Jelajahi eBook
Kategori
Jelajahi Buku audio
Kategori
Jelajahi Majalah
Kategori
Jelajahi Dokumen
Kategori
1. Fluktuasi : kondisi dimana ada cairan yang teraba dalam pembengkakan. Cairan didalamnya
labil.
2. Palpasi : metode pemeriksaan dimana penguji merasakan ukuran, kekuatan atau letak suatu dari
bagian tubuh
Rumusan masalah :
Hipotesis
1. Diagnosis :
Kista rongga mulut. Karakteristik dari benjolan yang ada harus diketahui terlebih dahulu
Penurunan gusi di gigi 14 dan 15, yang akhirnya mengarah ke resesi gingiva
Gigi 16 dan 27 karies oklusal dengan pulpitis reversible
2. Yang harus ditangani terlebih dahulu:
Kista – pulpitis – resesi (dimulai dari penyakit terberat)
Pulpitis – kista – resesi (dilihat dari sakit atau tidaknya/conditional)
3. Pemeriksaan fisik (anamnesis, pemeriksaan objektif) dan pemeriksaan penunjang (tes darah,
foto radiografi panoramic, CT/SCAN, MRI, pemeriksaan patologi anatomi)
4. Penanganan kista
enukleasi yaitu pengangkatan seluruh kista termasuk epitel dan kapsul pembungkusnya
dari dinding kavitas tulang dengan tidak menyisakan jaringan patologisnya. Resikonya
merusak banyak pembuluh darah dan jaringan syaraf. Memiliki potensi kekambuhan
lebih besar dari eksisi blok.
Marsupialisasi merupakan pengangkatan kista yang lebih sederhana dengan
mengangkat dinding kista dan seluruh lapisannya. Resikonya jaringan untuk
histopatologisnya tidak banyak sehingga hasil tidak representative.
Eksisi blok merupakan eksisi kista, hanya untuk kista yang kecil.
Osteotomy periperal merupakan eksisi yang komplit tapi pada waktu yang sama suatu
jarak tulang untuk memelihara kontunuitas rahang dipertahankan
Kauterisasi merupakan pengeringan lesi. Tidak umum digunakan sebagai terapi primer,
tapi lebih efektif dibandingkan kuretase.
Reseksi mandibular. Dilakukan jika kista atau tumor mencakup seluruh ketebalan
mandibular.
Penanganan pulpitis
Tentukan jenis pulpitis. Klo reversible dengan penambalan (apakah langsung
ditambal?), di psa terlebih dahulu. Karena dalam kasus hanya sampai dentin maka
dilakukan pulp capping. Pulp capping bertujuan untuk membentuk dentin reparative.
klo irreversible dengan PSA, dilakukan devitalisasi terlebih dahulu.
Penanganan resesi gingiva
Terapi bedah : dengan soft tissue graft, flap periodontal
Terapi non bedah : dengan gingiva artificial/denture liner
(kapan menggunakan terapi bedah dan non bedah?)
5. Penyebab:
Sisa enamel, dental lamina, sel epitel Mallasez
Sisa epitel kista dentigerous
Epitel heterotropik dari kelenjar hipofisis
Sel basal dari epitel pembentuk rahang
Embriogenetik yang menyebabkan kista non-odontogenik
Pulpitis karena lubang yang tidak ditangani sehingga terjadi peradangan sampai ke pulpa
Karies karena gigi yang patah / fraktur sehingga terbukanya pulpa
Kebiasaan buruk yang menjadikan gigi aus sehingga pulpa terbuka
Resesi gingiva (fisiologis karena bertambahnya umur , patologis seperti malposisi, cara
sikat gigi yang salah, radang gingiva, perlekatan frenulum terlalu tinggi, penggunaan gigi
tiruan yang tidak adekuat)
Resesi gingiva juga disebabkan karena oh yang buruk, sehingga akumulasi plak terjadi
cepat, akhirnya juga dapat menyebabkan gingivitis.
6. Dampak jika dibiarkan
Kista dapat menyebabkan kerusakan tulang mandibular. Belum tentu menyebabkan
kematian kecuali terjadi infeksi dan menjadi ganas. Pasien menjadi susah makan
sehingga asupan nutrisi berkurang.
