Anda di halaman 1dari 31

BAB II

KAJIAN TEORI

A. Terapi Musik Instrumental Klasik


1. Hakikat Musik Klasik
Musik klasik lahir sekitar tahun 500 sampai abad ke-21. Kata
klasik sebenarnya berarti “mempunyai nilai atau mutu yang diakui
secara luas, dan menjadi tolak ukur kesempurnaan yang tertinggi”
(Eya, 2014: 42).
Menurut Wahyu (2010 :139) menjelaskan bahwa musik klasik
ialah jenis musik terkenal yang dibuat atau diciptakan jauh di masa
lalu, tetapi tetap dinikmati, dimainkan, dan disuakai orang sepanjang
masa. Sehingga, orang sering menyebutnya sebagai musik abadi.
Dalam pengertian ini, ciri khas dari musik klasik adalah
dipertahankannya sifat keaslian dalam penyajiannya. Hal-hal baru
ataupun cara-cara baru dalam penyajiannya pun akan dapat
mengurangi makna klasik musik jenis ini.
Menurut Monty (2003: 54-55) mengungkapkan bahwa Musik
(music) bersumber dari kata “muse”. “Muse” yang kemudian diambil
alih ke dalam bahasa Inggris dan jika di terjemahkan ke dalam bahasa
Indonesia dapat diartikan sebagai Dewi bentuk „renungan‟. Jadi, pada
hakikatnya musik adalah merupakan suatu perenungan akan
kehidupan. Musik tidak hanya menghibur tetapi juga merupakan hasil
perenungan penciptanya berdasarkan ingatan-ingatan akan pengalaman
hidupnya dan ketika disajikan pun akan menggugah seseorang untuk
merenungkan hidupnya seperti yang terungkap dalam musik.
Yeni (2001: 63) menjelaskan bahwa musik merupakan sesuatu
yang nyata dan senantiasa hadir dalam kehidupan manusia.
Dari penjelasan diatas maka dapat disimpulkan bahwa musik klasik
merupakan suatu hiburan yang melekat pada kehidupan manusia untuk

8
9

merenungkan kehidupan yang lebih agung dan luas serta selalu di


pertahankan sifat keasliannya dalm bermusik.

2. Pengertian Terapi Musik


Terapi musik terdiri dari dua kata, yaitu “terapi” dan “musik”. Kata
“terapi” berkaitan dengan serangkaian upaya yang dirancang untuk
membantu atau menolong orang. Sedangkan kata “musik” dalam
“terapi musik” digunakan untuk menjelaskan media yang digunakan
secara khusus dalam rangkaian terapi. Dengan bantuan musik, pikiran
siswa dibiarkan untuk mengembara, baik untuk mengenang hal-hal
yang membahagiakan, membayangkan ketakutan-ketakutan yang
dirasakan, mengangankan hal-hal yang diimpikan dan dicita-citakan,
atau langsung mencoba menguraikan permasalahan yang di hadapi
(Djohan, 2006: 24). Menurut Wigram (2000) terapi musik adalah
penggunaan musik dalam lingkup klinis, pendidikan, dan sosial bagi
siswa atau pasien yang membutuhkan pengobatan, pendidikan atau
intervensi pada aspek sosial dan psikologis (Djohan, 2006: 27).
Menurut pemahaman WMFT (Djohan, 2006: 28) terapi musik
adalah penggunaan musik dan/atau elemen musik (suara, irama,
melodi, dan harmoni) oleh seorang terapis musik yang telah memenuhi
kualifikasi, terhadap klien atau kelompok dalam proses membangun
komunikasi, meningkatkan relasi interpersonal, belajar meningkatkan
mobilitas, mengungkapkan ekspresi, menata diri atau untuk mencapai
berbagai tujuan terapi lainnya. Proses ini dirancang untuk memenuhi
kebutuhan fisik, emosi, mental, sosial maupun kognitif, dalam
kerangka upaya pencegahan, rehabilitasi, atau pemberian perlakuan.
Menurut Djohan (2009: 240) menjelaskan bahwa terapi musik
sejauh ini didefinisikan sebagai sebuah aktivitas terapi musik yang
menggunakan musik sebagai media untuk memperbaiki, memelihara,
mengembangkan mental, fisik dan kesehatan emosi.
10

Menurut Adi W. Gunawan (2012: 375) berpendapat bahwa musik


Mozart sangat baik untuk di dengar dalam proses belajar. dimana
getaran atau frekuensi tertentu yang diterima telinga akan men-charge
(mengisi dan mengaktifkan) sel otak. frekuensi yang dapat men-charge
sel otak adalah frekuensi 8.000 Hz atau 8 KHz. dari hasil penelitian di
ketahui bahwa musik Mozart sangat kaya frekuensi 8 KHz. Itulah
sebabnya kita akan merasa segar setelah mendengar musik Mozart.
Efek mendengarkan musik Mozart, menurut para peneliti
menemukan bahwa siswa yang mendengarkan musik Mozart tampak
lebih mudah menyimpan informasi dan memperoleh nilai tes lebih
tinggi. “mendengarkan musik sejenis itu (musik piano Mozart) bisa
merangsang jalur saraf yang penting untuk kognisi”. (Bobi Deporter
dkk, 2000: 74)
Dave Meier (2002: 175) berpendapat bahwa musik dapat
diterapkan untuk kegiatan pembelajaran sebagai terapi melalui system
limbik otak manusia yang digunakan sebagai alat penting untuk
mempengaruhi ingatan secara fisiologis yang berhubungan langsung
dengan otak. Menurut Bobbi Deporter (2000: 73) musik berpengaruh
pada guru dan pelajar. Sebagai seorang guru, kita dapat menggunakan
musik untuk menata susana hati, mengubah keadaan mental siswa, dan
mendukung lingkungan belajar. Musik membantu pelajar bekerja lebih
baik dan mengingat lebih banayak. Musik merangsang, meremajakan,
dan memperkuat belajar, baik secara sadar maupun tidak sadar. Di
samping itu kebanyakan siswa memang mencintai musik.
Musik instrumental adalah musik dengan tempo 55-75 bit per
menit. Musik instrumental merupakan musik yang melantun tanpa
vocal, dan hanya instrument/atau alat musik dan bacing vocal saja
yang melantun. Manfaat musik instrumental adalah musik instrumental
menjadikan badan, pikiran, dan mental menjadi lebih sehat dan lebih
rileks (Adi W. Gunawan, (2012: 374 )
11

Dengan demikian bahwa Terapi musik instrumental klasik adalah


suatu cara penanganan penyakit (pengobatan) dengan menggunakan
nada atau suara yang semua instrumen musik klasik dihasilkan melalui
alat musik yang disusun sedemikian rupa sehingga mengandung irama,
lagu dan keharmonisan dalam membantu meningkatkan kualitas hidup
seseorang dengan menghasilkan perubahan yang positif dan mampu
memperbaiki konsentrasi ingatan belajar anak dan mampu membuat
perbedaan yang bisa menghangatkan otak dan pikiran menjadi rileks.
Dari beberapa pendapat diatas maka dapat disimpulkan bahwa
terapi musik instrumental klasik tidak saja bersifat memperbaiki dan
mengatasi suatu kekurangan, tetapi juga dapat dijadikan sebagai sarana
prevensi. Dan terapi musik juga merupakan sebuah aplikasi yang unik
untuk membantu meningkatkan kualitas hidup seseorang dengan
menghasilkan perubahan-perubahan yang positif dalam kehidupan
manusia. Oleh karena itu, maka terapi musik dapat diterapkan ke
dalam kegiatan pembelajaran untuk meningkatkan konsentrasi belajar
siswa.

