Anda di halaman 1dari 28

BAGIAN ILMU PENYAKIT SARAF REFARAT

FAKULTAS KEDOKTERAN MEI 2019


UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MAKASSAR

MENINGITIS

Pembimbing:
dr. Debby Veronica, M.Kes. Sp.S

Oleh:
Ryska Al Nurfianty A, S.Ked
Rizky Suci Aulia Sari, S.Ked

FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MAKASSAR
2019
LEMBAR PENGESAHAN
Yang bertanda tangan di bawah ini menerangkan, bahwa:

Nama : Ryska Al Nurfianty Ansar, S.Ked (105505405818)

Rizky Suci Aulia Sari, S.ked (105505406018)

Judul Refarat : Meningitis

Telah menyelesaikan tugas dalam rangka Kepanitraan Klinik di Bagian

Ilmu Kesehatan Neurologi Fakultas Kedokteran Universitas Muhammadiyah

Makassar.

Makassar, Mei 2019

Pembimbing,

(dr. Debby Veronica, M.Kes, Sp. S)

A. Pendahuluan

2
Meningitis adalah infeksi cairan otak disertai radang yang

mengenai piameter (lapisan dalam selaput otak) dan arakhnoid serta dalam

derajat yang lebih ringan mengenai jaringan otak dan medula spinalis yang

superfisial.3

Meningen’s Membran

3
4
Meningitis dibagi menjadi dua golongan berdasarkan perubahan yang

terjadi pada cairan otak yaitu meningitis serosa dan meningitis purulenta.

Meningitis serosa ditandai dengan jumlah sel dan protein yang meninggi

disertai cairan serebro spinal yang jernih. Penyebab yang paling sering

dijumpai adalah kuman Tuberculosis dan virus. Meningitis purulenta atau

meningitis bakteri adalah meningitis yang bersifat akut dan menghasilkan

eksudat berupa pus serta bukan disebabkan oleh bakteri spesifik maupun

5
virus. Meningitis Meningococcus merupakan meningitis purulenta yang

paling sering terjadi.6

Penularan kuman dapat terjadi secara kontak langsung dengan

penderita dan droplet infection yaitu terkena percikan ludah, dahak, ingus,

cairan bersin dan cairan tenggorok penderita.1 Saluran nafas merupakan port

d’entree utama pada penularan penyakit ini. Bakteri-bakteri ini disebarkan

pada orang lain melalui pertukaran udara dari pernafasan dan sekresi-sekresi

tenggorokan yang masuk secara hematogen (melalui aliran darah) ke dalam

cairan serebrospinal dan memperbanyak diri didalamnya sehingga

menimbulkan peradangan pada selaput otak.2

Penyebab paling sering dari meningitis adalah Streptococcus

pneumonie (51%) dan Neisseria meningitis (37%). Vaksinasi berhasil

mengurangi meningitis akibat infeksi Haemophilus dan Meningococcal C.

Faktor resiko meningitis antara lain: pasien yang mengalami defek dural,

sedang menjalani spinal procedure, bacterial endocarditis, diabetes melitus,

alkoholisme, splenektomi, sickle cell disease, dan keramaian.1

Patogen penyebab meningitis berbeda pada setiap grup umur. Pada

neonatus, patogen penyebab meningitis yang paling sering adalah Group B

beta-haemolitic streptococcus, Listeria monocytogenes, dan Escherichia coli.

Pada bayi dan anak-anak, patogen penyebab meningitis yang paling sering

adalah Haemophilus influenza (bila lebih muda dari 4 tahun dan belum

divaksinasi), meningococcus (Neisseria meningitis), dan Streptococcus

pneumonie (pneumococcus). Pada orang remaja dan dewasa muda, patogen

6
penyebab meningitis yang paling sering adalah S. pneumonie, H. influenza,

N. meningitis, gram negative Bacilli, Streptococci, dan Listeria

monocytogenes. Pada dewasa tua dan pasien immunocompromised, patogen

penyebab meningitis yang paling sering adalah Pneumococcus, Listeria

monocytogenes, tuberculosis, gram negative organis, dan Cryptococcus.

