam hal orang tua tidak ada, atau tidak diketahui keberadaannya atau karena suatu
sebab, tidak dapat melaksanakan kewajiban dan tanggung jawabnya, maka kewajiban
dan tanggung jawab sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dapat beralih kepada
berlaku.
12
Pemeliharaan anak juga mengandung arti sebuah tanggung jawab orang tua untuk
mengawasi, memberikan pelayanan yang semestinya yang mencukupi kebutuhan hidup anak
dari orang tuanya, kewajiban untuk melakukan pemeliharaan terhadap anak bersifat tetap
Perkawinan Nomor 1 Tahun 1974, secara hukum kewajiban antara suami dan istri akan
timbul apabila perkawinan tersebut telah dilakukan atau dilangsungkan. Dengan kata lain
kewajiban seorang atau suami tidak akan ada apabila seorang pria atau wanita belum
melangsungkan perkawinan. Kewajiban dan hak yang seimbang antara suami maupun istri
yaitu berkewajiban untuk membina dan menegakan rumah tangga yang diharapkan akan
Setiap teijadinya perceraian orang tua sudah barang tentu berdampak negatif terhadap
proses pendikan dan perkembangan jiwa anak, di karenakan anak usia sekolah dasar pada
umumnya masih membutuhkan kasih sayang dan perhatian penuh dari kedua orang tua. Hal
ini akan dibuktikan nantinya dalam pembahasan berkutnya, hal-hal yang berkaitan dengan
dampak yang dirasakan anak akibat terjadinya perceraian kedua orang tuanya. Perceraian
orang tua merupakan problema yang cukup besar bagi anak- anaknya terutama bagi anak-
anak yang masih sekolah dasar, sebab anak-anak pada usia ini masih sangat membutuhkan
kasih sayang kedua orang tuanya. Suasana rumah tangga memberi pengaruh terhadap
perkembangan dan Pendidikan anak usia Sekolah Dasar. Suasana keluarga yang berantakan
dapat menyebabkan anak tidak dapat belajar dengan baik bahkan membawa pengaruh yang
negatif terhadap perkembangan jiwa anak dalam masa pertumbuhannya, karena pribadi si
anak umumnya terjadi melalui pengalaman yang didapat diwaktu kecil. Pengalaman yang
diperoleh anak di waktu kecil baik pengalaman pahit maupun menyenangkan semuanya
13
memberi pengaruh dalam kehidupan anak nantinya. Zakiah Drajad menyebutkan ada
2) Harus mencerminnkan keteladanan yang baik karena anaknya akan selalu mengikuti
7) Harus baik tidak kasar dan bijak dalam mengungkapkan kemarahannya terhadap anak
1) Orang tua dan keluarga brtanggung jawab untuk menjaga kesehatan dan merawat
2) Bila Orng tua dan keluarga tidak mampu melaksanakan tanggung jawab tersebut
Selain itu Penelitian yang dilakukan NHS menyimpulkan bahwa dampak perceraian
secara jangka panjang diantaranya adalah membuat anak menjadi lebih agresif, sedih terus
14
mempengaruhi semua aspek dalam kehidupan anak dan juga mempengaruhi kehidupan
mereka selanjutnya. Saat penelitian para peneliti mengajukan pertanyaan pada 1500 orang
tentang pengalaman masa kecil yang kurang menyenangkan. Penelitian menunjukkan bahwa
perceraian merupakan faktor yang memberikan nuansa kelam pada masa kanak-kanak
seseorang, bersama dengan sejumlah faktor lain seperti kekerasan rumah tangga atau
ketergantungan narkoba. Profesor Mark Bellis, ketua tim peneliti mengatakan, “Kami
terkejut mengetahui besarnya pengaruh peristiwa yang dialami pada masa kanak-kanak. Dan
hal ini merupakan suatu catatan penting bagi permulaan hidup setiap manusia … Jika kita
memahami mengapa berbagai masalah muncul, maka kita bisa mencegahnya sebelum
terjadi12.”
Perceraian bukan lagi hal asing di Indonesia, karena sudah memasyarakat dan banyak
dipilih oleh pasangan suami istri dalam menyelesaikan permasalahan sebuah rumah tangga
tanpa memikirkan dampak yang akan terjadi pada anak mereka. Tidak sedikit anak yang
minuman beralkohol, mengalami depresi, dan lain sebagainya karena pengaruh dari kasus
perceraian. Namun, perceraian dalam keluarga tidak selalu membawa dampak negatif. Sikap
untuk menghindari suatu konflik, rasa tidak puas, perbedaan paham yang terus-menerus,
maka peristiwa perceraian adalah satu-satunya jalan keluar untuk memperoleh ketentraman
diri. Dengan memperoleh ketentraman diri tersebut maka dapat dikatakan bahwa perceraian
hanya berdampak positif bagi pasangan suami istri telah bercerai, bukan untuk anak-anak
mereka.