Pulpitis menyebabkan nyeri dan menjadi focus infeksi
Resesi gingiva dapat menyebabkan gigi kehilangan perlekatan.
7. Anamnesis, pemerksaan subjektif dan objektif, pemeriksaan penunjang. Konsultasikan ke bagian
yang berkaitan dengan penyakit yang diderita (kista ke BM, pulpitis ke KG, resesi ke perio)
8. Perlu. Karena dilakukan untuk menambahkan data penunjang, sehingga dapat memberikan info
tambahan untuk menetapkan diagnosis. Dilakukan ketika data medis yang didapat kurang untuk
menetapkan diagnosis.
Peta konsep
Sasaran belajar
1. Menjelaskan definisi dan klasifikasi dari kista rongga mulut, penyakit pulpa dan resesi
gingiva!
2. Menjelaskan perbedaan pembengkakan karena infeksi, tumor, ataupun etiologi lain!
3. Menjelaskan pemeriksaan objektif dan penunjang untuk masing-masing kasus
pada skenario!
4. Menjelaskan diagnosis dan diferential diagnosis pada tiap kasus yang ada di scenario!
5. Menjelaskan tatalaksana untuk tiap kasus yang ada pada scenario!
6. Menjelaskan prosedur rujukan!
Belajar Mandiri
PENYAKIT PULPA :
Terminologi diagnosis penyakit pulpa yang disepakati oleh American Association of Endodontics
dan the American Board of Endodontics:
1. Normal pulp
Merupakan suatu kategori diagnosis klinis dimana pulpa symptom-free dan merespon
secara normal terhadap pengetesan pulpa. Walaupun secara histologis gambaran pulpa
dapat terlihat normal, suatu pulpa normal secara klinis menunjukkan respon ringan-
sedang terhadap tes vitalitas berupa tes dingin, berakhir tidak lebih dari 1-2 detik
setelah stimulus dihilangkan. Kemungkinan diagnosis pulpa tidak dapat ditegakkan
tanpa membandingkan gigi yang diperiksa dengan gigi yang ada di dekatnya dan
kontralateral. Hal terbaik yang dapat dilakukan pertama adalah melakukan tes pada gigi
yang ada di dekatnya dan kontralateral terlebih dahulu, sehingga pasien dapat merasa
familiar terhadap pengalaman respon normal terhadap dingin.
2. Reversible pulpitis
Pulpitis reversibel didasarkan pada temuan subyektif dan obyektif yang
menunjukkan bahwa peradangan harus diselesaikan dan pulpa kembali normal
setelah manajemen etiologi yang tepat. Ketidaknyamanan dialami ketika suatu
rangsangan seperti ketika gigi berkontak dengan stimulus dingin atau manis dan
hilang dalam beberapa detik setelah stimulus dihilangkan. Etiologi yang khas
mungkin termasuk dentin yang terpapar (sensitivitas gigi), karies atau restorasi
yang dalam. Tidak ada perubahan radiografi yang signifikan di daerah periapikal
gigi yang dicurigai dan rasa sakit yang dialami tidak terjadi secara spontan. Selain
manajemen etiologi (mis. pengangkatan karies plus restorasi; menutupi dentin
yang terbuka), gigi juga memerlukan evaluasi lebih lanjut untuk menentukan
apakah “pulpitis reversibel” telah kembali ke status normal. Meskipun sensitivitas
dentin bukanlah suatu proses inflamasi, semua gejala dari entitas ini meniru gejala
pulpitis reversibel.
3. Symptomatic irreversible pulpitis
Didasarkan pada penemuan subjektif dan objektif bahwa pulpa vital yang terinlamasi
tidak dapat kembali pulih dan hal ini mengindikasikan perlunya perawatan saluran akar.
