Anda di halaman 1dari 69

MATERNITAS

KEBUTUHAN CAIRAN PADA ANAK DAN BAYI

Ns. Alfonsa Reni Oktavia S. kep MKM

Disusun oleh:

SILVIA NUR RIZKI (11181082)

S1. KEPERAWATAN REGULER XI.B

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN PERTAMEDIKA


Jl. Bintaro Raya, No. 10, Kebayoran Lama Utara - Jakarta Selatan
No.Telp : (021)7234122,7027184, Fax : (021) 7324126
Website : www.stikespertamedika@gmail.com
Tahun Ajaran 2018-2019
KATA PENGANTAR

Puji syukur saya panjatkan kehadirat Allah SWT karena rahmat dan hidayah-Nyalah
sehingga saya dapat menyelesaikan pembuatan makalah ini dengan judul “Kebutuhan Cairan
Pada Anak dan Bayi” Tak lupa saya sampaikan terima kasih kepada Ibu Ns. Alfonsa Reni
Oktavia, S.Kep MKM selaku dosen mata kuliah Keperawatan Anak yang telah membimbing
saya dalam pembuatan makalah ini.

Makalah ini dibuat bertujuan untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah
Keperawatan Anak. Dalam makalah ini membahas tentang informasi-informasi mengenai
kebutuhan cairan pada anak dan bayi.

Saya menyadari bahwa dalam proses penyusunan makalah ini masih jauh dari kata
sempurna baik dari segi materi maupun cara penulisannya. Namun demikian, saya telah
berupaya dengan segala kemampuan dan pengetahuan yang saya miliki sehingga tugas ini dapat
diselesaikan. Oleh karena itu, saya berharap kepada para pembaca agar dapat memberikan
koreksi atau masukan yang bersifat membangun guna menyempurnakan makalah yang saya buat
ini.

Jakarta, 19 Maret 2020

Silvia Nur Rizki

DAFTAR ISI
BAB I

PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Secara umum terapi cairan dan elektrolit bisa secara enternal maupun parenteral.
Dalam konteks perawatan anak maka pembahasan utama terapi secara parenteral, karena
biasanya intake peroral sangat tidak memadai dan hal ini hamper rutin dikerjakan dalam
sehari-hari di ruang perawatan anak.
Dalam keadaan sakit sering didapatkan gangguan metabolism termasuk
metabolism air dan elektrolit. Dikatakan bahwa perburukan maupun perbaikan keadaan
klinis penderita berjalan pararel dengan perubahan-perubahan pada variable fisiologis.
Sebagaimana kita ketahui bahwa anak bukanlah miniature dewasa, sehingga terapi cairan
dan elektrolit pada anak haruslah didasarkan pada prinsip-prinsip fisiologi sesuai tahapan
tumbuh kembangnya dan patofisiologi terjadinya gangguan metabolism air dan elektrolit.

Cairan tubuh dibagi dalam dua kelompok besar yaitu cairan intraseluler(CIS) dan
cairan ekstraseluler (CES). Cairan intraseluler adalah cairan yang berda di dalam sel di
seluruh tubuh, sedangkan cairan akstraseluler adalah cairan yang berada di luar sel dan
terdiri dari tiga kelompok yaitu : cairan intravaskuler (plasma), cairan interstitial, dan
cairan transeluler. Cairan intravaskuler (plasma) adalah cairan di dalam sistem vaskuler,
cairan intersitial adalah cairan yang terletak diantara sel, sedangkan cairan traseluler
adalah cairan sekresi khusus seperti cairan serebrospinal, cairan intraokuler, dan sekresi
saluran cerna.
Cairan sangat penting untuk mempertahankan keseimbangan atau homeostatis
tubuh. Gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit dapat mempengaruhi fungsi
fisiologi tubuh. Karena cairan tubuh kita terdiri atas air yang mengandung partikel-
partikel bahan organik dan anorganik yang vital untuk hidup. Sebagian besar tubuh
manusia terdiri atas cairan. Cairan tubuh ini sangat penting perannya dalam menjaga
keseimbangan (hemodinamik) proses kehidupan. Peranan tersebut dikarenakan air
memiliki karakteristik fisiologis.
Diare merupakan penyakit yang sering terjadi pada anak dibawah lima tahun,
yang didefinisikan sebagai peningkatan secara tibatiba frekuensi dan perubahan
konsistensi feses. Diare pada anak masih merupakan masalah kesehatan di Indonesia,
dengan angka kematian yang masih tinggi terutama pada anak umur 1 sampai 4 tahun.1
kematian pada bayi (31,4%) dan anak balita (25,2%), diperkirakan ada 100.000 balita
meninggal dunia karena diare, artinya setiap hari ada 273 balita yang meninggal setiap
jam nya atau 1 jiwa meninggal setiap 5,5 menit akibat diare.
Bahaya dari diare adalah dehidrasi berat yang dapat menyebabkan kematian pada
anak, sehingga perlu penanganan yang optimal, pemberian cairan secara oral
menunjukkan hasil yang baik dalam menyelamatkan anak-anak penderita diare, namun
tidak begitu berdampak baik dalam mengurangi masa sakit diare tersebut. Kejadian
kematian anak dengan diare dikarenakan komplikasi dehidrasi yang ditimbulkan dan
penanganan yang kurang tepat.

B. Rumusan Masalah
1. Apa pengertian kebutuhan cairan?
2. Berapa kebutuhan cairan pada anak dan balita?
3. Apa saja faktor yang mempengaruhi kebutuhan cairan?
4. Bagaimana dampak pemenuhan kebutuhan cairan pada anak?

C. Tujuan
1. Untuk mengetahui kebutuhan cairan pada anak
2. Untuk mengetahui kebutuhan cairan pada anak dan balita
3. Untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi kebutuhan cairan
4. Untuk mengetahui dampak pemenuhan kebutuhan cairan pada anak

BAB II
TINJAUAN TEORI

A. Pengertian Kebutuhan Cairan


Keseimbangan cairan dan elektrolit di dalam tubuh merupakan salah satu
bagian dari fisiologi homeostatis. Keseimbangan cairan dan elektrolit melibatkan
komposisi dan perpindahan berbagai cairan tubuh. Cairan tubuh adalah larutan
yang terdiri dari air (pelarut) dan zat tertentu (zat terlarut). Elektrolit adalah zat
kimia yang menghasilkan partikel-partikel bermuatan listrik yang disebut ion jika
berada dalam larutan. Keseimbangan cairan dan elektrolit berarti adanya
distribusi yang normal dari air tubuh total dan elektrolit ke dalam seluruh bagian
tubuh. Keseimbangan cairan dan elektrolit saling bergantung satu dengan yang
lainnya.
Cairan tubuh dibagi dalam dua kelompok besar yaitu cairan intraseluler
(CIS) dan cairan ekstraseluler (CES). Cairan intraseluler adalah cairan yang berda
di dalam sel di seluruh tubuh, sedangkan cairan akstraseluler adalah cairan yang
berada di luar sel dan terdiri dari tiga kelompok yaitu : cairan intravaskuler
(plasma), cairan interstitial, dan cairan transeluler. Cairan intravaskuler (plasma)
adalah cairan di dalam sistem vaskuler, cairan intersitial adalah cairan yang
terletak diantara sel, sedangkan cairan traseluler adalah cairan sekresi khusus
seperti cairan serebrospinal, cairan intraokuler, dan sekresi saluran cerna.
Perbandingan CIS dengan CES: Dewasa = 2:1; Anak-Anak = 3:2; Bayi =
1:1. Pada tubuh terdapat hampir 90% dari total berat badan adalah cairan.
Persentasi cairan tubuh manusia berbeda sesuai dengan usia. Persentasi cairan
tubuh pada bayi sekitar 75%, anak 70%, Pengaturan kebutuhan cairan dan
elektrolit dalam tubuh diatur oleh ginjal, kulit, paru-paru dan gastrointestinal.
Pada bayi prematur sekitar 80% dari berat badannya adalah air.
Sedangkan pada bayi yang lahir cukup sekitar 70% dari berat badannya
merupakan air. Seiring dengan bertumbuhnya usia maka presentase air menurun.
Pada orang dewasa laki-laki kira-kira 60% dari berat badannya adalah air.
Sedangkan pada wanita dewasa sekitar 50% adalah air. Presentase air pada tubuh
lansia kira-kira 45% sampai 55% dari berat badannya. (Horner & Swearingen,
2001).
Jumlah air yang dianjurkan untuk diberikan pada bayi penting, terutama
pada bayi muda dibandingkan dengan golongan umur selanjutnya, karena air
merupakan nutrien yang medium untuk nutrien yang lain. Oleh karena itu, intake
nutrien ditentukan oleh kadarnya dalam cairan dan jumlah cairan (termasuk air)
yang diberikan. Sebaliknya, air dapat diberikan tanpa bersama-sama dengan
nutrien yang lain.

B. Kebutuhan Cairan pada Anak dan Balita

USIA BB KEBUTUHAN CAIRAN (ml/24 jam)


3 hari 3,0 250-300
1 thn 9,5 1150-1300
2 thn 11,8 1350-1500
6 thn 20,0 1800-2000
10 thn 28,7 2000-2500
14 thn 45,0 2200-2700
18 thn (Dewasa) 54,0 2200-2700

1. Jalur Kehilangan Cairan


a. Urine
Proses pembentukan urine oleh ginjal dan ekresi melalui tractus
urinarius merupakan proses output cairan tubuh yang utama. Dalam
kondisi normal output urine sekitar 1400-1500 ml per 24 jam, atau
sekitar 30-50 ml per jam.

Usia Volume Urine ( ml/kg BB/hari )


Bayi Lahir 10 – 90
Bayi 80 – 90
Anak – anak 50

b. Paru – paru
IWL terjadi melalui paru-paru dan kulit, Melalui kulit dengan
mekanisme difusi. Pada orang dewasa normal kehilangan cairan tubuh
melalui proses ini adalah berkisar 300-400 mL per hari, tapi bila proses
respirasi atau suhu tubuh meningkat maka IWL dapat meningkat.
c. Keringat
Berkeringat terjadi sebagai respon terhadap kondisi tubuh yang
panas, respon ini berasal dari anterior hypotalamus, sedangkan
impulsnya ditransfer melalui sumsum tulang belakang yang dirangsang
oleh susunan syaraf simpatis pada kulit.

Rata – rata 500 – 600 dari kehilangan cairan tuhuh. Pada bayi
lahir dengan BB rendah, khususnya dengan BB kurang dari 1 kg,
cenderung mengalami kehilangan cairan tubuh yang sangat cepat karena
berbagai factor termasuk luas permukaan kulit yang lebih besar dan
peningkatan kandungan air kulit. Penggunaan penghangat radian akan
sccara bermakna meningkatan kehilangan cairan tak kasat mata pada
bayi

Cairan dan Normal Keringat


Elektrolit
Air 600 – 1000 1500 – 2000
Na ( mEq ) Sedikit 25 – 50
Cl ( mEq ) Sedikit 15 – 35

d. Feces

Pengeluaran air melalui feces berkisar antara 100-200 mL per hari,


yang diatur melalui mekanisme reabsorbsi di dalam mukosa usus besar
(kolon).

C. Faktor yang mempengaruhi Kebutuhan Cairan


1. Umur
Kebutuhan intake cairan bervariasi tergantung dari usia, karena usia
akan berpengaruh pada luas permukaan tubuh, metabolisme, dan berat
badan. Anak-anak lebih mudah mengalami gangguan keseimbangan cairan
dibanding usia dewasa. Pada usia lanjut sering terjadi gangguan
keseimbangan cairan dikarenakan gangguan fungsi ginjal atau jantung.
2. Iklim
Orang yang tinggal di daerah yang panas (suhu tinggi) dan
kelembaban udaranya rendah memiliki peningkatan kehilangan cairan tubuh
dan elektrolit melalui keringat. Sedangkan seseorang yang beraktifitas di
lingkungan yang panas dapat kehilangan cairan sampai dengan 5 L per hari.
3. Diet
Diet seseorag berpengaruh terhadap intake cairan dan elktrolit. Ketika
intake nutrisi tidak adekuat maka tubuh akan membakar protein dan lemak
sehingga serum albumin dan cadangan protein akan menurun padahal
keduanya sangat diperlukan dalam proses keseimbangan cairan sehingga hal
ini akan menyebabkan edema.
4. Stress
Stress dapat meningkatkan metabolisme sel, glukosa darah, dan
pemecahan glikogen otot. Mekanisme ini dapat meningkatkan natrium dan
retensi air sehingga bila berkepanjangan dapat meningkatkan volume darah.
5. Kondisi Sakit
Kondisi sakit sangat berpengaruh terhadap kondisi keseimbangan
cairan dan elektrolit tubuh, misalnya :
a. Trauma seperti luka bakar akan meningkatkan kehilangan air melalui
IWL.
b. Penyakit ginjal dan kardiovaskuler sangat mempengaruhi proses
regulator keseimbangan cairan dan elektrolit tubuh.
c. Pasien dengan penurunan tingkat kesadaran akan mengalami gangguan
pemenuhan intake cairan karena kehilangan kemampuan untuk
memenuhinya secara mandiri.
6. Tindakan Medis
Banyak tindakan medis yang berpengaruh pada keseimbangan cairan
dan elektrolit tubuh seperti : suction, nasogastric tube dan lain-lain.
7. Pengobatan
Pengobatan seperti pemberian diuretik, laksative dapat berpengaruh
pada kondisi cairan dan elektrolit tubuh.
8. Pembedahan
Pasien dengan tindakan pembedahan memiliki resiko tinggi
mengalami gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit tubuh, dikarenakan
kehilangan darah selama pembedahan.
D. Dampak pemenuhan Kebutuhan Cairan pada Anak
BAB III
Analisa Jurnal tentang Masalah Kebutuhan Cairan pada Anak

A. Jurnal Utama
1. Judul Jurnal
Pengaruh Oralit 200 Terhadap Lama Perawatan Bayi dengan Diare Akut
Dehidrasi Ringan-Sedang
2. Peneliti
Puji Indriyani, Yuniar Deddy Kurniawan
3. Populasi dan Teknik Sampling
Populasi dalam penelitian ini berjumlah 30 anak atau usia bayi dengan
umur 1-12 bulan dengan diagnosa medis diare dehidrasi ringan-sedang
(DRDS) yang dirawat sejak masuk di UGD sampai rawat inap dan cara
pengambilan sampel adalah dengan non probability sampling atau
consecutive sampling
4. Desain Penelitian
Penelitian ini adalah penelitian kuantitaf dengan desain penelitian quasi
eksperimental post test only control group design yaitu mengamati pengaruh
pemberian rehidrasi oral Oralit 200 terhadap lama perawatan pada anak yang
mengalami diare akut dehidrasi ringan sedang. Penelitian ini menggunakan
desain kuasi eksperimen post test only control group yang terbagi dalam dua
kelompok yaitu kelompok pemberian larutan oralit 200 (15 responden), dan
kelompok kontrol dengan pemberian cairan infus langsung (15 responden).
5. Instrument yang digunakan
Instrument yang digunakan adalah lamanya observasi perawatan.
6. Uji statistik yang digunakan
Analisis data yang digunakan adalah nnalisis univariat dilakukan untuk
menilai distribusi dari masing-masing variable seperti nilai median, nila rata-
rata, standar deviasi, nilai minimum dan maksimum seperti usia, jenis
kelamin, pemberian ASI dan rerata lama perawatan pada masingmasing
kelompok penelitianbivariat digunakan untuk untuk mengetahui perbedaan
lamanya perawatan anak pada kelompok oralit 200 dan kelompok kontrol
dengan uji beda dua mean independent atau uji- t ( t-test)

Uji statistik pengaruh pemberian oralit 200 dengan kelompok kontrol


terhadap lama perawatan menunjukkan tidak ada pengaruh yang signifikan
terhadap lama perawatan dengan p value = 0,051 dengan α < 0,05, namun
berdasarkan penghitungan rerata lama perawatan pada bayi dengan diare akut
dehidrasi ringan-sedang yang diberikan oralit 200 adalah 2,67 hari dan pada
kelompok kontrol rerata lama perawatan adalah 3,67 hari yaitu selisih satu
hari perawatan sehingga dapat mengurangi jumlah biaya yang dikeluarkan
pasien.

