Abstrak
Kelainan refraksi adalah suatu keadaan mata dimana sinar-sinar sejajar dari jarak tak
terhingga dibiaskan tidak tepat berada di retina. Kelainan ini dikarenakan adanya perubahan
panjang bola mata, menyebabkan sinar normal tidak dapat terfokus pada makula. Kelainan ini
dapat berupa miopia, hipermetropia, astigmatisma, dan lainnya. Miopia adalah anomali
refraksi pada mata dimana bayangan difokuskan di depan retina, ketika mata tidak dalam
kondisi berakomodasi. Hipermetropia adalah keadaan mata yang tidak berakomodasi
memfokuskan bayangan di belakang retina. Astigmatisma adalah berkas sinar tidak
difokuskan pada satu titik dengan tajam pada retina akan tetapi pada 2 garis titik api yang
saling tegak lurus yang terjadi akibat kelainan kelengkungan permukaan kornea. Kelainan
refraksi diatas dapat mengakibatkan mata menjadi rusak dan tidak dapat tertangani yaitu
anisometropia dan akhirnya menjadi ambliopia. Pada keadaan ini sudah sulit untuk
mendapatkan penatalaksanaan yang ringan.
Abstract
Refractive abnormality is a state of the eye in which parallel rays from a refracted infinite
distance are not exactly in the retina. This abnormality is due to a change in the length of the
eyeball, causing normal light to not focus on the macula. These disorders can include
myopia, hypermetropia, astigmatism, and others. Myopia is an refractive anomaly in the eye
where the shadow is focused in front of the retina, when the eye is not accommodating.
Hipermetropia is a state of the eye that does not accommodate focusing the shadow behind
the retina. Astigmatism is a beam of light not focused on one point sharply on the retina but
on two lines of mutually perpendicular fires that occur due to abnormalities of corneal
surface curvature. Refractive abnormalities above can cause the eyes to become damaged
and cannot be treated, namely anisometropia and eventually become amblyopia. In this
situation, it is very difficult to get mild management.
Pendahuluan
Mata adalah bagian dari panca indera yang berfungsi sebagai indra penglihatan dan
mempunyai peranan penting dalam melakukan kegiatan fungsional dari tubuh manusia, serta
vital bagi manusia. Mata berbentuk bulat lonjong dan terletak di dalam rongga mata dan
dilindungi oleh tulang tengkorak serta otot mata yang berfungsi untuk menggerakan bola
mata. Gangguan dari alat indera ini akan mengganggu kelancaran aktivitas manusia sehari-
hari. Salah satu gangguan pada mata yaitu kelainan refraksi. Pada kelainan refraksi terjadi
ketidakseimbangan sistem optic pada mata sehingga menghasilkan bayangan yang kabur.
Gangguan refraksi terjadi karena sinar tidak dibiaskan tepat pada retina, akan tetapi dapat di
depan atau di belakang retina dan mungkin tidak terletak pada satu titik yang tajam, sehingga
bisa terdapat 2 titik fokus yang berbeda. Contoh dari kelainan refraksi, yaitu miopia (rabun
jauh), hipermetropia (rabun dekat), astigmatisma (silinder), dan kelainan lainnya.
Kelainan refraksi tersebut harus segera di koreksi dengan alat bantu, contoh kacamata.
Jika tidak langsung di koreksi dapat menimbulkan berbagai macam komplikasi. Tujuan dari
pembuatan makalah ini adalah agar mengetahui apakah itu kelainan refraksi dan contoh-
contohnya, lalu apakah penyebab dan gejala dari tiap macam2 kelainan refraksi, dan
bagaimana komplikasi dan penatalaksanaan dari gangguan pada mata ini.
Anamnesis
Anamnesis merupakan suatu komunikasi antara dokter dengan pasien atau orang yang
terdekat dengan kehidupan pasien tersebut sehari-hari. Tujuan dari anamnesis ini adalah
untuk mendapatkan data dan mengetahui keluhan utama dari pasien serta informasi mengenai
riwayat penyakit pasien. Anamnesa yang baik dan lengkap akan membantu dokter untuk
mendapatkan diagnosa yang tepat atas penyakit pasien.