Sedangkan penyebab meningitis bukan infeksi yang paling sering antara lain

sel-sel malignan (leukemia, limpoma), akibat zat-zat kimia (obat intratekal,

kontaminan), obat (NSAID, trimetoprim), Sarkoidosis, sistemis lupus

eritematosus (SLE), dan Bechet’s disease. 4

Meningitis juga dapat disebabkan oleh tindakan medis. 0,8 sampai

1,5% pasien yang menjalani craniotomy mengalami meningitis. 4 sampai

17% pasien yang memakai I.V. Cath. mengalami meningitis. 8% pasien yang

memakai E. V. Cath. mengalami meningitis. 5% pasien yang menjalani

lumbar catheter mengalami meningitis. Dan meningitis terjadi 1 dari setiap

50.000 kasus pasien yang menjalani lumbar puncture.

B. Epidemiologi

WHO(2005) melaporkan adanya 7.078 kasus meningitis yang

disebabkan oleh bakteri terjadi di Niamey – Nigeria pada tahun 1991 – 1996

dengan penyebab Neisseria Meningitidis (57,7%) , Streptococcus

Pneumoniae (13,2%) dan Haemophilus influenzae (9,5%).2

Secara keseluruhan, mortality rate pasien meningitis adalah 21%,

dengan kematian pasien pneumococcal meningitis lebih tinggi dari pasien

7
meningococcal meningitis. Di Afrika, antara tahun 1988 dan 1997, dilaporkan

terdapat 704.000 kasus dengan jumlah kematian 100.000 orang. Di antara

tahun 1998 dan 2002 dilaporkan adanya 224.000 kasus baru meningococcal

meningitis. Tetapi angka ini dapat saja lebih besar di kenyataan karena kurang

bagusnya sistem pelaporan penyakit. Sebagai tambahan, banyak orang

meninggal sebelum mencapai pusat kesehatan dan tidak tercatat sebagai

pasien meninggal di catatan resmi (Centers for Disease Control and

Prevention).

C. Patofisiologi

Meningitis pada umumnya sebagai akibat dari penyebaran penyakit di

organ atau jaringan tubuh yang lain. Virus / bakteri menyebar secara

hematogen sampai ke selaput otak, misalnya pada penyakit Faringitis,

Tonsilitis, Pneumonia, Bronchopneumonia dan Endokarditis. Penyebaran

bakteri/virus dapat pula secara perkontinuitatum dari peradangan organ atau

jaringan yang ada di dekat selaput otak, misalnya Abses otak, Otitis Media,

Mastoiditis, Trombosis sinus kavernosus dan Sinusitis. Penyebaran kuman

bisa juga terjadi akibat trauma kepala dengan fraktur terbuka atau komplikasi

bedah otak. Invasi kuman-kuman ke dalam ruang subaraknoid menyebabkan

reaksi radang pada pia dan araknoid, CSS (CairanSerebrospinal) dan sistem

ventrikulus. Mula-mula pembuluh darah meningeal yang kecil dan sedang

mengalami hiperemi; dalam waktu yang sangat singkat terjadi penyebaran

sel-sel leukosit polimorfonuklear ke dalam ruang subarakhnoid, kemudian

terbentuk eksudat. Dalam beberapa hari terjadi pembentukan limfosit dan

8
histiosit dan dalam minggu kedua sel sel plasma. Eksudat yang terbentuk

terdiri dari dua lapisan, bagian luar mengandung leukosit polimorfonuklear

dan fibrin sedangkan di lapisaan dalam terdapat makrofag. Proses radang

selain pada arteri juga terjadi pada vena-vena di korteks dan dapat

menyebabkan trombosis, infark otak, edema otak dan degenerasi neuron-

neuron. Trombosis serta organisasi eksudat perineural yang fibrino-purulen

menyebabkan kelainan kraniales. Pada Meningitis yang disebabkan oleh

virus, cairan serebrospinal tampak jernih dibandingkan Meningitis yang

disebabkan oleh bakteri.4

D. Klasifikasi Meningitis

9
1. Meningitis Bakterial

Meningitis bakterial merupakan salah satu penyakit infeksi

yang menyerang susunan saraf pusat, mempunyai resiko tinggi

dalam menimbulkan kematian, dan kecacatan. Diagnosis yang

cepat dan tepat merupakan tujuan dari penanganan meningitis

bakteri.4

Meningitis bakterial selalu bersifat purulent. Pada

umumnya meningitis purulenta timbul sebagai komplikasi dari

septikemia. Pada meningitis meningokokus, prodomnya ialah

infeksi nasofaring, oleh karena invasi dan multiplikasi

meningokokus terjadi di nasofaring. Meningitis purulenta dapat

menjadi komplikasi dari otitis media akibat infeksi kuman - kuman

tersebut.3

Etiologi dari meningitis bakterial antara lain :