Dalam keluarga manapun perceraian akan menjadi suatu penyesuian diri seorang anak yang
setelah perceraian hanya tinggal dengan salah satu dari orang tua mereka. Reaksi anak
terhadap perceraian orang tuanya sangat dipengaruhi oleh cara orang tua berperilaku
15
sebelum, selama dan sesudah perceraian. Anak akan membutuhkan dukungan, kepekaan, dan
kasih sayang yang lebih besar untuk membantunya mengatasi kehilangan yang dialami
selama masa sulitnya. Mereka mungkin akan menunjukkan kesulitan penyesuaian diri dalam
Dampak perceraian dapat dilihat dari tingkah laku anak yang sangat jauh berbeda
dengan sikapnya sebelum kedua orang tuanya bercerai. Tingkah laku mereka yang sering
ditunjukkan setelah orang tua bercerai tersebut antaralain suka mengamuk, menjadi kasar,
agresif, menjadi pendiam, tidak lagi ceria, tidak suka bergaul, sulit berkonsentrasi dan tidak
berminat pada tugas sekolah sehingga prestasi disekolah cenderung menurun, serta suka
melamun terutama mengkhayalkan orang tuanya akan bersatu lagi. Tidak dapat disangkal
bahwa anak akan sedih bila mereka menyaksikan perkelahian orang tuanya terlebih bila
perceraian juga akan mempengaruhi perkembangan jiwa anak. Merasa kasih sayang orang tua
yang didapatkan tidak utuh, anak akan mencari perhatian dari orang lain atau bahkan ada
yang merasa malu, minder, dan tertekan. Anak-anak tersebut umumnya akan mencari
pelarian dan tidak jarang yang akhirnya terjerat dengan pergaulan bebas. Hal yang paling
berat dalam kasus perceraian adalah bagaimana memulihkan kembali hubungan yang baik
dan menciptakan keakraban lagi antar kedua orang tua. Pengaruh orang tua dapat
menciptakan kekuatan pada diri anak. Meskipun demikian, kasus perceraian itu tetap
anak yang berasal dari keluarga broken home. Kenakal mereka tersebut sangatlah masuk
akal. Akibat tekanan batin yang dialami karena perceraian orang tua menyebabkan mereka
mencari jalan pintas untuk mencari kesenangan hanya sekedar untuk melupakan
16
permasalahan dalam keluarga mereka, meskipun hal tersebut hanya berupa kesenangan
sesaat. Selain itu banyak pula anak yang duluya berprestasi disekolah kini menjadi malas
bahkan tidak berprestasi sama sekali. Hal tersebut dapat disebabkan karena hilangnya
motivator yakni orang tua mereka yang selalu memberikan semangat untuk anak-anaknya
sewaktu keluarga masih harmonis. Dengan tidak adanya penyemangat tersebut merekapun
berpikir bahwa semua yang dia lakukan akan sia-sia karena sebesar apapun prestasi yang
akan mereka capai tidak akan membuat orang tua mereka bersatu kembali dan membangun
Seorang anak yang orang tuanya telah bercerai seringkali melamun dan
mengkhayalkan orang tua mereka bersatu lagi. Dalam lamunan tersebut terkadang banyak
perasaan yang menghampiri seperti perasaan sedih karena kehidupan indah dalam keluarga
sudah tidak dirasakan lagi seperti dulu sebelum orang tua bercerai, perasaan marah karena
menganggap tuhan tidak adil terhadap hidupnya yang tidak seindah keluarga-keluarga lain,
dan perasaan bersalah karena dia berpikir bahwa orang tuanya bercerai disebabkan oleh
dirinya. Tidak jarang juga perasaan tidak nyaman akan menghampiri seorang anak terutama
pada remaja yang orang tuanya bercerai, perasaan nyaman tersebut salah satunya untuk biaya
kehidupannya bukan masalah perlindungan, karena pada masa remaja biasanya mereka tidak
begitu membutuhkan orang tua, dan ini biasanya terjadi pada remaja yang bebas yaitu remaja
yang memang tidak pernah patuh pada orang tuanya dari sebelum perceraian tejadi.
