Anda di halaman 1dari 16

https://www.academia.

edu/37324991/Makalah_Pancasila_-
_Dinamika_Demokrasi_Berdasarkan_Pancasila_dan_UUD_1945_Baik_Sebelum_Maupun_Sesudah_Ama
ndemen
1. Apa pengertian dari demokrasi Pancasila ? 
Isitlah “demokrasi” berasal dari bahasa Yunani kuno yang diutarakan di Athena kuno pada
abad ke-5 SM. Kata demokrasi berasal dari dua kata, yaitu “demos” yang artinya rakyat, dan
“kratos” yang artinya pemerintahan. Sehingga dapat diartikan sebagai pemerintahan rakyat
atau yang lebih dikenal sebagai pemerintahan dari rakyat, oleh rakyat dan untuk rakyat.

Menurut konsep demokrasi, kekuasaan menyiratkan arti politik dan pemerintahan, sedangkan
rakyat beserta warga masyarakat didefinisikan sebagai warga negara. Kenyataannya, baik
dari segi konsep maupun praktik, demos menyiratkan makna diskriminatif. Demos bukan
untuk rakyat keseluruhan, tetapi populus tertentu, yaitu mereka yang berdasarkan tradisi atau
kesepakatan formal memiliki hak preogratif dalam proses pengambilan/pembuatan keputusan
publik, wakil terpilih juga tidak mampu mewakili aspirasi yang memilihnya.

Demokrasi yang dianut di Indonesia adalah demokrasi berdasarkan Pancasila. Dalam


demokrasi Pancasila, sistem pengorganisasian negara dilakukan oleh rakyat sendiri atau
dengan persetujuan rakyat. Kebebasan individu tidak bersifat mutlak, tetapi harus
diselaraskan dengan tanggung jawab sosial. Keuniversalan cita-cita demokrasi dipadukan
dengan cita-cita hidup bangsa Indonesia yang dijiwai oleh semangat kekeluargaan, sehingga
tidak ada dominasi mayoritas atau minoritas.

Demokrasi Pancasila adalah suatu sistem demokrasi yang berdasarkan pada asas
kekeluargaan dan gotong royong yang bertujuan untuk kesejahteraan rakyat, memiliki
kandungan berupa unsur-unsur kesadaran dalam bereligius, menjunjung tinggi kebenaran,
budi pekerti luhur dan kecintaan, berkesinambungan dan berkepribadian Indonesia.
Demokrasi Pancasila merupakan demokrasi yang konstitusional berdasarkan mekanisme
kedaulatan rakyat disetiap penyelenggaraan negara dan penyelenggaraan pemerintahan
menurut konstitusi yaitu UUD 1945.

 Secara ringkas, demokrasi Pancasila memiliki beberapa pengertian sebagaiberikut:


1. Demokrasi Pancasila adalah demokrasi yang berdasarkan kekeluargaan dan gotong-
royong yang ditujukan kepada kesejahteraan rakyat, yang mengandung
unsur-unsur berkesadaran religius, berdasarkan kebenaran, kecintaan dan budi pekerti luhur,
berkepribadian Indonesia dan berkesinambungan.
2. Dalam demokrasi Pancasila, sistem pengorganisasian negara dilakukan olehrakyat sendiri
atau dengan persetujuan rakyat.
3. Dalam demokrasi Pancasila kebebasan individu tidak bersifat mutlak, tetapiharus
diselaraskan dengan tanggung jawab sosial.
4. Dalam demokrasi Pancasila, keuniversalan cita-cita demokrasi dipadukandengan cita-cita
hidup bangsa Indonesia yang dijiwai oleh semangatkekeluargaan, sehingga tidak ada
dominasi mayoritas atau minoritas.
Isi Pokok Demokrasi Pancasila
Isi pokok demokrasi Pancasila adalah sebagai berikut :

1. Pelaksanaan UUD 1945 dan penjabarannya dituangkan Batang Tubuh dan Penjelasan
UUD 1945.
2. Menghargai dan melindungi HAM (Hak Asasi Manusia).
3. Pelaksanaan kehidupan ketatanegaraan berdasarkan dari kelembagaan.
4. Sebagai sendi dari hukum yang dijelaskan dalam UUD 1945, yaitu negara hukum yang
demokratif.

 Ciri-Ciri Demokrasi Pancasila


Ciri-ciri Demokrasi Pancasila adalah sebagai berikut :

1. Pemerintah berjalan sesuai konstitusi.


2. Terdapat Pemilu secara berkesinambungan.
3. Adanya penghargaan atas Hak Asasi Manusia dan perlindungan untuk hak minoritas.
4. Merupakan kompetisi dari berbagai ide dan cara dalam menyelesaikan masalah.
5. Ide yang terbaik akan diterima ketimbang dari suara terbanyak.