3. Tujuan Terapi Musik


Menurut Yeni Rachmawati (2011: 64), menyebutkan kegiatan
kreativitas di bidang musik bertujuan memantapkan dan
mengembangkan pengetahuan dan keterampilan musik yang diperoleh
sebagai berikut:
1. Melatih kepekaan rasa dan emosi.
2. Melatih mental anak untuk mencintai keselarasan, keharmonisan,
keindahan, dan kebaikan.
3. Mencoba dan memilih alat musik yang sesuai untuk
mengungkapkan isi atau maksud pikiran atau perasaan.
4. Meningkatkan kemampuan mendengar pesan dan menyelaraskan
gerak terhadap musik yang didengar.
5. Meningkatkan kemampuan mendengar musik atau nyanyian
dengan mengamati sifat, watak, atau cirikhas unsur pokok musik
dan;
12

6. Meningkatkan kepekaan terhadap isi dan pesan musik atau


nyanyian untuk dapat menikmati dan menghargai musik atau
nyanyian.

Djohan (2006: 25-28) terapi musik mempunyai tujuan yang sama,


yaitu membantu mengeksprsikan perasaan, membantu rehabilitasi
fisik, memberi pengaruh positif terhadap kondisi suasana hati dan
emosi, meningkatnya memori, serta menyediakan kesempatan yang
unik untuk berinteraksi dan membangun kedekatan emosiaonal serta
mengembangkan potensi dan/atau memperbaiki fungsi individu, baik
melalui penataan diri sendiri maupun dalam relasinya dengan orang
lain, agar ia dapat mencapai keberhasilan dan kualitas hidup yang lebih
baik.

Dari penjelasan di atas maka dapat disimpulkan bahwa tujuan dari


terapi musik adalah untuk melatih emosi, mental, kepekaan rasa dan
mengembangkan potensi individu guna meningkatkan kemampuan
mendengarkan musik untuk mencapai keberhasilan dalam kualitas
hidup yang lebih baik.

4. Manfaat Musik Dalam Pembelajaran


Dave Meier (2002: 176) menyebutkan beberapa manfaat musik
dapat meningkatkan pembelajaran dengan berbagai cara yaitu sebagai
berikut.
1. Menghangatkan, membuat manusiawi, dan memberdayakan
lingkungan belajar.
2. Membuat pikiran tenang dan terbuka untuk belajar.
3. Menciptakan perasaan dan asosiasi positif dalam diri pelajar.
4. Menciptakan “peningkatan” di otak.
5. Membantu mempercepat dan meningkatkan proses belajar.
6. Musik dapat digunakan sebagai latar belakang saat berlangsungnya
presentasi materi baru.
7. Untuk pratinjauan dan tinjauan konser.

Menurut Gunawan (2012: 261-268) mengungkapkan bahwa


manfaat musik dapat membantu proses pembelajaran diantaranya:

a. Musik sebagai pembukaan dalam proses pembelajaran di kelas


13

b. Musik sebagai pembatas waktu


c. Musik untuk memperbaiki dan meningkatkan mood
d. Musik untuk membangkitkan semangat dan energi
e. Musik untuk rileksasi
f. Musik untuk membantu dan mengarahkan visualisasi
g. Musik untuk membantu diskusi
h. Musik untuk memperkuat tema
i. Musik menemani kegiatan fisik untuk membantu sinkronisasi otak
j. Musik untuk penutup dalam proses pembelajaran di kelas.

Menurut Djohan (2009: 257), mengungkapkan bahwa manfaat


terapi musik sebenarnya tidak hanya terbatas untuk orang sakit. Bagian
termudah dari sebuah kesenangan yang diberikan oleh musik adalah
saat hasil belajar yang kita peroleh secara tanpa disadari dapat
membantu mengatasi kehidupan sehari-hari.

Menurut Bobbi Depother (2000: 73), musik dapat membantu siswa


masuk kedalam belajar optimal. Musik juga memungkinkan kita
membangun hubungan dengan siswa melalui musik, kita dapat
“bebicara dalam bahasa mereka” dan juga musik membantu menggeser
keadaan pikiran menjadi rileks dan fokus.

Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa ada beberapa manfaat


musik dalam pembelajaran yang dapat menumbuhkan konsentrasi
belajar siswa diantaranya adalah membuat pikiran tenang dan terbuka
untuk belajar, menciptakan peningkatan di otak, membantu
mempercepat dan meningkatkan proses belajar, memperbaiki dan
meningkatkan mood, musik untuk rileksasi dalam belajar serta dapat
membantu mengatasi kehidupan sehari-hari.

5. Strategi Terapi Musik


Djohan (2009 : 250), menyebutkan delapan alasan penggunaan
musik dalam kegiatan terapi musik adalah:
1. Sebagai audioanalgesik atau penenang yang dapat menimbulkan
pengaruh biomedis positif.
2. Sebagai aktivitas memfokuskan perhatian.
3. Meningkatkan relasi terapis/pasien/dan keluarga.
14

4. Memberdayakan proses belajar.


5. Sebagai stimulator auditoria atau menghilangkan kebisingan.
6. Menata kegembiraan dan interaksi personal.
7. Sebagai penguat untuk keterampilan fisiologis, emosi dan gaya
hidup.
8. Mereduksi distress pada pikiran.

Menurut Djohan (2006 : 106) menjelaskan bahwa dalam strategi


terapi, musik digunakan untuk mencapai dua tujuan, yaitu menguatkan
perilaku yang diinginkan, atau meniadakan perilaku yang tidak
diinginkan. Diantaranya yaitu:

a. Musik sebagai penguat (reinforcement)


b. Musik sebagai ganjaran negativ (punishment)
c. Manfaat bagi keterampilan non musik
d. Pedoman instruksional

Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa strategi dalam terapi


musik diantaranya adalah Sebagai audioanalgesik atau penenang yang
dapat menimbulkan pengaruh biomedis positif, Sebagai aktivitas
memfokuskan perhatian, Meningkatkan relasi terapis/pasien/dan
keluarga, Memberdayakan proses belajar, Sebagai stimulator auditoria
atau menghilangkan kebisingan, Menata kegembiraan dan interaksi
personal, Sebagai penguat untuk keterampilan fisiologis, emosi dan
gaya hidup, Mereduksi distress pada pikiran, serta digunakan untuk
mencapai dua tujuan, yaitu menguatkan perilaku yang diinginkan, atau
meniadakan perilaku yang tidak diinginkan.

6. Langkah-Langkah dalam Terapi Musik


Menurut Djohan (2006: 84), langkah-langkah dalam terapi musik
diantaranya:
1. Menempatkan sasaran terapi
Sasaran dalam terapi musik diindikasikan melalui target yang akan
dituju.
2. Membangun relasi
15

Merupakan awal dari pengalaman baru, hubungan baru, dan


dinamika yang baru pula.
3. Proses assesmen awal
Seorang terapis musik harus sedapat mungkin mencari gambaran
yang lengkap dan menyeluruh mengenai kliennya, meski prosedur
asesmennya dapat dilakukan dengan sederhana.
4. Assesmen komprehensif
Asesmen komprehensif diberikan bila klien belum dirujuk untuk
menjalani terapi musik dan masih bertanya-tanya tentang manfaat
yang diperoleh dari terapi musik.
5. Target perilaku
Target perilaku penting untuk mengetahui perubahan klien melalui
sebuah pengukuran.
6. Strategi musik
Seorang terapis musik harus dapat mengkombinasikan beberapa
kemungkinan untuk mendapatkan strategi yang paling sesuai.

7. Keuntungan Penggunaan Musik dalam Proses Pembelajaran


Menurut Gunawan, (2012: 259-260) menyebutkan keuntungan
penggunaan musik dalam proses pembelajaran yaitu :
1. Membuat murid rilaks dan mengurangi stress (stress sangat
menghambat proses pembelajaran).
2. Mengurangi maslah disiplin.
3. Merangsang kreativitas dan kemampuan berpikir.
4. Membantu kreatifitas dengan membawa otak pada gelombang
tertentu.
5. Merangsang minat baca, keterampilan motorik dan
pembendaharaan kata.
6. Sangat efektif untuk proses pembelajaran yang melibatkan pikiran
sadar maupun pikiran bawah sadar.