1. S. Pneumonie

2. N. Meningitis

3. Group B streptococcus atau S. Agalactiae

4. L. Monocytogenes

5. H. Influenza

6. Staphylococcus aureus

Bacterial meningitis merupakan tipe meningitis yang paling

sering terjadi. Tetapi tidak setiap bakteri mempunyai cara yang

sama dalam menyebabkan meningitis. H. Influenza dan N.

10
Meningitidis biasanya menginvasi dan membentuk koloni di sel-sel

epitel faring. Demikian pula S. pneumonie, hanya saja S.

Pneumonie dapat menghasilkan immunoglobulin A protease yang

menonaktifkan antibodi lokal. Bakteri yang paling sering

menyebabkan meningitis adalah S. Pneumonie dan N. meningitis.

Bakteri tersebut menginisiasi kolonisasi di nasofaring dengan

menempel di sel epitel nasofaring. Bakteri tersebut berpindah

menyeberangi sel epitel tersebut menuju ke ruang intravaskular

atau menginvasi ruang intravaskular dengan menciptakan ruang di

tight junction dari sel epitel kolumnar. Sekali masuk aliran darah,

bakteri dapat menghindari fagositosis dari neutrofil dan

komplemen dengan adanya kapsul polisakarida yang melindungi

tubuh mereka. Bloodborne bacteria dapat mencapai fleksus

koroideus intraventrikular, menginfeksi langsung sel epitel fleksus

koroideus, dan mencapai akses ke cairan serebrospinal. Beberapa

bakteri seperti S. Pneumonie dapat menempel di sel endotelial

kapiler serebral dan bermigrasi melewati sel tersebut langsung

menuju cairan serebrospinal. Bakteri dapat bermultiplikasi dengan

cepat di cairan serebrospinal karena kurang efektifnya sistem imun

di cairan serebrospinal(CSS). Cairan serebrospinal (CSS) normal

mengandung sedikit sel darah putih, sedikit protein komplemen,

dan immunoglobulin. Kekurangan komplemen dan

immunoglobulin mencegah opsonisasi dari bakteri oleh neutropil.

11
Fagositosis bakteri juga diganggu oleh bentuk cair dari cairan

cerebrospinal itu sendiri.5

Peristiwa yang penting dalam patogenesis meningitis

bacterial adalah reaksi inflamasi diinduksi oleh bakteri.

Manifestasi-manifestasi neurologis yang terjadi dan komplikasi

akibat meningitis bacterial merupakan hasil dari respon imun tubuh

terhadap zat patogen yang masuk dibandingkan dengan kerusakan

jaringan langsung oleh bakteri. Sehingga cedera neurologis dapat

terus terjadi meskipun bakteri telah ditangani dengan antibiotik.5

2. Meningitis Tuberkulosa

Untuk meningitis tuberkulosa sendiri masih banyak

ditemukan di Indonesia karena morbiditas tuberkulosis masih

tinggi. Meningitis tuberkulosis terjadi sebagai akibat komplikasi

penyebaran tuberkulosis primer, biasanya di paru. Terjadinya

meningitis tuberkulosa bukanlah karena terinfeksinya selaput otak

langsung oleh penyebaran hematogen, melainkan biasanya

sekunder melalui pembentukan tuberkel pada permukaan otak,

sumsung tulang belakang atau vertebra yang kemudian pecah

kedalam rongga arakhnoid. Pada pemeriksaan histologis,

meningitis tuberkulosa ternyata merupakan meningoensefalitis.