Fungsi Demokrasi Pancasila


Demokrasi Pancasila memiliki banyak fungsi dalam pelaksanaannya terhadap negara Indonesia.
Macam-macam fungsi demokrasi Pancasila adalah sebagai berikut

 Menjamin keikutsertaan rakyat dalam kehidupan bernegara seperti ikut menyukseskan


pemilu, pembangunan, duduk dalam badan perwakilan/permusyawaratan.
 Menjamin berdirinya negara Republik Indonesia.
 Menjamin tetap tegaknya NKRI berdasar sistem konstitusional.
 Menjamin adanya hubungan yang sama serasi dan seimbang mengenai lembaga negara.
 Menjamin tetap tegaknya hukum yang berasal dari Pancasila.
 Menjamin pemerintahan yang bertanggung jawab.
2. Bagaimana perkembangan demokrasi di Indonesia ? 
PERKEMBANGAN DEMOKRASI DI INDONESIA
Secara operasional demokrasi pancasila senantiasa dijiwai dan berpedomankan pada nilai-
nilai Pancasila.
Berikut ini merupakan perkembangan demokrasi di Indonesia:
Perkembangan Demokrasi Masa Revolusi Kemerdekaan
Tahun 1945 – 1950, Indonesia masih berjuang menghadapi Belanda yang ingin kembali ke
Indonesia. Pada saat itu pelaksanaan demokrasi belum berjalan dengan baik. Hal itu
disebabkan oleh masih adanya revolusi fisik. Pada awal kemerdekaan masih terdapat
sentralisasi kekuasaan hal itu terlihat Pasal 4 Aturan Peralihan UUD 1945 yang berbunyi
sebelum MPR, DPR dan DPA dibentuk menurut UUD ini segala kekuasaan dijalankan
oleh Presiden denan dibantu oleh KNIP. Untuk menghindari kesan bahwa negara Indonesia
adalah negara yang absolut pemerintah mengeluarkan :
 Maklumat Wakil Presiden No. X tanggal 16 Oktober 1945, KNIP berubah menjadi
lembaga legislatif.
 Maklumat Pemerintah tanggal 3 Nopember 1945 tentang Pembentukan Partai
Politik.
 Maklumat Pemerintah tanggal 14 Nopember 1945 tentang perubahan sistem
pemerintahn presidensil menjadi parlementer.
Perkembangan demokrasi pada periode ini telah meletakkan hal-hal mendasar. Pertama,
pemberian hak-hak politik secara menyeluruh. Kedua, presiden yang secara konstitusional
ada kemungkinan untuk menjadi dictator. Ketiga, dengan maklumat Wakil Presiden, maka
dimungkinkan terbentuknya sejumlah partai politik yang kemudian menjadi peletak dasar
bagi system kepartaian di Indonesia untuk masa-masa selanjutnya dalam sejarah kehidupan
politik kita.

Perkembangan Demokrasi  Parlementer (1950-1959)


Periode pemerintahan negara Indonesia tahun 1950 sampai 1959 menggunakan UUD
Sementara (UUDS) sebagai landasan konstitusionalnya. Pada masa ini adalah masa
kejayaan demokrasi di Indonesia, karena hampir semua elemen demokrasi dapat ditemukan
dalam perwujudan kehidupan politik di Indonesia. Lembaga perwakilan rakyat atau
parlemen memainkan peranan yang sangat tinggi dalam proses politik yang berjalan.
Perwujudan kekuasaan parlemen ini diperlihatkan dengan adanya sejumlah mosi tidak
percaya kepad pihak pemerintah  yang mengakibatkan kabinet harus meletakkan
jabatannya.
Pada tahun 1950-1959 bisa disebut sebagai masa demokrasi liberal yang parlementer,
dimana  presiden sebagai Kepala Negara bukan sebagai kepala eksekutif. Masa demokrasi
ini peranan parlemen, akuntabilitas politik sangat tinggi dan berkembangnya partai-partai
politik. Namun demikian praktik demokrasi pada masa ini dinilai gagal disebabkan :
 Dominannya politik aliran, sehingga membawa konsekuensi terhadap pengelolaan
konflik
 Landasan sosial ekonomi yang masih lemah
 Tidak mampunya konstituante bersidang untuk mengganti UUDS 1950
 Persamaan kepentingan antara presiden Soekarno dengan kalangan Angkatan
Darat, yang sama-sama tidak senang dengan proses politik yang  berjalan
Atas dasar kegagalan itu maka Presiden mengeluarkan Dekrit Presiden 5 Juli 1959 :
 Bubarkan konstituante
 Kembali ke UUD 1945 tidak berlaku UUD S 1950
 Pembentukan MPRS dan DPAS