Djohan (2009: 245), musik memberikan alternatif bagi terapi


konvensional dan mencukupi klien dengan beberapa keunggulan
seperti:
16

1. Berpikir dan merasakan secara langsung.


2. Memiliki kesempatan “mengisi” perasaan untuk beberapa periode
sehingga bisa dieksplorasi, diuji, dan diolah lewat kerja sama
dengan terapis.
3. Mengkondisikan ekspresi pikiran dan peasaan secara non-verbal
yang belum pernah dirasakan klien karena kebiasaan berekspresi
secara verbal.
4. Memperoleh asosiasi yang tidak dapat diakses melalui pemahaman
verbal.
5. Memperoleh keuntungan fisiologis secara langsung
dibandingankan metode verbal. Kebebasan mengeksplorasi dan
mencoba berbagai solusi terhadap pikiran dan perasaan dalam
menyelesaikan masalah melalui cara-cara yang kreatif.

Dengan demikian maka dapat disimpulkan bahwa keuntungan


mengguanakan musik dalam proses pembelajaran siswa diantaranya
adalah Membuat murid rileks dan mengurangi stress, Mengurangi
maslah disiplin, Merangsang kreativitas dan kemampuan berpikir,
Membantu kreatifitas dengan membawa otak pada gelombang tertentu,
Merangsang minat baca, keterampilan motorik dan pembendaharaan
kata, Sangat efektif untuk proses pembelajaran yang melibatkan
pikiran sadar maupun pikiran bawah sadar, serta memperoleh
keuntungan fisiologis secara langsung dibandingkan metode verbal
dan dapat meningkatkan konsentrasi belajar.

B. Konsentrasi Belajar
1. Konsep Belajar

Menurut Bahruddin (2015: 15) menjelaskan dalam kamus besar


bahasa Indonesia, secara etimologis belajar memiliki arti “berusaha
memperoleh kepandaian atau ilmu”. Definisi ini memiliki pengertian
bahwa belajar adalah sebuah kegiatan untuk mencapai kepandaian atau
ilmu. Oemar Hamelik (2008: 154) menjelaskan bahwa belajar adalah
perubahan tingkah laku yang relatif mantap berkat latihan dan
pengalaman. Belajar yang dilakukan oleh manusia merupakan bagian
dari hidupnya, berlangsung seumur hidup, kapan saja, dan dimana saja,
17

baik di sekolah, dikelas, di jalanan dalam waktu yang tak ditentukan


sebelumnya.

Menurut Gagne, (Dimyati, 2009: 10) menjelaskan bahwa belajar


merupkan kegiatan yang kompleks. Hasil belajar berupa kapabilitas.
Setelah belajar orang memiliki keterampilan, pengetahuan, sikap dan
nilai. Timbulnya kapabilitas tersebut adalah dari (i) stimulasi yang
berasal dari lingkungan, dan (ii) proses kognitif yang dilakukan oleh
pelajar. Dengan demikian belajar adalah seperangkat proses kognitif
yang mengubah sifat stimulasi lingkungan, melewati pengolahan
informasi, menjadi kapabilitas baru.

Menurut Aunnurahman (2014: 35), H.C. Witherington dalam buku


Educational Psychology menjelaskan bahwa belajar adalah suatu
perubahan di dalam keperibadian yang menyatakan diri sebagai suatu
pola baru dari reaksi berupa kecakapan, sikap, kebiasaan keperibadian
atau suatu pengertian.
Dari beberapa pendapat diaatas dapat disimpulkan bahwa belajar
merupakan aktifitas yang dilakukan seseorang untuk mendapatkan
perubahan dalam dirinya melalui pelatihan-pelatihan atau pengalaman-
pengalaman belajar yang didalamnya terkandung aspek bertambahnya
ilmu pengetahuan melalui interaksi dengan lingkungannya yang
menghasilkan perubahan yang lebih baik.

2. Pengertian Konsentrasi Belajar


Konsentrasi belajar merupakan suatu istilah yang berasal dari dua
kata yaitu konsentrasi dan belajar. Konsentrasi dalam bahasa inggris
berasal dari kata concentrate yang berarti memusatkan. Menurut
Thursan Hakim (2002: 1), konsentrasi dapat diartikan sebagai suatu
proses pemusatan pikiran terhadap objek tertentu. Pada dasarnya
konsentrasi merupakan kemampuan seseorang untuk mengendalikan
kemauan, pikiran, dan perasaan. Melalui kemapuan tersebut, seseorang
18

akan mampu memusatkan sebagaian besar perhatian pada objek yang


dikehendaki. Pengendalian kemauan, pikiran, dan perasaan dapat
tercapai apabila seseorang mampu menikmati kegiatan yang sedang
dilakukan.
Bahruddin (2015: 20-21) menurut Gagne (dalam Winkel, 2007),
proses belajar, terutama belajar yang terjadi disekolah, itu melalui
tahap-tahap atau fase : motivasi, konsentrasi, mengolah, menggali 1,
menggali 2, prestasi, dan umpan balik. Pada tahap konsentrasi yaitu
saat siswa harus memusatkan perhatian, yang telah ada pada tahap
motivasi, untuk tertuju pada hal-hal yang relevan dengan apa yang
akan dipelajari.
Konsentrasi belajar berarti memusatkan segenap kekuatan
perhatian pada suatu situasi belajar (Sardiman, 2007: 40). Unsur
motivasi dalam hal ini sangat mendukung terbentuknya proses
pemusatan perhatian. Pemusatan perhatian dalam proses konsentrasi
tidak hanya perhatian yang sekedarnya. Apabila seseorang dalam
belajar hanya memiliki perhatian sekedarnya, maka materi yang masuk
ke dalam pikiran mempunyai kecenderungan berkesan, namun hanya
sama-sama saja di dalam kesadaran. Lain halnya dengan seseorang
yang mampu berkonsentrasi belajar secara penuh, maka kesan yang
diperoleh selama proses belajar akan cenderung hidup dan tahan lama
(abadi).
Handy Susanto, (2006: 46) berpendapat bahwa konsentrasi
merupakan kemampuan seseorang untuk bisa mencurahkan perhatian
dalam waktu yang relativ lama. Seorang anak dikatakan dapat
berkonsentrasi pada pelajaran apabila dapat memusatkan perhatian
pada apa yang dipelajari. Semakin banyak informasi yang harus di
serap oleh siswa maka kemampuan berkonsentrasi harus dimiliki
dalam proses belajar.
Dimyati (2009: 239), menjelaskan bahwa konsentrasi belajar
merupakan kemampuan memusatkan perhatian pada pelajaran.
19

Pemusatan perhatian tersebut tertuju pada isi bahan belajar maupun


proses memperolehnya.
Aunurrahman, (2014: 180) mengungkapkan bahwa konsentrasi
belajar merupakan salah satu aspek psikologis yang seringkali tidak
begitu mudah untuk diketahui oleh orang lain selain diri individu yang
sedang belajar. Hal ini disebabkan kadang-kadang apa yang terlihat
melalui aktivitas seseorang belum tentu sejalan dengan apa yang
sesungguhnya sedang individu tersebut pikirkan.
Berdasarkan berbagai pengertian di atas, maka peneliti
menyimpulkan bahwa konsentrasi belajar adalah kemampuan
seseorang untuk memusatkan perhatian terhadap objek yang dipelajari
selama proses belajar dan mengesampingkan hal-hal yang tidak
berkaitan dengan objek tersebut. Konsentrasi belajar dapat berjalan
secara efektif apabila seseorang mampu menikmati kegiatan belajar
yang sedang dilakukan. Seseorang yang memiliki daya konsentrasi
belajar dengan baik akan lebih mudah memahami apa yang sedang
dipelajari.