Karakteristik yang timbul berupa nyeri yang tajam saat terdapat stimulus termal, nyeri
yang dirasakan tidak kunjung hilang (sering kali berdurasi 30 detik atau lebih setelah
stimulus dihilangkan), terjadi secara spontan (nyeri yang terjadi tanpa sebab) dan terjadi
reffered pain (nyeri yang dirasakan terjadi di area lain dari nyeri awal yang juga
disebbakan oleh nyeri awal). Biasanya nyeri yang dirasakan akan semakin berat oleh
karena posisi tubuh tertentu seperti berbaring atau membungkuk dan analgesic yang
dijual bebas di pasaran biasanya tidak efektif untuk menghilangkan rasa nyeri. Etiologi
umum mungkin termasuk karies yang dalam, restorasi yang luas, atau fraktur yang
menyebabkan tereksposnya jaringan pulpa. Gigi dengan symptomatic irreversible
pulpitis mungkin sulit untuk ditegakkan diagnosisnya akibat inflamasi yang terjadi belum
mencapai periapikal, sehingga ketika diperkusi tidak menunjukkan rasa sakit atau rasa
yang tidak nyaman. Dalam beberapa kasus, riwayat dental dan tes termal merupakan
sarana utama untuk menilai status pulpa.
4. Asymptomatic irreversible pulpitis
Merupakan suatu diagnosis klinis yang didasarkan pada penemuan subjektif dan objektif
dimana pulpa vital yang terinflamasi tidak dapat pulih kembali dan mengindikasikan
untuk dilakukan perawatan saluran akar. Pada kasus ini tidak terdapat gejala/tanda
klinis dan biasanya merespon secara normal terhadap tes termal, tetapi mungkin
memiliki trauma atau karies yang dalam yang kemungkinan akan menghasilkan paparan
setelah pengangkatan.
5. Pulp necrosis
Merupakan suatu kategori diagnosa klinis yang mengindikasikan kematian dari pulpa
gigi, memerlukan perawatan saluran akar. Pulpa gigi tidak responsive terhadap tes pulpa
dan asimtomatik. Nekrosis pulpa sendiri tidak menyenanlan periodontitis apical (nyeri
terhadap perkusi dan gambaran radiografis kerusakan tulang) meskipun saluran akar
terinfeksi. Beberapa gigi mungkin nonresponsive terhadap tes pulpa karena mengalami
kalsifikasi, riwayat trauma, atau bahkan karena gigi yang memang tidak merespon. Oleh
karena itu, seluruh pengetesan harus bersifat komparatif (mis. pasien mungkin tidak
menanggapi tes termal pada gigi apa pun)
6. Previously treated
Merupakan suatu kategori diagnose klinis yang mengindikasikan bahwa gigi telah
dirawat secara endodontic dan saluran akar telah diobturasi dengan berbagai macam
bahan pengisi selain medikamen intrakanal. Biasanya gigi tidak merespon terhadap tes
termal atau tes elektrik pada pengetesan pulpa.
7. Previously initiated therapy
Merupakan suatu kategori diagnose klinis yang mengindikasikan gigi telah dilakukan
perawatan sebelumnya dengan endodontic parsial seperti pulpotomi atau pulpektomi.
Bergantung pada tingkatan terapi, gigi mungkin akan merespon atau bahkan tidak
merespon terhadap modalitas pengetesan pulpa.
RESESI GINGIVA :
Resesi gingiva merupakan keadaan atau kondisi tepi gingiva yang lebih
kearah apical dari CEJ dan biasanya disertai dengan terbukanya permukaan
1) Kelas I
2) Kelas II
besar.
3) Kelas III
4) Kelas IV
2.
3. Pemeriksaan objektif dan penunjang pada masing-masing kasus
1. Lokasi
- Lokasi sakit dimana?
- Apakah ada penjalaran?
- Dapatkah Anda keluhan secara tepat?
3. Kuantitas keluhan
- Ringan/sedang/berat
- Bila menggunakan skala 1-10, nilainya berapa?
- Apakah sampai mengganggu aktivitas harian? Apakah mengganggu pekerjaan?
4. Kualitas keluhan
- Seperti apa keluhan tersebut?
- Apakah pusingnya cekot-cekot atau berputar?
- Bagaimana rasanya?
- Apakah hilang-timbul atau terus menerus muncul?