Peradangan ditemukan sebagian besar pada dasar otak, terutama

pada batang otak tempat terdapat eksudat dan tuberkel. Eksudat

yang serofibrinosa dan gelatinosa dapat menimbulkan obstruksi

12
pada sisterna basalis. Etiologi dari meningitis tuberkulosa adalah

Mycobacterium tuberculosis.

3. Meningitis viral

Disebut juga dengan meningitis aseptik, terjadi sebagai

akibat akhir / sequel dari berbagai penyakit yang disebabkan oleh

virus seperti campak, mumps, herpes simpleks, dan herpes zooster.

Pada meningitis virus ini tidak terbentuk eksudat dan pada

pemeriksaan cairan serebrospinal (CSS) tidak ditemukan adanya

organisme. Inflamasi terjadi pada korteks serebri, white matter, dan

lapisan menigens. Terjadinya kerusakan jaringan otak tergantung

dari jenis sel yang terkena. Pada herpes simpleks, virus ini akan

mengganggu metabolisme sel, sedangkan jenis virus lain bisa

menyebabkan gangguan produksi enzim neurotransmiter, dimana

hal ini akan berlanjut terganggunya fungsi sel dan akhirnya terjadi

kerusakan neurologis. Virus penyebab meningitis dapat dibagi

dalam dua kelompok, yaitu virus RNA (ribonuclear acid) dan virus

DNA (deoxyribo nucleid acid). Contoh virus RNA adalah

enterovirus (polio), arbovirus (rubella), flavivirus (dengue),

mixovirus (influenza, parotitis, morbili). Sedangkan contoh virus

DNA antara lain virus herpes, dan retrovirus (AIDS).

4. Meningitis jamur : Meningitis oleh karena jamur merupakan

penyakit yang relatif jarang ditemukan, namun dengan

meningkatnya pasien dengan gangguan imunitas, angka kejadian

13
meningitis jamur semakin meningkat. Problem yang dihadapi oleh

para klinisi adalah ketepatan diagnosa dan terapi yang efektif.

Sebagai contoh, jamur tidak langsung dipikirkan sebagai penyebab

gejala penyakit / infeksi dan jamur tidak sering ditemukan dalam

cairan serebrospinal (CSS) pasien yang terinfeksi oleh karena

jamur hanya dapat ditemukan dalam beberapa hari sampai minggu

pertumbuhannya. Etilogi dari meningitis jamur antara lain:

1. Cryptococcus neoformans

2. Coccidioides immitris

E. Gejala klinis

Meningitis ditandai dengan adanya gejala-gejala seperti panas

mendadak, letargi, muntah dan kejang. Diagnosis pasti ditegakkan dengan

pemeriksaan cairan serebrospinal (CSS) melalui pungsi lumbal. Meningitis

karena virus ditandai dengan cairan serebrospinal yang jernih sertarasa

sakit penderita tidak terlalu berat. Pada umumnya, meningitis yang

disebabkan oleh Mumpsvirus ditandai dengan gejala anoreksia dan

malaise, kemudian diikuti oleh pembesaran kelenjer parotid sebelum

invasi kuman ke susunan saraf pusat. Pada meningitis yang disebabkan

oleh Echovirus ditandai dengan keluhan sakit kepala, muntah, sakit

tenggorok, nyeri otot, demam, dan disertai dengan timbulnya

ruammakopapular yang tidak gatal di daerah wajah, leher, dada, badan,

dan ekstremitas. Gejala yang tampak pada meningitis Coxsackie virus

14
yaitu tampak lesi vasikuler pada palatum, uvula, tonsil, dan lidah dan pada

tahap lanjut timbul keluhan berupa sakit kepala, muntah, demam, kaku

leher, dan nyeri punggung.2

Meningitis bakteri biasanya didahului oleh gejala gangguan alat

pernafasan dan gastrointestinal. Meningitis bakteri pada neonatus terjadi

secara akut dengan gejala panas tinggi, mual, muntah, gangguan

pernafasan, kejang, nafsu makanberkurang, dehidrasi dan konstipasi,

biasanya selalu ditandai dengan fontanella yang mencembung. Kejang

dialami lebih kurang 44 % anak dengan penyebab Haemophilus

influenzae, 25 % oleh Streptococcus pneumoniae, 21 % olehStreptococcus,

dan 10 % oleh infeksi Meningococcus. Pada anak-anak dan dewasa

biasanya dimulai dengan gangguan saluran pernafasan bagian atas,

penyakit juga bersifat akut dengan gejala panas tinggi, nyeri kepala hebat,

malaise, nyeri otot dannyeri punggung. Cairan serebrospinal tampak

kabur, keruh atau purulen.4

Meningitis Tuberkulosa terdiri dari tiga stadium, yaitu stadium I

atau stadium prodormal selama 2-3 minggu dengan gejala ringan dan

nampak seperti gejala infeksi biasa. Pada anak-anak, permulaan penyakit

bersifat subakut, sering tanpa demam, muntah-muntah, nafsu makan

berkurang, murung, berat badan turun, mudah tersinggung, cengeng,

opstipasi, pola tidur terganggu dan gangguan kesadaran berupa apatis.

Pada orang dewasa terdapat panas yang hilang timbul, nyeri kepala,

15
konstipasi, kurang nafsu makan, fotofobia, nyeri punggung, halusinasi,

dan sangatgelisah.3

Stadium II atau stadium transisi berlangsung selama 1 – 3 minggu

dengan gejala penyakit lebih berat dimana penderita mengalami nyeri

kepala yang hebat dan kadang disertai kejang terutama pada bayi dan

anak-anak. Tanda-tanda rangsangan meningeal mulai nyata, seluruh tubuh

dapat menjadi kaku, terdapat tanda-tanda peningkatan intrakranial, ubun-

ubun menonjol dan muntah lebih hebat.

Stadium III atau stadium terminal ditandai dengan kelumpuhan dan

gangguan kesadaran sampai koma. Pada stadium ini penderita dapat

meninggal dunia dalam waktu tiga minggu bila tidak mendapat

pengobatan sebagaimana mestinya.5

F. Pemeriksaan rangsangan meningitis

a. Pemeriksaan Kaku Kuduk

Pasien berbaring terlentang dan dilakukan pergerakan pasif

berupa fleksi dan rotasi kepala. Tanda kaku kuduk positif (+) bila

didapatkan kekakuan dan tahanan pada pergerakan fleksi kepala

disertai rasa nyeri dan spasme otot. Dagu tidak dapat disentuhkan

ke dada dan juga didapatkan tahanan pada hiperekstensi dan rotasi

kepala.

b. Pemeriksaan Tanda Kernig

16
Pasien berbaring terlentang, tangan diangkat dan dilakukan

fleksi pada sendi panggul kemudian ekstensi tungkai bawah pada

sendi lutut sejauh mengkin tanpa rasanyeri. Tanda Kernig positif

(+) bila ekstensi sendi lutut tidak mencapai sudut 135°(kaki tidak

dapat di ekstensikan sempurna) disertai spasme otot paha biasanya

diikutirasa nyeri.

c. Pemeriksaan Tanda Brudzinski I ( Brudzinski Leher)

Pasien berbaring terlentang dan pemeriksa meletakkan

tangan kirinya dibawah kepala dan tangan kanan diatas dada pasien

kemudian dilakukan fleksi kepala dengan cepat kearah dada sejauh

mungkin. Tanda Brudzinski I positif (+) bilapada pemeriksaan

terjadi fleksi involunter pada leher.

d. Pemeriksaan Tanda Brudzinski II ( Brudzinski Kontra Lateral

Tungkai)

Pasien berbaring terlentang dan dilakukan fleksi pasif paha

pada sendi panggul (seperti pada pemeriksaan Kernig). Tanda

Brudzinski II positif (+) bila pada pemeriksaan terjadi fleksi

involunter pada sendi panggul dan lutut kontralateral.

G. Pemeriksaan penunjang

17
a. Pemeriksaan Pungsi Lumbal

Lumbal pungsi biasanya dilakukan untuk menganalisa

jumlah sel dan proteincairan cerebrospinal, dengan syarat tidak

ditemukan adanya peningkatan tekananintrakranial.

 Pada Meningitis Serosa terdapat tekanan yang bervariasi,

cairan jernih, sel darah putih meningkat, glukosa dan

protein normal, kultur (-).