7. Hasil Penelitian :
Pemberian oralit 200 selama 3 jam pertama awal perawatan pada bayi
dengan diare akut dehidrasi ringansedang , lama rata-rata perawatannya
adalah 2,7 hari dengan selisih 1 hari perawatan jika dibandingkan dengan
bayi yang langsung diberikan cairan infus melalui intravena. Pemberian
Oralit 200 juga memberikan pengaruh terhadap konsistensi feces dan
penurunan frekuensi buang air besar pada bayi dengan diare akut dehidrasi
ringan-sedang.
B. Jurnal Pendukung
1. Judul Jurnal
Asuhan Keperawatan Pada Balita yang Mengalami Diare dengan
Dehidrasi Sedang di Rumah Sakit Umum dr. Wahidin Sudiro Husodo
Mojokerto
2. Peneliti
Fikita Maulida Yulianti
3. Populasi dan Teknik Sampling
Populasi pada penelitian ini adalah pasien di Rumah Sakit dr. Wahidin
Sudiro Husodo Mojokerto. Sampel dalam penelitian ini adalah anak yang
dilakukan perawatan di Rumah Sakit dr. Wahidin Sudiro Husodo Mojokerto.
Teknik sampling menggunakan dengan jumlah 2 responden.
4. Desain Penelitian
Desain yang digunakan pada penelitian ini adalah studi kasus. Studi kasus
adalah salah satu metode penelitian ilmu-ilmu sosial. Penelitian kualitatif ini
bersifat deskriptif, sumber data primer adalah penelitian yang melakukan
tindakan dan anak yang menerima tindakan. Sedangkan sekunder berupa data
hasil wawancara, observasi, dan dokumentasi.
5. Instrument yang digunakan
Instrument yang digunakan adalah dengan mengidentifikasi data hasil
wawancara, observasi, dan dokumentasi. Sedangkan Analisa data dilakukan
dengan cara mengemukakan fakta, selanjutnya membandingkan dengan teori
ada dan selanjutnya dituangkan dalam opini pembahasa
6. Hasil Penelitian
Pada anak diare dengan dehidrasi, pemberian oralit 200 ml tiap kali diare
lebih efektif jika dihabiskan untuk mengatasi dehidrasi
C. Jurnal Pembanding
1. Judul Jurnal
Pengaruh Pemberian Kombinasi Probiotik dan Seng terhadap Frekuensi
dan Durasi Diare pada Pasien Anak di Rumah Sakit PKU Muhammadiyah
Yogyakarta
2. Peneliti
Nurul Huda1, Dyah A. Perwitasari2, Irma Risdiana
3. Populasi dan Teknik Sampling
Populasi ini dilakukan pada pasien diare akut pada anak di Unit Rawat
Inap Anak RS PKU Muhammadiyah Yogyakarta periode September–
Desember 2015 dan Teknik samplingnya yaitu pemilihan subjek dilakukan
dengan teknik aksidental yaitu pengambilan sampel berdasarkan kebetulan,
data langsung dikumpulkan dari unit sampling yang ditemui.
4. Desain Penelitian
Penelitian ini termasuk dalam jenis penelitian deskriptif observasional
dengan rancangan kohort.
5. Instrument yang digunakan
Instrument yang digunakan adalah hasil wawancara dengan keluarga
pasien atau petugas kesehatan yang merawat pasien. Data usia, jenis kelamin,
berat badan, status gizi dan status dehidrasi diperoleh dari rekam medik. Data
tingkat pendidikan orang tua, pendapatan orang tua, frekuensi dan durasi
diare sebelum terapi diperoleh dari hasil wawancara dengan orang
tua/keluarga pasien, data frekuensi dan durasi diare setelah terapi diperoleh
dari informasi dari orang tua/ keluarga yang menjaga pasien dan petugas
kesehatan yang merawat pasien.
6. Uji statistik yang digunakan
Uji statistik yang digunakan adalah dengan uji normalitas shapiro-wilk,
perbandingan proporsi kedua kelompok subjek dibandingkan dengan
menggunakan chi square test dan dengan Mann-Whiteney.

D. Analisa Jurnal (PICO)


1. Problem
Diare pada anak di bawah usia lima tahun masih menjadi penyebab kedua
kematian di dunia dengan angka kasus diare pada bayi setiap tahunnya
mencapai 1,7 milyar. Kejadian kematian disebabkan karena komplikasi
dehidrasi yang ditimbulkan serta penanganan yang kurang tepat.
2. Intervensi

Intervensi yang dilakukan untuk anak diare pada penelitian ini dengan
diberikan oralit 200 dan desain yang digunakan pada penelitian ini adalah
studi kasus. Studi kasus adalah salah satu metode penelitian ilmu-ilmu sosial.
Penelitian kualitatif ini bersifat deskriptif, sumber data primer adalah
penelitian yang melakukan tindakan dan anak yang menerima tindakan.
Sedangkan sekunder berupa data hasil wawancara, observasi, dan
dokumentasi.

3. Comparasion
Dalam jurnal pembanding, dengan judul Pengaruh Pemberian Kombinasi
Probiotik dan Seng terhadap Frekuensi dan Durasi Diare pada Pasien Anak di
Rumah Sakit PKU Muhammadiyah Yogyakarta, intervensi yang diberikan
pada jurnal ini adalah dengan pemberian terapi prabiotik.

4. Outcome
Dari jurnal utama telah didapatkan hasil penelitiannya adalah pemberian
oralit 200 selama 3 jam pertama awal perawatan pada bayi dengan diare akut
dehidrasi ringansedang , lama rata-rata perawatannya adalah 2,7 hari dengan
selisih 1 hari perawatan jika dibandingkan dengan bayi yang langsung
diberikan cairan infus melalui intravena. Pemberian Oralit 200 juga
memberikan pengaruh terhadap konsistensi feces dan penurunan frekuensi
buang air besar pada bayi dengan diare akut dehidrasi ringan-sedang.
Dibandingkan dalam jurnal pembanding, hasil penelitiannya adalah
disimpulkan bahwa pemberian probiotik pada terapi standar diare tidak
menunjukkan penurunan pada frekuensi dan durasi diare dibandingkan
dengan kelompok yang hanya diberikan terapi standar diare dalam tata
laksana diare akut pada anak.
Dalam kesimpulan penelitian yang dilakukan pada jurnal utama dan
pembanding yang lebih efektif untuk menyelesaikan masalah diare pada anak
adalah dengan pemberian oralit untuk mengatasi diare pada anak.
5. Time
Penelitian jurnal utama dilakukan di RSUD Goeteng Tarunadibrata
Purbalingga pada tahun 2017.
Penelitian Jurnal pembanding dilakukan di Unit Rawat Inap Anak RS
PKU Muhammadiyah Yogyakarta periode September–Desember 2015.
BAB IV

PENUTUP

A. Kesimpulan
Penyakit diare masih merupakan masalah kesehatan dengan derajat kesakitan dan
kematian yang cukup tinggi di berbagai negara terutama di negara berkembang seperti di
Indonesia karena morbiditas dan mortalitasnya yang masih tinggi, dan sebagai salah satu
penyebab utama tingginya angka kesakitan dan kematian anak di dunia.
Dari hasil penelitian dapat disimpulkan pemberian oralit 200 selama 3 jam pertama
awal perawatan pada bayi dengan diare akut dehidrasi ringansedang , lama rata-rata
perawatannya adalah 2,7 hari dengan selisih 1 hari perawatan jika dibandingkan dengan
bayi yang langsung diberikan cairan infus melalui intravena. Pemberian Oralit 200 juga
memberikan pengaruh terhadap konsistensi feces dan penurunan frekuensi buang air
besar pada bayi dengan diare akut dehidrasi ringan-sedang.
Hasil penelitiannya jurnal pembanding adalah disimpulkan bahwa pemberian
probiotik pada terapi standar diare tidak menunjukkan penurunan pada frekuensi dan
durasi diare dibandingkan dengan kelompok yang hanya diberikan terapi standar diare
dalam tata laksana diare akut pada anak.

B. Saran
1. Untuk orang tua diharapkan untuk meningkatkan pengetahuan tentang pentingnya
menjaga kebersihan pada makanan yang akan dikonsumsi.
2. Masih banyak kasus diare pada anak sehingga bagi orang tua untuk lebih
memperhatikan asupan makanan yang mempengaruhi status gizi dan perilaku hidup
bersih dan sehat.

DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRKAN JURNAL ASLI (UTAMA, PENDUKUNG, PEMBANDING)

https://www.scribd.com/document/359603942/KEBUTUHAN-CAIRAN-PADA-BAYI-DAN-ANAK-docx
https://www.scribd.com/document/395938468/Kebutuhan-Cairan-Pada-Anak

ASUHAN KEPERAWATAN PADA BALITA


YANG MENGALAMI DIARE DENGAN
DEHIDRASI SEDANG DI RUMAH SAKIT
UMUM dr. WAHIDIN SUDIRO HUSODO
MOJOKERTO

FIKITA MAULIDA YULIANTI

Mahasiswa Prodi DIII Keperawatan


Politeknik Kesehatan Majapahit

ABSTRACT

The incidence of diarrhea in Indonesian is still high as seen in the morbidity and
mortality are still high. The purpose of study was to learn and practice the nursing care in
infants with diarrhea with moderate dehydration through the nursing process approach
included assessment, diagnosis, intervention, implementation, and evaluation.

The design used in this study was a case study to explore issues of nursing care to
client of under five children with diarrhea with moderate dehydration in the RSUD dr.
Wahidin Sudiro Husodo Mojokerto. This case study was conducted on July 18, 2016 until July
22, 2016.

From the client's assessment showed that both the client's mother said diarrhea for
more than 3 times. Client looked weak, irritability, abnormal vital signs and dry mucous
membranes. Nursing diagnoses that arose were fluid volume and electrolyte deficiencies
related to exces secondary secretion (diarrhea). The nursing interventions were monitor signs
and symptoms of dehydration, assess children's nutritional status monitor of vital signs,
monitor the body weight every day, monitor laboratory examination, urge to take oral intake
(ORS provision), did a collaboration of medicine administration. The action done was the
provision of 200 ml ORS each time of diarrhea. Evaluation on both the client showed
improved response to client’s circumstances.

Based on data from the Nursing care in children with moderate dehydration
diarrhea the provision of ORS of 200 ml eachtime of diarrhea is more effective if it is spent to
treat dehydration. The client's family is expected to increase knowledge about the
importance of maintaining the cleanliness of the food that will be consumed by clients
through the local health authorities.

Keyword: Diarrhea, Moderate Dehydration

A. PENDAHULUAN
Diare merupakan penyakit yang multifaktoral, dimana dapat muncul karena akibat
tingkat pendidikan dan sosial ekonomi yang kurang serta akibat kebiasaan atau budaya
masyarakat yang salah (Maryunani, 2010). Walaupun diare termasuk penyakit yang umum
dijumpai dimasyarakat, penyakit ini dapat berakibat fatal jika tidak ditangani(Ardiansyah,
2012). Penyakit diare masih merupakan masalah kesehatan masyarakat terutama dinegara
berkembang seperti Indonesia karena angka morbiditas dan mortalitasnya yang tinggi.
Hasil survey morbiditas yang dilakukan oleh Kementerian Kesehatan RI yaitu angka
kesakitan diare pada balita tahun 2003 – 2010tidak menunjukkan pola kenaikan maupun pola
penurunan (berfluktuasi). Pada tahun 2003 angka kesakitan balita adalah 1.100 per
1000penduduk naik menjadi 1330 per 1000 penduduk kemudian turun pada tahun 2010 yaitu
1310 per 1000penduduk. Proporsi umur terbesar penderita diare pada balita adalah kelompok
umur 6 – 11 bulan yaitu sebesar 21,65% lalu kelompok umur 12 – 17bulan sebesar 14,43%,
kelompok umur 24 – 29bulan sebesar 12,37%, sedangkan proporsi terkecil pada kelompok
umur 54 – 59 bulan yaitu 2,06%. Pada tahun 2013 dari sebelas besar mordibitas dan
mortalitas pasien rawat inap anak balita diare menempati urutan pertama dengan jumlah
36.238 balita, sedangkan sepuluh besar mordibitas dan mortalitas pasien rawat jalan anak
balita diare menempati urutan ketiga dengan jumlah 33.100 balita.
Angka morbiditas diare pada balita di Indonesia berdasarkan Riset Kesehatan Dasar
tahun 2013 lebih rendah dibandingkan Riset Kesehatan Dasar tahun 2007 yaitu 16,7%.
Sedangkan pada tahun 2013, angka morbiditas tercatat 6,7%. Dari hasil studi pendahuluan
yang dilakukan di Rumah Sakit Umumdr. Wahidin Sudiro Husodo Mojokerto pada tanggal 17
Juni 2016 angka kejadian diare pada balita selama 3 bulan cenderung meningkat dibulan mei.
Pada bulan Maret kasus kejadian diare pada balita yaitu 17 orang, bulan Aprilturun menjadi
16 orang, dan bulan Meimeningkat yaitu 25 orang. Penyakit diare merupakan penyakit
saluran pencernaan yang penyebarannya lebih sering akibat konsumsi makanan maupun
minuman sehingga masyarakat dengan kondisi personal hygiene yang buruk berpotensi dalam
timbul dan penyebaran diare (Kartiningrum, 2013).
Pasien dengan dehidrasi sedang dianjurkan memberi oralit diklinik selama periode 3
jam. Tentukan jumlah oralit untuk 3 jam pertama. Jumlah oralit yang diperlukan =75 ml/kg
berat badan. Jika anak menginginkan oralit lebih banyak dari pedoman diatas, berikan sesuai
dengan kehilangan cairan yang sedang berlangsung. Untuk anak berumur kurang dari 6 bulan
yang tidak menyusu, beri juga 100 – 200 ml air matang selama periode ini. Mulailah memberi
makan segera setelah anak ingin makan. Lanjutkan pemberian ASI. Tunjukkan pada ibu cara
pemberian oralit yaitu satu bungkus oralit dilarutkan kedalam 200 ml air matang atau gula
satu sendok teh beserta garam ¼ sendok teh dilarutkan ke dalam 200 ml air matang.
Minumkan sedikit – sedikit tapi sering dari cangkir/mangkok/gelas. Jika anak muntah, tunggu
10 menit. Kemudian lanjutkan lagi dengan lebih lambat. Lanjutkan ASI selama anak mau.
Berikan tablet zinc selama 10 hari. Beritahu ibu berapa banyak tablet zinc yang diberikan
kepada anak. Untuk anak dibawah umur 6 bulan yaitu ½ tablet (10 mg) per hari, sedangkan
anak dengan umur 6 bulan keatas 1 tablet (20 mg) per hari selama 10 hari. Setelah 3 jam,
ulangi penilaian dan klasifikasikan kembali derajat dehidrasinya. Pilih rencana terapi yang
sesuai untuk melanjutkan pengobatan. Jika ibu memaksa pulang sebelum pengobatan selesai,
tunjukkan cara menyiapkan oralit dirumah. Tunjukkan berapa banyak larutan oralit yang
harus diberikan dirumah untuk menyelesaikan 3 jam pengobatan. Beri bungkus oralit yang
cukup untuk rehidrasi dengan menambahkan 6 bungkus lagi.Jelaskan aturan perawatan
dirumah. Beri cairan tambahan. Lanjutkan pemberian makanan. Beri tablet zinc selama 10
hari. Beritahu kapan harus kembali (Nurarif dan Kusuma, 2015).
Untuk mencegah kurangnya masukan nutrisi dan membantu menaikkan daya tahan
tubuh, pasien diare harus segera diberi makanan yang mengandung kalori, protein, mineral,
dan vitamin. Pemberian susu juga harus diberikan pada anak yang masih mengkonsumsi susu
(ASI dan atau susu formula yang mengandung laktosa rendah dan asam lemak tidak jenuh,
misalnya LLM, Almiron atau sejenis lainnya). Makanan setengah padat (bubur) atau makanan
padat (nasi tim), bila anak tidak mau minum susu karena dirumah tidak biasa. Susu khusus
yang disesuaikan dengan kelainan yang ditemukan misalnya susu yang tidak mengandung
laktosa atau asam lemak yang berantai sedang atau tidak jenuh. Medikasi untuk diare yaitu
obat anti sekresi seperti asetosal, obat spasmolitik seperti papaverin, dan antibiotik
(Ngastiyah, 2005).

