Anda di halaman 1dari 3

Anggapan Tidak Boleh Mengubah Hukum

Posted in Sobat Muda Tahun 1 by Leila Amra on the February 12th, 2008

Assalaamu?alaikum wr. wb.


Salam kenal buat Mbak Lathifah. Saya mau tanya, bagaimana pandangan Islam bila kita
bergaul dengan cowok (bukan mahram) tapi sudah kita anggap sebagai kakak atau
keluarga sendiri? Apakah Islam membolehkan kita menganggapnya sebagai kakak? Atas
jawabannya saya ucapkan terima kasih. Wassalaamu?alaikum wr wb.

Inur
[085261609xxx]

Wa?alaikumus salam wr. wb.


Salam kenal juga buat Inur, semoga dirahmati Allah Swt. Mbak sering lho mendengar
adik-adik akhwat mengatakan, ?Eh, dia itu udah kayak kakak gue sendiri kok!? Ini untuk
mengomentari seorang ikhwan bukan mahram yang usianya lebih tua. Sebaliknya ada
ikhwan yang mengatakan, ?Oh, dia sih udah seperti adik sendiri aja.? Yang ini untuk
menyebut akhwat bukan mahram yang usianya lebih muda.

Sebenarnya tidak masalah, bila hanya sekadar bentuk penghargaan, penghormatan atau
sebutan sebagaimana kepada saudara sesama muslim. Kita biasa menyebut yang lebih tua
sebagai ?Mbak?, ?Teteh?, ?Mas?, ?Kakak?, ?Uda?, ?Abang? atau memanggil yang lebih
muda sebagai ?Adik?,? Akhi? dan ?Ukhti?. Hal yang wajar dalam kehidupan sehari-hari.
Apalagi untuk Indonesia yang secara kultur menganggap seseorang kurang sopan bila
memanggil orang yang lebih tua hanya namanya saja, tanpa sebutan-sebutan itu.

Tapi, yang Mbak lihat cukup ?bermasalah?, adalah ketika penyebutan ?kakak? atau ?
adik? ini berimbas kepada interaksi keduanya. Misalnya sang adik kalau bicara dengan
sang kakak, jadi lebih manja, lebih akrab, bahkan kadang-kadang jadi suka ?curhat? sama
yang disebut kakak tadi. Padahal keduanya lawan jenis yang bukan mahram.

Adik Inur, Islam sebagai sebuah agama yang sempurna telah mengatur masalah
pergaulan antar pria dan wanita. Aturan ini dimulai sejak pria dan wanita bertemu,
kemudian berinteraksi, bahkan bila berlanjut ke interaksi-interaksi berikutnya.
Pengaturan ini bersifat memecahkan persoalan-persoalan yang timbul atau mungkin
timbul dengan adanya interaksi tersebut. Pemecahan ini tidak mungkin dibuat oleh akal
manusia yang lemah dan sangat terbatas. Untuk itu aturan pergaulan selalu dikembalikan
kepada Allah Swt., Yang Maha Pencipta dan Maha Pengatur.

Mengenai mahram dan bukan mahram, penyebutan ini pun sudah menunjukkan adanya
aturan tersendiri. Mahram adalah mereka yang haram dinikahi, baik karena hubungan
darah, persusuan maupun sebab perkawinan. Al-Quran menyebutkan para mahram ini
(dari kalangan wanitanya) secara jelas dalam QS an-Nisa [4]: 22-24.
Sementara itu ada beberapa hadits yang menjelaskan tentang siapa yang juga termasuk
mahram. Yakni, mereka yang memiliki hubungan persusuan dan sebab perkawinan.
Penyetaraan persusuan dengan hubungan darah terdapat dalam hadits Rasulullah saw.: ?
Sesungguhnya persusuan itu (akan) mengharamkan apa yang diharamkan melalui
(sebab) kelahiran.? (HR Muslim). Begitu juga dengan hubungan perkawinan. Ini semisal
mertua. Selamanya para mertua haram dinikahi menantunya, sekalipun menantu ini sudah
bercerai dengan anaknya.