 Pada Meningitis Purulenta terdapat tekanan meningkat,

cairan keruh, jumlah sel darah putih dan protein meningkat,

glukosa menurun, kultur (+) beberapa jenis bakteri.

b. Pemeriksaan darah

Dilakukan pemeriksaan kadar hemoglobin, jumlah leukosit,

Laju Endap Darah (LED), kadar glukosa, kadar ureum, elektrolit

dan kultur.

 Pada Meningitis Serosa didapatkan peningkatan leukosit

saja. Disamping itu, pada Meningitis Tuberkulosa

didapatkan juga peningkatan LED.

 Pada Meningitis Purulenta didapatkan peningkatan leukosit

c. Pemeriksaan Radiologis

 Pada Meningitis Serosa dilakukan foto dada, foto kepala,

bila mungkin dilakukan CT Scan.

18
 Pada Meningitis Purulenta dilakukan foto kepala (periksa

mastoid, sinusparanasal, gigi geligi) dan foto dada.

H. Penatalaksanaan

 Antimikroba

19

 Kortikosteroid 5,8
Pengertian terbaru dalam patogenesis meningitis telah menyebabkan
pengujian beberapa terapi. Terutama di antara tindakan ini adalah
penggunaan steroid. Namun pada eksperimen meningitis
menggunakan model binatang penggunaan steroid dikaitkan dengan
penurunan penetrasi antibiotik ke LCS dan aktivitas bakterisid dari
beberapa antibiotik seperti vancomisin. Tetapi data klinis
menunjukkan bahwa penggunaan steroid memberikan manfaat dalam
kasus tertentu karena dapat mengurangi tingkat peradangan. Karena itu
kortikosteroid digunakan sebagai pengobatan tambahan pada
meningitis. Steroid harus diberikan sebelum atau selama pemberian
antibiotik. Penggunaan steroid telah terbukti meningkatkan outcome
pada meningitis tertentu seperti tuberkulosis, H.influenzae, dan
pneumokokus. Dosis dexamethasone untuk meningoensefalitis adalah
0,15 mg/kgBB tiap dosis tiap 6 jam selama 4 hari tappering off.
 Antikonvulsan7
Anti kejang tidak diberikan secara rutin pada pasien
meningoensefalitis, tetapi diberikan bila terjadi kejang.

20
- Diazepam : 10 – 20 mg i.v dengan kecepatan pemberian < 2-
5 menit atau per rektal dapat diulang 15 menit kemudian.
- Fenitoin : 15 – 20 mg/kgBB dengan kecepatan 50 mg/ menit

I. Prognosis

Prognosis meningitis tergantung kepada umur, mikroorganisme

spesifik yang menimbulkan penyakit, banyaknya organisme dalam selaput

otak, jenis meningitis dan lama penyakit sebelum diberikan antibiotik.

Penderita usia neonatus, anak-anak dan dewasa tua mempunyai prognosis

yang semakin jelek, yaitu dapat menimbulkan cacat berat dan kematian.

J. Komplikasi

Penyakit-penyakit yang dapat terjadi akibat dari komplikasi meningitis

antara lain:

1. Trombosis vena serebral, yang menyebabkan kejang, koma, atau

kelumpuhan.

2. Efusi atau abses subdural, yaitu penumpukan cairan di ruangan subdural

karena adanya infeksi oleh kuman.

3. Hidrosefalus, yaitu pertumbuhan lingkaran kepala yang cepat dan

abnormal yang disebabkan oleh penyumbatan cairan serebrospinalis.

4. Ensefalitis, yaitu radang pada otak.

5. Abses otak, terjadi karena radang yang berisi pus atau nanah di otak.

21
6. Arteritis pembuluh darah otak, yang dapat mengakibatkan infark otak

karena adanya infeksi pada pembuluh darah yang mengakibatkan

kematian pada jaringan otak.

7. Kehilangan pendengaran, dapat terjadi karena radang langsung saluran

pendengaran.

8. Gangguan perkembangan mental dan inteligensi karena adanya retardasi

mental yang mengakibatkan perkembangan mental dan kecerdasan anak

terganggu.