Perkembangan Demokrasi Terpimpin (1959-1965)


Pengertian demokrasi terpimpin menurut Tap MPRS No. VII/MPRS/1965 adalah
kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan
yang berintikan musyawarah untuk mufakat secara gotong royong diantara semua kekuatan
nasional yang progresif revolusioner dengan berporoskan nasakom dengan ciri:
 Dominasi Presiden
 Terbatasnya peran partai politik
 Berkembangnya pengaruh PKI
Sejak berakhirnya pemillihan umum 1955, presiden Soekarno sudah menunjukkan gejala
ketidaksenangannya kepada partai-partai politik. Hal itu terjadi karena partai politik sangat
orientasi pada kepentingan ideologinya sendiri dan dan kurang memperhatikan
kepentingan politik nasional secara menyeluruh.disamping itu Soekarno melontarkan
gagasan bahwa demokrasi parlementer tidak sesuai dengan kepribadian bangsa indonesia
yang dijiwai oleh Pancasila.
Penyimpangan masa demokrasi terpimpin antara lain:
 Mengaburnya sistem kepartaian, pemimpin partai banyak yang dipenjarakan
 Peranan Parlemen lembah bahkan akhirnya dibubarkan oleh presiden dan presiden
membentuk DPRGR
 Jaminan HAM lemah
 Terjadi sentralisasi kekuasaan
 Terbatasnya peranan pers
 Kebijakan politik luar negeri sudah memihak ke RRC (Blok Timur)
Setelah terjadi peristiwa pemberontakan G 30 September 1965 oleh PKI, menjadi tanda
akhir dari pemerintahan Orde Lama.

Perkembangan Demokrasi  dalam Pemerintahan Orde Baru


Pemerintahan Orde Baru  ditandai oleh Presiden Soeharto yang menggantikan Ir. Soekarno
sebagai Presiden kedua Indonesia. Pada masa orde baru ini menerapkan Demokrasi
Pancasila untuk menegaskan bahwasanya model demokrasi inilah yang sesungguhnya
sesuai dengan ideologi negara Pancasila.
Awal Orde baru memberi harapan baru pada rakyat pembangunan disegala bidang melalui
Pelita I, II, III, IV, V dan pada masa orde baru berhasil menyelenggarakan Pemilihan
Umum tahun 1971, 1977, 1982, 1987, 1992, dan 1997.Namun demikian perjalanan
demokrasi pada masa orde baru ini dianggap gagal sebab:
 Rotasi kekuasaan eksekutif hampir dikatakan tidak ada
 Rekrutmen politik yang tertutup
 Pemilu yang jauh dari semangat demokratis
 Pengakuan HAM yang terbatas
 Tumbuhnya KKN yang merajalela
 Sebab jatuhnya Orde Baru:
 Hancurnya ekonomi nasional ( krisis ekonomi )
 Terjadinya krisis politik
 TNI juga tidak bersedia menjadi alat kekuasaan orba
 Gelombang demonstrasi yang menghebat menuntut Presiden Soeharto untuk turun
jadi Presiden.
Orde Baru mewujudkan dirinya sebagai kekuatan yang kuat dan relatif otonom, dan
sementara masyarakat semakin teralienasi dari lingkungan kekuasaan danproses formulasi
kebijakan. Kedaan ini adalah dampak dari (1) kemenangan mutlak dari kemenangan
Golkar dalam pemilu yang memberi legitimasi politik yangkuat kepada negara; (2)
dijalankannya regulasi-regulasi politik semacam birokratisasai, depolitisasai, dan
institusionalisasi; (3) dipakai pendekatan keamanan; (4) intervensi negara terhadap
perekonomian dan pasar yang memberikan keleluasaan kepda negara untuk
mengakumulasikan modal dan kekuatan ekonomi; (5) tersedianya sumber biaya
pembangunan, baik dari eksploitasi minyak bumi dan gas serta dari komoditas nonmigas
dan pajak domestik, mauppun yang berasal dari bantuan luar negeri, dan akhirnya (6)
sukses negara orde baru dalam menjalankan kebijakan pemenuhan kebutuhan pokok rakya
sehingga menyumbat gejolak masyarakat yang potensinya muncul karena sebab struktural.