Pemeriksaan Fisik
Tujuan dari pemeriksaan fisik adalah untuk mengetahui apakah adanya perubahan
patologis pada tubuh penderita. Pertama-tama yang harus diperiksa ialah keadaan umum
pasien dan kesadaran umum saat tiba di rumah sakit. TTV yang dilakukan adalah dengan
pengukuran tekanan darah (N=120/80mmHg), frekuensi nadi (N=60-100x/menit), frekuensi
pernapasan (N=16-20x/menit), dan suhu (N=36,5-37,50 C). Selanjutnya ialah pemeriksaan
khusus pasien dengan cara inspeksi, palpasi, pemeriksaan mata dasar, yaitu :
Segmen posterior ODS optic nerve bulat, batas tegas, CDR 0.3 (N=,5,5);
Ratio A:V 2:3, reflek macula positif, perifer tidak ada perdarahan maupun
eksudat. (dalam batas normal)
4. Pemeriksaan visus :
Pada pemeriksaan ini untuk menilai ketajaman penglihatan, manusia normal memiliki
ketajaman penglihatan 1,0, atau 20/20 feet, atau 6/6 m. Pemeriksaan visus umumnya
dengan menggunakan Snellen chart dengan mata yang bergantian dan dimulai dari
sebelah kanan. Basis terakhir yang dapat dibaca itulah visus pasien. Jika pasien tidak
dapat melihat huruf terbesar atau hanya bisa melihat huruf besar artinya visus kurang
dari 6/60 atau 20/200, lanjut dengan menggunakan uji pinhole untuk mengetahui
apakah ada kelainan refraksi atau tidak. Bila dengan menggunakan pinhole
penglihatan lebih baik, maka berarti ada kelainan refraksi yang dapat dikoreksi
dengan menggunakan kacamata. Jika penglihatan masih berkurang dengan
menggunakan pinhole, dilakukan uji finger counting (Normal 60 meter) penglihatan
hanya dapat dinilai sampai 1/60. Jika penglihatan masih lebih buruk dari 1/60, maka
dilakukan dengan uji lambaian tangan pada jarak 300 meter (1/300). Uji ini dilakukan
hanya 1 kali dalam jarak 1 meter. Jika masih tidak dapat diliat, terakhir dengan
menggunakan uji sinar. Orang normal dapat melihat adanya sinar pada jarak tak
hingga (1/~). Jika tidak mengenal adanya sinar, maka dapat dikatakan penglihatannya
adalah nol (buta total).
Okuli dextra (OD) 6/60- ph 6/40- koreksi S-2.00 cyl – 0.75 180o : 6/6
Anatomi Mata
Bola mata (bulbus oculi) terdapat di dalam rongga orbita yang melindungi bola mata.
Bola mata digerakkan oleh otot okular. Struktur lain yang berhubungan dengan mata yaitu
otot, fascia, alis mata, kelopak mata, konjungtiva, dan apparatus lacrimal. 1 Mata terbagi
menjadi dua segmen yaitu segmen anterior yang transparan dan merupakan 1/6 bagian bola
mata dan segmen posterior yang merupakan 5/6 bagian bola mata. Struktur yang terdapat
pada mata dari anterior ke posterior yaitu konjungtiva, kornea, sklera, iris, aqueous humor,
lensa, uvea, badan siliar, vitreus humor, choroid, retina, dan saraf optik.
1. Konjungtiva1
Merupakan membran mukosa yang transparan dan tipis yang membungkus
permukaan posterior kelopak mata (konjungtiva palpebris/tarsal) dan permukaan
anterior sklera (konjungtiva bulbi). Perdarahan konjungtiva berasal dari arteri
siliaris anterior dan arteri palpebralis.
2. Sklera
Merupakan pembungkus fibrosa pelindung mata di bagian luar. Jaringan bersifat
padat dan berwarna putih, serta bersambungan dengan kornea di sebelah anterior,
dan durameter nervus optikus di posterior. Permukaan luar sklera anterior
dibungkus oleh sebuah lapisan tipis dari jaringan elastik halus yang mengandung
banyak pembuluh darah, yang disebut sebagai episklera.
3. Kornea
Merupakan jaringan transparan. Pada kornea dewasa rata-rata mempunyai tebal
0,54 mm di tengah, sekitar 0,65 mm di tepi, dan diameternya sekitar 11,5 mm.