B. TINJAUAN PUSTAKA
1. Konsep Balita
a. Definisi Balita
Balita adalah anak yang berumur 0 – 59 bulan, pada masa ini ditandai dengan
proses pertumbuhan dan perkembangan yang sangat pesat. Disertai dengan peubahan
yang memerlukan zat – zat gizi yang jumlahnya lebih banyak dengan kwalitas tinggi
(Waryono, 2010).
b. Karakteristik Balita
a) Usia lebih dari satu tahun. Pada usia ini perlu makanan untuk pertumbuhan dan
perkembangannya.
b) Pertumbuhan jasmani sudah terlihat.
c) Kebutuhan zat gizi makin bertambahnya dengan bertambahnya usia anak.
d) Merupakan masa paling rawan (mudah sakit).
e) Gigi geligi lengkap pada usia 2 – 2,5 tahun tetapi belum dapat digunakan untuk
mengunyah makanan yang keras.
(Soetjiningsih, 2000).

2. Konsep Diare
a. Pengertian Diare
Diare menurut hipocrates adalah pengeluaran feses yang tidak normal (cair).
Menurut FKUI / RSCM bagian IKA, diare diare diartikan sebagai buang air besar
yang tidak normal atau bentuk feses yang encer dengan frekuensi lebih banyak dari
biasanya. Neonatus dinyatakan diare bila frekuensi buang air besar lebih dari 4 kali,
sedangkan untuk bayi berusia lebih dari 1 bulan dan anak bila frekuensi lebih dari 3
kali (Deslidel dkk, 2011).
b. Etiologi
Ada beberapa faktor yang menjadi penyebab munculnya diare. Berikut beberapa
diantaranya:
a. Infeksi internal
Menurut Ardiansyah (2012) infeksi internal ini disebabkan oleh bakteri, antara
lain: Stigella, Salmonella, Escherichia coli, Campylobacter, Yersinia
enterecolitik, Infeksi oleh virus dll.
b. Faktor malabsorbsi
Menurut Ngastiyah (2005) faktor malabsorbsi antara lain: Malabsorbsi
karbohidrat disakarida (intoleransi laktosa, maltosa dan sukrosa), monosakarida
(intoleransi glukosa, fruktosa, dan galaktosa). Pada bayi dan anak yang terpenting
dan tersering adalah (intoleransi laktosa). Malabsorbsi lemak, Malabsorbsi protein
c. Faktor makanan
Makanan basi, beracun, alergi terhadap makanan (Ngastiyah, 2005).
d. Faktor psikologis
Rasa takut dan cemas jarang, tetapi dapat terjadi pada anak yang lebih besar
(Ngastiyah, 2005).

3. Konsep Dehidrasi
a. Definisi
Dehidrasi adalah berkurangnya cairan tubuh total, dapat berupa hilangnya air
lebih banyak dari natrium (dehidrasi hipertonik), atau hilangnya air dan natrium
dalam jumlah yang sama (dehidrasi isotonik), atau hilangnya natrium yang lebih
banyak daripada air (dehidrasi hipotonik) (Aru dkk, 2009 dalam Nurarif dan
Kusuma, 2015).
b. Klasifikasi Dehidrasi
Tabel 1 Klasifikasi Dehidrasi Akibat Kekurangan Cairan Dan Elektrolit
Tanda Derajat Dehidrasi
Ringan Sedang Berat
Kehilangan cairan < 5% 5 – 9% ≥ 10%
Warna kulit Pucat Abu-abu Bercak-bercak
Turgor kulit Menurun Tidak elastis Sangat tidak
elastis
Membran mukosa Kering Sangat kering Pecah-pecah
Haluaran urine Menurun Oliguria Oliguria nyata
Tekanan darah Normal Normal atau semakin Semakin rendah
rendah
Tabel 2 Klasifikasi Dehidrasi Menurut Maurice King Score
Bagian yang 0 1 2
diperiksa
Keadaan Sehat Rewel, gelisah, Ngigau/koma/syok
umum apatis, mengantuk
Kekenyalan Normal Sedikit Kurang Sangat Kurang
Kulit
Mata Normal Sedikit Kurang Sangat Kurang
Ubun - ubun Normal Sedikit Cekung Sangat Cekung
Mulut Normal Kering Kering biru
Nadi Normal 120 – 140 >140
Sumber: Maurice King (1974) dalam A. H. Markum (1991).

c. Etiologi
Bermacam – macam penyebab dehidrasi dalam menentukan tipe / jenis – jenis
dehidrasi
a. Dehidrasi Isotonik: Perdarahan, muntah, diare, hipersalivasi, fistula, ileustomy
(pemotongan usus), diaphoresis (keringat berlebihan), luka bakar, puasa, terapi
hipotonik, suction gastrointestinal (cuci lambung).
b. Dehidrasi hipotonik: Penyakit diabetes mellitus, rehidrasi cairan berlebih, mal
nutrisi berat dan kronis.
c. Dehidrasi hipertonik: Hiperventilasi, diare air, diabetes insipedus (hormone ADH
menurun), rehidrasi cairan berlebihan, disfagia, gangguan rasa haus, kesadaran,
infeksi sistemik dan suhu tubuh meningkat.

B. METODE PENELITIAN
1. Desain Penelitian
Desain yang digunakan pada penelitian ini adalah studi kasus. Studi kasus adalah salah
satu metode penelitian ilmu-ilmu sosial. Secara umum, studi kasus merupakan strategi yang
cocok bila pokok pertanyaan suatu penelitian berkenaan dengan how atau why, bila peneliti
hanya memiliki sedikit peluang untuk mengontrol peristiwa-peristiwa yang akan diselidiki, dan
bila mana fokus penelitiannya terletak pada fenomena kontemporer (masa kini) didalam
korteks kehidupan nyata (Robert, 2004).
Asuhan keperawatan pada balita yang mengalami diare dengan dehidrasi sedang
meliputi pengkajian, diagnosis, perencanaan, implementasi dan evaluasi. Rencana keperawatan
untuk dehidrasi yaitu rehidrasi oral dan parenteral. Kriteria hasil yang diharapkan pada
penelitian ini adalah keadaan umum baik, tanda – tanda vital dalam rentang normal, tidak ada
tanda – tanda dehidrasi, dan tidak ada rasa haus yang berlebihan.
2. Pengumpulan Data dan Analisa Data.
Penelitian kualitatif ini bersifat deskriptif, sumber data primer adalah penelitian yang
melakukan tindakan dan anak yang menerima tindakan. Sedangkan sekunder berupa data hasil
wawancara, observasi, dan dokumentasi. Sedangkan Analisa data dilakukan dengan cara
mengemukakan fakta, selanjutnya membandingkan dengan teori ada dan selanjutnya
dituangkan dalam opini pembahasan. Teknik analisis yang digunakan dengan
menarasikan jawaban – jawaban yang diperoleh dari hasil interpretasi wawancara mendalam
yang dilakukan untuk menjawab rumusan masalah. Teknik analisis digunakan dengan cara
observasi oleh peneliti dan studi dokumentasi yang menghasilkan data untuk selanjutnya
diinterpretasikan dan dibandingkan teori yang ada sebagai bahan untuk memberikan
rekomendasi dalam intervensi tersebut
C. HASIL PENELITIAN
1. Pengkajian
a. Identitas klien
Klien dalam penelitian ini adalah An. M. A. R yang lahir pada 28 Mei 2014 dan
berumur 25 Bulan, berjenis kelamin Laki – laki, beragama Islam, asal suku jawa dan
didiagnosa diare. Nama orang tua adalah Ny YN yang bekerja sebagai wiraswasta
dengan alamat Grobogan Mojokerto. Sedangkan klien yang kedua adalah An M yang
lahir pada 19 Mei 2015, berjenis kelamin perempuan, beragama Islam dan asal suku
Jawa. Orangtua nya bernama Tn S yang bekerja wiraswasta dan beralamatkan di
Suromurukan Mojokerto. .
2. Analisa Data
Tabel 3 Analisa data Pada Balita yang mengalami diare Di Rumah Sakit Umum dr.
Wahidin Sudiro Husodo Mojokerto pada tanggal 18 – 22 Juli 2016.
Analisa Data Etiologi Masalah
Klien I
Data subyektif: Masukan Kekurangan cairan
Ibu klien mengatakan anaknya makanan/minuman dan elektrolit
diare cair sudah 4x berwarna yang terkontaminasi
kuning, berlendir berampas dan
tidak ada darah. Infeksi pada mukosa
Data Obyektif: usus
a. Keadaan umum rewel, klien
tampak kehausan Mengeluarkan toksin
b. Mukosa bibir kering
c. Minum lebih banyak dari Peningkatan peristaltik
biasanya 8 gelas/hari usus
d. Suhu 39C
e. Nadi 130x/menit Berkurangnya
f. RR 48x/menit kesempatan usus
g. Hasil laboratorium untuk menyerap
Leukosit 14.7 + makanan
Eritrosit 4.75
Hematokrit 30.4 –
Diare
Klien II
Data Subyektif: Masukan Kekurangan volume
Ibu klien mengatakan bahwa makanan/minuman cairan dan elektrolit
anaknya hari ini diare sudah 5x yang terkontaminasi
berwarna kuning, berlendir, tidak
berampas, dan tidak ada darah. Infeksi pada mukosa
Data Obyektif: usus
a. Keadaan umum rewel, klien
tampak kehausan Mengeluarkan toksin
b. Mukosa bibir kering
Peningkatan peristaltic
c. Minum lebih banyak dari usus
biasanya 7 gelas/hari
d. Suhu 38C Berkurangnya
e. Nadi 120x/menit kesempatan usus
f. RR 34x/menit untuk menyerap
g. Hasil laboratorium makanan
Leukosit 13.3 +
Trombosit 449
Hematokrit 32.9 –
Diare

C. PEMBAHASAN
1. Pengkajian
Tanggal 20 juli 2016, dilakukan pengkajian pada responden 1 yaitu An. “M.A” usia 25
Bulan dengan keluhan ibu klien mengatakan anaknya rewel, diare hari ini 4x dengan
konsistensi cair, berampas, berlendir, tidak ada darah dan berwarna kuning. Kebersihan botol
susu pada anak kurang bersih karena ibu klien dan pengasuhnya tidak mencuci botol susu
menggunakan sikat, seringkali botol susu terjatuh dan langsung diberikan kepada klien tanpa
dicuci terlebih dahulu sehingga hal ini dapat memicu terjadinya kontaminasi bakteri pada
minuman.
Pada tanggal 18 juli 2016, dilakukan pengkajian pada responden 2 yaitu An. “M” usia 14
Bulan dengan keluhan ibu klien mengatakan anaknya rewel, diare hari ini 5x dengan
konsistensi cair, tidak berampas, berlendir, tidak ada darah, dan berwarna kuning.Ibu klien
mengatakan bahwa sebelumnya anaknya memakan makanan yang sudah terjatuh dan kotor.
Kebersihan pada tutup botol susu anak bersih dan seringkali botol susu terjatuh langsung
diberikan kepada klien tanpa dicuci terlebih dahulu sehingga hal ini dapat memicu terjadinya
kontaminasi bakteri pada makanan dan minuman.
Dari fakta dan teori tidak terjadi kesenjangan karena dalam teori menyebutkan bahwa
salah satu penyebab diare adalah mengkonsumsi makanan dan minuman yang terkontaminasi
bakteri, sehingga rencana selanjutnya adalah menjaga kebersihan makanan dan minuman yang
akan dikonsumsi oleh anak.
2. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan yang muncul pada partisipan 1 ( An. M. A / 25 Bulan) yaitu
kekurangan cairan dan eletrolit berhubungan dengan pengeluaran sekunder berlebih (diare).
Data subyektif menunjukkan klien BAB 4x berwarna kuning dengan konsistensi cair, berlendir,
berampas dan tidak ada darah. Data obyektif menunjukkan klien tampak lemah dan rewel,
badan panas suhu: 39˚C RR: 48x/menit, Nadi: 130x/menit, membrane mukosa kering, klien
tampak kehausan dengan minum lebih banyak dari biasanya yaitu 8 gelas/hari dan hasil
laboratorium leukosit 14.7 +, eritrosit 4.75, dan hematokrit 30.4 –.
Diagnosa keperawatan yang muncul pada partisipan 2 ( An. M / 14 Bulan) yaitu
kekurangan cairan dan eletrolit berhubungan dengan pengeluaran sekunder berlebih (diare).
Data subyektif menunjukkan klien BAB 5x berwarna kuning dengan konsistensi cair, berlendir,
tidak berampas dan tidak ada darah. Data obyektif menunjukkan klien tampak lemah dan rewel,
badan panas suhu: 38˚C RR: 34x/menit, Nadi: 120x/menit, membrane mukosa kering, klien
tampak kehausan dengan minum lebih banyak dari biasanya yaitu 7 gelas/hari dan hasil
laboratorium leukosit 22.6 +, eritrosit 5.10, dan hematokrit 32.9 –.
Diagnosa yang muncul pada kasus ini, selain mengacu pada teori juga disesuaikan
dengan masalah yang ada berdasarkan data yang diperoleh dari hasil pengkajian. Tidak ada
kesenjangan antara teori dan fakta yang ada karena dalam teori menyebutkan
dehidrasi bisa terjadi karena pengeluaran cairan tubuh yang berlebihan seperti diare dan BAK
pada partisipan 1 dan 2.
3. Intervensi
Pada partisipan 1 dan 2 intervensi keperawatan yang dirumuskan sama yaitu pantau tanda
dan gejala dehidrasi, kaji status nutrisi anak, monitor tanda – tanda vital, timbang berat badan
setiap hari, monitor pemeriksaan laboratorium, dorong masukan oral (pemberian oralit),
kolaborasi pemberian obat. Dalam teori intervensi yang dirumuskan adalah pantau tanda dan
gejala dehidrasi, kaji status nutrisi anak, monitor tanda – tanda vital, timbang berat badan
setiap hari, monitor pemeriksaan laboratorium, dorong masukan oral (pemberian oralit),
kolaborasi pemberian obat (Nurarif dan Kusuma, 2015). Semua rencana yang dibuat sesuai
dengan teori dan keadaan klien, rencana keperawatan ini terlebih dahulu adalah menetapkan
prioritas masalah yaitu kekurangan
volume cairan. Pada partisipan 1 dan 2 sama – sama diberi oralit 200 ml tiap kali diare.
4. Implementasi Keperawatan
Partisipan 1 (An. M.A) dilakukan implementasi mengkaji tanda – tanda dehidrasi,
mengobservasi keadaan klien, mengkaji tanda – tanda vital, menimbang berat badan, mengkaji
penyebab diare, memberikan HE cara membersihkan botol susu yang bersih, mengkaji status
nutrisi, menganjurkan ibu untuk kompres air hangat diketiak dan leher, memonitor pemeriksaan
lab, memberikan cairan oralit, memberikan HE mengenai fungsi oralit dan cara membuat oralit
secara manual, memberikan injeksi ceftriaxone dan ranitidine.
Partisipan 2 (An. M) dilakukan implementasi mengobservasi keadaan klien, mengkaji
tanda – tanda dehidrasi, mengkaji penyebab diare, memberikan HE mengenai pentingnya
kebersihan makanan pada anak, mengkaji status nutrisi, menimbang berat badan, memonitor
TTV, memonitor pemeriksaan lab, dan memberikan injeksi ceftriaxone dan ranitidine.
Implementasi yang dilakukan pada partisipan 1 dan 2 tidak jauh berbeda dilakukan
berdasarkan respon klien atau keadaan klien hal ini tidak ada kesenjangan dengan teori yang
ada.
5. Evaluasi
Pada partisipan 1 ibu klien mengatakan bahwa diarenya sudah berkurang yaitu 1x/hari,
keadaan umum baik, membrane mukosa lembab, suhu: 36,9˚C RR: 28x/menit, 110x/menit,
anak tidak tampak kehausan. Pada partisipan 2 ibu klien mengatakan diare berkurang yaitu
3x/hari, keadaan umum baik, membrane mukosa lembab, suhu: 36,6˚C RR: 28x/menit, nadi:
110, anak tidak tampak kehausan.
Hasil evaluasi partisipan 1 dan 2 sama – sama diare berkurang, keadaan umum baik,
membrane mukosa lembab, TTV dalam rentang normal, dan anak tidak tampak kehausan.
Evaluasi ini digunakan untuk mengukur keberhasilan dari tindakan yang sudah dilakukan
dengan menggunakan evaluasi proses (mengacu pada tindakan keperawatan) dan evaluasi hasil
(mengacu pada kesimpulan dari hasil tindakan). Hal ini tampak dari keberhasilan pencapaian
tujuan yaitu dapat teratasinya masalah keperawatan yang timbul dengan kriteria hasil keadaan
umum baik, tanda – tanda vital dalam rentang normal, tidak ada tanda – tanda dehidrasi, dan
tidak ada rasa haus yang berlebihan