Perkembangan Demokrasi  Pada Masa Reformasi (1998 Sampai Dengan Sekarang)


Sejak runtuhnya Orde Baru yang bersamaan waktunya dengan lengsernya Presiden
Soeharto, maka Indonesia memasuki suasana kehidupan kenegaraan yang baru, sebagai
hasil dari kebijakan reformasi yang dijalankan terhadap hampir semua aspek kehidupan
masyarakat dan negara yang berlaku sebelumnya. Kebijakan reformasi ini berpuncak
dengan di amandemennya UUD 1945 (bagian Batangtubuhnya) karena dianggap sebagai
sumber utama kegagalan tataan kehidupan kenegaraan di era Orde Baru.
Berakhirnya masa orde baru ditandai dengan penyerahan kekuasaan dari Presiden Soeharto
ke Wakil Presiden BJ Habibie pada tanggal 21 Mei 1998.
Masa reformasi berusaha membangun kembali kehidupan yang demokratis antara lain:
 Keluarnya Ketetapan MPR RI No. X/MPR/1998 tentang pokok-pokok reformasi
 Ketetapan No. VII/MPR/1998 tentang pencabutan tap MPR tentang Referandum
 Tap MPR RI No. XI/MPR/1998 tentang penyelenggaraan Negara yang bebas dari
KKN
 Tap MPR RI No. XIII/MPR/1998 tentang pembatasan Masa Jabatan Presiden dan
Wakil Presiden RI
 Amandemen UUD 1945 sudah sampai amandemen I, II, III, IV
 Pada Masa Reformasi berhasil menyelenggarakan pemiluhan umum sudah dua kali
yaitu tahun 1999 dan tahun 2004.
Demokrasi yang diterapkan Negara kita pada era reformasi ini adalah demokresi Pancasila,
namun berbeda dengan orde baru dan sedikit mirip dengan demokrasi perlementer tahun
1950 1959. Perbedaan demkrasi reformasi dengan demokrasi sebelumnya adalah:
 Pemilu yang dilaksanakan (1999-2004) jauh lebih demokratis dari yang
sebelumnya.
 Ritasi kekuasaan dilaksanakan dari mulai pemerintahan pusat sampi pada tingkat
desa.
 Pola rekruitmen politik untuk pengisian jabatan politik dilakukan secara terbuka.
 Sebagian besar hak dasar bisa terjamin seperti adanya kebebasan menyatakan
pendapat.
3. Bagaimana bentuk-bentuk demokrasi yang sesuai Pancasila ?
Demokrasi Pancasila merupakan suatu paham demokrasi yang berlandaskan pada nilai-nilai
yang terkandung di dalam ideologi Pancasila.

Di indonesia sistem pemerintahannnya berdasarkan demokrasi Pancasila. Demokrasi yang


dimaksudkan di sini adalah bentuk pemerintahan yang semua warga negaranya memiliki hak
setara dalam pengambilan keputusan yang dapat mengubah hidup mereka. Demokrasi
mengizinkan warga negara berpartisipasi baik secara langsung atau melalui perwakilan
dalam perumusan, pengembangan, dan pembuatan hukum. Demokrasi mencakup kondisi
sosial, ekonomi, dan budaya yang memungkinkan adanya praktik kebebasan politik secara
bebas dan setara.

Demokrasi sebagai suatu sistem bermasyarakat dan bernegara serta pemerintahan


memberikan penekanan pada keberadaan kekuasaan di tangan rakyat baik dalam
penyelenggaraan berada di tangan rakyat. Kekuasaan yang diberikan oleh rakyat kepada
pemerintah dijalankan untuk kepentingan rakyat. Pemerintah diharuskan menjamin adanya
kebebasan seluas-luasnya kepada rakyat dalam menyampaikan aspirasinya baik melalui
media pers maupun secara langsung.

Dan ada juga yang menyebutkan demokrasi sebagai suatu sistem pemerintahanari rakyat,
oleh rakyat dan untuk rakyat. Artinya, suatu pemerintahan negara yang dipegang oleh seluruh
rakyat. Rakyatlah yang memerintah, melalui wakil-wakinya dan kemauan rakyatlah yang
harus dituruti. Kehendak rakyat adalah dasar utama kewenangan pemerintahan menjadi basis
tegaknya sistem politik demokrasi.Demokrasi meletakkan rakyat pada posisi penting, hal ini
karena masih memegang teguh rakyat selaku pemegang kedaulatan.Negara yang tidak
memegang demokrasi disebut negara otoriter.Negara otoriter pun masih mengaku dirinya
sebagai negara demokrasi.Ini menunjukkan bahwa demokrasi itu penting dalam kehidupan
bernegara dan pemerintahan. Masyarakat bebas berpendapat dan berorganisasi dan rakyat
juga memilih langsung atau memilih sendiri pemimpinnya.

Demokrasi dilaksanakan berdasarkan kekeluargaan dan musyawarah untuk mufakat untuk


kesejahteraan rakyat. Sistem organisasi negara dilaksanakan sesuai dengan persetujuan
rakyat. Kebebasan individu dijamin namun tidak bersifat mutlak dan harus disesuaikan
dengan tanggung jawab sosial. Dalam pelaksanaan demokrasi ini tidak ada dominasi
mayoritas atau minoritas, namun harus dijiwai oleh semangat kekeluargaan untuk
mewujudkan cita-cita hidup bangsa Indonesia.