Pemeriksaan Objektif
Ekstraoral
Inspeksi : melihat kondisi wajah dan TMJ pasien
Palpasi : meraba wajah pasien dan kelenjar limfe sekitar leher pasien apakah ada
pembengkakan disertai rasa sakit atau tidak
Intraoral
Mukosa oral
Inspeksi : melihat keadaan sekitar rongga mulut pasien bagaimana warnanya, normal
atau terlihat hiperemi, adakah pembengkakan berupa bejolan atau ulkus
Palpasi : apakah ada tanda-tanda radang, jika ada ukurannya berapa, saat dipalpasi
apakah mudah berdarah/tidak, sakit/tidak, terasa lunak/halus/berbenjol-
benjol, fluktuasinya apakah positif atau negatif
Gigi
Sondasi : memakai sonde untuk mengetahui kedalaman kerusakan gigi (karies)
serta mengetahui reaksi ketika dilakukan sondasi apakah sakit/ngilu/tidak terasa
Perkusi : mengentuk halus dengan handle untuk mengetahui peradangan telah
meluas melewati gigi ke jaringan periodontal, apakah terasa sakit atau tidak
Palpasi : untuk mengetahui kelainan jaringan penyangga gigi
Tekanan : mengetahui kelainan/keradangan apikal dengan reaksi sakit/tidak
Tes vitalitas pulpa : Dingin: ethyl chloride, air dingin, dry ice, dll
Panas: gutta-percha, burnisher dipanaskan
Tidak ada reaksi pulpa non vital
Bereaksi ringan s.d. moderat 1-2 detik : normal
Sakit keras 1-2 detik : pulpitis reversibel
Sakit sangat keras melanjut dan menetap lama bahkan setelah rangsangan
dihilangkan : pulpitis irreversible
. Mobilitas gigi
mobilitas gigi terjadi karena proses fisiologis ? Atau patologis ?
Gigi goyang:
Derajat 0 : horisontal < 0,2 mm
Derajat 1 : horisontal 0,2 – 1 mm
Derajat 2 : horisontal 1 – 2 mm
Derajat 3 : horisontal dan vertikal > 2 mm
Tes Kavitas
Kaviti dipreparasi sampai atap pulpa tanpa asestesi tanpa pendingin air dengan
putaran lambat
Bereaksi pulpa masih vital
Tidak bereaksi diteruskan dengan pengambilan atap pulpa pulpa non vital
Pemeriksaan Penunjang
Radiografi
Daftar pustaka
Chung W, Cox D, Ochs M. Odontogenic cysts,tumors, and related jaw lesions. Head and neck
surgery—otolaryngology, 4th edn Lippincott Williams & Wilkins Inc, Philadelphia. 2006;p.
1570–1584.
Burns EA, Korn K, Whyte J, Thomas J, Monaghan T. Oxford American Handbook of Clinical Examination
and Practical Skills. New York: Oxford University Press; 2011.
5.
Tatalaksana Ameloblastoma :
1. Enukleasi
Enukleasi merupakan prosedur yang kurang aman untuk dilakukan. Weder (1950)
pada suatu diskusi menyatakan walaupun popular, kuretase merupakan prosedur yang paling
tidak efisien untuk dilakukan. Enukleasi menyebabkan kasus rekurensi hampir tidak dapat
dielakkan, walaupun sebuah periode laten dari pengobatan yang berbeda mungkin
memberikan hasil yang salah. Kuretase tumor dapat meninggalkan tulang yang sudah diinvasi
5
oleh sel tumor.
tulang yang mengelilingi lesi tipis. Jika dinding lesi melekat pada periosteum, maka harus
dipisahkan. Dengan pembukaan yang cukup, lesi biasanya dapat diangkat dari tulang.
Gunakan sisi yang konveks dari kuret dengan tarikan yang lembut. Saraf dan pembuluh darah
biasanya digeser ke samping dan tidak berada pada daerah operasi. Ujung tulang yang tajam
dihaluskan dan daerah ini harus diirigasi dan diperiksa. Gigi-gigi yang berada di daerah tumor
jinak biasanya tidak diperlukan perawatan khusus. Jika devitalisasi diperlukan, perawatan
15
endodontik sebelum operasi dapat dilakukan.