Adik Inur, adanya perbedaan aturan antara mereka yang mahram dengan non-mahram
bisa dilihat dari:

1. Keharaman menampakkan tempat-tempat perhiasan (misalnya: rambut,


leher, lengan, betis) kepada laki-laki dewasa mana pun selain mahramnya,
sebagaimana yang disebutkan dalam QS an Nur [24]: 31. Berdasarkan nash ini,
para mahram memiliki kekecualian, yakni boleh melihat rambut, leher, lengan
atau betis.
2. Keharaman seorang wanita melakukan safar (perjalanan sehari-semalam)
tanpa ditemani mahramnya. Rasulullah saw. bersabda:? ?Tidak dibolehkan
seorang wanita yang beriman kepada Allah dan Hari Akhir melakukan
perjalanan selama sehari semalam, kecuali ditemani mahramnya.? Berarti wanita
boleh melakukan safar kalau ditemani mahramnya.
3. Larangan khalwat dengan pria yang bukan mahramnya. Khalwat adalah
berkumpulnya seorang pria dan seorang wanita di suatu tempat yang tidak
memberikan kemungkinan orang lain untuk bergabung dengan keduanya kecuali
dengan ijin keduanya (Syaikh Taqiyuddin an Nabhany, dalam? an-Nizham al-
Ijtima?iy fii al-Islam). Rasulullah saw. bersabda: ?Tidak diperbolehkan seorang
pria dan wanita berkhalwat, kecuali jika wanita itu ditemani mahramnya.??
Untuk itu, berdiam diri di suatu rumah atau tempat bersama seorang mahram
tidak terkategori khalwat. Sebaliknya bila hal ini dilakukan dengan orang yang
bukan mahramnya, maka terkategori khalwat. Islam melarang dengan tegas setiap
bentuk khalwat.

Adik Inur, Islam sangat menjaga kehormatan dan kemuliaan umatnya. Islam telah
mengatur agar hubungan kerjasama antar pria dan wanita yang bukan mahramnya
hendaknya bersifat umum dalam urusan-urusan muamalat. Itulah sebabnya pria dan
wanita yang bukan mahramnya tidak boleh saling mengunjungi (walaupun dengan alasan
seperti kakak kepada adik), tidak boleh jalan-jalan atau makan-makan bersama (misalnya
rekreasi, ?ngebakso?, jajan siomay dll). Bagaimana kalau ramai-ramai? Misal, yang
dianggap kakak: dua orang dan yang dianggap adik: tiga orang. Sama saja. Islam
memisahkan komunitas wanita dengan komunitas laki-laki. Kalau pun ada kebolehan
interaksi, itupun hanya untuk muamalat (seperti jual beli, sewa menyewa, kerjasama
bisnis), pendidikan (belajar mengajar), kedokteran dan amar ma?ruf nahi munkar.
Pelaksanaannya diatur dengan rambu-rambu syariat.

Melihat adanya perbedaan hukum antara mahram dengan non mahram, adik Inur akan
bisa menyaksikan bahwa tidak mungkin kita menyamakan perlakuan non mahram dengan
mahram. Kalau kita kemudian menyamakan perlakuan kepada orang yang bukan mahram
kita, yakni seperti terhadap kakak sendiri, maka akan terbuka peluang pelanggaran
terhadap aturan-aturan Allah. Jangan-jangan nanti malah menghalalkan apa-apa yang
sudah diharamkan Allah atau sebaliknya, mengharamkan sesuatu yang dihalalkan Allah,
misalnya mengharamkan menikah dengan seseorang yang dianggap kakak atau adik
sendiri, padahal Allah tidak mengharamkannya. Intinya, anggapan tidak boleh mengubah
status hukum.

Adik Inur, bergaul dengan non mahram harus dengan batas-batas syariat. Kalaupun
hanya? sekedar penghormatan dengan menyebut ?kakak?, boleh-boleh saja. Tapi tetap
tidak boleh khalwat, harus menundukkan pandangan dan berinteraksi hanya dalam urusan
yang dibolehkan.

Demikian, semoga Inur selalu dimudahkan Allah Swt. dalam menjalani hidup sesuai
dengan aturan Allah untuk mengharap ridha-Nya.[Latifah Musa]

2 Responses to 'Anggapan Tidak Boleh Mengubah Hukum'

Subscribe to comments with RSS or TrackBack to 'Anggapan Tidak Boleh Mengubah


Hukum'.

1. iffah sulbar said,

on February 20th, 2008 at 9:10 am

sobat muda…..menimbang suatu masalah gak bisa pake perasaan tapi timbang
dengan syariah…perasaan sering berubah-ubah kan????

2. fadila said,

on February 22nd, 2008 at 2:06 pm

tul…. saya setuju sekali..>>

Anda mungkin juga menyukai