Demokrasi Pancasila memiliki fungsi seperti ikut menyukseskan Pemilu, ikut menyukseskan
Pembangunan, ikut duduk dalam badan perwakilan/permusyawaratan,  menjamin adanya
pemerintahan yang bertanggung jawab dan menjamin tetap tegaknya negara kesatuan RI.
Untuk melaksanakan demokrasi pancasila dengan baik, prasyarat utamanya adalah
pemahaman/penghayatan sungguh-sungguh akan nilai falsafat pancasila. Melaksanakan
demokrasi pancasila dengan benar berarti mengamalkan pancasila melaui politik
pemerintahan.

Ada prinsip di dalam demokrasi pancasila, beradasarkan nilai nilai pancasila yang ada di
dalam lima sila tersebut. Salah satunya  di sila pertama. Sistem politik demokrasi di
Indonesia dan pelasksanaan demokrasi Pancasila didasarkan pada sila pertama Pancasila
yang berbunyi Ketuhanan Yang Maha Esa. Indonesia mengakui enam agama yaitu Islam,
Kristen, Katholik, Budha, Hindu, dan Kong Hu Cu. Hal ini berarti pelaksaan demokrasi di
Indonesia harus mewakili enam agama yang telah diakui.

Jadi, Demokrasi Pancasila adalah sebuah sistem demokrasi pemerintahan, yang keduanya
bisa dipakai di negara manapun, dengan cara masing masing di indonesia sendiri demokrasi
pancasila sudah mendarah daging disetiap warga nya, karena demokrasi itu mencerminkan
kehidupan bermasyarakat, sistem demokrasi / pemerintahan liberal tidak akan cocok untuk
diterapkan di indonesia karena adat dan budaya negara indonesia bertolak belakang dengan
negara barat, NKRI harga mati, demokrasi pancasila harus dibudayakan kepada anak cucu
kita.
4. Apa perbedaan system pemilu pada system pemerintahan di Indonesia sebelum dan
sesudah amandemen UUD 1945?
Pemilihan umum (pemilu) di Indonesia pada awalnya ditujukan untuk memilih
anggota lembaga perwakilan, yaitu DPR, DPRD Provinsi, dan DPRD Kabupaten/Kota.
Setelah amandemen keempat UUD 1945 pada 2002, pemilihan presiden dan wakil
presiden (pilpres), yang semula dilakukan oleh MPR, disepakati untuk dilakukan langsung
oleh rakyat sehingga pilpres pun dimasukkan ke dalam rezim pemilu. Pilpres sebagai
bagian dari pemilu diadakan pertama kali pada pemilu 2004.
Berikut perkembangan pemilu di Indonesia:
Pemilu Tahun 1955
Setelah 10 tahun Indonesia merdeka pada tahun 1945, barulah pada tahun 1955 Indonesia
berhasil melaksanakan pemilu untuk pertama kalinya. Pemilu yang dilaksankan pada tahun
1955 diikuti oleh 30 partai politik dan dilangsungkan dalam dua periode yakni periode
pertama pada tanggal 29 September 1955 untuk memilih anggota DPR dan periode kedua
dilaksnakan pada tanggal 15 Desember 1955 untuk memilih anggota Konstituante. Dalam
pemilu pertama itu, terdapat 5 besar partai politik yang memenangkan pemilu yakni secara
berurutan PNI, Masyumi, NU, PKI dan Partai Syarikat Islam Indonesia. Pemilu pertama ini
berlangsung dengan sukses.

Pemilu Tahun 1971


Pemilu kedua dilaksanakan pada tanggal 5 Juli 1971 dan sekaligus pemilu pertama di era
pemerintahan orde baru. Pada pemilu ini diikuti oleh 10 partai peserta pemilu dan hasil
pemilu menunjukkan 5 besar partai politik hasil pilihan rakyat yaitu Golongan Karya
(Golkar), NU, Parmusi, PNI dan Partai Syarikat Islam Indonesia. Partai Golkar
memenangkan pemilu karena para staf dan pegawai dilingkungan pemerintahan dipaksa
untuk memilih Golkar, sehingga Golkar maju sebagai pemenang pada pemilu kedua ini.