D. PENUTUP
1. Kesimpulan
Hasil perawatan pada partisipan 1 dan 2 sama – sama berhasil akan tetapi partisipan 2
lebih lebih cepat teratasi daripada partisipan 1 karena partisipan 2 mengkonsumsi cairan oralit
hampir habis. Sedangkan partisipan 1 tidak pernah habis hanya setengah gelas tiap kali diare.
Sehingga berdasarkan data dari hasil Asuhan
Keperawatan pada anak diare dengan dehidrasi sedangpemberian oralit 200 ml tiap kali diare
lebih efektif jika dihabiskan untuk mengatasi dehidrasi
2. Saran
a. Diharapkan institusi pendidikan dapat menambah buku atau literatur tentang diare
pada anak dan teori tentang faktor penyebab terjadinya diare dengan dehidrasi,
sehingga dapat dijadikan bahan referensi bagi peneliti selanjutnya.
b. Diharapkan untuk meningkatkan pengetahuan tentang pentingnya menjaga
kebersihan pada makanan yang akan dikonsumsi.
c. Hendaknya peneliti selanjutnya dapat mengembangkan penelitian ini dengan
meneliti tentang faktor penyebab balita yang mengalami diare dengan dehidrasi
sedang.
d. Diharapkan dapat memberikan pelayanan kepada pasien seoptimal mungkin dan
meningkatkan mutu pelayanan rumah sakit

DAFTAR PUSTAKA

Ardiansyah, Muhammad. (2012). Medikal Bedah untuk Mahasiswa. Jogjakarta: Diva Press
Brunner dan Suddart.(2013). Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta: EGC

Budiono dan Pertami S. B. (2015).Konsep Dasar Keperawatan. Jakarta: Bumi Medika. Bungin,
Burhan. (2001). Metodologi Penelitian Kualitatif Dan Kuantitatif. Yogyakarta: Gajah

Mada Press.
Carpenito, Linda J. (1999). Rencana Asuhan & Dokumentasi Keperawatan. Jakarta: EGC.
Deslidel, Hasan, Hevrialni R dan Sartika Y. (2011). Asuhan Neonatus, Bayi dan Balita.

Jakarta: EGC.
Doenges, M. E. Moorhouse, M.F. Geissler, A. C. (1999). Rencana Asuhan Keperawatan.

Jakarta: EGC.
Fadhilah. (2014). http://www.idmedis.comdiakses pada tanggal 25 Februari 2016.
Guwandi, J. (2004). Hukum Medik (Medical Law). Jakarta: Fakultas Kedokteran UI.
Handayaningsih, Isti. (2009). Dokumentasi Keperawatan “DAR”. Jogjakarta: Mitra Cendikia.
Kartiningrum, Eka Diah. 2013. Personal Hygiene Penderita Diare Di Wilayah UPT
Puskesmas Gayaman Mojoanyar Mojokerto. MEDICA MAJAPAHIT Vol 5 No 1
Kementerian Kesehatan RI. (2011). Http://www.depkes.go.iddiakses pada tanggal 11 Januari
2016.
Kemp, Charles. (2009). Klien Sakit Terminal Seri Asuhan Keperawatan. Jakarta: EGC. Kusuma
H dan Nurarif A H. (2015). Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan Diagnosa

Medis dan NANDA. Jogjakarta: Mediaction.

Lyer P. W dan Camp N. H. (2004). Dokumentasi Keperawatan. Jakarta: EGC.

Maghfuri, Ali. (2015). Buku Pintar Keperawatan Konsep dan Aplikasi. Jakarta Timur: Trans Info
Media.

Markum, A.H. (1991). Ilmu Kesehatan Anak. Jakarta: Fakultas Kesehatan Universitas
Indonesia.
Maryunani, Anik. (2010). Ilmu Kesehatan Anak dalam Kebidanan. Jakarta: Trans Info Media.
Nazir, Moh. (2013). Metode Penelitian. Bogor: Ghalia Indonesia.

Ngastiyah, (2005).Perawatan Anak Sakit. Jakarta: EGC


Nursalam, (2008).Proses dan Dokumentasi Keperawatan. Jakarta: Salemba Medika.
Nursalam, Susilaningrum R dan Utami, S. (2013). Asuhan Keperawatan BAYI DAN ANAK.

Jakarta: Salemba Medika.


Rachmat.(2016). Https://googleweblight.comDiakses pada tanggal 26 Februari 2016.
Riset Kesehatan Dasar. (2007). Riset Kesehatan Dasar Laporan Nasional.

www.litbang.depkes.go.id. Diakses pada tanggal 18 Januari 2016.


Riset Kesehatan Dasar. (2013). Penyajian pokok – pokok hasil riset kesehatan dasar.

www.litbang.depkes.go.id. Diakses pada tanggal 06 Januari 2016.


Soetjiningsih. (2000). Tumbuh Kembang Anak. Jakarta: EGC.

Sudarti dan Khoirunnisa E. (2010). Asuhan Kebidanan Neonatus, Bayi, dan Anak Balita.

Jogjakarta: Nuha Medika.


Waryono. (2010). Gizi Reproduksi. Yogyakarta: Pustaka Rihama.

Wong, D. L. (1999). Nursing care of infants and children. St. Louis: Mosby.

Yin, Robert K. (2004). Study Kasus dan Desain Metode. Jakarta: Raja Gravindo Persada.
PENGARUH ORALIT 200 TERHADAP LAMA
PERAWATAN BAYI DENGAN DIARE AKUT
DEHIDRASI RINGAN-SEDANG

Puji Indriyani*, Yuniar Deddy Kurniawan1

Akper “Yakpermas” Banyumas


JL. Raya Jompo Kulon Sokaraja, Banyumas, 53181
e-mail : pj.indriyani@gmail.com, dedi_yuniar@yahoo.co.id

ABSTRAK

Diare pada anak di bawah usia lima tahun masih menjadi penyebab kedua kematian di dunia
dengan angka kasus diare pada bayi setiap tahunnya mencapai 1,7 milyar. Kejadian kematian
disebabkan karena komplikasi dehidrasi yang ditimbulkan serta penanganan yang kurang
tepat. Sejak dua dekade WHO telah merekomendasikan penangan diare dengan pemberian
cairan rehidrasi oral dengan oralit yang memiliki osmolaritas rendah yang dikenal dengan
oralit 200. Oralit ini direkomendasikan karena memiliki manfaat klinik diantaranya
mempercepar rehidrasi, menurunkan volume feces dan menurunkan muntah, namun orang
tua yang membawa anaknya ke rumah sakit sudah terjadi komplikasi dehidrasi baik ringan-
sedang maupun berat sehingga akan berdampak pada lamanya perawatan anak di rumah
sakit. Oleh karena itu penelitian ini ingin mengetahui pengaruh oralit 200 terhadap lamanya
perawatan bayi dengan diare akut dehidrasi ringan- sedang. Penelitian ini dilakukan dengan
membandingkan antara pemberian oralit 200 dengan kelompok kontrol sesuai standar yang
dilakukan di rumah sakit yaitu dengan pemberian terapi infus melalui intrvena. Hasil riset ini
diharapkan dapat menjadi protap rumah sakit untuk meningkatkan mutu rumah sakit dengan
meminimalkan lamanya perawatan anak di rumah sakit. Tujuan penelitian ini adalah
mengetahui pengaruh pemberian oralit 200 terhadap lama perawatan bayi diare akut dengan
dehidrasi ringan-sedang di RSUD Goeteng Tarunadibrata Purbalingga. Penelitian ini
menggunakan desain kuasi eksperimen post test only control group yang terbagi dalam dua
kelompok yaitu kelompok pemberian larutan oralit 200 (15 responden), dan kelompok kontrol
dengan pemberian cairan infus langsung (15 responden). Hasil analisis diskriptif pada
responden menunjukkan bahwa usia anak lebih banyak pada 7-12 bulan (53,3%) dengan jenis
kelamindidominasi laki-laki (63,3%) dan pemberian asi, lebih banyak pada anak yang tidak
diberikan asi yaitu 53,3%. Uuji statistik pengaruh pemberian oralit 200 dengan kelompok
kontrol terhadap lama perawatan menunjukkan tidak ada pengaruh yang signifikan terhadap
lama perawatan dengan p value = 0,051 dengan α < 0,05, namun berdasarkan penghitungan
rerata lama perawatan pada bayi dengan diare akut dehidrasi ringan-sedang yang diberikan
oralit 200 adalah 2,67 hari dan pada kelompok kontrol rerata lama perawatan adalah 3,67
hari yaitu selisih satu hari perawatan sehingga dapat mengurangi jumlah biaya yang
dikeluarkan pasien.
Kata Kunci: Bayi, Diare akut dehidrasi ringan-sedang, oralit, lama perawatan

Di RSUD Goeteng Tarunadibrata


1. PENDAHULUAN Purbalingga jumlah penderita diare yang
1.1 Latar Belakang dirawat inap pada tahun 2013 cukup
Menjelang akhir dekade tinggi yaitu mencapai 689 dan
milenium ketiga ini, diare pada anak meningkat menjadi 805 pada tahun
dibawah usia lima tahun masih
2014 dan dari jumlah penderita 27,3 %
menjadi penyebab kedua kematian di
atau sekitar 220 penderita terjadi pada
dunia. Hampir setiap tahun
bayi dengan usia kurang dari 1 tahun
diare membunuh sekitar 525 ribu
(Rekam Medik RSUD Purbalingga, 2016).
anak di usia tersebut, dan secara global
kasus diare pada masa bayi setiap tahunnya Kejadian kematian anak dengan
mecapai angka 1,7 milyar (WHO, diare dikarenakan komplikasi dehidrasi
2017). Pada tahun 2013 angka kejadian diare yang ditimbulkan dan penanganan yang
di Jawa Tengah mencapai 1.407.082 kurang tepat. WHO dan UNICEF telah
dengan angka kematian berjumlah mengeluarkan formula baru dengan
62 orang dan 297 osmolaritas lebih rendah yaitu 245
mOsm/L yang memberikan efek lebih
13 % kematian terjadi di kota Banyumas
aman terhadap semua jenis diare non
(Profil Kesehatan Jawa Tengah, 2013).

kolera dengan dehidrasi. Sudah sejak 2 ca asikan WHO adalah cairan rehidrasi oral
dekade anjuran penggunaan rehidrasi ir yaitu oralit 200 yang diberikan pada
oral ini dikelurkan oleh WHO, namun a kasus diare dengan dehidrasi ringan-
dengan berbagai pertimbangan dan n sedang yang efektif untuk
kebijakan masih juga penanganan diare u mengembalikan cairan dan juga
akut dengan dehidrasi ringan- sedang nt menurunkan volume feces serta
tidak diberikan cairan oralit terlebih u menurunkan muntah (Depkes, 2008)
dahulu sesuai dengan standar yang k
Di RSUD Goeteng Tarunadibrata
ditetapkan, sehingga re
Purbalingga tata laksana anak dengan
dapat hi
diare akut mengikuti program lintas
mempengaruhi terhadap lamanya dr
diare yang meliputi rehidrasi/
perawatan. as
pemberian cairan, Zink, Nutrisi,
i
Tata laksana di rumah antibiotik dan edukasi, namun anak
ya
maupun di sarana kesehatan sangat yang datang dengan kondisi dehidrasi
n
mempengaruhi keselamatan jiwa anak ringan hingga sedang segera diberikan
g
yang menderita diare terutama dengan rehidrasi melalui rehidrasi secara
di
dehidrasi (Mafazah, 2013). Pemberian parenteral dengan infus sampai
re
cairan adalah yang utama pada pengobatan selesai di ruang rawat inap.
k
penderita diare karena sebagian besar Oleh karena itu sesuai penatalaksanaan
o
kasus terutama anak-anak yang dibawa diare dengan dehidrasi ringan-sedang di
m
ke rumah sakit sudah terjadi komplikasi RSUD Goeteng Tarubadibrata
e
berupa dehidrasi sehingga diperlukan Purbalingga maka penulis tertarik untuk
n
cairan rehidrasi yang sesuai. Pemberian melakukan penelitian pengaruh oralit
d
200 terhadap lama perawatan bayi a. Teridentifikasi karakteristik
dengan diare akut dehidrasi ringan- responden meliputi usia,
sedang. Diharapkan riset ini dapat jenis kelamin dan pemberian
menjadi bagian dari protap tata laksana ASI
pada bayi dengan diare akut dehidrasi b. Untuk mengetahui rerata lama
perawatan pada bayi (1-12
ringan-sedang.
bulan) dengan diare akut
dehidrasi ringan-sedang yang
1. Tujuan Penelitian diberikan oralit 200
c. Untuk mengetahui rerata lama
perawatan pada bayi (1-12
bulan) dengan diare akut
dehidrasi ringan-sedang pada
kelompok kontrol
d. Untuk mengetahui ada
perbedaan pengaruh antara
kelompok oralit 200 dengan
klompok kontrol terhadap
lama perawatan bayi diare
akut dehidrasi ringan-sedang.
e. Untuk mengetahui pengaruh
antara kelompok Oralit dengan
kelompok kontrol terhadap
perubahan konsistensi feces
f. Untuk mengetahui pengaruh
antara kelompok Oralit dengan
kelompok kontrol terhadap
frekuensi buang air besar
g. Untuk mengetahui umur, jenis
kelamin dan pemberian ASI
terhadap lama perawatan pada
kelompok oralit 200
h. Untuk menganalisis umur, jenis
kelamin dan pemberian ASI
terhadap lama perawatan pada
kelompok kontrol