Sumber nutrisi kornea berasal dari pembuluh darah limbus, humor aqueous, dan
air mata. Dalam axis penglihatan, kornea berperan sebagai jendela paling depan
dari mata dimana sinar masuk dan difokuskan ke dalam pupil. Kornea adalah
jaringan transparan yang berbentuk cembung dan bersifat tembus cahaya, sifat
tembus cahaya pada kornea disebabkan oleh strukturnya yang uniform, avaskular,
dan deturgesens. Dari anterior ke posterior, kornea mempunyai lima lapisan yang
berbeda-beda: lapisan epitel (yang bersambung dengan lapisan epitel konjungtiva
bulbaris), lapisan Bowman, stroma, membrane Descement, dan lapisan endotel.
4. Uvea
Uvea terdiri atas iris, korpus siliaris, dan koroid. Bagian ini adalah lapisan
vaskular tengah mata dan dilindungi oleh kornea dan sklera.
5. Iris
Merupakan perpanjangan korpus siliaris ke anterior. Iris terletak bersambungan
dengan anterior lensa, yang memisahkan bilik anterior dan blik posterior mata. Iris
juga merupakan bagian yang memberi warna pada mata. Dalam axis penglihatan,
iris berfungsi mengatur jumlah sinar yang masuk kedalam bola mata dengan
mengatur besar pupil menggunakan otot sfingter dan dilator pupil.
6. Pupil
Pupil berwarna hitam pekat yang mengatur jumlah sinar masuk kedalam bola
mata. Pada pupil terdapat m.sfinger pupil yang bila berkontraksi akan
mengakibatkan mengecilnya pupil (miosis) dan m.dilatator pupil yang bila
berkontriksi akan mengakibatkan membesarnya pupil (midriasis).
7. Corpus siliaris
Membentang ke depan dari ujung anterior koroid ke pangkal iris. Corpus silliaris
berperan untuk akomodasi dan menghasilkan humor aquaeus
8. Humour Vitreous dan Humour Aqeous
Merupakan bagian yang mempengaruhi tekanan mata. Tekanan mata dipengaruhi
oleh tekanan humour vitreous pada posterior mata dan humour aqeous yang
mengisi kamera anterior (bilik depan). Humour aqeous berjalan dari kamera
posterior melewati pupil ke kamera anterior lalu meninggalkan mata melalui
trabekula menuju ke kanalis schlemm (suatu sinus yang berjalan melingkar, di
perbatasan kornea dan sclera) lalu melewati sekeliling mata dan kemudian
melewati vasa-vasa kecil menuju vena di permukaan mata.
9. Lensa
Merupakan struktur bikonveks, avaskular, tak berwarna, dan transparan. Memiliki
tebal sekitar 4mm dan diameter 9mm. Terletak di belakang iris. Lensa digantung
oleh zonula yang menghubungkannya dengan korpus siliaris. Dalam axis
penglihatan, lensa berperan untuk berakomodasi dan memfokuskan cahaya ke
retina.
10. Retina
Merupakan selembar tipis jaringan saraf yang semi transparan yang melapisi dua
per tiga bagian dalam posterior dinding bola mata. Dalam aksis penglihatan, retina
berfungsi untuk menangkap rangsangan jatuhnya cahaya dan akan diteruskan
berupa bayangan benda sebagai impuls elektrik ke otak untuk membentuk
gambaran yang dilihat. Pada retina terdapat sel batang sebagai sel pengenal sinar
dan sel kerucut yang mengenal frekuensi sinar.