3. Pentingnya Konsentrasi Belajar


Konsentrasi belajar merupakan salah satu faktor yang bepengaruh
tehadap prestasi belajar seseorang. Rooijakker (Dimyati, 2013: 239)
yang menyebutkan bahwa kekuatan perhatian terpusat seseorang
selama belajar akan bepengaruh terhadap prestasi belajarnya. Hal ini
pun senada dengan (Slameto, 2003: 38) yang menyatakan bahwa
konsentrasi besar pengaruhnya terhadap belajar. Apabila siswa
berusaha untuk berkonsentrasi selama proses belajar maka siswa
memperoleh pengalaman langsung, mengamati sendiri, meneliti
sendiri, untuk menyusun dan menyimpulkan pengetahuan itu sendiri.
Selain itu apabila siswa telah mampu meningkatkan intensitas
kemampuan konsentrasi belajar, kemapuan siswa untuk merespon dan
menginterpretasikan materi pelajaran akan lebih optimal. Siswa akan
20

lebih tertantang untuk mengetahui pemecahan persoalan yang tersulit


serta selalu ingin belajar hingga tuntas memahami materi pelajaran
(Hendra Surya, 2003:30).
Menurut Oemar Hamelik (2005: 50) menjelaskan bahwa kegiatan
belajar yang disertai dengan pemusatan pikiran yang tinggi akan
meningkatkan daya kritis berpikir dalam membaca tiap-tiap pokok
pengertian yang dikemukakan dalam buku tersebut.
Ahmad Rohani (2010: 24) pun mengungkapkan bahwa siswa yang
mampu berkonsentrasi belajar dan melakukan suatu penyelidikan
untuk menentukan sesuatu kelak dapat menghadapi kehidupan di
dalam masyarakat yang lebih baik.
Selain itu dengan adanya konsentrasi belajar, maka:
a. Minat siswa akan tumbuh untuk memenuhi perhatian selama
proses belajar.
b. Pemahaman siswa terhadap objek yang dipelajari akan semakin
meningkat.
c. Siswa dapat memandang bahan pelajaran sebagai suatu tantangan
yang harus diselesaikan dengan penuh tanggung jawab.
d. Mendorong peserta didik selalu aktif dalam hal mengamati,
menyelidiki, memecahkan, dan menentukan jalur penyelesaian
suatu masalah, dan
e. Dapat memahami bahwa bahan pelajaran merupakan suatu totalitas
yang bermakna dan berguna bagi siswa dalam menghadapi
lingkungan temapat tinggal.

4. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Konsentasi Belajar


Menurut Thursan Hakim, (2002: 7), konsentrasi belajar seseorang
dipengaruhi oleh dua faktor yaitu faktor internal dan faktor eksternal.
21

a. Faktor Internal
Faktor internal adalah faktor yang berasal dari dalam diri
seseorang. Faktor internal merupakan faktor yang menentukan
apakah seseorang dapat melakukan konsentrasi belajar secara
efektif atau tidak. Berikut ini yang termasuk kedalam faktor
internal.
1) Faktor jasmaniyah
Faktor jasmaniyah meliputi kesehatan badan/fisik seseorang
secara keseluruhan. Faktor jasmaniyah terdiri dari:
a) Kondisi fisik yang prima dan terhindar dari kuman serta
penyakit,
b) Cukup istirahat dan tidur,
c) Mengonsumsi makanan yang memenuhi standar gizi yang
seimbang,
d) Panca indera dapat befungsi dengan baik, serta
e) Tidak menderita gangguan fungsi otak dan syaraf.
2) Faktor rohaniyah
Faktor rohaniyah terdiri dari :
a) Kondisi kehidupan yang cukup tenang,
b) Memiliki sifat sabar dan konsisten,
c) Taat beribadah sebagai unsur pendukung ketenangan
d) Tidak memiliki masalah yang berat, dan
e) Memiliki kemauan keras serta tidak mudah putus asa.

b. Faktor Eksternal
Faktor eksternal ialah faktor yang berasal dari luar diri seseorang.
Yang termasuk kedalam faktor eksternal antara lain:
1) Lingkungan sekitar yang cukup tenang,
2) Udara yang nyaman dan bebas dari polusi maupun bau-bauan
yang mengganggu kenyaman,
3) Penerangan yang cukup,
22

4) Suhu disekitar lingkungan yang menunjang kenyamanan dalam


melakukan kegiatan yang memerlukan konsentrasi, dan
5) Dukungan dari orang-oarang sekitar.

5. Ciri-ciri Orang yang Memiliki Konsentrasi Belajar


Seseorang yang memiliki konsentrasi belajar mampu menyerap
informasi yang lebih mendalam dibandingkan dengan orang yang tidak
berkonsentrasi dalam belajar. Selain itu, kebanyakan orang yang
memfokuskan perhatian pada suatu kegiatan maka orang tersebut akan
bersikap aktif untuk mempelajari objek yang dipelajari. Abin
Syamsuddin (2005: 195) menyebutkan bahwa konsentrasi belajar
seseorang dapat diamati dari berbagai perilaku seperti:
a. Fokus pandangan : tertuju pada guru, papan tulis, dan media,
b. Perhatian: memperhatikan sumber informasi dengan seksama,
c. Sambutan lisan (verbal respons): bertanya untuk mencari informasi
tambahan,
d. Menjawab: mampu menjawab dengan positif apabila sesuai dengan
masalah, negatif apabila tidak sesuai dengan masalah, dan ragu-
ragu apabila masalah tidak menentu,
e. Memberikan pernyataan (statement) untuk menguatkan,
menyetujui, serta menyanggah dengan alasan atau tanpa alasan,
dan
f. Sambutan psikomotorik, ditunjukan oleh perilaku membuat
catatan/menulis informasi dan membuat jawaban/pekerjaan.
Engkoswara (Tabrani Rusyan, 1989: 10) menjelaskan bahwa
klasifikasi peilaku belajar yang dapat digunakan sebagai acuan untuk
mengetahui ciri-ciri siswa yang memiliki konsentrasi belajar adalah
sebagi berikut:
a. Perilaku kognitif
Perilaku kognitif merupakan perilaku yang berkaitan dengan
pengetahuan, informasi, dan kecakapan intelektual. Perilaku
23

kognitif yang ditunjukan oleh siswa yang memilki konsentrasi


belajar antara lain memiliki kesiapan pengetahuan yang diperoleh,
dan mampu menganalisis maupun sintesis atas pengetahuan yang
dipeoleh.
b. Perilaku afektif
Perilaku afektif berkaitan dengan sikap, nilai, dan apersepsi. Siswa
yang berkonsentrasi belajar menunjukan perilaku afektif seperti
mampu menerima dan memperhatian pada objek yang dipelajari,
memberikan tanggapan atau respon terhadap bahan pelajaran,
mampu mengemukakan suatu pandangan atau mengambil
keputusan sebagai integrasi dari kepercayaan, ide dan sikap
seseorang.
c. Perilaku pesikomotor
Perilaku pesikomotor adalah perilaku yang berhubungan dengan
kelincahan motorik siswa yang ditunjukan oleh gerakan anggota
badan yang tepat atau sesuai petunjuk, gerakan yang terkoordiansi
secara rapi, dan mampu melakukan komunikasi non verbal
(ekspresi muka dan gerakan penuh arti).
d. Perilaku bahasa
Perilaku bahasa seseorang yang memiliki konsentrasi belajar
ditunjukan oleh adanya aktivitas bahasa yang terkoordinasi dengan
baik dan benar.
Ciri-ciri yang tampak pada saat siswa yang tidak dapat
berkonsentrasi belajar yaitu tidak tenang dalam mengikuti pelajaran,
ada kecenderungan mudah gugup, tidak sabar dan terburu-buru dalam
melakukan suatu kegiatan, mudah tergoda oleh hal-hal yang ada
disekitar, serta kurang percaya diri (Thursan Hakim, 2002: 15). Hendra
Surya (2003: 25) menyebutkan bahwa siswa yang kesulitan dalam
melakukan konsentrasi belajar memiliki ciri-ciri antara lain: minat
belajar lemah, gelisah saat belajar mudah terpengaruh saat lingkungan
tidak terkondusif dalam belajar.
24

