Jelajahi eBook
Kategori
Jelajahi Buku audio
Kategori
Jelajahi Majalah
Kategori
Jelajahi Dokumen
Kategori
BAB I
PENDAHULUAN
pakan menjadi lahan pemukiman, lahan untuk tanaman pangan, dan tanaman
industri.
Hijuan pakan ternak terutama jenis rumput – rumputan dan limbah pertanian
merupakan bahan pakan yang mengandung serat kasar atau bahan yang tak
lancar dan optimal. Sumber utama serat kasar itu sendiri adalah rumput –
rumputan, baik jenis rumput unggul maupun rumput alam; sedangkan jenis
hijauan dalam bentuk segar adalah berkisar 10 – 15 % dari bobot badan hidup.
Disamping itu, kualitas hijauan pakan ternak juga perlu diperhatikan terutama
Kabupaten Kolaka merupakan salah satu langkah atau alternatif yang tepat
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Pakan merupakan kebutuhan yang paling tinggi yaitu 60-70 % dari seluruh
biaya produksi. Mengingat tingginya biaya tersebut maka perlu adanya perhatian
dalam penyediaan baik dari segi kuantitas maupun kualitas. Tidak terkecuali bagi
merupakan salah satu bahan makanan ternak yang sangat diperlukan dan besar
sebab itu, hijauan makanan ternak sebagai salah satu bahan makanan
ternak yang dimiliki. Jenis hijauan yang paling banyak dimakan berasal dari famili
dalam tubuh sehingga ternak dapat berproduksi aktif dan sehat. Tanpa pakan,
mustahil ternak akan hidup dalam jangka waktu lama. Produktivitas ternak akan
gizi dan takarannya. Pakan yang berkualitas akan menetukan tingkat produksi
ternak. Hijauan segar adalah pakan utama untuk ternak yang bisa dikonsumsi
dalam keadaan segar Pakan ternak diharapkan memiliki kualitas yang ditentukan
5
oleh daya cerna dan nilai gizi yang terkandung didalam pakan ternak tersebut.
2019).
Hijauan adalah segala bahan makanan yang tergolong pakan kasar yang
berasal dari pemanenan bagian vegetatif tanaman yang berupa bagian hijau
serat kasar, atau bahan yang tak tercerna, relatif tinggi. Lebih lanjut dijelaskan
agar proses pencernaan berjalan secara lancar dan optimal. Sumber utama dari
asupan pakannya seimbang yakni tercukupi baik dari segi kualitas maupun
kuantitas pakan. Pakan memiliki peran yang penting bagi ternak, baik bagi
pemenuhan kebutuhan hidup pokok, bunting, laktasi, produksi (telur, daging dan
ternak jika salah diberi pakan juga dapat menimbulkan penyakit yang merugikan
bagi ternak dan peternak. Jenis pakan yang umumnya diberikan pada ternak
Salah satu jenis pakan ternak yaitu hijauan segar. Hijauan segar merupakan
bahan pakan ternak yang diberikan pada ternak dalam bentuk segar, baik
dipotong dengan bantuan manusia atau langsung disengut langsung oleh ternak
6
dari lahan hijauan pakan ternak. Hijauan segar umumnya terdiri dari daun-
tidak hanya sebagai pengenyang tetapi juga berfungsi sebagai sumber nutrisi,
yaitu protein, energi, vitamin dan mineral Hijauan yang bernilai gizi tinggi cukup
memegang peranan penting karena dapat menyumbangkan zat pakan yang lebih
Perry (1980), menyatakan bahwa perbedaan antar legum dan non legume
pada kandungan protein kasar dan serat kasar, legum juga cendrung
menghasilkan lebih banyak bahan kering yang dapat dicerna (digestible dry
Bagaimanapun juga legum lebih memerlukan tanah yang lebih subur dan
memerlukan biaya yang lebih tinggi untuk menghasilkan per unit berat bahan
kering.
Komposisi kimia hijauan bervariasi dan dipengaruhi oleh jenis dan varietas
tanaman, tingkatan umur tanaman, iklim dan musim, tipe tanah serta pemupukan
(input nutrient) kapur, dan sewage sludge, sementara itu produksi hijauan
pakan ternak ruminansia, karena lebih dari 75% pakannya berasal dari hijauan.
pakan dan jenis ternak yang dipelihara, oleh karena itu ketersediaan hijauan
7
pakan sepanjang masa dan memilih hijauan yang berkualitas unggul adalah
sangat penting.