2.METODOLOGI
Penelitian ini adalah penelitian
kuantitaf dengan desain penelitian quasi
eksperimental post test only control
group design yaitu mengamati
pengaruh pemberian rehidrasi oral
Oralit 200 terhadap lama perawatan
pada anak yang mengalami diare akut
dehidrasi ringan- sedang.
Penelitian inimenggunakan
2 kelompok yaitu yaitu 1
kelompok perlakuan dan 1 kelompok
29 kontrol. Pada kelompok perlakuan
8 peneliti memberikan perlakuan
rehidrasi oral dengan oralit 200 serbuk
yang dilarutkan dan diberikan selama 3
jam pertama diawal
perawatan dilanjutkan
pemberian infus dan sebagai kelompok
kontrolnya adalah
kelompok dengan pemberian
cairan rehidrasi secara langsung dengan
pemberian infus secara intravena.
Lokasi penelitian ini dilakukan di
RSUD Goeteng
Tarunadibrata Purbalingga pada ruang UGD dan ruang Cempaka sebagai m
bangsal rawat inap untuk anak. Populasi dalam penelitian ini berjumlah 30 e
anak atau usia bayi dengan umur 1-12 bulan dengan diagnosa medis diare m
dehidrasi ringan-sedang (DRDS) yang dirawat sejak masuk di UGD sampai i
rawat inap dengan kriteria penelitian adalah sebagai berikut: n
a. Kriteria inklusi : anak dengan usia 1- 12 bulan, mengalami diare dengan t
dehidrasi ringan sampai sedang, gizi baik, tidak ada penyakit penyerta a
serta bersedia menjadi subyek penelitian
b. Kriteria eksklusi: keluarga menolak selama proses penelitian, anak dengan p
dehidrasi berat, diare persisten atau kronik, keluarga u
l
a
n
g

p
a
k
s
a
,

a
n
a
k

m
e
n
i
n
g
g
a
l

d
u
n
i
a
C
ara
penga
mbilan
sampel
adalah
dengan
non
probab
ility
sampli
ng atau
consec
utive
sampling yaitu sesuai dengan tujuan penelitian. Analisis data yang digunakan uji
adalah nnalisis beda
dua
univariat dilakukan untuk menilai distribusi dari masing-masing variable
mean
seperti nilai median, nila
rata-rata, standar deviasi, nilai minimum dan maksimum seperti usia, jenis indepe
kelamin, pemberian ASI ndent
dan rerata lama perawatan pada masing- masing kelompok atau
penelitianbivariat digunakan untuk untuk mengetahui perbedaan lamanya uji- t
perawatan anak pada kelompok oralit 200 dan kelompok kontrol dengan ( t-
test)

3. HASIL DAN PEMBAHASAN


3.1Karakteristik responden
Karakteristik responden pada penelitian ini meliputi umur, jenis kelamin dan pemberian
ASI. Distribusi dapat dilihat pada tabel 1. berikut ini.
Tabel 1. Karakteristik responden penelitian
No Variabel Kelompok Total
Kontrol

(n = 15)

(n = 15)
F % f % F %
1 Umur 1- 6 bulan 6 40 8 53,3 14 46.7
7- 12 bulan 9 60 7 46,7 16 53,3
2 Jenis kelamin Laki-laki 8 53.3 11 73,3 19 63,3
Perempuan 7 46,7 4 26,7 11 36,7
3 ASI Ya 5 33,3 6 40 11 36,7
Tidak 10 66,7 9 60 19 63,3

Tabel 1. menunjukkan bahwa umur bayi pada penelitian ini lebih diar
banyak pada bayi yang berusia 7-12 bulan yaitu 53, 3 e.
% dibandingkan dengan bayi yang berusia 1-6 bulan dengan jumlah Keja
46,7%. Karaktersitik dari jenis kelamin pada masing-masing kelompok dian
lebih didominasi berjenis kelamin laki-laki dengan prosentasi 63,3% dan diar
yang berjenis kelamin perempuan hanya e
36,3%, sedangkan prevalensi terjadinya diare jumlah anak yang tidak pada
diberikan ASI lebih besar yaitu 63,3% dibandingkan yang diberikan ASI anak
hanya 36,7%. Bayi merupakan kelompok usia yang sangat rentan yang
mengalami masalah kesehatan. beru
Riskedas (2007) menyatakan bayi yang 299 sia
berusia 1- 11 bulan merupakan kelompok
umur yang paling banyak terjangkit diata
s 6
bula
n
dise
babk
an
kare
na
anak
telah
men
dapat makanan tambahan yang kemungkinan makanan telah terkontaminasi
mikroorganisme (Checkley, at al,
2003) dan anak usia > 6 bulan memiliki karakteristik lebih mulai aktif
bermain sehingga beresiko juga terkena infeksi (Survey Morbiditas Diare,
2010). Jenis kelamin pada hasil penelitian lebih
banyak berjenis kelamin laki-laki dengan frekuensi sebanyak 63,3%,
Tngginya jumlah pasien
pada salah satu jenis kelamin/ gender lebih didasarkan pada kelompok yang
berisiko terhadap morbiditas. Adapun kelompok yang mempunyai risiko
morbiditas adalah anak laki-laki, dimana
anak laki-laki lebih sering sakit
dibandingkan dengan anak perempuan,
walaupun penyebabnya
belum diketahui secara pasti
(Soetjiningsih, 1995; Hockenberry &
Wilson, 2009). Pemberian ASI pada
bayi mencegah terjadinya diare.
Menurut Rahmadani, at al (2013)
kejadian diare lebih sedikit
dibandingkan dengan anak yang tidak
mendapatkan ASI.

300
3.2 Perbedaan pengaruh kelompok oralit 200 dengan kelompok kontrol terhadap lama
perawatan.

Untuk mengetahui perbedaan pengaruh lamanya perawatan antara kelompok oralit


dengan kelompok kontrol dapat dilihat pada tabel 2.

Tabel 2. Perbedaan pengaruh antara kelompok oralit 200 dengan kontrol terhadap lama
perawatan
Variabel Kelompok N Mean SD p value
Lama Oralit 200 15 2.67 1.175 0.051
perawatan Kontrol 15 3,67 1,496

Tabel 2.
menunjukkan
bahwa rata-rata
lama perawatan
yang paling singkat
adalah pada
kelompok oralit
dengan lama
perawatan 2,67 hari
dengan standar
deviasi 1,175 dan
pada kelompok
kontrol dengan
pemberian cairan
infus langsung
menunjukkan lama
perawatan lebih
lama yaitu rerata
perawatan 3,67 hari
dengan standar
deviasi 1,496.
Sedangkan
berdasarkan hasil
uji statistik
independent t test
dengan CI 95%
menunjukkan
bahwa tidak
terdapat perbedaan
yang signifikan
lama perawatan
pada kedua
kelompok dengan p
value= 0,051; α >
0,05). Hal ini
dikarenakan oralit
200 mengandung
kadar natrium dan
glukosa yang
memiliki nilai
osmolaritas rendah,
245 mOsm/l 301
3.3Pengar
uh Oralit
200
dengan
Cairan
infus
intravena
terhadap
lama
perawatan
Berdasarkan
hasil
penghitungan
statistik bahwa
rata-rata lama
perawatan bayi
dengan diare akut
dehidrasi ringan-
sedang dengan
pemberian oralit
200 menunjukkan
hasil 2,7 hari,
sedangkan pada
kelompok kontrol
yang diberikan
cairan infus
langsung melalui
intravena sesuai
dengan prosedur
rumah sakit rata-
rata lama
perawatan adalah
3,7 hari. Hasil uji
statistik Uji t
independent
diperoleh p value
sebesar 0,051
tidak ada
perbedaan
pengaruh yang
signifikan diantara
kedua kelompok
terhadap lamanya
perawatan bayi
dengan diare akut
dehidrasi ringan-
sedang. Penelitian
yang dilakukan
oleh Poerwati
(2013) tentang
determinan lama
dapat menimbulkan
kecemasan yang dikenal
dengan depresi
anaklitik.
302
3.4 Pengaruh antara kelompok Oralit dan kelompok kontrol terhadap perubahan
konsistensi feces
Tabel 3. berikut ini adalah hasil dari pengaruh antara kelompok oralit dengan
kelompok kontrol terhadap perubahan konsistensi feces.
Tabel 3.Pengaruh kelompok oralit dan kontrol terhadap perubahan konsistensi feces

Variabel Kelompok N Mean SD P value

Konsistensi Oralit 15 0,93 0,258 0,004


Feces Kontrol 15 0,47 0,516

Hasil penghitungan statistik antara kelompok oralit 200 dengan tekan


kelompok kontrol terhadap perubahan konsistensi feces setelah 24 jam an
perawatan menunjukkan adanya perbedaan yang signifikan antara osmo
perlakuan oralit 200 terhadap konsistensi feces p value= 0,004 (α < 0,05). tik di
Oralit dala
200 memiliki nilai osmolaritas rendah dengan kadar 245 mmol/L, jika m
dikonsumsi akan berakibat terhadap penurunan lume
n
usus
diban
ding
kan
tekan
an
osmo
tik di
dala
m
plas
ma/v
askul
er
mem
iliki
osmo
larita
s
sebes
ar
300
mmo
l/L
sehin
gga
dapat
meng
uran
gi
sekre
si/ju
mlah
caira
n di
dala
m lumen usus (Joseph, 2009). Hal ini bermanfaat meningkatkan fungsi
absorbsi cairan oleh mukosa usus sehingga mengurangi kadar air dalam
lumen usus sehingga mengubah konsistensi feces dari cair menjadi
berampas atau lembek.

3.5 Pengaruh kelompok Oralit 200 dengan kelompok kontrol terhadap penurunan frekuensi
BAB
Sedangkan untuk mengetahui pengaruh antara kelompok oralit 200 dengan
kelompok kontrol terhadap penurunan frekuensi BAB dapat dilihat pada tabel 4.
Tabel 4. Pengaruh kelompok oralit 200 dengan kelompok kontrol terhadap

frekuensi BAB Variabel Kelompok N Mean SD P


value
Frek 0,13 0 0,000
uens 0,458 ,
i 2
Fece 5
s 2
0
,
4
5
8

Pada tabel 4. menunjukan bahwa pengaruh kelompok oralit 200 dengan


kelompok kontrol terhadap penurunan frekuensi BAB memiliki p usus
value=0.000 (α < 0,05) sehingga terdapat perbedaan yang signifikan antara .
kelompok oralit dengan kelompok kontrol terhadap penurunan frekuensi Kan
buang air besar. Hal ini dapat terjadi karena komponen glukosa dalam dun
oralit WHO yang tidak meningkatkan kadar osmolaritas, sehingga kadar gan
. gluk
osmolaritasnya tetap berada pada kisaran angka 245 mmol/L. Ketika oralit
osa
dikonsumsi, tekanan osmotik di dalam lumen usus menjadi lebih rendah
pad
dari tekanan osmotik di dalam plasma/vaskuler yang
a
memiliki osmolaritas sebesar 300 303 mmol/L sehingga dapat orali
mengurangi sekresi/jumlah cairan di dalam lumen t
me
mba
ntu
men
ingk
atka
n reabsorpsi air dan elektrolit yang tersekresi ke lumen usus saat diare. Hal ini dala
dapat terjadi karena terdapat mekanisme ko-transpor antara natrium dan m
glukosa. Reseptor ion natrium dalam membran sel berdekatan dengan
reseptor glukosa. Ion natrium yang sudah melekat pada reseptornya belum
bisa melakukan transpor ke dalam sel/plasma apabila glukosa belum melekat
pada reseptor glukosa tersebut, sehingga pemberian tambahan glukosa dapat
membantu meningkatkan reabsorpsi ion natrium dari dalam lumen usus
menuju sel/plasma yang dapat mengurangi kadar ion natrium di dalam lumen
usus. Proses ini juga dapat meningkatkan reabsorpsi air yang tersekresi ke

lumen usus karena ion natrium dapat mengikat molekul air.Hal-hal diare
tersebut di atas, bermanfaat meningkatkan fungsi absorbsi cairan oleh .
mukosa usus sehingga mengurangi kadar air dalam lumen usus yang Deng
menghasilkan perbaikan pada konsistensi feses pada kejadian an
perb
aikan
konsi
stens
i
feses
yang
struk
turny
a
tidak
bany
ak
air
maka
dapa
t
mem
bant
u
men
gura
ngi
freku
ensi
buan
g air
besar
yang
timb
ul
sehin
gga hal tersebut dapat pula membantu mempersingkat lama diare pada

3.6 Pengaruh karakteristik Bayi (usia, jenis kelamin, pemberian ASI) terhadap lama
perawatan pada kelompok Oralit dan kelompok kontrol
Pada tabel 5 dan tabel 6 akan ditunjukkan secara statistik pengaruh karakteristik
responden terhadap lama perawatan

Tabel 5. Rerata lama perawatan bayi berdasarkan karakteristik responden dengan


diare akut dehidrasi ringan-sedang pada kelompok oralit 200

No Variabel Usia N Mean SD 95%CI P


value

1 Usia 1-6 bulan 6 1,17 0,408 -0,830- 0,297


7-12 bulan 9 1,44 0,527 0,274

2 Jenis kelamin Laki-laki 8 1,25 0.463 -0,735- 0,500


Perempuan 7 1,43 0.535 0.377

3 Pemberian Ya 5 1,20 0,447 -0,787- 0,475


ASI Tidak 10 1,40 0,516 0,387

Tabel 6. Rerata lama perawatan bayi berdasarkan karakteristik responden dengan diare

akut dehidrasi ringan-sedang pada kelompok kontrol


No Variabel Usia N Mean SD 95%CI P
value

1 Usia 1-6 bulan 8 1,50 0,189 -0,669- 0,800


7-12 bulan 7 1,57 0,535 0,526

2 Jenis kelamin Laki-laki 11 1,64 0,505 -0,249- 0,211


Perempuan 4 1,25 0,500 1,021

3 Pemberian Ya 6 1,67 0,516 -0,382- 0,435


ASI Tidak 9 1,44 0,527 0,826

Berdasarkan analisis pada kedua tabel diatas menunjukkan bahwa respo


usia, jenis kelamin dan pemberian ASI menunjukkan hasil tidak ada nden
pengaruh yang signifikan terhadap lama perawatan pada bayi dengan diare
akur dehidrasi- sedang dengan hasil uji statistik menunjukkan p value
untuk semua karakteristik dari responden adalah bernilai > 0,05, hal ini
membuktikan

bahwa lamanya perawatan tidak 304

dipengaruhi oleh adanya karakteristik


tetapi karena pengaruh dari hasil intervensi yang diakukan .