Pada penelitian ini, indikator konsentrasi belajar yang digunakan di


ambil berdasarkan teori dari Abin Syamsuddin, diantaranya adanya
fokus pandangan, perhatian, sambutan lisan, kemampuan menjawab,
memberi pernyataan, dan sambutan psikomotorik.
Berdasarkan uraian diatas, yang dimaksud dengan konsentrasi
belajar dalam penelitian ini adalah kemampuan seseorang untuk
memusatkan perhatian terhadap objek yang dipelajari selama proses
belajar dan mengesampingkan hal-hal yang tidak berkaitan dengan
objek tersebut. Indikator konsentrasi belajar dalam penelitan ini antara
lain: adanya fokus pandangan, perhatian, sambutan lisan, kemampuan
menjawab, memberi pernyataan, dan sambutan psikomotorik. Sejalan
dengan indikator tersebut, ada hal yang perlu di amati dari beberapa
tingkah laku siswa ketika saat proses belajar mengajar berlangsung,
diantaranya: memperhatikan secara aktif setiap materi yang
disampaikan guru, dapat merespon dan memahami materi pelajaran
yang diberikan, selalu bersikap aktif dengan bertanya dan memberikan
pendapat mengenai materi yang dipelajari, menjawab dengan baik dan
benar terhadap setiap pertanyaan yang diajukan, dan mampu menjaga
kondisi kelas tenang dan tidak gaduh saat menerima materi pelajaran.

C. Pembelajaran Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS)


1. Pengertian Ilmu Pengetahuan Sosial IPS
Ilmu pengetahuan sosial (IPS) merupakan integrasi dari berbagai
cabang ilmu-ilmu sosial seperti: sosiologi, sejarah, geografi, ekonomi,
politik, hukum, dan budaya. Ilmu pengetahuan sosial dirumuskan atas
dasar realitas dan fenomena sosial yang mewujudkan satu pendekatan
interdisipliner dari aspek dan cabang-cabang ilmu-ilmu sosial
(sosiologi, sejarah, geografi, ekonomi, politik, hukum, dan budaya).
IPS atau studi sosial itu merupakan bagian dari kurikulum sekolah
yang diturunkan dari isi materi cabang-cabang ilmu-ilmu sosial:
25

sosiologi, sejarah, geografi, ekonomi, politik, antropologi, filsafat, dan


psikologi sosial (Trianto, (2007: 124).
Ilmu pengetahuan sosial (IPS) merupakan integrasi dari berbagai
cabang ilmu-ilmu sosial dan humaniora, yaitu: sosiologi, sejarah,
geografi, ekonomi, politik, hukum, dan budaya. Ilmu pengetahuan
sosial dirumuskan atas dasar realitas dan fenomena sosial yang
mewujudkan satu pendekatan interdisipliner dari aspek dan cabang-
cabang ilmu sosial di atas (Ahmad Susanto, 2014: 6).
Sapriya (2009: 7), berpendapat bahwa IPS merupakan ilmu
pengetahuan yang memadukan sejumlah konsep dari cabang-cabang
ilmu sosial kemudian diolah berdasarkan prinsip pendidikan dan
dijadikan program pengajaran pada tingkat persekolahan. Saidihardjo
(Hidayati, 2002: 8) mengemukakan bahwa IPS merupakan
penyederhanaan, adaptasi, seleksi, dan modifikasi dari disiplin
akademis ilmu-ilmu sosial yang diorganisir dan disajikan secara
ilmiyah, pedagogis, dan psikologis pendidikan dasar dan menengah
dalam rangka mewujudkan tujuan pendidikan nasional yang sesuai
pancasila.
Beberapa pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa pembelajaran
IPS adalah suatu proses interaksi antara guru dengan siswa yang
mengkaji berbagai ilmu sosial yang dapat mengembangkan intelektual
maupun keperibadian siswa serta diharapkan dapat digunakan sebagai
bekal dalam menghadapi persoalan dan tantangan di masyarakat.

2. Ruang Lingkup Mata Pelajaran Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS)


Menurut Trianto (2007: 126), Mata pelajaran ilmu pengetahuan
sosial (IPS) di SMP/MTs memiliki beberapa karakteristik antara lain
sebagai berikut.
a. Ilmu pengetahuan sosial merupakan gabungan dari unsur-unsur
geografi, sejarah, ekonomi, hukum, dan politik, kewarganegaraan,
sosiologi, bahkan juga bidang humaniora, pendidikan dan agama.
26

b. Standar kompetensi dan kompetensi dasar IPS berasal dari struktur


keilmuan geografi, sejarah, ekonomi, dan sosiologi, yang dikemas
sedemikian rupa sehingga menjadi pokok bahasan atau topik
(tema) tertentu.
c. Standar kompetensi dan kompetensi dasar IPS juga menyangkut
berbagai masalah sosial yang dirumuskan dengan pendekatan
interdisipliner dan multidisipliner.
d. Standar kompetensi dan kompetensi dasar dapat menyangkut
peristiwa dan perubahan kehidupan masyarakat dengan prinsip
sebab akibat, kewilayahan, adaptasi dan pengolahan lingkungan,
struktur, proses dan masalah sosial serta upaya-upaya perjuangan
hidup agar survaif seperti pemenuhan kebutuhan, kekuasaan,
keadilan, dan jaminan keamanan.
e. Standar kompetensi dan kompetensi dasar IPS menggunakan tiga
dimensi dalam mengkaji dan memahami fenomena sosial serta
kehidupan manusia secara keseluruhan (puskur, 2007b:8).

3. Tujuan Pembelajaran Ilmu Pengetahuan Sosial


Tujuan pendidikan IPS di kembangkan atas dasar pemikiran bahwa
pendidikan IPS merupakan suatu disiplin ilmu. Oleh karena itu,
pendidikan IPS harus mengacu pada tujuan pendidikan nasional.
Tujuan utama pendidikan IPS adalah untuk membentuk dan
mengembangkan pribadi warga Negara yang baik (good citizenship).
Dengan demikian, tujuan pendidikan IPS adalah mengembangkan
kemampuan peserta didik dalam menguasai disiplin ilmu-ilmu sosial
untuk mencapai tujuan pendidikan yang lebih tinggi (Ahmad Susanto,
2014: 10).
Awan Mutakin (dalam puskur. 2006b: 4). Dikutip oleh Trianto
(2007: 176-177) Tujuan utama ilmu pengetahuan sosial ialah untuk
mengembangkan potensi peserta didik agar peka terhadap masalah
sosial yang terjadi di masyarakat, memiliki sikap mental positif
27

terhadap perbaikan segala ketimpangan yang terjadi, dan terampil


mengatasi setiap masalah yang terjadi sehari-hari baik yang menimpa
dirinya sendiri maupun yang menimpa masyarakat.
Dari rumusan tujuan tersebut dapat dirinci sebagai berikut:
a. Memiliki kesadaran dan kepedulian terhadap masyarakat atau
lingkungannya, melalui pemahaman terhadap nilai-nilai sejarah
dan kebudayaan masyarakat.
b. Mengetahui dan memahami konsep dasar dan mampu
menggunakan metode yang didapati dari ilmu-ilmu sosial yang
kemudian dapat digunakan untuk memecahkan masalah-masalah
sosial.
c. Mampu menggunakan model-model dan proses berpikir serta
membuat keputusan untuk menyelesaikan isu dan masalah yang
berkembang di masyarakat.
d. Menaruh perhatian terhadap isu-isu dan masalah-masalah sosial,
serta mampu membuat analisis yang kritis, selanjutnya mampu
mengambil tindakan yang tepat.
e. Mampu mengembangkan berbagai potensi sehingga mampu
membangun diri sendiri agar surviv yang kemudian bertanggung
jawab membangun masyarakat.
f. Memotivasi sesorang untuk bertindak berdasarkan moral.
g. Fasilitator didalam suatu lingkungan yang terbuka dan tidak
bersifat menghakimi.
h. Mempersiapkan siswa menjadi warga negaraa yang baik dalam
kehidupannya “to prepare students to be well-fuctioning citizens in
a democratic society” dan mengembangkan kemampuan siswa
menggunakan penalaran dengan mengambil keputusan pada setiap
persoalan yang dihadapinya.
i. Menekankan perasaan, emosi dan derajat penerimaan atau
penolakan siswa terhadap materi pembelajaran IPS yang diberikan.