2. Eksisi Blok
Kebanyakan ameloblastoma harus dieksisi daripada dienukleasi. Eksisi sebuah
ameloblastomanya kecil. Insisi dibuat pada mukosa dengan ukuran yang meliputi semua
bagian yang terlibat tumor. Insisi dibuat menjadi flap supaya tulang dapat direseksi di bawah
tepi yang terlibat tumor. Lubang bur ditempatkan pada outline osteotomi, dengan bur leher
panjang Henahan. Osteotom digunakan untuk melengkapi pemotongan. Sesudah itu, segmen
tulang yang terlibat tumor dibuang dengan tepi yang aman dari tulang yang normal dan tanpa
merusak border tulang. Setelah meletakkan flap untuk menutup tulang, dilakukan penjahitan
untuk mempertahankan posisinya. Dengan demikian eksisi tidak hanya mengikutkan tumor
saja tetapi juga sebagian tulang normal yang mengelilinginya. Gigi yang terlibat tumor
5
dibuang bersamaan dengan tumor. Gigi yang terlibat tidak diekstraksi secara terpisah.
Merupakan pola yang sama dengan eksisi blok yang diperluas yang mungkin saja
melibatkan pembuangan angulus, ramus atau bahkan pada beberapa kasus dilakukan
tanpa menyisakan border bawah mandibula akan mengakibatkan perubahan bentuk wajah
16
yang dinamakan ” Andy Gump Deformity”.
Reseksi mandibula dilakukan setelah trakeostomi dan diseksi leher radikal (bila
diperlukan) telah dilakukan. Akses biasanya diperoleh dengan insisi splitting bibir bawah.
17
Bibir bawah dipisahkan dan sebuah insisi vertikal dibuat sampai ke dagu. Insisi itu
kemudian dibelokkan secara horizontal sekitar ½ inchi dibawah border bawah mandibula.
Kemudian insisi diperluas mengikuti angulus mandibula sampai mastoid. Setelah akses
diperoleh, di dekat foramen mentale mungkin saja dapat terjadi pendarahan karena
adanya neurovascular.
Surgery.Philadelphia;W.B.Saunder
oral. Dengan menggunakan gigli saw pemotongan dilakukan secara vertikal di daerah
mentum. Hal ini akan memisahkan mandibula secara vertikal. Mandibula terbebas dari
otot yang melekat antara lain muskulus depressor labii inferior, depressor anguli oris dan
platysma. Bagian mandibula yang akan direseksi dibebaskan dari perlekatannya dari
mukosa oral dengan hati-hati. Setelah itu, komponen rahang yang mengandung massa
18
tumor dieksisi dengan margin yang cukup. Bagian margin dari defek bedah harus
dibiopsi untuk pemeriksaan untuk menentukan apakah reseksi yang dilakukan cukup atau
tidak. Jika bagian itu bebas dari tumor, bagian ramus dan kondilus mandibula harus
dipertahankan untuk digunakan pada rekonstruksi yang akan datang. Ramus paling baik
dipotong secara vertikal. Ketika mandibula disartikulasi, maka ada resiko pendarahan
karena insersi temporalis dan otot pterygoid lateral dipisahkan. Hal ini dapat dihindari
dengan membiarkan kondilus dan prosessus koronoid berada tetap in situ. Setelah
17
langsung.
4. Hemimaksilektomi
Akses ke maksila biasnya diperoleh dengan insisi Weber Fergusson. Pemisahan
bibir melalui philtrum rim dan pengangkatan pipi dengan insisi paranasal dan infraorbital
menyediakan eksposure yang luas dari wajah dan aspek lateral dari maksila dan dari
ethmoid.
Elsevier, 2007:431)
dan ekstraksi gigi yang diperlukan. Kemudian dilakukan pemotongan dengan oscillating
saw dari lateral dinding maksila ke infraorbital rim kemudian menuju kavitas nasal
melalui fossa lakrimalis. Dari kavitas nasal dipotong menuju alveolar ridge. Setelah itu,
dilakukan pemotongan pada palatum keras. Kemudian pemotongan lateral dinding nasal
10
packing kavitas maksilektomi yang tepat diperlukan untuk mengkontrol pendarahan.