Banyak hal yang dapat dilakukan untuk mengurangi dampak negatif perceraian yang
ditimbulkan pada anak antaralain sebelum menjalani perceraian, orang tua hendaknya benar-
benar memikirkan psikologi anak yang akan mengalami perubahan secara drastis dalam
kehidupannya, memikirkan permasalahan yang terjadi dan mencari solusi yang tepat. Namun,
jika perceraian sudah terjadi sebaiknya orang tua menerangkan kepada anak-anak kenapa
perceraian itu terjadi, selain itu orang tua juga harus tetap menjaga hubungan baik meskipun
17
sudah bercerai, artinya tidak ada lagi perselisihan yang berlanjut sehingga anak tidak segan
untuk tetap menjalin hubungan baik dengan orang tua atau tidak membenci salah satu dari
kedua orang tua. Orang tua harus tetap memperhatikan prestasi belajar anak di sekolah, hal
ini menunjukkan bahwa kedua orang tua masih mampu menunjukkan fungsi dan peranannya
sebagai pendidik yang bertanggung jawab bagi anaknya. Sebaiknya orang tua memberikan
pelajaran tentang agama secara mendalam sehingga anak tidak mudah terpengaruh oleh
pergaulan bebas meskipun orang tua telah bercerai atau dengan memasukkan anak ke pondok
pesantren bisa menjadi solusi yang tepat. Selain itu orang tua juga harus lebih peka terhadap
anak-anak meraka, jangan sampai tindakan mereka setelah perceraian dapat membuat batin
anak mejadi tertekan sehingga mungkin dapat mengakibatkan gangguan mental pada anak.
Akhirnya dapat disimpulkan bahwa perceraian bukanah hal asing di Indonesia, bahan
sudah menjadi gaya hidup bagi sebagian orang. Perceraian dapat menimbulkan dampak
positif dan dampak negatif. Dampak positifnya yaitu memperoleh ketentraman diri bagi
mereka yang melakukan perceraian karena dapat menghindari suatu konflik, rasa tidak puas,
dan perbedaan paham yang terus-menerus dalam rumah tangga yang telah dibangu. Dampak
negatif perceraian terutama bagi anak diantaranya anak akan menjadi nakal, prestasi
depresi, suka mengamuk, menjadi kasar, agresif, menjadi pendiam, tidak lagi ceria, tidak
suka bergaul, tidak memperdulikan orang-orang disekitarnya, serta suka melamun terutama
mengkhayalkan orang tuanya akan bersatu lagi, terlebih lagi bila anak korban peceraian
masih dalam usia sekolah, maka mereka akan sulit berkonsentrasi dan tidak berminat pada
tugas sekolah sehingga prestasi disekolah cenderung menurun, serta bisa menyebabkan
mereka mengurungkan niat untuk menlanjutkan sekolah. Hal tersebut bukan hanya menjadi
tanggung jawab orang tua yang mengalami perceraian, tetapi juga tanggung jawab bagi
anggota keluarga yang lain. Anggota keluarga yang lain seperti kakek, nenek, paman, bibik,
18
atau bahkan sahabat-sahabat mereka sangat diperlukan untuk sekedar mengurangi beban
sejenak dapat menghilangkan malah dalam keluarganya. Peranan pemerintah juga sangat
dibutuhkan dalam hal ini, mungkin dengan cara menugaskan para psikolog anak untuk terjun
langsung dilapang guna mensosialisasikan kepada anak-anak yang berasal dari keluarga
broken home bahwa perceraian bukanlah akhir dari segalanya dan mereka dapat memotivasi
BAB IV
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
Adapun kesimpulan yang di peroleh dari paper ini adalah sebagai berikut :
19
1) Orang tua yang sudah bercerai masih mempunyai tanggung terhadap anak hasil
2) Dampak perceraian terhadap anak mengarah pada fisikis anak , dimana anak
korban peceraian masih dalam usia sekolah, maka mereka akan sulit
niat untuk menlanjutkan sekolah selain itu perceraian merupakan faktor yang
sejumlah faktor lain seperti kekerasan rumah tangga atau ketergantungan narkoba hal
ini menimbulkan beban moral tersendiri terhadap anak karena keluarga yang di
milikinya tidak utuh lagi dan perhatian serta pembelajaran yang di berikan oleh orang
4.2 Saran
1) Kepada calon pasangan yang akan menikah sebaiknya dipikirkan secara matang-
menghindari perceraian kelak apabila telah terjadi ikatan perkawinan. Karena apabila
nantinya dalam pernikahan terjadi perceraian, anaklah yang akan menjadi korbannya.
20
2) Kepada orang tua yang telah bercerai, jangan sampai melalaikannya kewajibannya
memelihara dan mendidik anak sampai dewasa. Karena tidak ada istilah mantan anak.
3) Kepada pemegang hak asuh anak tidak dibenarkan untuk menghalangi orang tua
lainnya untuk bertemu dengan anaknya, karena bagaimanapun seorang anak tetap
21