D. Penelitian Tindakan Kelas (PTK)


1. Pengertian Penelitian Tindakan Kelas
Suharsimi, (2015: 195) mengungkapkan bahwa yang perlu di
pahami tentang PTK menurtut (Mc Taggart, 1997) PTK adalah suatu
pendekatan untuk meningkatkan mutu proses belajar-mengajar dengan
melakukan perubahan kearah pebaikan pendekatan, metode atau
strategi pembelajaran sehingga dapat memperbaiki proses dan hasil
pendidikan pembelajaran.
28

Menurut Wijaya, (2012: 9) Penelitian tindakan kelas (PTK) adalah


penelitian yang dilakukan oleh guru di kelasnya sendiri dengan cara
(1) merencanakan, (2) melaksanakan, dan (3) merefleksikan tindakan
secara kolaboratif dan partisipatif dengan tujuan memperbaiki
kinerjanya sebagai guru, sehingga hasil belajar siswa dapat meningkat.
Sedangkan Menurut Haryono (2015: 26) menjelaskan bahwa
Penelitian tindakan kelas (PTK) merupakan tindakan mengumpulkan,
mengolah, menganalisis, dan menyimpulkan data untuk menentukan
tingkat keberhasilan jenis tindakan yang dilaksanakan oleh guru dalam
proses pembelajaran.
Dari beberapa pendapat di atas maka dapat disimpulkan bahwa
penelitian tindakan kelas (PTK) adalah penelitian yang dilakukan oleh
guru yang mengkombinasikan prosedur penelitian dengan
perencanaan, pelaksanaan, pengamatan dan merefleksikan tindakan
kinerja guru sehingga dapat memperbaiki proses pembelajaran dan
hasil belajar siswa dapat meningkat.

2. Tujuan Penelitian Tindakan Kelas


Penelitian tindakan kelas (PTK) bertujuan untuk memperbaiki dan
meningkatkan kualitas pembelajaran serta membantu memberdayakan
guru dalam memecahkan masalah pembelajaran di sekolah. Pada sisi
lain penelitian tindakan kelas (PTK) akan mendorong para guru untuk
memikirkan apa yang mereka lakukan sehari-hari dalam menjalankan
tugasnya. Mereka akan kritis terhadap apa yang mereka lakukan tanpa
tergantung pada teori-teori yang muluk-muluk dan bersifat universal
yang ditemukan oleh para pakar peneliti yang sering sekali tidak cocok
dengan situasi dan kondisi kelas. Bahkan, keterlibatan mereka dalam
penelitian tindakan kelas (PTK) sendiri akan menjadikan dirinya
menjadi pakar peneliti dikelasnya, tanpa tergantung pada para pakar
peneliti lain yang tidak tahu permasalahan kelasnya sendiri-sendiri
(Muslich, 2011: 10). Mc Niff (1992) menegaskan bahwa dasar utama
29

bagi dilaksanakannya PTK adalah perbaikan. Kata perbaikan disini


terkait dengan memiliki konteks dengan proses pembelajaran. Dan
tujuan utama PTK adalah perbaikan dan peningkatan layanan
professional pendidik dalam menangani proses belajar mengajar
(Suharsimi, 2015: 197).
Menurut Haryono, (2015: 28) Secara umum PTK mempunyai
tujuan sebagai berikut:
1. Membantu guru dan tenaga kependidikan lainnya dengan
mengatasi masalah pembelajaran dan pendidikan di kelas dan luar
kelas.
2. Timbulnya budaya meneliti yang tekait dengan penelitian sambil
bekerja dapat melakukan penelitian di bidang yang ditekuninya.
3. Diperolehnya pengalaman nyata.yang berkaitan erat dengan usaha
peningkatan kualitas secara profesional maupun dengan akademik.
4. Mewujudkan proses penelitian yang mempunyai masalah ganda.
Bagi peneliti, mereka memperoleh informasi yang berkaitan
dengan pemasalahan. Sedangkan pihak bagi subjek yang diteliti,
akan mendapatkan manfaat langsung dari adanya tindakan nyata.

Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa tujuan dari penelitian


tindakan kelas (PTK) adalah memperbaiki dan meningkatkan kualitas
pembelajaran dalam menangani proses belajar mengajar serta
membantu guru dan tenaga kependidikan lainnya dengan mengatasi
masalah pembelajaran dan pendidikan di ruang kelas maupun di luar
kelas.
3. Manfaat Penelitian Tindakan Kelas (PTK)
Menurut Suharsimi, (2015: 198) banyak manfaat yang dapat diraih
dengan dilakukannya penelitian tindakan kelas. Manfaat itu antara lain
dapat dilihat dan dikaji dalam beberapa komponen pendidikan atau
pembelajaran dikelas, antara lain mencakup :
1) Inovasi pembelajaran;
2) Pengembangan kurikulum di tingkat regional/nasional; dan
3) Peningkatan profesionalisme pendidikan.

Menurut Wijaya, (2012: 16) manfaat PTK yang dilakukan


disekolah dapat disimpulkan sebagai berikut:
30

a. Menumbuhkan kebiasaan menulis. Karena terbiasa menulis, guru


bisa memperoleh kesempatan untuk naik golongan bagi PNS,
karena sertifikasi guru mensyaratkan PTK.
b. Berpikir analitis dan ilmiyah. Karena terbiasa mencari akar
masalah dan mencoba mencari jalan keluar, maka seorang guru
akan terbiasa untuk berpikir analitis dan ilmiyah.
c. Menambah khasanah ilmu pendidikan. Dengan banyaknya tulisan
dari para guru yang melakukan PTK, maka akan banyak
kesempatan bagi para guru untuk membaca dan mengembangkan
wawasannya.
d. Menumbuhkan semangat guru lain. PTK dapat mendorong guru
lain untuk mencoba melakukan PTK di kelas yang diajarkan dan
untuk meningkatkan kualitas pelaksanaan pembelajaran kelas.
e. Mengembangkan pembelajaran. Dengan PTK, guru dapat
mengembnagkan keterampilan atau pendekatan baru pembelajaran
dan dapat memcahkan masalah dengan penerapan langsung di
ruang kelas.
f. Meningkatkan mutu sekolah secara keseluruhan. PTK pada intinya
memperbaiki proses pembelajaran di kelas. Semakin sering dan
banyak guru yang menulis PTK maka semakin baiklah kualitas
sekolah tersebut.

Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa manfaat PTK adalah


menumbuhkembangkan kebiasaan, budaya atau tradisi meneliti dan
menulis artikel ilmiyah di kalangan pendidik.
Hal ini ikut mendukung profesionalisme dan karir pendidik, serta
mewujudkan kerjasama, kolaborasi atau sinergi antar pendidik dalam
satu sekolah atau beberpa sekolah untuk bersama-sama memecahkan
masalah dalam pembelajaran dan meningkatkan mutu pembelajaran.