tanaman horisontal dengan merayap tetapi tetap tumbuh ke atas dan rumpun
potong dan rumput gembala. Yang termasuk dalam kelompok rumput potongan
tumbuh tinggi secara vertikal dan banyak anakan serta responsif terhadap
Rumput gembala merupakan jenis rumput yang memiliki ciri-ciri antara lain
: tumbuh pendek atau menjalar dengan stolon, tahan terhadap renggutan atau
lainnya, baik di daerah panas (tropik), daerah dingin, kawasan gersang (kering)
maupun di dataran tinggi. 75% spesies tanaman rumput ini digunakan sebagai
dalam 650-785 genus yang memiliki sekitar 10.000 spesies. Family rumput
Rumput yang digunakan sebagai pakan ternak berasal dari rumput yang
tumbuh bebas (tidak sengaja ditanam) dan rumput yang sengaja ditanam
bila umurnya belum tua; (2) hanya sedikit yang bersifat toksik; dan (3)
oleh ternak secara langsung ataupun setelah penyimpanan. Secara umum output
bagian daun rumput secara umum adalah nyata lebih tinggi dari bagian batang.
(ADF), dan lignin pada batang adalah lebih tinggi dari pada daun. Berdasarkan
hal ini Mahyuddin (2007) menyarankan bahwa rasio antara batang dan daun
dapat dijadikan salah satu faktor untuk seleksi pada rumput tropis.
dan pohon yang dapat dijumpai di daerah tropik. Legum ini termasuk salah satu
dalam 400 genus yang terdiri dari 10.000 spesies (Carr, 2010).
9
lahan perkebunan sebagai penutup tanah atau sebagai penguat bibir dan
mempunyai nilai nutrisi yang rendah terutama pada yang dewasa. Perubahan
(rasio) antara daun dan batang (Kamal, 1998). Prawiradiputra et.al, (2006)
faktor dalam (genetis) maupun faktor luar. Faktor genetis yang utama adalah
Legum yaitu tanaman kayu dan herba ciri khas berbentuk bunga kupu-
nitrogen, dimana di dalam bintil-bintil akar inilah bakteri bertempat tinggal dan
berkembang biak serta melakukan kegiatan fiksasi nitrogen bebas dari udara,
Banhinia (Rufescens lam) dan Turi (Sesbania Grandivora) (Tillman et. al, 1991).
merambat (liana), pohon dan sebagian kecil merupakan tumbuhan air (aquatic).
nitrogen dari atmosfer melalui bintil akar (Lewis et. al, 2005). Suku ini terdiri dari
18.000 jenis dan 630 marga. Anggota suku polong-polongan mudah dikenal dari
bentuk buahnya yang berbentuk polong. Polong tersebut ada yang pecah saat
masak dan ada juga yang tidak. Suku polong-polongan dibagi menjadi 3 suku
perkebunan satu dengan yang lain. Umur kelapa sawit kemungkinan akan
gulma. Namun, ada juga tumbuhan leguminosa. Tumbuhan ini walaupun tumbuh
saat tanaman masih muda dan berfungsi sebagai penutup tanah, maka penutup
jenis tanaman yang diusahakan atau dibudidayakan baik oleh petani maupun
usaha pertanian swasta. Gulma tersebut perlu diberantas, namun gulma dapat
menjadi tanaman yang sangat dibutuhkan oleh ternak sebagai sumber hijauan.
Gulma yang ada di perkebunan sawit, dapat menjadi sumber hijauan pakan
ternak, walaupun tidak semua tumbuhan disukai ternak. Ternak akan memilih
usahatani. Sifat alami dari gulma adalah tumbuh agresif dan mempunyai
adaptasi yang tinggi dalam penggunaan faktor pertumbuhan (unsur hara, air,
Pengendalian gulma diakui sebagai suatu komponen utama dan hampir semua
nyata oleh keberadaan gulma. Secara umum biaya untuk mengendalikan gulma
pada tanaman kelapa sawit yang belum menghasilkan maupun yang sudah
Vegetasi alam dapat diperoleh dari Hijauan Antara Tanaman (HAT) yang
tumbuh liar di antara tanaman utama (kelapa sawit). Rumput yang tumbuh
baik pada umur tanaman kelapa sawit 4 (empat) tahun, sementara paspalum
notatum dan arachis glabarata menunjukkan toleransi yang baik dengan semakin
meningkatnya umur tanaman kelapa sawit 8 (delapan) tahun dan 12 (dua belas)
(Syahputra, 2011).