Pemilu Tahun 1977


Pemilu ketiga diselenggarakan pada tanggal 2 Mei 1977, terjadi perpanjangan waktu satu
tahun (seharusnya jatuh pada tahun 1976) karena partai-partai politik melakukan fusi
(pengelompokan) pada tahun 1976. Dan akibatnya pada pemilu-pemilu berikutnya di masa
orde baru hanya ada 3 partai peserta pemilu. Partai-partai yang melakukan itu:
1. PNI, Murba, IPKI, Parkindo, dan Partai Katholik bergabung menjadi Partai
Demokrasi Indonesia (PDI).
2. NU, Partai Muslim Indonesia, Partai Syarikat Indonesia, dan Perti bergabung
menjadi Partai Persatuan Pembangunan (PPP)
3. Golkar.
Dan yang menjadi pemenangnya Golkar.

Pemilu Tahun 1982


Pemilihan Umum Dewan Perwakilan Rakyat dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah 1982
diselenggarakan secara serentak pada tanggal 4 Mei 1982 untuk memilih anggota Dewan
Perwakilan Rakyat (DPR) serta anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD
Tingkat I Propinsi maupun DPRD Tingkat II Kabupaten/Kotamadya) se-Indonesia periode
1982-1987.
Pemilihan Umum ini diikuti 2 partai politik dan 1 Golongan Karya, yaitu:
1. PPP
2. Golkar
3. PPDI
Sebagai pemenang mayoritas hasil pemilihan umum ini adalah Golongan Karya.

Pemilu Tahun 1987


Pada pemilu ini ditandai dengan merosotnya suara PPP (kehilangan 33 kursi), sedangkan
Golkar memperoleh tambahan 53 kursi sehingga menjadi 299 kursi

Pemilu Tahun 1992


Pada pemilu ini perolehan suara Golkar menurun, yaitu dari 299 kursi menjadi 282 kursi,
sedangkan PPP naik 1 kursi (menjadi 62 kursi) dan PDI meningkat menjadi 56 kursi.

Pemilu Tahun 1997


Pemilu ketujuhh pada tahun 1997 ini, kembali dimenangkan oleh Golkar. Kursinya
bertambah menjadi 43 kursi dari hasil pemilu sebelumnya. Suara PPP juga mengalami
peningkatan 27 kursi, dan PDI yang mengalami konflik internal perolehan suaranya
merosot.
Dengan kemenangan Golkar yang selalu mencolok itu menguntungkan pemerintah. Golkar
menguasai suara di MPR dan DPR dan itulah yang memungkinkan Soeharto menjadi
presiden Republik Indonesia selama enam periode pemilihan.