K. Pencegahan meningitis

a. Pencegahan Primer

Tujuan pencegahan primer adalah mencegah timbulnya faktor

resikomeningitis bagi individu yang belum mempunyai faktor resiko

dengan melaksanakanpola hidup sehat.

Pencegahan dapat dilakukan dengan memberikan imunisasi

meningitis padabayi agar dapat membentuk kekebalan tubuh. Vaksin yang

dapat diberikan seperti Haemophilus influenzae type b (Hib),

Pneumococcal conjugate vaccine (PCV7), Pneumococcal polysaccaharide

vaccine (PPV), Meningococcal conjugate vaccine(MCV4), dan MMR

(Measles dan Rubella).1

Imunisasi Hib Conjugate vaccine (Hb-OC atau PRP-OMP) dimulai

sejak usia 2 bulan dan dapat digunakan bersamaandengan jadwal imunisasi

lain seperti DPT, Polio dan MMR. Vaksinasi Hib dapat melindungi bayi

22
dari kemungkinan terkena meningitis Hib hingga 97%.

Pemberianimunisasi vaksin Hib yang telah direkomendasikan oleh WHO,

pada bayi 2-6 bulansebanyak 3 dosis dengan interval satu bulan, bayi 7-12

bulan di berikan 2 dosis dengan interval waktu satu bulan, anak 1-5 tahun

cukup diberikan satu dosis. Jenisimunisasi ini tidak dianjurkan diberikan

pada bayi di bawah 2 bulan karena dinilaibelum dapat membentuk

antibodi.

Meningitis Meningococcus dapat dicegah dengan pemberian

kemoprofilaksis (antibiotik) kepada orang yang kontak dekat atau hidup

serumah dengan penderita.2

Vaksin yang dianjurkan adalah jenis vaksin tetravalen A, C, W135

dan Y.35meningitis TBC dapat dicegah dengan meningkatkan sistem

kekebalan tubuh dengancara memenuhi kebutuhan gizi dan pemberian

imunisasi BCG. Hunian sebaiknyamemenuhi syarat kesehatan, seperti

tidak over crowded (luas lantai > 4,5 m2 /orang),ventilasi 10 – 20% dari

luas lantai dan pencahayaan yang cukup.

Pencegahan juga dapat dilakukan dengan cara mengurangi kontak

langsungdengan penderita dan mengurangi tingkat kepadatan di

lingkungan perumahan dan dilingkungan seperti barak, sekolah, tenda dan

kapal. Meningitis juga dapat dicegahdengan cara meningkatkan personal

hygiene seperti mencuci tangan yang bersihsebelum makan dan setelah

dari toilet.

23
b. Pencegahan Sekunder

Pencegahan sekunder bertujuan untuk menemukan penyakit sejak

awal, saatmasih tanpa gejala (asimptomatik) dan saat pengobatan awal

dapat menghentikanperjalanan penyakit. Pencegahan sekunder dapat

dilakukan dengan diagnosis dini danpengobatan segera. Deteksi dini juga

dapat ditingkatan dengan mendidik petugaskesehatan serta keluarga untuk

mengenali gejala awal meningitis. Dalam mendiagnosa penyakit dapat

dilakukan dengan pemeriksaan fisik,pemeriksaan cairan otak, pemeriksaan

laboratorium yang meliputi test darah danpemeriksaan X-ray (rontgen)

paru .

Selain itu juga dapat dilakukan surveilans ketat terhadap anggota

keluargapenderita, rumah penitipan anak dan kontak dekat lainnya untuk

menemukanpenderita secara dini.4

Penderita juga diberikan pengobatan dengan memberikanantibiotik

yang sesuai dengan jenis penyebab meningitis yaitu :

 Meningitis Purulenta

 Haemophilus influenzae b : ampisilin, kloramfenikol,

setofaksim, seftriakson.

 Streptococcus pneumonia : kloramfenikol , sefuroksim,

penisilin, seftriakson.

 Neisseria meningitidies : penisilin, kloramfenikol, serufoksim

dan seftriakson.