:432)
ahli prostodonsia untuk merehabilitasi pasien. Semua bagian tulang yang tajam
dihaluskan. Prosesus koronoid harus diangkat, karena dekat dengan margin lateral defek
yang akan menyebabkan penutup protesa lepas ketika mulut dibuka. Flap yang ada pada
mukosa dikembalikan menutupi margin medial tulang. Skin graft kemudian dijahit ke tepi
luka, lebih baik hanya lembaran tunggal. Permukaan dibawah flap pipi, tulang, otot
periorbita dan bahkan dura semuanya ditutup. Graft dipertahankan dengan packing
iodoform gauze yang diisi benzoin tincture. Packing yang cukup digunakan untuk
mengisi kembali kontur pipi. Obturator bedah yang sudah dibuat oleh ahli prostodonsi
direline dengan soft denture reliner sehingga dapat mendukung packing dan menutup
defek. Obturator dapat dipasangkan ke gigi-gigi secara fixed atau tidak, tergantung
17
kondisi individual pasien. Flap pipi kemudian dikembalikan dan menutup lapisan.
flap. Cacat bedah dapat memberikan efek samping terhadap kesehatan fungsional dan
psikologis pasien. Tujuan dari rekonstruksi adalah untuk mengembalikan fungsi bicara,
fungsi pencernaan, menyediakan dukungan terhadap bibir dan pipi dan membangun
19
kembali proyeksi midfacial.
Pasien yang menjalani reseksi maksila akan direhabilitasi dalam tiga fase masng-
masing fase memerlukan protesa obturator yang akan mendukung kesembuhan pasien.
Ketiga obturator protesa ini adalah obturator bedah, obturator interim, dan obturator
definitif.
b. Pengunaan plat
membangun osseus alvelolar bases dan koreksi terhadap defek jaringan lunak. Pada
meninggalkan jaringan lunak yang akan sembuh. Bila dilakukan mandibulektomi akan
menghasilkan defek tulang yang besar dan jaringan lunak. Defek pada mandibula bagian
lateral lebih dapat ditoleransi dan tidak membutuhkan rekonstruksi. Kebalikannya defek
pada anterior mandibula akan menimbulkan kecacatan fungsional dan kosmetik yang
Pulpitis reversible
Tatalaksananya :
obat penenang saraf bisa menghilangkn nyeri. Tambalan ini bisa dibiarkan
sampai 6-8 minggu kemudian diganti dengan tambalan permanen. Jika terjadi
kerusakan pulpa yang luas dan tidak dapat diperbaiki, satu-satunya cara untuk
Resesi gingiva dapat dirawat secara bedah maupun non bedah. Tujuan kedua macam
perawatan ter-sebut adalah menghilangkan keluhan penderita, baik secara estetik, fungsi maupun
bila ada keluhan rasa sakitnya.
Perawatan non bedah untuk mengatasi masalah estetis dapat dilakukan dengan memberi
tumpatan sewarna dengan gingiva pada area akar yang terbuka maupun memberi gingiva tiruan
yang diaplikasikan pada area resesi.Sedangkan untuk mengatasi masalah hipersensitivitas dentin
dapat dilakukan pengulasan bahan desensitisasi, misalnya: fluoride, chloride, potassium nitrat,
atau dapat pula dengan bahan varnish maupun komposit untuk melapisi akar yang terbuka.
Perawatan resesi gingiva secara bedah meliputi berbagai teknik bedah mukogingiva
antara lain: coronally positioned flap, laterally positioned flap, semilunar coronally positioned
flap, modified semilunar coronally positioned flap, free gingival graft, connective tissue graft.
Bahan graft yang di-gunakan dapat berasal dari individu yang sama maupun diperoleh dari
tissue bank yang telah tersedia.
DAFTAR PUSTAKA
-Tagtekin D, Yanikoglu F, Ozyoney G, Noyan N, Hayran O. Clinical Evaluation of a gingiva-
coloured material, Comp Natur: A 3-year longitudinal study. The Chinese J Dent Res 2011;
14(1): 59-66.