KESIMPULAN tata 82-187 Elliot E,J.(2007) Acute


lak gastroenteritis in children. Clinical
1. Setelah pemberian oralit 200 selama 3 san review. BMJ. Vol. 334 Emergency
jam pertama awal perawatan pada a Nurses Association
bayi dengan diare akut dehidrasi dia (2011).Clinical practice
ringan- sedang , lama rata-rata re guideline:Difficultintravenous
perawatannya adalah 2,7 hari dengan aku access.http://www.ena.org/practice;
selisih 1 hari perawatan jika t di re search/research/CPG
dibandingkan dengan bayi yang beb
langsung diberikan cairan infus melalui era
intravena.. pa
2. Pemberian Oralit 200 juga ru
memberikan pengaruh terhadap ma
konsistensi feces dan penurunan h
frekuensi buang air besar pada bayi sak
dengan diare akut dehidrasi ringan- it
sedang. sw
ast
UCAPAN TERIMA KASIH a
Jak
Penulis mengucapkan terima kasih arta
kepada Kementerian Riset, Teknologi, :
dan Pendidikan Tinggi apa
Republik Indonesia yang telah kah
memberikan dana untuk Penelitian ses
Dosen Pemula tahun anggaran uai
2016-2017.
den
gan
DAFTAR PUSTAKA pro
toc
Alkin,M.,Armah,G.,Akazilli,J & ol
Hodason, A
W
.(2010). Hospital health care cost of
HO
diarrheal disease
in Northoern ?..
Ghana. ari
Oxfordjournal. P
http://jid.oxfordjournals.org/conten e
t/20 2/Supplement_1/S126.full d
American Academy of Pediatrics. i
(2004).Policy statement:managing a
acute gastroenteritis among t
children:oral rehydration, r
maintenance, and nutritional i
therapy.Pediatric,114(2):507 ,
Black, R (2007) Epidemiologi of diarrheal V
diseases. Johns Hopkins Bloomberg School o
of Public l
.
Health. Johnson Hopkins 6
University. .
Depkes RI (2008) Buku saku petugas N
diare. Dirjen pengendalian infeksi o
dan penyehatan lingkungan . .
Jakarta 4
.
Dwipoerwantoro,P,G.,Hegar,B &
Witjaksono,P,A,W. (2005) Pola 1
ebriansiswati, Ni Made D (2015)
Efektifitas infuse ringer laktat dan
(2 infuse ringer laktas dengan
01 Zink berdasarkan lama rawat
5) inap pada pengelolaan diare anak
. usia 1-5 tahun.Jurnal Ilmiah
P Mhasiswa. Universitas Surabaya
e vol.4 No.2.hal 1-13
d Firmansyah, A (2002) Cairan rehidrasi
i oral manfaat dan perkembangannya. Hot
a topics in
t
r Pediatric II. Balai
i penerbit FKUI.Jakarta
c Giaquinto, C.,Damme,P,V.,Huet,F &
Wiwlwn,M,V (2007) Cost of
o community-acquired pediatric
r rotavirus gastroenteritis in 7
a European countries: The
l Reveaal study.The
JjournalInfektious
r Diseases;1995.36-44
e
h Hartling,L.,Bellemare,
y s.,Wiebe,N.,Russel,K,F.,Klassen,
d T,P & Craig,W,R.(2007).Oral
r versus intravenous rehydration
a for treating gastroenteritis in
t children (review).Evidance-
i based
o Child Health: A Cochrane
n review Journal,2:163-218

f Jacobs,C.,Manoppo,J.,Warouw,S.( )
o Pengaruh oralit WHO
r terhadap kadar natrium dan
kalium plasma pada anak diare
gas akut dengan dehidrasi.Jurnal
tro e-Biomedik
ent (eBM)vol.1,No.1154-160
Juffrie, M (2004) Gangguan
erir
keseimbangan cairan dan elektrolit pada
is. saluran cerna. Sari pediatric
ttp: Vol.6 No.1 52-59
//w Kemenkes RI (2011) Buletin Jendela
ww data dan informasi kesehatan. Jakarta
Kisara,A.,Satoto,H/.Arifin,J. (2010)
.en Pengelolaan cairan
a.or pediatric:Tinjauan
g/a Pustaka.Jurnal
bo
Anestesiologi
ut/ Indonesia.vol.2.No.2.107-
posi 114
tion
/po
Leksana, E (2015) Strategi terapi cairan
pada dehidrasi.CDK-
305 siti 224.Vol.42.No.1.70-73 Mafazah, L.
on ( 2013). Ketersediaan sarana
sanitasi dasar, personal hygine ibu
F dan kejadian diare.Jurnal
Kesetahan
masyarakat.Vol.8.No.2.176-182

Mantes,J,C & kang, S.(2013).


Hydration management.J Gerontil
Nurs;39 (2):9-11
Marshall, G,S. (2008).Rotavirus:prevention and
vaccination strategies to address burden
of
diseases.http;//www.healio.com/pediat
rics/vaccine-preventble-
diseases/news/online
Notoatmodjo, S. (2010). Metodologi penelitian
kesehatan. Jakarta, Rineka Cipta. Poerwati E
(2013 ) Determinan lama rawat inap pasien
balita dengan diare. Jurnal Kedokteran
Brawijaya. Vol.27. No.4. 241-244 Pringle,
K.,Shah, S,P.,Umulisa
I. ,Munyaneza & Dushmiyimana (2011)
Comparing the accuracy of three popular
clinical dehydration scales in childen with
diarrhea. International Journal Emergency
medicine, 4:58
http://www.intjem.com/content/4/1/58
Profil Kesehatan Jeteng (2013) Profil kesehatan
provinsi Jawa Tengah 2013 Sayoeti, Y & Risnelly, S
(2008) Cairan rehidrasi oral osmolaritas rendah
dibandingkano ralit, Sari

Pediatri Vo. 9, No.5, hal 304-308


Spandorfer,P,R.,Alesandrini,E,A.,Joffe,M,D.
,Localio,R.,Shaw,K,N.(2005) Oral versus
intravenous rehydration of
moderately
dehydration:A Randomized
Controll
Trial.Pediatrics.Vol.115.No.2.AAP
Suhartatik., Munawir& ekawati D (2014) factor-
fator yang mempengaruhi kejadian diare
di ruang rawat inap di RSUD kota
makasar. Jurnal Ilmiah Kesehatan
Diagnosis. Vol 5. No 1 ISSN:
2302-1721
Thomas,
D,R.,Cote,T,R.,Lawhorene,L.,Levenson,S,
Rubenstein,L,Z & Smith,D,A (2008).
Understanding clinical dehydration and its
treatment.Jam Med Dir Assoc.9.
292-301
Widiantari, G,A,D & Widarsa, K,T (2011)
Lama rawat inap penderita diare akut pada
anak usia di bawah lima tahun dan factor
yang berpengaruh di RSU Tabanan. Jurnal
Community Health. Vol.1. No.1 18-28
WHO, (2009) Buku saku pelayanan kesehatan anak
di rumah sakit (Pedoman bagi rumah sakit
rujukan tingkat pertama di kabupaten/kota).
WHO Indonesia. Jakarta

306

11
Jurnal Farmasi Klinik Indonesia, Maret 2017 Tersedia online pada:
Vol. 6 No. 1, hlm 11–21 http://ijcp.or.id
ISSN: 2252–6218 DOI: 10.15416/ijcp.2017.6.1.11
Artikel Penelitian

Pengaruh Pemberian Kombinasi Probiotik dan Seng terhadap Frekuensi


dan Durasi Diare pada Pasien Anak di Rumah Sakit PKU
Muhammadiyah Yogyakarta
Nurul Huda1, Dyah A. Perwitasari2, Irma Risdiana3
1
Program
2
Pasca Sarjana Farmasi, Universitas Ahmad Dahlan, Yogyakarta, Indonesia
Fakultas Farmasi, Universitas Ahmad Dahlan, Yogyakarta, Indonesia
3
Rumah Sakit PKU Muhammadiyah, Yogyakarta, Indonesia
Abstrak
Berdasarkan Survei Kesehatan Rumah Tangga dan Riset Kesehatan Dasar dari tahun ke tahun,
diare merupakan penyebab utama kematian balita di Indonesia. Penggunaan probiotik untuk diare
akut pada anak sudah digunakan secara luas meskipun belum direkomendasikan oleh World Health
Organization (WHO). Penelitian yang membandingkan penambahan probiotik pada terapi standar
diare masih sangat terbatas, oleh karena itu penelitian ini dilakukan untuk mengetahui pengaruh
pemberian probiotik yang diberikan secara bersamaan dengan terapi standar diare terhadap
frekuensi dan durasi diare akut pada anak. Penelitian ini menggunakan desain kohort dengan
pengambilan data dilakukan secara prospektif pada pasien diare akut pada anak di Unit Rawat Inap
Anak RS PKU Muhammadiyah Yogyakarta periode September–Desember 2015. Subjek yang diamati
adalah pasien yang mendapatkan terapi standar diare (cairan rehidrasi dan seng) sebagai kelompok I,
dan yang mendapatkan terapi standar diare (cairan rehidrasi dan seng) yang dikombinasikan dengan
probiotik sebagai kelompok II. Variabel pengamatan utama adalah frekuensi dan durasi diare.
Perbedaan frekuensi diare dan durasi diare antar kelompok yang terdistribusi normal dianalisis
dengan uji parametrik yaitu uji t-test tidak berpasangan, sedangkan yang tidak terdistribusi normal
dianalisis dengan uji non-parametrik yaitu uji Mann-Whitney. Selama periode penelitian diperoleh 44
subjek yang memenuhi kriteria inklusi, yang terdiri dari 38 subjek yang mendapatkan terapi cairan
rehidrasi, seng dan probiotik dan sebanyak
6 subjek yang mendapatkan terapi cairan rehidrasi dan seng. Frekuensi diare lebih sedikit pada
kelompok I dengan nilai rata-rata 1 kali dibanding kelompok II yaitu 3 kali (p=0,024). Durasi diare
lebih singkat pada kelompok I dengan nilai rata-rata 46 jam 30 menit dibanding kelompok II dengan
nilai rata-rata 53 jam 10 menit (p=0,515). Dari penelitian ini disimpulkan bahwa pemberian probiotik
pada terapi standar diare tidak menunjukkan penurunan pada frekuensi dan durasi diare
dibandingkan dengan kelompok yang hanya diberikan terapi standar diare dalam tata laksana diare
akut pada anak.

Kata kunci: Diare, probiotik, prospektif, seng

Effect of Probiotics and Zinc Combination to the Frequency and Duration


of Diarrhea in Pediatrics Patients at PKU Muhammadiyah Hospital
Yogyakarta
Abstract
Based on the survey of household health and basic medical research over the years, diarrhea is a
major cause of infant mortality in Indonesia. Probiotics have been used extensively in acute diarrhea
in children, although are not recommended yet by Word Health Organization (WHO). Research on
comparative of increasing probiotic research to standard therapy of diarrhea is still very limited.
Therefore this study was conducted to determine the effect of probiotics given concomitantly with
standard therapy of diarrhea to the frequency and duration of acute diarrhea in children. This study
was conducted by cohort design with data collection was performed prospectively in children
patients with acute diarrhea in the pediatric ward of PKU Muhammadiyah Hospital in Yogyakarta
12
from September until December 2015. Subjects were receiving standard therapy of diarrhea
(rehydration solution and zinc) as group I, and who received standard therapy diarrhea (rehydration
solution and zinc) combined with probiotics as group II. The main observation variables were
frequency and duration of diarrhea. Differences of diarrhea frequency and diarrhea duration
between groups normally distributed were analyzed by parametric unpaired t-test, while not
normally distributed were analyzed by non-parametric Mann-Whitney test. During the study period
we recruited 44 subjects who met the inclusion criteria, which consisted of 38 subjects who received
fluid rehydration therapy, zinc and probiotics and as much as 6 subjects who received therapy
rehydration liquid and zinc. The results show the frequency of diarrhea in group I is less than group II,
the average value of group I is 1 time and the average value of group II is 3 times (p=0.024). Duration
of diarrhea was shorter in group I with the average value of 46 hours 30 minutes than in group II 53
hours 10 minutes (p=0.515). This study suggests that the administration of probiotics in the standard
therapy of diarrhea did not significantly affect the reduction in the frequency of diarrhea and the
duration of diarrhea, compared to the group given only the standard therapy of diarrhea in the
management of acute diarrhea in children.

Keywords: Diarrhea, probiotics, prospective, zinc

Korespondensi: Nurul Huda, S.Farm., Apt., Program Pasca Sarjana Farmasi, Universitas Ahmad Dahlan, Yogyakarta,

D.I. Yogyakarta 55166, Indonesia, email: nurul_huda2108@yahoo.com


Naskah diterima: 22 Februari 2016, Diterima untuk diterbitkan: 12 Desember 2016, Diterbitkan: 1 Maret 2017

13
Jurnal Farmasi Klinik Indonesia Volume 6, Nomor 1, Maret 2017

probiotik dapat menurunkan frekuensi dan durasi


Pendahuluan diare akut pada anak dengan usia 1

Penyakit diare masih merupakan masalah


kesehatan dengan derajat kesakitan dan
kematian yang cukup tinggi di berbagai negara
terutama di negara berkembang seperti di
Indonesia karena morbiditas dan
mortalitasnya yang masih tinggi, dan sebagai
salah satu penyebab utama tingginya angka
kesakitan dan kematian anak di dunia.1
Berdasarkan Survei Kesehatan Rumah
Tangga (SKRT), Studi Mortalitas dan Riset
Kesehatan Dasar dari tahun ke tahun,
diketahui bahwa diare masih menjadi
penyebab utama kematian balita di
Indonesia dan sering menimbulkan Kejadian
Luar Biasa (KLB). Secara umum
diperkirakan lebih dari 10 juta anak berusia
<5 tahun meninggal setiap tahunnya, sekitar
20% meninggal karena infeksi diare.1
Berdasarkan laporan Survailans Terpadu
Penyakit (STP) pola penyakit rawat jalan di
rumah sakit di Daerah Istimewa Yogyakarta
(DIY), diare menempati urutan pertama.
Hal ini tidak jauh berbeda pada tahun-tahun
sebelumnya, bahwa diare termasuk ke dalam
sepuluh besar penyakit yang dominan di
DIY. Laporan profil kesehatan
kabupaten/kota menunjukkan bahwa pada
tahun 2011, jumlah penderita diare yang
memeriksakan ke sarana pelayanan
kesehatan mencapai 64.857 dari perkiraan
kasus sebanyak 150.362 penderita diare,
sementara tahun 2012 mencapai 74.689
kasus.2 Berdasarkan data rekam medik di
RS PKU Muhammadiyah Yogyakarta, diare
termasuk dalam tiga besar penyakit yang
menyebabkan pasien rawat inap dalam kurun
waktu 5 tahun terakhir, dengan total jumlah
2.663 kasus, dengan sekitar 63% merupakan
pasien anak dengan rentang usia <1 tahun
sebanyak 16%, 1–4 tahun sebanyak 35% dan
5–14 tahun sebanyak 12%.
Penelitian yang dilakukan oleh Hatta et
al. (2011) menunjukkan bahwa pemberian
Jurnal Farmasi Klinik Indonesia Volume 6, Nomor 1, Maret 2017
aksidental yaitu pengambilan sampel
bulan–5 tahun dibandingkan dengan berdasarkan kebetulan, data langsung
tanpa pemberian probiotik.3 Menurut dikumpulkan dari unit sampling yang
penelitian lain, pemberian probiotik ditemui. Subjek yang dimasukkan dalam
pada anak usia 6–36 bulan tidak penelitian adalah pasien anak dengan diare
terjadi penurunan durasi diare dengan akut, usia 1 bulan hingga
frekuensi defekasi lebih sedikit, 12 tahun, yang memenuhi kriteria inklusi.
namun perbedaan tersebut tidak Dipilih rentang usia 1 bulan hingga 12 tahun
bermakna.4 Di sisi lain, berdasarkan dengan pasien anak dengan diare akut yang
studi yang dilakukan oleh
Lolopayung et al., (2014) pemberian
probiotik dan seng pada anak usia 1
bulan–12 tahun mempunyai pengaruh
yang bermakna terhadap konsistensi
feses, frekuensi diare, durasi diare,
dan lama rawat inap.5
Berdasarkan tingginya angka
kunjungan rawat inap pasien diare
pada anak dan kebutuhan pelayanan
pasien yang berbasis pada bukti yang
kuat, serta belum pernah
dilakukannya penelitian tentang
penggunaan seng, probiotik maupun
kombinasi keduanya dalam
pengelolaan diare di Rumah Sakit
PKU Muhammadiyah Yogyakarta,
maka perlu dilakukan penelitian
untuk mengetahui apakah
penambahan probiotik terhadap terapi
standar diare akan memberikan efek
yang lebih baik terhadap penurunan
frekuensi dan durasi diare pada pasien
anak di RS PKU Muhammadiyah
Yogyakarta.