 Meningitis Tuberkulosa (Meningitis Serosa)

24
Kombinasi INH, rifampisin, dan pyrazinamide dan pada kasus

yang beratdapat ditambahkan etambutol atau streptomisin. Kortikosteroid

berupa prednisondigunakan sebagai anti inflamasi yang dapat menurunkan

tekanan intrakranial danmengobati edema otak.

c. Pencegahan Tertier

Pencegahan tertier merupakan aktifitas klinik yang mencegah

kerusakanlanjut atau mengurangi komplikasi setelah penyakit berhenti.

Pada tingkatpencegahan ini bertujuan untuk menurunkan kelemahan dan

kecacatan akibatmeningitis, dan membantu penderita untuk melakukan

penyesuaian terhadap kondisiyang tidak diobati lagi, dan mengurangi

kemungkinan untuk mengalamidampak neurologis jangka panjang

misalnya tuli atau ketidakmampuan untuk belajar.

Fisioterapi dan rehabilitasi juga diberikan untuk mencegah dan

mengurangi cacat.

25
KESIMPULAN

1. Meningitis adalah inflamasi dari meninges ( membran yang mengelilingi otak

dan medula spinalis) dan disebakan oleh organisme bakteri atau jamur.

2. Klasifikasi Meningitis Meningitis dibagi menjadi 2 golongan berdasarkan

perubahan yang terjadi pada cairan otak, yaitu meningitis serosa  dan

meningitis purulenta.

3. Keluhan utama  pada penderita meningitis yang sering adalah panas badan

tinggi, koma, kejang dan penurunan kesadaran.

4. Daignosa yang muncul pada klien meningitis

i. Perubahan perfusi jaringan otak yang berhubungan dengan peradangan

dan edema pada otak dan selaput otak

ii. Risiko peningkatan TIK yang berhubungan dengan peningkatan

volume intrakranial, penekanan jaringan otak, dan edema screbral.

iii.  Ketidakelektifan bersihan jalan napas yang berhubungan dengan

akumulasi sekret, penurunan kemampuan battik, dan peruhahan tingkat

kesadaran.

iv. Nyeri yang berhubungan dengan iritasi selaput dan jaringan otak.

v. Risiko Gangguan nutrisi kurang dari kebutuhan yang berhubungan

dengan ketidak mampuan menelan, keadaan hipermetabolik.

5. Intervensi yang bisa dilakukan pada diagnosa Perubahan perfusi  jaringan otak

b.d peradangan dan edema pada otak dan selaput otak

26
i. Monitor klien dengan ketat terutama setelah lumbal pungsi. Anjurkan

klien berbaring minimal 4 – 6 jam setelah lumbal pungsi.

ii. Monitor tanda – tanda vital dan neurologis tiap 5 – 30 menit.

iii. Melakukan pengukuran MAP

iv. Hindari posisi tunngkai ditekuk atau gerakan – gerakan klien, anjurkan

untuk tirah baring

v. Tinggikan sedikit kepala klien dengan hati – hati, cegah gerakan yang

tiba – tiba dan hindari fleksi leher

vi. Bantu seluruh aktifitas dan gerakan – gerakan klien.

vii. Kolaborasikan pemberian O2

27
DAFTAR PUSTAKA

1. Harsono. 2003. Meningitis. Kapita Selekta Neurologi. 2 URL

http://www.uum.edu.my/medic/meningitis.htm

2. Japardi, Iskandar. 2002. Meningitis Meningococcus. USU digital library

URL : http://library.usu.ac.id/download/fk/bedah-iskandar%20japardi23.pdf

3. Quagliarello, Vincent J., Scheld W. 1997. Treatment of Bacterial Meningitis.

The New England Journal of Medicine. 336 : 708-16 URL :

http://content.nejm.org/cgi/reprint/336/10/708.pdf

4. Lumbantobing S. M. NEUROLOGI KLINIK Pemeriksaan Fisik dan Mental.

2000. Jakarta : FKUI

5. Yayasan Spiritia. 2006. Meningitis Kriptokokus. Lembaran Informasi 503.

URL : http://spiritia.or.id/li/bacali.php?lino=503

6. Ellenby, Miles., Tegtmeyer, Ken., Lai, Susanna., and Braner, Dana. 2006.

Lumbar Puncture. The New England Journal of Medicine. 12 : 355 URL :

http://content.nejm.org/cgi/reprint/355/13/e12.pdf

28

Anda mungkin juga menyukai