11. Nervus Optikus
Saraf penglihatan yang meneruskan rangsangan listrik dari mata ke korteks visual
untuk dikenali bayangannya.1
Working Diagnosis
Kelainan Refraksi
Gangguan refraksi merupakan gangguan yang terjadi dimana sinar paralel yang
masuk pada mata yang tidak berakomodasi tidak terfokus pada retina. Hasil pembiasan sinar
di mata ditentukan oleh media penglihatan yang terdiri atas kornea, lensa, cairan mata, lensa,
badan kaca, dan panjangnya bola mata. Pada orang normal, susunan pembiasan oleh media
penglihatan dan panjangnya bola mata seimbang sehingga bayangan benda setelah melalui
media penglihatan dibiaskan tepat di daerah makula lutea. Yang termasuk gangguan refraksi
yaitu miopia, hiperopia, astigmatisma, dan presbiopia. Mata yang normal disebut sebagai
mata emetropia dan akan menempatkan bayangan benda tepat di retina, saat keadaan mata
tidak melakukan akomodasi. Miopia terjadi karena cahaya yang datang berfokus di depan
retina sedang hipermetropia terjadi karena cahaya berfokus di belakang retina. Astigmatisma
terjadi jika cahaya yang masuk ke mata tidak difokuskan pada satu titik fokus. Astigmatisma
dapat terjadi karena gangguan pada kornea, lensa, atau retina, namun yang paling sering
adalah karena gangguan pada kornea. Presbiopia adalah kondisi penurunan daya akomodasi
karena usia tua. Gangguan refraksi yang dikatakan ringan sampai sedang adalah miopia yang
kurang dari 6.0 D, hipermetropia yang kurang dari 3.0 D, dan astigmatisma regular yang
kurang dari 3.0 D. jika lebih dari batasan tersebut dikelompokkan sebagai gangguan refraktif
berat.3
Miopia
Miopia adalah suatu keadaan mata yang mempunyai kekuatan pembiasan sinar yang
berlebihan atau kerusakan refraksi mata sehingga sinar sejajar yang datang dibiaskan di
depan retina dimana sistem akomodasi berkurang. Pasien dengan miopia akan menyatakan
melihat lebih jelas bila dekat sedangkan melihat jauh kabur atau pasien adalah rabun jauh.
Pasien miopia mempunyai punctum remotum (titik terjauh yang masih dilihat jelas) yang
dekat sehingga mata selalu dalam atau berkedudukan konvergensi yang akan menimbulkan
keluhan astenopia konvergensi. Bila kedudukan mata ini menetap maka penderita akan
terlihat juling ke dalam atau esotropia.3
Pada mata dengan miopia tinggi akan terdapat kelainan pada fundus okuli seperti
degenerasi makula, degenerasi retina bagian perifer dan lainnya. Pengobatan pasien dengan
miopia adalah dengan memberikan kaca mata sferis negative terkecil yang memberikan
ketajaman penglihatan maksimal. Bila pasien dikoreksi dengan -3.0 memberikan tajam
penglihatan 6/6, dan demikian juga bila diberi -3.25, maka sebaiknya diberikan lensa koreksi
-3.0 agar untuk memberikan istirahat mata dengan baik sesudah dikoreksi. Miopia dapat
diklasifikasikan berdasarkan klinis, derajat, dan usia ketika terjadi. Berdasarkan klinis miopia
dibedakan menjadi miopia simpleks, nokturnal, pseudomiopia, degeneratif, atau terinduksi.
Myopia refraktif adalah myopia yang disebabkan oleh bertambahnya indek bias
media refrakta. Pada myopia refraktif, menurut Albert E. Sloane dapat terjadi karena
beberapa macam sebab, antara lain :
1. Kornea terlalu melengkung (< 7,7 mm).
2. Terjadi hydrasi / penyerapan cairan pada lensa kristalinaa sehingga bentuk
lensa kristalinaa menjadi lebih cembung dan daya biasnya meningkat. Hal ini
biasanya terjadi pada penderita katarak stadium awal (imatur).
3. Terjadi peningkatan indeks bias pada cairan bolamata (biasanya terjadi pada
penderita diabetes melitus).
Klasifikasi Miopia4
a. Simpel myopia: adalah myopia yang disebabkan oleh dimensi bolamata yang
terlalu panjang, atau indeks bias kornea maupun lensa kristalinaa yang terlalu
tinggi. Merupakan bentuk yang paling sering dan biasanya <6,00 D
b. Nokturnal myopia: adalah myopia yang hanya terjadi pada saat kondisi
sekeliling kurang cahaya, sehingga mata berakomodasi lebih kuat dan terjadi
gangguan kontras untuk stimulus akomodasi pada keadaan gelap tersebut.
Sebenarnya, fokus titik jauh mata seseorang bervariasi terhadap level
pencahayaan yang ada. Myopia ini dipercaya penyebabnya adalah pupil yang
membuka terlalu lebar untuk memasukkan lebih banyak cahaya, sehingga
menimbulkan aberasi dan menambah kondisi myopia.
c. Pseudomyopia, diakibatkan oleh rangsangan yang berlebihan terhadap
mekanisme akomodasi sehingga terjadi kekejangan pada otot – otot siliar yang
memegang lensa kristalina. Di Indonesia, disebut dengan myopia palsu, karena
memang sifat myopia ini hanya sementara sampai kekejangan akomodasinya
dapat direlaksasikan. Untuk kasus ini, tidak boleh buru – buru memberikan lensa
koreksi.