Metode

Penelitian ini termasuk dalam jenis


penelitian deskriptif observasional
dengan rancangan kohort.
Pengumpulan data dilakukan secara
prospektif pada pasien anak dengan
diagnosis diare akut di Unit Rawat
Inap Anak RS PKU Muhammadiyah
Yogyakarta pada bulan September
hingga Desember 2015. Pemilihan
subjek dilakukan dengan teknik
regional (UMR) di wilayah Daerah
dirawat selama periode penelitian memiliki
rentang usia antara 1 bulan–12 tahun.
Subjek yang diteliti adalah pasien yang
mendapatkan terapi standar diare (cairan
rehidrasi dan seng), dan yang mendapatkan
terapi standar diare (cairan
rehidrasi dan seng) yang
dikombinasikan dengan probiotik. Probiotik
yang digunakan berisi probiotik hidup strain
Lactobacillus acidophilus, Bifidobacterium
longun, Streptococcus thermophilus 1x107
CFU, dengan pemberian dua kali sehari
siang dan malam. Pemberian probiotik
dilakukan oleh keluarga pasien atau petugas
kesehatan yang merawat pasien di ruang
rawat inap. Kriteria inklusi adalah pasien
anak yang didiagnosis diare akut (ICD-10
A09) tanpa dehidrasi atau diare akut dengan
dehidrasi ringan-sedang di unit rawat inap
anak RS PKU Muhammadiyah Yogyakarta
periode September–Desember 2015 baik
laki-laki maupun perempuan yang berusia
antara 1 bulan–12 tahun dan orang tua
subjek setuju untuk mengikutkan anaknya
dalam penelitian dan bersedia untuk
menandatangani informed consent. Kriteria
eksklusi adalah pasien anak yang menderita
penyakit lain yang perlu pengawasan dan
pengobatan khusus, dalam kondisi atau
tersangka immunocompromised yaitu
individu dengan gangguan respon imun
sehingga kurang mampu mengatasi infeksi,
anak dengan gizi buruk, dan orang tua tidak
bersedia anaknya menjadi responden. Status
gizi subjek ditentukan berdasarkan Z-score
WHO Antropometri 2005 yang didasarkan
pada berat badan menurut usia, dengan
kriteria gizi baik yaitu Z-score= –2 SD s/d
2 SD, gizi kurang Z-score= –3 SD s/d <–2
SD, gizi buruk Z-score= >–3 SD. Pasien
dengan gizi buruk tidak diambil sebagai
subjek penelitian karena banyaknya faktor
yang berpengaruh terhadap derajat sakit
anak dengan gizi buruk yang sulit
disingkirkan sebagai faktor perancu.
Pendapatan orang tua perbulan
dikategorikan berdasarkan upah minimum
13
Istimewa Yogyakarta.
Frekuensi diare merupakan suatu ukuran
kekerapan pengeluaran tinja per hari dengan
konsistensi abnormal. Fekuensi diare setelah
terapi dihitung dari saat awal masuk rumah
sakit hingga konsistensi feses menjadilembek/
normal yang diikuti keadaan yang menetap
minimal 2x24 jam dan atau intervensi dokter
menyatakan sembuh, sedangkan durasi diare
setelah terapi adalah lama waktu terjadinya
diare, dihitung dari saat awal masuk rumah
sakit sampai saat pertama kali konsistensi
feses menjadi lembek atau frekuensi diare
<3x dalam sehari yang diikuti keadaan yang
menetap minimal 2x24 jam yang dinyatakan
dalam jam.
Sumber data berasal dari data rekam medik
di RS PKU Muhammadiyah Yogyakarta, hasil
wawancara dengan keluarga pasien atau
petugas kesehatan yang merawat pasien. Data
usia, jenis kelamin, berat badan, status gizi
dan status dehidrasi diperoleh dari rekam
medik. Data tingkat pendidikan orang tua,
pendapatan orang tua, frekuensi dan durasi
diare sebelum terapi diperoleh dari hasil
wawancara dengan orang tua/keluarga pasien,
data frekuensi dan durasi diare setelah terapi
diperoleh dari informasi dari orang tua/
keluarga yang menjaga pasien dan petugas
kesehatan yang merawat pasien. Pengolahan
hasil data lalu dilakukan dengan menggunakan
program SPSS versi 19. Data hasil disajikan
dengan cara deskriptif dalam bentuk tabel dan
narasi. Penelitian ini bersifat komparatif
dengan skala pengukuran kategorik-numerik
kelompok tidak berpasangan. Pada studi ini,
analisis univariat dilakukan untuk menjabarkan
karakteristik subjek penelitian, frekuensi dan
durasi diare. Penilaian distribusi data subjek
penelitian dilakukan dengan uji normalitas
Shapiro-Wilk. Perbandingan proporsi kedua
kelompok subjek dibandingkan dengan
menggunakan Chi-Square test. Perbandingan
frekuensi diare perhari pada kedua kelompok
dianalisis dengan uji Mann-Whitney. Analisis

14
Kelompok I Cairan
Rehidrasi + seng
(6 subyek)

Anak Umur 1 Bulan-12 Tahun

Pasien Diare

Diare
Frekuensi

Kelompok II
(38 subyek)

Rehidrasi +

Frekuensi Diare
Probiotik

Durasi Diare
seng +

Cairan

Durasi Diare

Gambar 1 Skema Desain Penelitian

bivariat dilakukan dengan tujuan untuk perbedaan rata-rata dari penelitian-penelitian


mengetahui kemaknaan perbedaan frekuensi sebelumnya,4,6 dihitung menggunakan besar
diare dan durasi diare antara dua kelompok, sampel pada OpenEpi Version 3.7
yaitu kelompok yang mendapatkan terapi
cairan rehidrasi dan seng dan kelompok Hasil
yang mendapatkan terapi cairan rehidrasi,
seng dan probiotik. Dua kelompok tidak
berpasangan yang terdistribusi secara
normal dianalisis dengan uji parametrik Selama periode penelitian diperoleh
yaitu uji t-test tidak berpasangan, sedangkan sebanyak 50 subjek, sebanyak 6 subjek tidak
yang tidak terdistribusi normal dianalisis diikutkan karena termasuk dalam kriteria
dengan uji non-parametrik yaitu uji Mann- eksklusi (4 subjek hanya mendapatkan terapi
Whitney. Perbedaan antara dua kelompok probiotik tanpa seng dan 2 subjek pasien
bermakna bila p<0,05 dengan interval anak yang menderita penyakit lain seperti
kepercayaan 95%. pneumonia dan tifoid), dan sebanyak 44
subjek yang memenuhi kriteria inklusi, yang
Estimasi jumlah sampel terdiri dari 6 subjek (13,6%) yang
mendapatkan terapi cairan rehidrasi dan
Jumlah sampel ditentukan dengan berdasarkan
seng dan sebanyak 38 subjek (86,4%) yang mendapatkan kombinasi

Input Data

Confidence Interval (2-sided) 95%

Power 80%

Ratio of sample size (Group 2/Group 1) 1

Group 1 Group 2 Difference*


Mean 52.1 72.6 -20.5
Standard deviation 22.54 23.99
Variance 508.052 575.52

Sample size of Group 1 21

Sample size of Group 2 21

Total sample size 42

Gambar 2 Perhitungan Besar Sampel untuk Hipotesis Pertama (Variabel Tergantung Frekuensi
Diare)4
Input Data

Confidence Interval (2-sided) 95%

Power 80%

Ratio of sample size (Group


1
2/Group 1)
Group
Group 1
Difference*
2

Mean 2.9 3.9 -1

Standard
0.6 1.1
deviation

Variance 0.36 1.21

Sample size of Group 1 13

Sample size of Group 2 13

Total sample size 26

Gambar 3 Perhitungan Besar Sampel untuk Hipotesis Kedua (Variabel Tergantung Durasi Diare)6

Keterangan: Rentang jumlah sampel minimal setelah dikoreksi kemungkinan drop-out 10%, sehingga untuk masing-masing

kelompok antara 14–23 subjek

di kelompok I lebih banyak berjenis


terapi cairan rehidrasi, seng dan probiotik kelamin perempuan yaitu 66,70%
dengan karakteristik dasar subjek penelitian dibanding laki-laki 33,30%, sedangkan
yang tertera pada Tabel 1. pada kelompok II lebih banyak berjenis
Berdasarkan Tabel 1, dapat dilihat bahwa kelamin laki-laki yaitu 63,20%
kelompok usia didominasi oleh pasien anak dibandingkan perempuan 36,80%. Tingkat
dengan kelompok usia 1 bulan hingga 5 tahun pendidikan ibu terbanyak adalah lulusan
baik pada kelompok I maupun kelompok II pendidikan menengah baik itu pada
berturut-turut sebesar 66,70% dan 89,50% kelompok I maupun pada kelompok II,
sedangkan usia >5–12 tahun kelompok I dengan persentase kelompok I 50% dan
sebanyak 33,30% dan kelompok II sebanyak
10,50%. Rerata usia kelompok I (dalam
bulan) adalah 69,17 bulan dengan usia
termuda 18 bulan dan tertua 144 bulan,
sedangkan kelompok II 28,68 bulan, dengan
usia termuda 4 bulan dan tertua 130 bulan.
Hasil analisis statistik bernilai p=0,01, hal
ini menunjukkan secara statistik usia subjek
penelitian antara kelompok I dan kelompok
II terdapat perbedaan yang bermakna.
Karakteristik jenis kelamin yang terdapat
kelompok II 55,30%. Pendapatan orang tua
perbulan rata-rata berada diatas UMR (upah
minimum regional) yaitu >Rp 1.500.000,00,
dengan persentase pada kelompok I 100%
pendapatan orang tua perbulan sebesar >Rp
1.500.000,00, sedangkan pada kelompok II
sebanyak 89,50% berpendapatan >Rp
1.500.000,00. Pada kelompok I, 100% subjek
dengan status gizi baik, sedangkan pada
kelompok II terdapat 92,10% subjek dengan
status gizi baik. Semua subjek baik kelompok
I maupun kelompok II 100% dengan derajat
dehidrasi ringan-sedang.
Rerata frekuensi diare sebelum terapi pada
kelompok II lebih banyak 4 kali dibanding
kelompok I, demikian juga rerata durasi diare
sebelum terapi lebih lama pada kelompok II
yaitu 4 jam 30 menit dibanding kelompok
I. Hasil pemantauan frekuensi diare per hari
dari hari pertama sampai hari ke-enam
perawatan pada masing-masing kelompok
tertera pada Tabel 2. Berdasarkan Tabel 2,
diperoleh pada hari pertama sampai hari
keenam frekuensi diare pada kelompok I lebih
sedikit dibandingkan dengan kelompok II.
Hasil uji Mann-Whitney menunjukkan pada
hari pertama frekuensi diare tidak terdapat
perbedaan bermakna antara kelompok I
dengan kelompok II (p=0,06). Pada hari
Tabel 1 Karakteristik Subjek Penelitian Berdasarkan Kelompok
Kelompok I Kelompok II
(cairan rehidrasi + (cairan rehidrasi + zinc
Karakteristik p
zinc) + probiotik)
(n=6) (n=38)
Usia (%)
Balita (1 bulan–5 tahun) 4 (66,70%) 34 (89,50%)
Anak-anak (>5–12 tahun) 2 (33,30%) 4 (10,50%)
Mean Usia (Bulan) [SD] 69,17 [51,39] 28,68 [26,45] 0,01*+
Median (Bulan) [min–max] 49,50 [18–144] 19,00 [4–130]
Jenis Kelamin (%)
Laki-laki 2 (33,30%) 24 (63,20%) 0,17**
Perempuan 4 (66,70%) 14 (36,80%)
Pendidikan Orang Tua (Ibu) (%)
Pendidikan Dasar 1 (16,70%) 3 (7,90 %)
Pendidikan Menengah 3 (50 % ) 21 (55,30%) 0,70**
Pendidikan Tinggi 2 (33,30%) 14 (36,80%)
Pendapatan Orang Tua/Bulan (%)
≤Rp 1.500.000,00 0 4 (10,50%) 0,54**
>Rp 1.500.000,00 6 (100%) 34 (89,50%)
Status Gizi (%)
Baik 6 (100%) 35 (92,10%) 0,63**
Kurang 0 3 (7,90%)
Derajat Dehidrasi (%) -
Ringan-Sedang 6 (100%) 38 (100%)
Frekuensi Diare Sebelum Diterapi (kali)
Mean [SD] 6,33 [4,23] 9,74 [7,80] 0,39*
Median [min–max] 5,50 [2–12] 6,00 [0–28]
Durasi Diare Sebelum Diterapi (jam)
Mean [SD] 23,00 [21,70] 27,58 [29,06] 0,95*
Median [min–max] 19,50 [0–61] 13,00 [0–96]
* Mann-Whitney U + : Signifikan

** Chi-Square Tests

kedua frekuensi diare menunjukkan terdapat pada Tabel 3. Berdasarkan Tabel 3, diperoleh
perbedaan yang bermakna antara kelompok frekuensi diare lebih
I dengan kelompok II (p=0,01), sedangkan
pada hari ketiga, keempat, kelima dan
keenam didapatkan bahwa tidak terdapat
perbedaan yang bermakna antara kelompok
I dengan kelompok II dengan nilai p
berturut-turut hari ketiga (p=0,09), hari
keempat (p=0,41), hari kelima p=0,36, hari
keenam (p=0,48). Hasil pemantauan
frekuensi dan durasi diare setelah mendapat
terapi hingga diare dinyatakan sembuh
berdasarkan kelompok penelitian disajikan
banyak pada kelompok yang
mendapatkan terapi kombinasi cairan
rehidrasi, seng dan probiotik,
dibandingkan dengan kelompok yang
mendapatkan terapi cairan rehidrasi
dan seng, demikian juga pada durasi
diare lebih lama pada kelompok yang
mendapatkan terapi kombinasi cairan
rehidrasi, seng dan probiotik. Hasil
uji statistik Mann-Whitney
menunjukkan pada frekuensi diare
terdapat perbedaan yang bermakna
antara kelompok I dengan kelompok
II (p=0,02), sedangkan pada durasi
diare hasil uji t-test menunjukkan
tidak terdapat perbedaan bermakna
antara kelompok I dengan kelompok
II (p=0,51).
Tabel 2 Frekuensi Diare Setelah Mendapat Terapi
Kelompok I Kelompok II

Hari Rawat (cairan rehidrasi + seng + probiotik)


(cairan rehidrasi + seng) (n=6)
p*
di RS (n=38)
Mean SD Median Mean SD Median
Hari 1 3,33 1,86 3,00 6,08 3,92 5,00 0,06
Hari 2 1,83 1,60 2,00 5,95 4,25 4,50 0,01+
Hari 3 0,83 0,98 0,50 3,05 3,26 2,00 0,09
Hari 4 0,75 1,50 0,00 1,57 1,97 1,00 0,41
Hari 5 0 0 0 0,33 0,50 0,00 0,36
Hari 6 0 0 0 0,50 0,70 0,50 0,48
* Mann-Whitney + : Signifikan

Hasil uji Relative Risk menunjukkan bahwa dasar (RISKESDAS) 2013 yang menyatakan
pasien yang mendapatkan terapi probiotik bahwa prevalensi tertinggi diare terdapat
mempunyai kemungkinan (probabilitas) 0,5 pada bayi dan anak balita.8 Penelitian yang
kali frekuensi diare lebih sedikit dibandingkan dilakukan oleh Oviani, et al., (2014) juga
pasien yang tidak mendapatkan probiotik menunjukkan prevalensi diare lebih banyak
dengan IK 95% 0,38–0,71, sedangkan durasi terjadi pada anak usia 0-5 tahun.9 Kelompok
diare menunjukkan bahwa pasien yang usia 1–5 tahun adalah kelompok anak yang
mendapatkan terapi probiotik mempunyai mulai aktif bermain dan rentan terkena
kemungkinan (probabilitas) satu kali durasi infeksi penyakit terutama diare.10 Kelompok
diare lebih singkat dibandingkan pasien usia ini dapat terkena infeksi bakteri
yang tidak mendapatkan probiotik, dengan penyebab diare pada saat bermain di
IK 95% 0,42–2,36. lingkungan yang kotor serta melalui cara
hidup yang kurang bersih.11 Hasil uji
Pembahasan stratifikasi Mantel Haenszel bernilai p=0,13,
sehingga usia sebagai faktor perancu dapat
disingkirkan.
Pada penelitian ini, mayoritas usia pasien Karakteristik jenis kelamin pada
yang menjadi sampel adalah usia 1 bulan–5 kelompok I lebih banyak berjenis kelamin
tahun, yakni berjumlah 38 subjek (86,36%). perempuan yaitu 66,70% dibanding laki-laki
Hal ini sesuai dengan hasil riset kesehatan 33,30%, sedangkan pada kelompok II lebih
banyak