13
pada umur tanaman utama, karena semakin tua umur kelapa sawit maka
tanaman hijauan dapat dilakukan di antara dan pada saat tanaman kelapa sawit
berumur relatif muda, yaitu sebelum berumur 5 tahun. Hijauan makanan ternak di
kawasan perkebunan kelapa sawit terbagi atas tiga hal, yaitu: (1) karakteristik
vegetasi alam, (2) kandungan nutrisi vegetasi alam di perkebunan kelapa sawit,
Spesies vegetasi alam yang terdiri dari rerumputan berdaun sempit dan
dan O. nodusa menunjukkan bahwa spesies ini lebih toleran terhadap naungan
lebar dan 7 spesies berdaun sempit. Berdasarkan karaktristik yang dimiliki gulma
(sedges), dan berdaun lebar (broad leaf). Meskipun jenis-jenis tanaman yang
tersebut sangat disukai dan dapat dimanfaatkan sebagai sumber hijauan pakan
Vegetasi alam yang sering disebut dengan gulma oleh pihak perkebunan
adalah tanaman yang kehadirannya tidak diinginkan pada lahan pertanian atau
14
faktor, antara lain umur kelapa sawit, curah hujan dan letak geografis (Liang,
2007).
Wong dan Chin (1998), melaporkan vegetasi alam sebagai sumber hijauan
yang terdapat pada perkebunan kelapa sawit dengan umur yang berbeda, cukup
dari daerah tropika dan fotosintesis lebih mampu ditingkatkan pada tingkat
cahaya penuh. Pada umur tanaman yang masih muda (3-5 tahun) komposisi
botani tertinggi terdapat pada jenis rerumputan, dikotil dan legum. Namun untuk
jenis pakisan banyak terdapat pada tanaman sawit yang sudah tua (>10 tahun).
Demikian pula dengan komposisi kimia yang diperoleh berupa kandungan energi
dan protein tertinggi juga terdapat tanaman yang masih muda (3-5 tahun).
Sementara Ca dan P tertinggi diperoleh pada umur tanaman yang sudah tua
(>10 tahun). Meskipun jenis rerumputan adalah komposisi tertinggi dari masing-
masing umur tanaman kelapa sawit yang nilai proteinnya sangat rendah (6-8%),
Kelapa sawit menjadi komoditi yang penting bagi bangsa Indonesia, tanpa
disadari bahwa setiap hari tidak lepas dari produk kelapa sawit, dari minyak
goreng, sabun, hingga berbagai produk oleokimia dan pangan yang setiap hari
15
kita pergunakan. Industri kelapa sawit juga memberi alternatif saat timbul
diproses menjadi biodiesel, bahan bakar terbaru yang tidak pernah habis.
Belakangan pada saat isu krisis daging sapi melanda Indonesia, karena setiap
tahun negara mengimpor sapi dari Australia, maka kelapa sawit memberikan
alternatif solusi yang menarik melalui integrasi sawit, sapi dan energi/ISSE.
Agribisnis kelapa sawit merupakan salah satu sektor yang sangat potensial.
Pasokan bahan pakan ternak pada perkebunan kelapa sawit yang tersedia
sepanjang tahun menjadi jaminan kuantitas, kualitas dan kontinuitas pakan yang
dihasilkan. Pada pola integrasi ini, tanaman kelapa sawit sebagai komponen
sawit-sapi dan energi (ISSE) ini, pelepah kelapa sawit akan menjadi komponen
hijauan, sementara bungkil dan lumpur sawit sebagai pengganti konsentrat yang
dapat diperoleh dari bungkil kedelai, rapeseed meal, dan corn gluten meal yang
Ha. Kecamatan Tanggetada 877,00 Ha terbagi atas dua bagian, yaitu tanaman
147,00 Ha. Kecamatan Toari 875,70 Ha terbagi atas dua bagian, yaitu tanaman
16
Pomalaa luas kawasan kelapa sawit sebesar 325.00 Ha. (Badan Pusat Statistik
telah dilakukan oleh peneliti sebelumnya dan dan dapat dijadikan sebagai acuan
telah dikenal dan banyak diaplikasikan, melalui penggunaan limbah kebun kelapa
sawit, limbah pengolahan sawit, pelepah sawit sebagai pakan ternak dan pupuk
kandang sebagai pupuk tanaman kelapa sawit. Pengelolaan kebun kelapa sawit
sapi di perkebunan sawit, biaya pengelolaan kebun sawit dapat diminimalisir dan
input produksi kelapa sawit dapat ditekan. Salah satu sistem integrasi kelapa
lebar. Tumbuhan tersebut ada yang disukai ternak, ada yang tidak disukai atau
tergantung dari umur kelapa sawit. Salah satu cara untuk meningkatkan
ketersediaan dan kualitas hijauan dibawah kelapa sawit antara lain dengan
Beberapa studi yang telah dilakukan melaporkan bahwa integrasi kelapa sawit-
keseimbangan ekosistem dalam skala yang lebih luas. Secara umum peranan
karbondioksida dan oksigen dalam udara, perbaikan sifat fisik, kimia dan biologis
sebagai tanaman pakan sapi potong dikabupaten kota waringin barat kalimantan
18
dominan yaitu: 3.882,4 kg/ha bahan kering, dari produksi hijauan perkebunan
rakyat sebesar 1.877,8 kg/ha bahan kering (BK) dan perkebunan perusahaan
yaitu 1.337,9 kg/ha BK. Kandungan nutrien hijauan terutama protein kasar
kelompok tani 12,52% dan perkebunan rakyat sebesar 5,33%, sedangkan serat
31,22%. Dari penelitian ini disimpulkan bahwa hijauan di bawah tanaman utama
memiliki potensi yang baik sebagai pakan hijauan untuk ternak sapi potong
BAB III
yang luasnya semakin lama semakin berkurang karena secara bertahap telah
seperti lahan di bawah naungan pohon, lahan di pinggiran hutan, dan lahan di
seperti unsur hara, air, dan radiasi matahari pada lahan tersebut, sehingga petani
peternak membiarkan lahannya ditumbuhi oleh tanaman liar atau rumput alam.