d. Degenerative myopia: disebut juga malignant, pathological, atau progressive
myopia terjadi karena perubahan degeneratif segmen posterior biasanya sering
akibat sekuela retinal detachment atau glaukoma. Biasanya merupakan myopia
derajat tinggi dan tajam penglihatannya juga di bawah normal meskipun telah
mendapat koreksi. Myopia jenis ini bertambah buruk dari waktu ke waktu.
e. Induced (acquired) myopia: merupakan myopia yang diakibatkan oleh
pemakaian obat – obatan, naik turunnya kadar gula darah, terjadinya sklerosis
pada nukleus lensa, dan sebagainya. Bersifat reversible
Faktor resiko terjadinya miopia adalah terdapat riwayat keluarga yang menderita
miopia, terdapat miopia waktu retinoskopi nonsikloplegik pada bayi, penurunan emetropia
waktu masuk sekolah, esoforia dekat, gangguan kurvatura kornea, aksis yang terlalu panjang,
dan gangguan temporer retina waktu anak-anak. Etiologi yang mungkin untuk miopia
simpleks adalah diturunkan dari orang tua atau melihat dekat yang terlalu sering, untuk
miopia nokturnal karena level signifikan untuk akomodasi fokus gelap, pada pseudomiopia
karena gangguan akomodasi, eksoforia berat, atau agen agonis kolinergik. Pada miopia
degenerasi karena diturunkan, retinopati, dan gangguan cahaya ketika melewati media okular.
Pada miopia terinduksi karena katarak yang berhubungan dengan ketuaan, kadar gula adrah
yang tinggi, atau paparan obat seperti sulfonamide.4
Gejala yang banyak dikeluhkan adalah pandangan kabur. Penglihatan untuk jauh
kabur, sedangkan untuk dekat jelas. Jika derajat miopianya terlalu tinggi, maka kedua mata
selalu harus melihat dalam posisi kovergensi, dan hal ini mungkin menimbulkan keluhan
(astenovergen). Mungkin juga posisi konvergensi itu menetap, sehingga terjadi strabismus
konvergen (estropia). Apabila terdapat myopia pada satu mata jauh lebih tinggi dari mata
yang lain dapat terjadi ambliopia pada mata yang myopianya lebih tinggi. Mata ambliopia
akan bergulir ke temporal yang disebut strabismus divergen (eksotropia).3,4
Untuk mengoreksi miopia digunakan lensa cekung agar sinar jatuh tepat pada retina.
Hipermetropia
Penyebab utama hipermetropia adalah panjangnya bola mata yang lebih pendek. Akibat
bola mata yang lebih pendek, bayangan benda akan difokuskan di belakang retina.
Berdasarkan penyebabnya, hipermetropia dapat dibagi atas hipermetropia sumbu atau aksial,
merupakan kelainan refraksi akibat bola mata pendek atau sumbu anteroposterior yang
pendek,hipermetropia kurvatur, dimana kelengkungan kornea atau lensa kurang sehingga
bayangan difokuskan di belakang retina dan hipermetropia indeks refraktif, dimana terdapat
indeks bias yang kurang pada sistem optik mata.3 Gejala pada penderita hipermetropia yaitu
sakit kepala terutama daerah dahi atau frontal, silau, kadang rasa juling atau melihat ganda,
mata leleh, penglihatan kabur melihat dekat, sering mengantuk, mata berair, pupil agak
miosis, dan bilik mata depan lebih dangkal.3,4
Mata dengan hipermetropia akan memerlukan lensa cembung untuk mematahkan sinar
lebih kaut kedalam mata. Koreksi hipermetropia adalah di berikan koreksi lensa positif
maksimal yang memberikan tajam penglihatan normal. Hipermetropia sebaiknya diberikan
kaca mata lensa positif terbesar yang masih memberi tajam penglihatan maksimal.3
Gambar 3. Koreksi dengan lensa cembung
Astigmatisma
Astigmatisma adalah keadaan dimana terjadi penglihatan yang kabur karena sinar dari
arah berbeda-beda difokuskan pada titik yang berbeda. Astigmat merupakan kelainan
pembiasan mata yang menyebabkan bayangan penglihatan pada satu bidang fokus pada jarak
yang berbeda dari bidang sudut. Pada astigmatisma berkas sinar tidak difokuskan ke retina
tetapi di dua garis titik api yang saling tegak lurus. Astigmatisma ringan dapat tanpa gejala
namun astigmatisma yang berat dapat menyebabkan penglihatan kabur, mata lelah, dan sakit
kepala.