Tabel 3 Frekuensi dan Durasi Diare Berdasarkan Kelompok


Kelompok I Kelompok II
(cairan rehidrasi + (cairan rehidrasi +
Variabel seng) seng + probiotik) RR IK 95% p
(n=6) (n=38)
Mean (SD) Mean (SD)
Frekuensi Diare 1(1,30) 3(2,50) 0,5 0,38–0,71 0,02*+
(kali)
Durasi Diare 46,5(27,50) 53,2(22,50) 1 0,42–2,36 0,51**
(jam)
* Mann-Whitney + : Signifikan

** t-test
pada status gizi antar kelompok (p=0,63),
berjenis kelamin laki-laki yaitu 63,20%
dibanding perempuan, yaitu 36,80%. Pada
kasus tertentu jenis kelamin memengaruhi
terjadinya penyakit, tetapi sejauh ini belum
ada penelitian atau teori yang menunjukkan
hubungan antara jenis kelamin dengan diare.
Hal ini dibuktikan dengan hasil analisis
statistik yang menunjukkan nilai p=0,17,
dan berdasarkan hasil uji stratifikasi Mantel
Haenszel diperoleh nilai p=0,35 yang berarti
bahwa tidak terdapat perbedaan yang
bermakna antara proporsi jenis kelamin laki-
laki dan perempuan.
Status sosial ekonomi dan pendidikan
seorang ibu dapat memengaruhi status gizi
dan imunitas anak, sehingga secara tidak
langsung dapat memengaruhi derajat sakit.12
Mayoritas dari tingkat pendidikan ibu adalah
lulusan pendidikan menengah baik itu pada
kelompok I maupun pada kelompok II, tidak
didapatkan perbedaan bermakna pada
tingkat pendidikan ibu antar kelompok
(p=0,70). Pada penelitian ini, pendapatan
orang tua perbulan rata-rata berada di atas
UMR yaitu
>Rp 1.500.000,00, dengan persentase pada
kelompok I yaitu 100% pendapatan orang
tua perbulan >Rp 1.500.000,00, sedangkan
pada kelompok II sebanyak 89,5%
berpendapatan
>Rp 1.500.000,00 dan sebanyak 10,5% yang
berpendapatan ≤Rp 1.500.000,00. Dari hasil
ujistatistik,tidakterdapatperbedaanbermakna
antar kelompok (p=0,54). Berdasarkan hasil
uji stratifikasi Mantel Haenszel untuk tingkat
pendidikan ibu dan pendapatan orang tua
perbulan diperoleh nilai p>0,05, sehingga
status sosial ekonomi dan pendidikan ibu
sebagai faktor perancu dapat disingkirkan.
Status gizi subjek ditentukan berdasarkan
Z-score WHO Antropometri 2005. Pada
kelompok I sebanyak 100% subjek dengan
status gizi baik, sedangkan pada kelompok
II terdapat 92,1% dengan status gizi baik
dan sebanyak 7,9% memiliki status gizi
kurang. Tidak terdapat perbedaan bermakna
Pada penelitian ini, secara statistik
berdasarkan hasil uji stratifikasi terdapat perbedaan bermakna frekuensi diare
Mantel Haenszel p=0,09, sehingga antara kedua kelompok, sedangkan pada
status gizi sebagai faktor perancu durasi diare tidak terdapat perbedaan yang
dapat disingkirkan. bermakna antara kedua kelompok. Secara
Tingkat keparahan dehidrasi klinis, pemberian probiotik pada terapi
semua subjek baik kelompok I standar diare tidak lebih baik dalam
maupun kelompok II sebesar 100% penurunan frekuensi dan durasi diare
dengan derajat dehidrasi ringan- dibandingkan dengan yang
sedang, sehingga tingkat keparahan
dehidrasi sebagai faktor perancu
dapat disingkirkan. Frekuensi diare
dan durasi diare sebelum terapi
dihitung dari awal terjadinya diare
hingga saat awal masuk rumah sakit.
Rerata frekuensi diare sebelum terapi
pada kelompok II lebih banyak
dibandingkan kelompok I, demikian
juga rerata durasi diare sebelum
terapi lebih tinggi pada kelompok II,
namun hasil uji statistik menunjukkan
tidak terdapat perbedaan bermakna.
Distribusi karakteristik dasar subjek
penelitian pada kedua kelompok uji,
meliputi jenis kelamin, pendidikan ibu,
pendapatan orang tua perbulan, status
gizi, rerata frekuensi diare dan rata-
rata durasi diare sebelum terapi tidak
menunjukkan perbedaan yang
bermakna, dan berdasarkan hasil dari
uji stratifikasi Mantel Haenszel
dengan mengendalikan usia, jenis
kelamin, pendidikan ibu, pendapatan
orang tua, status gizi, dan derajat
dehidrasi sebagai confounding terhadap
frekuensi dan durasi diare nilai
p>0,05, diperoleh hasil bahwa usia,
jenis kelamin, pendidikan ibu,
pendapatan orang tua, status gizi, dan
derajat dehidrasi sebagai confounding
tidak memengaruhi frekuensi dan
durasi diare. Subjek pada kelompok I
maupun kelompok II memiliki
karakteristik yang tidak berbeda
bermakna dan dapat dianggap
seimbang, sehingga luaran kedua
kelompok tersebut dapat
dibandingkan.
penelitian yang dilakukan
hanya diberikan terapi standar diare. Hal
tersebut kemungkinan dipengaruhi oleh rerata
frekuensi diare dan durasi diare sebelum
terapi lebih banyak pada kelompok yang
diberikan probiotik dibandingkan kelompok
tanpa probiotik, sehingga kemungkinan
diare pada kelompok yang diberikan
probiotik lebih berat dibandingkan
kelompok tanpa probiotik. Selain itu, dapat
juga berhubungan dengan rerata usia subjek
penelitian, dengan rerata usia kelompok
yang diberikan probiotik adalah 28,6 bulan,
sedangkan pada kelompok tanpa probiotik
rata-rata usia yaitu 69,1 bulan. Risiko
terjadinya diare menurun dengan
bertambahnya usia, sebab saat anak berusia
di atas 5 tahun, antibodi mulai terbentuk.13
Usia kurang dari 5 tahun merupakan masa
rawan pertumbuhan anak karena pada
periode usia ini anak belum mempunyai
sistem imun yang sempurna sehingga lebih
mudah terkena infeksi, baik infeksi virus,
bakteri dan parasit,5 serta kemampuan
regenerasi sel epitel usus pada balita masih
terbatas kemampuannya,9 menyebabkan
kerusakan mukosa usus terjadi lebih lama
sehingga durasi diare lebih lama.14 Hasil
penelitian ini serupa dengan hasil penelitian
yang dilakukan oleh Oviani, et al., (2014)
bahwa tidak terdapat perbedaan bermakna
pada frekuensi dan durasi diare akut pada
anak usia 0–12 tahun yang mendapat
terapi standar diare dibandingkan dengan
terapi standar diare dengan penambahan
probiotik.9 Penelitian lainnya yang serupa
yang dilakukan oleh Waspada (2012), bahwa
hasil penelitiannya pada anak usia 6–36
bulan tidak terjadi penurunan durasi diare
dengan penambahan probiotik 1 kali sehari
pada terapi standar diare. Meskipun
kelompok perlakuan memiliki frekuensi
diare yang lebih sedikit dibandingkan
dengan kelompok kontrol, namun perbedaan
tersebut tidak bermakna.3 Probiotik yang
digunakan pada penelitian ini sama dengan
jenis probiotik yang digunakan pada
penelitian Oviani dan Waspada. Pada
oleh Oviani, kelompok yang diberikan
probiotik satu kali sehari memberikan hasil
frekuensi diare lebih sedikit dibandingkan
kelompok yang diberikan probiotik dua kali
sehari, sedangkan durasi diare paling singkat
pada kelompok yang tidak menggunakan
suplementasi probiotik.
Beberapa penelitian memberikan hasil
penurunan frekuensi dan durasi diare secara
bermakna dan sebagian besar menggunakan
sampel yang lebih besar. Seperti penelitian
yang dilakukan oleh Aggarwal, et al. (2014)
pada anak usia 6 bulan–5 tahun dengan jumlah
sampel 200 subjek, probiotik yang digunakan
Lactobacillus GG dengan pemberian satu kali
sehari, dengan hasilnya penambahan probiotik
menyebabkan penurunan frekuensi dan durasi
diare yang signifikan dibanding kelompok
yang menggunakan rehidrasi dan suplemen
seng saja.15 Penelitian lainnya menggunakan
jumlah sampel 60 subjek yang dilakukan oleh
Lolopayung, et al. (2014) pada anak usia 1
bulan–12 tahun, jumlah pemberian dan jenis
probiotik yang digunakan tidak disebutkan,
dengan hasil bahwa frekuensi dan durasi diare
lebih singkat pada kelompok yang diberikan
probiotik dibandingkan dengan kelompok
kontrol yang hanya mendapatkan oralit,
perbedaannya signifikan.5 Penelitian lain yang
dilakukan oleh Azim, et al. (2014) pada anak
berusia 1–5 tahun, menggunakan probiotik
Saccharomyces bulardii 250 mg
1 kali sehari dengan sampel sebanyak 90
subjek hasilnya pemberian probiotik secara
signifikan mengurangi frekuensi dan durasi
diare.16 Penelitian lain dengan jumlah sampel
160 subjek yang dilakukan oleh Alasiry, et
al., (2007) pada anak berusia 6 bulan–2 tahun
menunjukkan pemberian probiotik dapat
mempersingkat durasi diare dan menurunkan
frekuensi diare secara bermakna dibandingkan
oralit, jenis probiotik yang digunakan tidak
disebutkan.6
Pada penelitian ini terdapat keterbatasan,
antara lain jumlah sampel pada kelompok
Indonesia. Buletin jendela data dan informasi
yang mendapatkan terapi cairan rehidrasi kesehatan situasi diare di Indonesia, 2011
dan seng sebagai kontrol hanya sedikit. [diunduh 6 Agustus 2014]. Tersedia dari:
Selain itu, pengelompokan subjek penelitian http://www.depkes.go.id/download. php?
dilakukan secara tidak random kemungkinan file=download/pusdati n/buleti n/ buletin-
dapat memengaruhi hasil penelitian diare.pdf
dikarenakan penelitian ini adalah penelitian
observasional dengan tanpa adanya
intervensi. Keterbatasan lainnya yaitu
penggunaan probiotik di RS PKU
Muhammadiyah Yogyakarta yang tertera
pada panduan praktek klinik memperbolehkan
pemberian untuk kasus diare akut pada anak.
Pengukuran terhadap keseimbangan cairan
yang masuk dan keluar tidak dilakukan,
sehingga pengaruh asupan cairan terhadap
penurunan frekuensi dan durasi diare akut
tidak dapat dianalisis.

Simpulan

Pada penelitian ini, pemberian probiotik


pada terapi standar diare tidak menunjukkan
penurunan pada frekuensi dan durasi diare
dibandingkan dengan kelompok yang hanya
diberikan terapi standar diare dalam tata
laksana diare akut pada anak.

Pendanaan

Penelitian ini tidak didanai oleh sumber


hibah manapun.

Konflik Kepentingan

Tidak ada konflik kepentingan antara penulis


dalam artikel ini dengan pihak lain.

Daftar Pustaka

1. Kementerian Kesehatan Republik


Tersedia dari: http://
2. Kementerian Kesehatan Republik www.depkes.go.id/resources/downloa
Indonesia. Profil kesehatan d/ general/Hasil%20Riskesdas
Provinsi Daerah Istimewa %202013. pdf
Yogyakarta tahun 2012. [diunduh 9. Oviani GA, Swastini DA, Nesa NN.
7 September 2015]. Tersedia dari: Suplementasi probiotik terhadap
http://www.depkes.go.id/resourc konsistensi feses, frekuensi dan durasi
es/ diare akut pada anak di RSUP Sanglah.
download/profil/PROFIL_KES_P Jurnal Farmasi Udayana. 2015;4(1):55–
ROV 9.
INSI_2012/14_Profil_Kes.Prov.DIY 10. Wulandari A. Penanganan diare di
ogy akarta_2012.pdf rumah tangga merupakan upaya
3. Hatta M, Supriatmo AM, Sinuhaji menekan angka
AB, Hasibuan B, Nasution FL.
Comparison of zinc-probiotic
combination therapy to zinc
therapy alone in reducing the
severity of acute diarrhea.
Paediatric Indonesian. 2011;51:1–
6. doi: 10.14238/pi51.1.2011
4. Waspada IMI. Suplementasi
probiotik pada terapi standar zinc
dan cairan rehidrasi oral pada
anak usia 6–36 bulan dengan
diare akut (tesis). Jakarta:
Universitas Indonesia; 2012.
5. Lolopayung M, Mukaddas A, Faustine
I. Evaluasi penggunaan
kombinasi zink dan probiotik
pada penanganan pasien diare
anak di instalasi rawat inap RSUD
Undata Palu tahun 2013. J Sci
Technol. 2014;3(1):55–64. doi: 10.
2012/
6. Alasiry E, Abbas N, Daud D.
Khasiat klinik pemberian
probiotik pada diare akut non
spesifik bayi dan anak. Sari
Pediatri. 2007;8(3):36–41.
7. Dean, AG, Sullivan KM, Soe MM.
Openepi: Open source
epidemiologic statistics for public
health. 2011; Version 3.
8. Departemen Kesehatan Republik
Indonesia. Riset kesehatan dasar
2013 [diunduh 11 Februari 2016].
kesakitan diare pada anak balita. Jurnal durasi penyembuhan diare dehidrasi
Health and Sport. 2012;5(2):1–2. ringan-sedang balita yang diberikan asi
11. Korompis F, Tjitrosantoso H, Goenawi dan seng. Media Medika Muda. 2012;1
LR. Studi penggunaan obat pada (1):11.
penderita diare akut di instalasi rawat 15. Aggarwal S, Upadhyay A, Shah D, Teotia
inap BLU RSUP Prof. Dr. RD Kandou N, Agarwal A, Jaiswal V. Lactobacillus GG
Manado periode Januari–Juni 2012. for treatment of acute childhood
Pharmacon. 2013;2(1):47–8. diarrhoea: an open labelled, randomized
12. Karuniawati F. Pengaruh suplementasi controlled trial. Indian J Med Res. 2014;
seng dan probiotik terhadap durasi 139(3):379–85.
diare akut cair anak (tesis). Semarang: 16. Azim K, Sheikh TS, Khan SN. Efficacy of
Universitas Diponegoro; 2010. probiotics (sacchromyces bulardii) in
13. Widowati T, Mulyani NS, Nirwati H, acute watery diarrhoea in children.
Soenarto Y. Diare rotavirus pada anak Rawalpindi Medical College. 2014;18(2):
usia balita. Sari Pediatri. 213–5
2012;13(5):340–5.
14. Permatasari DP, Puruhita N. Perbedaan

Anda mungkin juga menyukai