kandungan kadar air, abu, protein kasar, lemak kasar dan serat kasar pada
20
hijauan yang terdapat pada lahan perkebunan kelapa sawit di Kabupaten Kolaka.
Untuk lebih jelasnya kerangka piker penelitian ini disajikan pada gambar 1.
Watubangga – 414.40 Ha
Tanggetada – 518.00 Ha Kerapatan Vegetasi
Polinggona- 177 Ha
Berat Kering Bahan Organik Protein Kasar Lemak Kasar Serat Kasar
BAB IV
METODE PENELITIAN
Oktober 2020 di Kabupaten Kolaka dan Laboratorium Ilmu Nutrisi dan Pakan
4.2. Bahan
perkebunan sawit Kabupaten Kolaka. Peralatan yang digunakan yaitu alat tulis,
1. Pelaksanaan Penelitian
jenis hijauan, analisis komposisi botani, menghitung produksi hijauan segar dan
dibedakan berdasarkan umur sawit yaitu umur 3 tahun, 9 tahun dan 15 tahun.
22
dengan mengikuti metode Stone (1983) yaitu dengan melakukan eksplorasi dan
koleksi herbarium. Hijauan diambil dari setiap lokasi penelitian dan berdasarkan
ciri fisik pada pustaka terkait dan tenaga ahli herbarium untuk menemukan nama
latinnya.
4. Komposisi Botani
Metode yang digunakan dalam analisis komposisi botani adalah metode Dry
weight Rank (Mannetje dan Haydock 1963) dengan cara mencatat jenis-jenis
hijauan yang ada di lahan perkebunan sawit, kemudian data dikumpulkan untuk
pertama, kedua dan ketiga. Kemudian setiap peringkat tersebut dikalikan dengan
koefisien. Tempat pertama dikalikan 8,04; tempat kedua dikalikan 2,41 dan
tempat ke tiga dikalikan 1. Analisis Komposisi Botani ini dilakukan dengan cara
kali disetiap umur di tiga desa dan dilihat komposisi botani hijauannya.