4. Kelebihan dan kelemahan PTK


Menurut Wijaya, (2012: 17) keunggulan PTK yang dilaksanakan di
sekolah diantaranya yaitu:
1. Praktis dan langsung relevan untuk situasi yang aktual
2. Kerangka kerjanya teratur
3. Berdasarrkan pada observasi nyata dan objektif
4. Fleksibel dan adaptif
5. Dapat digunakan untuk inovasi pembelajaran
31

6. Dapat digunakan untuk mengembangkan kurikulum tingkat kelas


7. Dapat digunakan untuk meningkatkan kepekaan atau
profesionalisme guru.
Menurut Samsu, (2013, 37) yang mengutip pendapat Shumsky
(1982) menyatakan bahwa kelemahan lain dari penelitian tindakan
kelas adalah :
1. Kurangnya pengetahuan dan keterampilan dalam teknik dasar
penelitian pada anda sendiri karena terlalu banyak berurusan
dengan hal-hal praktis.
2. Rendahnya efesiensi waktu karena anda harus punya komitmen
peneliti untuk terlibat dalam prosesnya sementara anda masih harus
melakukan tugas rutin.
3. Konsepsi proses kelompok yang menuntut pemimpin kelompok
yang demokratis dengan kepekaan tinggi terhadap kebutuhan dan
keinginan anggota-anggota kelompoknya dalam situasi tertentu,
padahal tidak mudah untuk mendapatkan pemimpin demikian.

E. Kajian Penelitian Yang Relevan


Untuk mendukung kajian yang telah di paparkan dalam latar
belakang masalah oleh karena itu perlu adanya uji analisis terlebih dahulu
pada hasil penelitian yang sudah dilakukan sebelumnya. Maka dari itu
penulis akan melakukan uji analisis pada penelitian yang sudah dilakukan
sebelumnya dengan relevensi dan kreteria yang mendukung menegenai
topik yang sedang penulis teliti pada saat ini.
Penerapan terapi musik instrumental klasik sebelumnya sudah
banyak dijadikan sebagai media dalam melakukan penelitian. Oleh karena
itu, penulis akan melakukan analisis terhadap hasil penelitian yang
sebelumnya sudah dilakukan oleh para peneliti sebelumnya yang
menggunakan penerapan terapi musik instrumental klasik sebagai salah
satu bahan acuan dan pedoman untuk penulis dalam melakukan penelitian
ini.
32

Penulis mengambil beberapa contoh penelitian terdahulu yang


menggunakan penerapan terapi musik instrumental klasik yaitu :
1. Hasil penelitian Yeni Apriani (2015), dalam penelitiannya yang
berjudul “Pengaruh Terapi Murotal Terhadap Konsentrasi Belajar
Siswa Kelas V SD Muhammadiayah 2 Pontianak”. Penelitian ini
bertujuan untuk mengetahui Pengaruh Terapi Murottal Terhadap
Konsentrasi Belajar Siswa Kelas V SD Muhammadiyah 2 Pontianak.
Metode yang digunakan dalam penelitian ini yaitu penelitian
kuantitatif dengan menggunakan desain penelitian kuasi eksperimen
dengan rancangan one group pretest-posttest. Instrumen penelitian
yang digunakan adalah Army Alpha Test yang berjumlah 12 soal
dengan jumlah responden sebanyak 37 responden. Berdasarkan hasil
analisa bivariat yang digunakan adalah uji Wilcoxon dan menunjukkan
hasil bahwa ha gagal ditolak yang berarti ada pengaruh terapi Murottal
terhadap konsentrasi belajar sebelum dan sesudah dilakukan intervensi
dengan nilai p= 0,000. Kesimpulannya terdapat pengaruh terapi
Murottal terhadap konsentrasi belajar anak sebelum dan sesudah
dilakukan intervensi serta terapi Murottal efektif dalam meningkatkan
konsentrasi belajar pada anak usia sekolah.

Berdasarkan hasil penelitian Yeni dapat diketahui bahwa pengaruh


terapi murotal terhadap konsentrasi belajar anak sebelum dan sesudah
dilakukan intervensi sangat efektif dalam meningkatkan konsentrasi
belajar pada anak usia sekolah. Pada penelitian ini, salah satu cara yang
digunakan untuk meningkatkan konsentrasi belajar siswa adalah melalui
penerapan terapi musik instrumental klasik.

Dari penelitian yang relevan di atas terdapat persamaan dan perbedaan


dengan penelitian yang akan dilakukan oleh peneliti, untuk kesamaannya
yaitu pada konsentrasi belajar anak. Sedangkan perbedaannya terletak
pada penerapan terapi yang digunakan yaitu penerapan terapi murotal.
33

2. Hasil penelitian Inggin Sumekar (2007) dalam penelitiannya yang


berjudul “Pengaruh Terapi Musik Klasik Terhadap Kemampuan
Berbahasa Pada Anak Autis Di Pusat Terapi Terpadu A Plus Jalan
Imam Bonjol Batu”. Penelitian ini menggunakan metode eksperimen
kasus tunggal (Single Case Exsperimental Design) dengan desain A-B-
A yaitu A fase pengukuran dan B faseperlakuan. Subjek penelitian
adalah anak-anak penyandang autism dengan kemampuan verbal.
Penelitian ini dilaksanakan di Yayasan Restu Bunda Terapi Terpadu
A-Plus di Jalan Imam Bonjol Batu. Teknik pengumpulan data ini
dilakukan dengan cara observasi, pengukuran kemampuan berbahasa,
dan kuisioner. Analisis data menggunakan analisis grafik yang
menyajikan hasil deskriptif dan dilengkapi dengan uji regresi teknik
uji-t (t-test).
Berdasarkan penelitian dapat disimpulkan, bahwa kemampuan
berbahasa keempat subjek penelitian mengalami peningkatan setelah
diberi terapi musik. Subjek yang semula kurang ekspresif, reaksi
lambat, kurang komunikatif, kurang bisa melakukan kontak mata
dengan baik saat berbicara, kurang bisa mengulang kata-kata yang
diucapkan orang lain, kurang bisa mengenali nama-nama benda
disekitarnya. Setelah, diberikan terapi musik, subjek mengalami
peningkatan dalam hal tersebut. Dalam artian subjek lebih
komunikatif, reaksi cepat, lebih komunikatif, dapat mengulang kata-
kata yang diucapkan oleh orang lain, mampu melakukan kontak mata
dan lebih mengenal nama-nama benda yang ada disekitarnya dengan
benar. Demikian juga, setelah dilakukan analisis regresi uji-t (t-test)
pada progam SPSS 12.0 for windows, untuk masing-masing perlakuan
(pre-test dan post-test). Didapatkan thitung sebesar 13,032 dengan
signifikansi t sebesar 0,000. Karena thitung lebih besar ttabel (13,032
> 1,993) atau signifikansi t lebih besar dari 5% (0,000 < 0,05), maka
secara parsial pre-test berpengaruh signifikan terhadap post-test atau
mengalami kenaikan setelah dilakukan perlakuan terapi dengan musik
34

klasik. Dengan kata lain, terapi musik klasik efektif dalam


mengoptimalkan kemampuan berbahasa pada anak autis di pusat terapi
terpadu A plus di jalan ImamBonjol Batu.
Bedasarkan penelitian Inggin Sumekar dapat diketahui bahwa hasil
penelitiannya kemampuan berbahasa keempat subjek penelitian
mengalami peningkatan setelah diberi terapi musik. Dengan kata lain,
terapi musik klasik efektif dalam mengoptimalkan kemampuan berbahasa
pada anak autis di pusat terapi terpadu A plus di jalan Imam Bonjol Batu.
Pada penelitian ini, salah satu cara yang digunakan untuk meningkatkan
konsentrasi belaja siswa adalah melalui penerapan terapi musik
instrumental klasik.
Dari penelitian yang relevan di atas terdapat persamaan dan perbedaan
dengan penelitian yang akan dilakukan oleh peneliti, untuk kesamaannya
yaitu penggunaan terapi musik klasik. Sedangkan perbedaannya terletak
pada aspek kognitifnya yaitu berupa kemampuan berbahasa pada anak
autis di pusat terapi terpadu A di jalan Imam Bonjol batu.