-Krismariono A. Artificial gingiva as alternative treatment for gingival recession.
Periodontic J 2009; 1(1): 1-12.
-Krismariono A, Wibisono PA. Perawatan resesi gingiva dengan modifikasi teknik
semilunar. J Kedokteran Gigi Indonesia 2002; edisi khusus: 1-4.
-Sedon CL, Breault LG, Covington LL, Bishop BG. The subephitelial connective tissue graft:
Part I. Patient selection and surgical techniques. J Contemp Dent Pract 2005; 6 (1): 146-62.
-Remya V, Kumar KK, Sudharsan S, Arun KV. Free gingival graft in the treatment of class III
gingival recession. Indian J Dent Res 2008; 19 (3): 247-52.
-Chrysanthakopoulos NA. Occurrence, extension and severity of the gingival recession in a
Greek adult population sample. J Periodontol Implant Dent 2010; 2(1): 37-42.
-Bartold PM. Dentinal hypersensitivity: a review. Australian Dent J 2006; 51(3): 212-8.
6. prosedur rujukan
Tugas faskes tingkat pertama
1. Menyelenggarakan kesehatan dasar masyarakat melalui pelayanan kesehatan dasar
bersarkan kompetensi & kewenangannya.
2. Mengatur pelayanan kesehatan lanjutan melalui sistem rujukan.
3. Penasehat, konselor, dan pendidik untuk mewujudkan keluarga sehat.
4. Manajer sumber daya
Definisi Sistem Rujukan pelayanan kesehatan adalah penyelenggaraan pelayanan kesehatan yang
mengatur pelimpahan tugas dan tanggung jawab pelayanan kesehatan secara timbal balik baik
vertikal maupun horizontal yang wajib dilaksanakan oleh peserta jaminan kesehatan atau asuransi
kesehatan sosial, dan seluruh fasilitas kesehatan.
Ketentuan Umum
Berdasarkan panduan praktis Sistem Rujukan Berjenjang BPJS Kesehatan, ketentuan umum
dari sistem rujukan berjenjang adalah:
2) Pelayanan kesehatan tingkat pertama merupakan pelayanan kesehatan dasar yang diberikan oleh
fasilitas kesehatan tingkat pertama.
3) Pelayanan kesehatan tingkat kedua merupakan pelayanan kesehatan spesialistik yang dilakukan
oleh dokter spesialis atau dokter gigi spesialis yang menggunakan pengetahuan dan teknologi
kesehatan spesialistik.
4) Pelayanan kesehatan tingkat ketiga merupakan pelayanan kesehatan sub spesialistik yang
dilakukan oleh dokter sub spesialis atau dokter gigi sub spesialis yang menggunakan pengetahuan
dan teknologi kesehatan sub spesialistik.
5) Dalam menjalankan pelayanan kesehatan, fasilitas kesehatan tingkat pertama dan tingkat
lanjutan wajib melakukan sistem rujukan dengan mengacu pada peraturan perundang-undangan
yang berlaku.
6) Peserta yang ingin mendapatkan pelayanan yang tidak sesuai dengan sistem rujukan dapat
dimasukkan dalam kategori pelayanan yang tidak sesuai dengan prosedur sehingga tidak dapat
dibayarkan oleh BPJS Kesehatan.
7) Fasilitas Kesehatan yang tidak menerapkan sistem rujukan maka BPJS Kesehatan akan melakukan
recredentialing terhadap kinerja fasilitas kesehatan tersebut dan dapat berdampak pada kelanjutan
kerjasama
9) Rujukan horizontal adalah rujukan yang dilakukan antar pelayanan kesehatan dalam satu
tingkatan apabila perujuk tidak dapat memberikan pelayanan kesehatan sesuai dengan kebutuhan
pasien karena keterbatasan fasilitas, peralatan dan/atau ketenagaan yang sifatnya sementara atau
menetap.