lalu dioven 60C dan ditimbang kembali untuk mengetahui berat basah dan berat
10.000 – (LP x JS), dimana P adalah produksi hijauan per hektar (kg), C adalah
rata-rata berat hijauan per m2 , LP adalah luas piringan pada pohon sawit dan JS
mengetahui kandungan kadar air, abu, protein kasar, lemak kasar dan serat
Kadar Air Cawan porselen bersih dikeringkan dalam oven suhu 105 0C
menit atau sampai cawan tidak panas lagi dan ditimbang beratnya (A). Sampel
analitik lalu dikeringkan di dalam oven dengan suhu 105 0C selama 8 jam. Cawan
berisi sampel dikeluarkan dari oven didinginkan dalam desikator lalu ditimbang
(𝐗−𝐘)
𝐊𝐚𝐝𝐚𝐫 𝐚𝐢𝐫(%) = x 100%
(𝐘−𝐀)
Kadar Abu, Cawan porselen yang telah diketahui beratnya diisi sampel
dengan berat 3 sampai 5 g, dibakar di dalam tanur dengan suhu 600 oC selama 6
jam. Cawan berisi sampel dikeluarkan dari tanur dimasukkan ke dalam desikator
selama 15 menit (sampai tidak panas lagi) lalu ditimbang untuk mengetahui berat
𝑩𝒐𝒃𝒐𝒕 𝒂𝒃𝒖
Kadar abu (%) = 𝑩𝒐𝒃𝒐𝒕 𝒔𝒂𝒎𝒑𝒆𝒍 𝐱 𝟏𝟎𝟎%
kapas yang beralas kertas saring dan digulung membentuk thimble lalu
dengan pelarut lemak (heksana) sebanyak 150 ml. Lemak yang diekstrak
kemudian dikeringkan dalam oven dengan suhu 105 0C selama 1 jam. Kadar
labu kejeldhal 30 ml dan ditambahkan 2.5 ml H2SO4 pekat, 1 g katalis dan batu
didih. Sampel dididihkan selama 1.0 sampai 1.5 jam atau sampai larutan terlihat
jenih. Labu yang berisi larutan sampel didinginkan, dipindahkan ke dalam alat
dengan air suling. Labu erlenmeyer berisi HCl 0.02 N diletakkan di bawah
indikator (campuran metil merah 0.02% dalam alkohol dan metil biru 0.02%
perubahan warna biru menjadi ungu. Prosedur yang sama dilakukan untuk
Keterangan :
Y : Ʃ ml NaOH titer yang digunakan pada blanko.
Z : Ʃ ml NaOH titer yang digunakan pada sampel perlakuan.
W : Bobot Sampel.
N : normalitas NaOH0.014, 1 ml alkali equivalen dengan 1 ml
larutan N mengandung 0.014.
6,25 : faktor koreksi.
Whatman No. 41 yang telah dipanaskan dalam oven suhu 105 0C selama 1 jam,
selanjutnya keringkan dalam oven dengan suhu 105 0C selama 1 jam. Cawan
beratnya (Y). Cawan yang berisi sampel kemudian dibakar dalam tanur
dengan suhu 600 0C selama 6 jam. Cawan porselen berisi sampel dikeluarkan
dari tanur, didinginkan di dalam desikator dan ditimbang (Z). Kadar serat kasar
(𝐘−𝐙−𝐚 )
Kadar serat kasar = 𝑿
𝐱𝟏𝟎𝟎%
Keterangan :
X : berat sampel (g).
a : berat kertas Whatman setelah dipanaskan (g).
Y : berat kertas Whatman, sampel dan cawan setelah dipanaskan(g).
Z : berat sampel dan cawan setelah ditanur (g).
26
DAFTAR PUSTAKA
Adriadi A., Chairul dan Solfiyeni. 2012. Analisis vegetasi gulma pada perkebunan
kelapa sawit (Elais quineensis jacq.) di Kilangan, Muaro Bulian, Batang Hari.
Jurnal BiologiUniversitas Andalas (J. Bio. UA.) 1(2)–Desember2012:108-115
AAK. Hijauan Makanan Ternak Potong, Kerja dan Perah. Yogyakarta: Yayasan
Kanisius. 1983.
Badan Pusat Statistik Kabupaten Kolaka, 2018. Luas perkebunan kelapa sawit
Kabupaten Kolaka. 2018.
Herlinae, 2003. Evaluasi nilai nutrisi dan potensi hijauan asli lahan gambut
pedalaman di Kalimantan Tengah sebagai pakan ternak. Tesis, Sekolah
Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor. 120 hal.
Hopkins, A. 2000. Grass. Its production and utilization. Ed. Ke-3. UK. The British
Grassland Society. Blackwell Science.153 p.
Liang JB. 2007. An overview of the use of oil palm byproducts as ruminant feed
in Malaysia. In: Darmono, Wina E, Nurhayati, Sani Y, Prasetyo LH,
Triwulanningsih E, Sendow I, Natalia L, Priyanto D, Indranigsih, et al.,
penyunting. Akselerasi Agribisnis Peternakan Nasional melalui
Pengembangan dan Penerapan IPTEK. Prosiding Seminar Nasional
Teknologi Peternakan dan Veteriner. Bogor, 21-22 Agustus 2007. Bogor
(Indonesia): Puslibangnak. hlm. 8.
Mannetje, L.’t, and Haydock, K.P., 1963. The Dry-Weight-Rank Method for The
Botanical Analysis of Pasture. J. Br. Grassld. Soc., 18: 268-275.
Moser, L.E. and Nelson C.J. 2003. Structure and morphology of grass. In: Barnes
RF, Nelson CJ, Collins M and Moore KJ, editor. Forage. An introduction to
grassland agriculture. Ed ke-6. USA. Iowa State University Press. PP 25-50.