3. Hasil penelitian Mirna Putri Rembulan (2014) dalam penelitiannya


yang berjudul “Pengaruh Terapi Musik Instrumental Dan
Aromatherapy Lavender Eyemask Terhadap Penurunan Tingkat
Insomnia Pada Mahasiswa Fisioterapi D3 Angkatan 2011” Metode
Penelitian: jenis penelitian ini adalah Quasi Eksperimen dengan
desain penelitian Pre and post test two group design dengan
membandingkan antara 2 perlakuan terapi musik instrumental dan
Aromatherapy Lavender Eyemask yang diberikan selama 2 minggu
dengan besar sampel 14 responden. Untuk mengukur tingkat insomnia
digunakan kuesioner Insomnia Severity Index (ISI). Tehnik analisa
data dalam penelitian ini menggunakan Wilcoxon untuk uji pengaruh
dan Mann Whitney Untuk uji beda pengaruh.
Hasil Penelitian: Pengaruh terapi musik instrumental terhadap
penurunan tingkat insomnia pada mahasiswa fisioterapi D3
35

angkatan 2011 didapat hasil yang signifikan, pengaruh


Aromatherapy Lavender Eyemask terhadap penurunan tingkat
insomnia pada mahasiswa fisioterapi D3 angkatan2011 didapat
hasil yang signifikan. Uji beda pengaruh antara 2 perlakuan dilakukan
menggunakan uji Mann Whitney dengan hasil p=0,07 dengan p<0,5,
didapat hasil ada perbedaan pengaruh yang signifikan antara terapi
musik instrumental dengan Aromatherapy Lavender Eyemask.
Kesimpulan: ada perbedaan pengaruh yang signifikan antara terapi
musik instrumental dengan Aromatherapy Lavender Eyemask
terhadap penurunan tingkat insomnia pada mahasiswa Fisioterapi
D3 Angkatan 2011.

Berdasarkan penelitian Mirna Putri Rembulan dapat diketahui bahwa


Pengaruh terapi musik instrumental terhadap penurunan tingkat insomnia
pada mahasiswa fisioterapi D3 angkatan 2011 didapat hasil yang
signifikan dan pengaruh Aromatherapy Lavender Eyemask terhadap
penurunan tingkat insomnia pada mahasiswa fisioterapi D3 angkatan
2011 didapat hasil yang signifikan juga, maka dapat disimpulkan bahwa
ada perbedaan pengaruh yang signifikan antara terapi musik
instrumental dengan Aromatherapy Lavender Eyemask terhadap
penurunan tingkat insomnia pada mahasiswa Fisioterapi D3 Angkatan
2011.

Dari penelitian yang relevan di atas terdapat persamaan dan perbedaan


dengan penelitian yang akan dilakukan oleh peneliti, untuk kesamaannya
yaitu pengaruh dari penerapan terapi musik instrumental. Sedangkan
perbedaannya terletak pada aspek penurunan tingkat insomnia pada
mahasiswa fisioterapi D3 angkatan 2011.

Dari ketiga penelitian relevan tersebut digunakan peneliti sebagai


acuan dan bahan perbandingan dalam penelitian yang tidak jauh berbeda
untuk melihat penerapan terapi musik instrumental klasik untuk
36

meningkatkan konsentrasi belajar siswa pada mata pelajaran IPS di SMP


Negeri 1 Talun Kabupaten Cirebon.

F. Kerangka Pemikiran
Mengajar adalah upaya dalam memberikan rangsangan,
bimbingan, pengarahan, dan dorongan kepada peserta didik agar terjadi
proses belajar. Bahan pelajaran hanya merupakan bahan perangsang saja,
sedangkan arah yang akan dituju oleh proses belajar adalah tujuan
pengajaran yang diketahui peserta didik (Siti Aisyah, (2012: 33).
Aunurahman, (2013: 34) mengungkapkan bahwa pembelajaran
yang efektif ditandai dengan terjadinya proses belajar dalam diri siswa.
Seseorang dikatakan telah mengalami proses belajar apabila didalam
dirinya telah terjadi perubahan, dari tidak tahu menjadi tahu, dari tidak
mengerti menjadi mengerti dan sebagainya.
Menurut Dimyati, (2009: 248) guru adalah pengajar yang
mendidik. Ia tidak hanya mengajar bidang studi yang sesuai keahliannya,
tetapi juga menjadi pendidik generasi muda bangsanya. Sebagai pendidik,
ia memusatkan perhatian pada keperibadian siswa, khususnya berkenaan
dengan kegiatan belajar. Kebangkitan belajar tersebut merupakan wujud
emanisipasi dari siswa. Sebagai guru yang pengajar, ia bertugas mengelola
kegiatan belajar siswa di sekolah. Dan guru adalah pendidik yang
membelajarkan siswa dalam kehidupan guru, dan hal tesebut memang
tanggung jawab seorang guru yang pertama dan paling utama.
Siswa adalah subjek yang terlibat dalam kegiatan belajar-mengajar
di sekolah. Dalam kegiatan tersebut siswa mengalami tindak belajar. Pada
umumnya semula siswa belum menyadari pentingnya belajar. Berkat
informasi guru tentang sasaran belajar, maka siswa mengetahui apa arti
bahan belajar baginya. Peran seorang guru selain menjadi pengajar ia juga
bertugas sebagai fasilitator untuk memotivasi belajar siswa (Dimyati,
(2009: 22)
37

Agar komunikasi antara guru dan siswa berjalan dengan baik dan
informasi yang disampaikan guru dapat diterima oleh peserta didik, maka
guru perlu menggunakan model pembelajaran atau strategi pembelajaran
guna mempermudah dalam menyampaikan materi pelajaran IPS yang
didasarkan pada kebutuhan atau kesesuaian materi yang disajikan agar
sesuai dengan tujuan yang diharapkan dalam proses pembelajaran.
Djohan, (2006: 26) menjelaskan bahwa terapi musik merupakan
sebuah pekerjaan yang menggunakan musik dan aktifitas musik untuk
mengatasi kekurangan dalam aspek fisik, emosi, kognitif dan sosial pada
anak-anak serta oang dewasa yang mengalami gangguan atau penyakit
tertentu. Terapi musik memanfaatkan kekuatan musik untuk membantu
klien menata dirinya sehingga mereka mampu mencari jalan keluar,
mengalami perubahan dan ahirnya sembuh dari gangguan yang diderita.
Karena itu terapi musik berrsifat humanistik.
Penerapan terapi musik instrumental klasik ini dapat diterapkan
pada pembelajaran IPS terpadu dimana dapat menciptakan pembelajaran
yang mampu merileksasi otak, membuat pikiran tenang dan terbuka untuk
belajar, mendorong pembelajaran multi-indrawi, membantu mempercepat
proses belajar dan meningkatkan konsentrasi belajar.
Hasil konsentrasi belajar siswa dapat dilihat dari pencapaian
indikator-indikator pembelajaran. Dalam hal ini guru harus memberikan
perhatian yang penuh pada saat proses belajar berlangsung, sehingga dapat
memfokuskan kegiatan pembelajaran agar siswa dapat memperhatikan dan
menghormati guru ketika berbicara, mengikuti petunjuk yang diberikan
guru, dan mampu mengatur tugas-tugas yang diberikan oleh guru selama
kegiatan pembelajaran. Dengan demikian hasil konsentrasi belajar siswa
dapat dikatakan mencapai indikator pembelajaran dalam keseluruhan
proses pembelajaran. Karena konsentrasi belajar ini berfungsi untuk
mengetahui keberhasilan belajar dalam mata pelajaran atau bidang
tertentu.
38

Secara umum konsentrasi belajar siswa dapat di klasifikasikan


sebagai berikut :

Gambar 2.1

Gambar Kerangka Pikir

Penerapan
Terapi Musik
Guru Instrumental Siswa
Klasik

Konsentrasi belajar

Gambar 2.1 Kerangka Pikir

G. Hipotesis Tindakan
Hipotesis dalam tindakan penelitian ini adalah:
1. Terdapat peningkatan konsentrasi belajar siswa pada mata pelajaran
IPS melalalui penerapan terapi musik instrumental klasik di kelas VIII
H SMP Negeri 1 Talun Kabubaten Cirebon.
2. Terdapat perbedaan yang signifikan dan positif peningkatan
konsentrasi belajar IPS siswa antar siklus.

Anda mungkin juga menyukai