Pemilu Tahun 1999


Pemilu 1999 adalah pemilu pertama pasca kekuasaan presiden Soeharto. Pemilu ini
diadakan di bawah kepemimpinan Presiden B.J. Habibie. Pemilu ini terselenggara di
bawah sistem politik Demokrasi Liberal. Artinya, jumlah partai peserta tidak lagi dibatasi
seperti pemilu-pemilu lalu yang hanya terdiri dari Golkar, PPP, dan PDI.
Sebelum menyelenggarakan Pemilu, pemerintahan B.J. Habibie mengajukan tiga
rancangan undang-undang selaku dasar hukum dilangsungkannya pemilu 1999, yaitu RUU
tentang Partai Politik, RUU tentang Pemilu, dan RUU tentang Susunan dan Kedudukan
MPR, DPR, dan DPRD. Ketiga RUU ini diolah oleh Tim Tujuh yang diketuai Profesor
Ryaas Rasyid dariInstitut Ilmu Pemerintahan. Setelah disetujui DPR, barulah pemilu layak
dijalankan. Pemilu 1999 diadakan berdasarkan Undang-undang Nomor 3 tahun 1999
tentang Pemilihan Umum. Sesuai pasal 1 ayat (7) pemilu 1999 dilaksanakan dengan
menggunakan sistem proporsional berdasarkan stelsel daftar dengan varian Roget.
Dalam pemilihan anggota DPR, daerah pemilihannya (selanjutnya disingkat Dapil)
adalah Dati I (provinsi), pemilihan anggota DPRD I dapilnya Dati I (provinsi) yang
merupakan satu daerah pemilihan, sementara pemilihan anggota DPRD II dapilnya Dati II
yang merupakan satu daerah pemilihan. Jumlah kursi anggota DPR untuk tiap daerah
pemilihan ditetapkan berdasarkan jumlah penduduk Dati I dengan memperhatikan bahwa
Dati II minimal harus mendapat 1 kursi yang penetapannya dilakukan oleh KPU.
Undang-undang Nomor 3 tahun 1999 juga menggariskan bahwa jumlah kursi DPRD
I minimal 45 dan maksimal 100 kursi. Jumlah kursi tersebut ditentukan oleh besaran
penduduk. Provinsi dengan jumlah penduduk hingga 3.000.000 jiwa mendapat 45 kursi.
Provinsi dengan jumlah penduduk 3.000.001 – 7.000.000 mendapat 55 kursi. Provinsi
dengan jumlah penduduk 5.000.001 – 7.000.000 mendapat 65 kursi. Provinsi dengan
jumlah penduduk 7.000.001 – 9.000.000 mendapat 75 kursi. Provinsi dengan jumlah
penduduk 9.000.001 – 12.000.000 mendapat 85 kursi. Sementara itu, provinsi dengan
jumlah penduduk di atas 12.000.000 mendapat 100 kursi.
Undang-undang juga mengamanatkan bahwa untuk Dati II (kabupaten/kota) minimal
mendapat 1 kursi untuk anggota DPRD I lewat penetapan KPU. Dati II berpenduduk
hingga 100.000 mendapat 20 kursi. Dati II berpenduduk 100.001 – 200.000 mendapat 25
kursi. Dati II berpenduduk 200.001 – 300.000 mendapat 30 kursi. Dati II berpenduduk
300.001 – 400.000 mendapat 35 kursi. Dati II berpenduduk 400.001 – 500.000 mendapat
40 kursi. Sementara itu, untuk Dati II berpenduduk di atas 500.000 mendapat 45 kursi.
Setiap kecamatan minimal harus diwakili oleh 1 kursi di DPRD II. KPU adalah pihak yang
memutuskan penetapan perolehan jumlah kursi.
Jumlah partai yang terdaftar di Kementrian Hukum dan HAM adalah 141 partai,
sementara yang lolos verifikasi untuk ikut Pemilu 1999 adalah 48 partai. Pemilu 1999
diadakan tanggal 7 Juni 1999. Namun, tidak seperti pemilu-pemilu sebelumnya, Pemilu
1999 mengalami hambatan dalam proses perhitungan suara. Terdapat 27 partai politik yang
tidak bersedia menandatangani berkas hasil pemilu 1999 yaitu: Partai Keadilan, PNU, PBI,
PDI, Masyumi, PNI Supeni, Krisna, Partai KAMI, PKD, PAY, Partai MKGR, PIB, Partai
SUNI, PNBI, PUDI, PBN, PKM, PND, PADI, PRD, PPI, PID, Murba, SPSI, PUMI, PSP,
dan PARI.
Karena penolakan 27 partai politik ini, KPU menyerahkan keputusan kepada
Presiden. Presiden menyerahkan kembali penyelesaian persoalan kepada Panitia Pengawas
Pemilu (selanjutnya disingkat Panwaslu. Rekomendasi Panwaslu adalah, hasil Pemilu 1999
sudah sah, ditambah kenyataan partai-partai yang menolak menandatangani hasil tidak
menyertakan point-point spesifik keberatan mereka. Sebab itu, Presiden lalu memutuskan
bahwa hasil Pemilu 1999 sah dan masyarakat mengetahui hasilnya tanggal 26 Juli 1999.
Masalah selanjutnya adalah pembagian kursi. Sistem Pemilu yang digunakan adalah
Proporsional dengan varian Party-List. Masalah yang muncul adalah pembagian kursi
sisa. Partai-partai beraliran Islam melakukan stembus-accord (penggabungan sisa suara)
menurut hitungan Panitia Pemilihan Indonesia (PPI) hanya beroleh 40 dari 120 kursi. Di
sisi lain, 8 partai beraliran Islam yang melakukan stembus-accord tersebut mengklaim
mampu memperoleh 53 dari 120 kursi sisa.
Perbedaan pendapat ini lalu diserahkan PPI kepada KPU. KPU, di depan seluruh
partai politik peserta pemilu 1999 menyarank an voting. Voting ini terdiri atas dua
opsi. Pertama, pembagian kursi sisa dihitung dengan memperhatikan suara stembus-
accord. Kedua, pembagian tanpa stembus-accord. Hasilnya, 12 suara mendukung opsi
pertama, dan 43 suara mendukung opsi kedua. Lebih dari 8 partai melakukan walk-out.
Keputusannya, pembagian kursi dilakukan tanpa stembus-accord. Penyelesaian sengketa
hasil pemilu dan perhitungan suara ini masih dilakukan oleh badan-badan penyelenggara
pemilu karena Mahkamah Konstitusi belum lagi terbentuk.
Total jumlah suara partai yang tidak menghasilkan kursi 9.700.658 atau meliputi
9,17% suara sah. Hasil ini diperoleh dengan menerapkan sistem pemilihan Proporsional
dengan Varian Roget. Dalam sistem ini, sebuah partai memperoleh kursi seimbang dengan
suara yang diperolehnya di daerah pemilihan, termasuk perolehan kursi berdasarkan the
largest remainder (sisa kursi diberikan kepada partai-partai yang  punya sisa suara
terbesar).
Perbedaan antara Pemilu 1999 dengan Pemilu 1997 adalah bahwa pada Pemilu 1999
penetapan calon terpilih didasarkan pada rangking perolehan suara suatu partai di daerah
pemilihan. Jika sejak Pemilu 1971 calon nomor urut pertama dalam daftar partai otomatis
terpilih bila partai itu mendapat kursi, maka pada Pemilu 1999 calon terpilih ditetapkan
berdasarkan suara terbesar atau terbanyak dari daerah di mana seseorang dicalonkan.
Contohnya, Caleg A meski berada di urutan terbawah daftar caleg, jika dari daerahnya ia
dan partainya mendapatkan suara terbesar, maka dia-lah yang terpilih. Untuk penetapan
caleg terpilih berdasarkan perolehan suara di Daerah Tingkat II (kabupaten/kota), Pemilu
1999 ini sama dengan metode yang digunakan pada Pemilu 1971.
Dari total 500 anggota DPR yang dipilih, sebanyak 460 orang berjenis kelamin laki-
laki dan hanya 40 orang yang berjenis kelamin perempuan. Sebab itu, persentase anggota
DPR yang berjenis kelamin perempuan hanya meliputi 8% dari total.