10) Rujukan vertikal adalah rujukan yang dilakukan antar pelayanan kesehatan yang berbeda
tingkatan, dapat dilakukan dari tingkat pelayanan yang lebih rendah ke tingkat pelayanan yang lebih
tinggi atau sebaliknya.
11) Rujukan vertikal dari tingkatan pelayanan yang lebih rendah ke tingkatan pelayanan yang lebih
tinggi dilakukan apabila:
12) Rujukan vertikal dari tingkatan pelayanan yang lebih tinggi ke tingkatan pelayanan yang lebih
rendah dilakukan apabila :
a. permasalahan kesehatan pasien dapat ditangani oleh tingkatan pelayanan kesehatan yang
lebih rendah sesuai dengan kompetensi dan kewenangannya;
b. kompetensi dan kewenangan pelayanan tingkat pertama atau kedua lebih baik dalam
menangani pasien tersebut;
c. pasien membutuhkan pelayanan lanjutan yang dapat ditangani oleh tingkatan pelayanan
kesehatan yang lebih rendah dan untuk alasan kemudahan, efisiensi dan pelayanan jangka
panjang; dan/atau
d. perujuk tidak dapat memberikan pelayanan kesehatan sesuai dengan kebutuhan pasien
karena keterbatasan sarana, prasarana, peralatan dan/atau ketenagaan.
Berdasarkan panduan praktis Sistem Rujukan Berjenjang BPJS Kesehatan, tata cara
pelaksanaan sistem rujukan berjenjang adalah:
1) Sistem rujukan pelayanan kesehatan dilaksanakan secara berjenjang sesuai kebutuhan medis,
yaitu:
a. Dimulai dari pelayanan kesehatan tingkat pertama oleh fasilitas kesehatan tingkat pertama
b. Jika diperlukan pelayanan lanjutan oleh spesialis, maka pasien dapat dirujuk ke fasilitas
kesehatan tingkat kedua
c. Pelayanan kesehatan tingkat kedua di faskes sekunder hanya dapat diberikan atas rujukan
dari faskes primer.
d. Pelayanan kesehatan tingkat ketiga di faskes tersier hanya dapat diberikan atas rujukan dari
faskes sekunder dan faskes primer.
2) Pelayanan kesehatan di faskes primer yang dapat dirujuk langsung ke faskes tersier hanya untuk
kasus yang sudah ditegakkan diagnosis dan rencana terapinya, merupakan pelayanan berulang dan
hanya tersedia di faskes tersier.
a. terjadi keadaan gawat darurat; Kondisi kegawatdaruratan mengikuti ketentuan yang berlaku
b. bencana; Kriteria bencana ditetapkan oleh Pemerintah Pusat dan atau Pemerintah Daerah
c. kekhususan permasalahan kesehatan pasien; untuk kasus yang sudah ditegakkan rencana
terapinya dan terapi tersebut hanya dapat dilakukan di fasilitas kesehatan lanjutan
d. pertimbangan geografis; dan
e. pertimbangan ketersediaan fasilitas
a. Dalam keadaan tertentu, bidan atau perawat dapat memberikan pelayanan kesehatan
tingkat pertama sesuai ketentuan peraturan perundangundangan.
b. Bidan dan perawat hanya dapat melakukan rujukan ke dokter dan/atau dokter gigi pemberi
pelayanan kesehatan tingkat pertama kecuali dalam kondisi gawat darurat dan kekhususan
permasalahan kesehatan pasien, yaitu kondisi di luar kompetensi dokter dan/atau dokter
gigi pemberipelayanan kesehatan tingkat pertama
5) Rujukan Parsial
a. Rujukan parsial adalah pengiriman pasien atau spesimen ke pemberi pelayanan kesehatan
lain dalam rangka menegakkan diagnosis atau pemberian terapi, yang merupakan satu
rangkaian perawatan pasien di Faskes tersebut
b. Rujukan parsial dapat berupa:
1) pengiriman pasien untuk dilakukan pemeriksaan penunjang atau tindakan
2) pengiriman spesimen untuk pemeriksaan penunjang
c. Apabila pasien tersebut adalah pasien rujukan parsial, maka penjaminan pasien dilakukan
oleh fasilitas kesehatan perujuk
7.