Pemilu 2004
Pemilu 2004 merupakan sejarah tersendiri bagi pemerintah dan rakyat Indonesia. Di
pemilu 2004 ini, untuk pertama kali rakyat Indonesia memilih presidennya secara
langsung. Pemilu 2004 sekaligus membuktikan upaya serius mewujudkan sistem
pemerintahan Presidensil yang dianut oleh pemerintah Indonesia.
Pemilu 2004 menggunakan sistem pemilu yang berbeda-beda, bergantung untuk
memilih siapa. Dalam pemilu 2004, rakyat Indonesia memilih presiden, anggota parlemen
(DPR, DPRD I, dan DPRD II), serta DPD (Dewan Perwakilan Daerah). Untuk ketiga
maksud pemilihan tersebut, terdapat tiga sistem pemilihan yang berbeda.
Sistem pemilu yang digunakan adalah Proporsional dengan Daftar Calon Terbuka.
Proporsional Daftar adalah sistem pemilihan mengikuti jatah kursi di tiap daerah
pemilihan. Jadi, suara yang diperoleh partai-partai politik di tiap daerah selaras dengan
kursi yang mereka peroleh di parlemen.
Untuk memilih anggota parlemen, digunakan sistem pemilu Proporsional dengan
varian Proporsional Daftar (terbuka). Untuk memilih anggota DPD, digunakan sistem
pemilu Lainnya, yaitu Single Non Transverable Vote (SNTV). Sementara untuk memilih
presiden, digunakan sistem pemilihan Mayoritas/Pluralitas dengan varian Two Round
System (Sistem Dua Putaran).

Pemilu Tahun 2009


Pemilu kesepuluh dilaksanakan pada tanggal 4 April 2009 untuk memilih anggota legislatif
(DPR-RI, DPD, DPRD provinsi, dan DPRD kabupaten dan kota) yang diikuti 38 parpol
nasional dan enam parpol lokal (khusus NAD). Dari hasil pemilu didapatkan 5 besar parpol
yang mendapatkan suara terbanyak yakni Demokrat, Golkar, PDIP, PKS dan PKB.
Pemilu untuk memilih presiden dan wakil presiden dilaksanakan pada tanggal 8 Juli 2009
yang diikuti tiga pasang calon presiden/ wakil presiden. Adapun tiga pasang calon presiden
dan wakil presiden yaitu:
1. Megawati Soekarnoputri/Prabowo Subianto
2. Susilo Bambang Yudhoyono/Boediono
3. M. Jusuf Kalla/Wiranto
Hasilnya pasangan nomor dua yang keluar sebagai pemenang. Dan SBY maju sebagai
presiden untuk kedua kalinya.
Pemilu Tahun 2014
Pemilihan Umum Presiden dan Wakil Presiden Republik Indonesia Tahun 2014 (disingkat
Pilpres 2014) dilaksanakan pada tanggal 9 Juli 2014 untuk memilih Presiden dan Wakil
Presiden Indonesia untuk masa bakti 2014-2019.
Pemilihan umum ini akhirnya dimenangi oleh pasangan Joko Widodo-Jusuf Kalla dengan
memperoleh suara sebesar 53,15%, mengalahkan pasangan Prabowo Subianto-Hatta
Rajasa yang memperoleh suara sebesar 46,85% sesuai dengan keputusan KPU RI pada 22
Juli 2014. Presiden dan Wakil Presiden terpilih dilantik pada tanggal 20 Oktober 2014,
menggantikan Susilo Bambang Yudhoyono.

Anda mungkin juga menyukai