Letak kelainan pada astigmatisme terdapat di dua tempat yaitu kelainan pada kornea
dan kelainan pada lensa. Pada kelainan kornea terdapat perubahan lengkung kornea yang
bervariasi dengan atau tanpa pemendekan atau pemanjangan diameter anterior- posterior bola
mata. Kelainan ini bisa merupakan kelainan kongenital atau didapat akibat kecelakaan,
peradangan kornea atau operasi.5 Secara garis besar terdapat 3 penatalaksanaan astigmatism,
yaitu dengan menggunakan kacamata silinder, lensa kontak dan pembedahan. Teknik
pembedahan menggunakan metode LASIK, photorefractive keratotomy, dan radial
keratotomy.
a. Astigmatisme regular.
Bila ditinjau dari letak daya bias terkuatnya, bentuk astigmatisme regular ini dibagi menjadi 2
golongan, yaitu:
Jika meredian vertikal memiliki daya bias lebih kuat dari pada meredian
horisontal. Astigmatisme ini dikoreksi dengan Cyl - pada axis vertikal atau Cyl +
pada axis horisontal.
Jika meredian horisontal memiliki daya bias lebih kuat dari pada meredian
vertikal. Astigmatisme ini dikoreksi dengan Cyl - pada axis horisontal atau
dengan Cyl + pada axis vertikal.
Sedangkan menurut letak fokusnya terhadap retina, astigmatisme regular dibedakan dalam 5
jenis, yaitu2,5 :
Astigmatisme jenis ini, titik A berada tepat pada retina, sedangkan titik B berada di
belakang retina. Pola ukuran lensa koreksi astigmatisme jenis ini adalah Sph 0,00 Cyl
+Y atau Sph +X Cyl -Y di mana X dan Y memiliki angka yang sama.
Astigmatisme jenis ini, titik A berada di depan retina, sedangkan titik B berada di
antara titik A dan retina. Pola ukuran lensa koreksi astigmatisme jenis ini adalah Sph
-X Cyl -Y.
Gambar 6. Astigmatism myiopi Compositus
Astigmatisme jenis ini, titik B berada di belakang retina, sedangkan titik A berada di
antara titik B dan retina. Pola ukuran lensa koreksi astigmatisme jenis ini adalah Sph
+X Cyl +Y.
5. Astigmatismus Mixtus.
Astigmatisme jenis ini, titik A berada di depan retina, sedangkan titik B berada di
belakang retina. Pola ukuran lensa koreksi astigmatisme jenis ini adalah Sph +X Cyl
-Y, atau Sph -X Cyl +Y, di mana ukuran tersebut tidak dapat ditransposisi hingga
nilai X menjadi nol, atau notasi X dan Y menjadi sama - sama + atau -.
b. Astigmatisme Irregular.
Bentuk astigmatisme ini, bola matanya tidak saling tegak lurus. Astigmatisme yang
demikian bisa disebabkan oleh ketidak beraturan kontur permukaan kornea atau pun
lensa mata, juga bisa disebabkan oleh adanya kekeruhan tidak merata pada bagian
dalam bola mata atau pun lensa mata (misalnya pada kasus katarak stadium awal).
Astigmatisme jenis ini sulit untuk dikoreksi dengan lensa kacamata atau lensa kontak
lunak (softlens). Meskipun bisa, biasanya tidak akan memberikan hasil akhir yang
setara dengan tajam penglihatan normal. Jika astigmatisme irregular ini hanya
disebabkan oleh ketidakberaturan kontur permukaan kornea, peluang untuk dapat
dikoreksi dengan optimal masih cukup besar, yaitu dengan pemakaian lensa kontak
kaku (hard contact lens) atau dengan tindakan operasi (LASIK, keratotomy).4,5
Manifestasi Klinis
Gejala utama gangguan refraksi adalah penglihatan yang kabur melihat objek jauh,
dekat, atau keduanya. Terkadang tonus musculus ciliaris yang terlalu kuat dapat
menyebabkan sakit kepala. Mata yang dipaksa untuk melihat dapat menyebabkan terjadinya
ocular surface desiccation, iritasi mata, gatal, mata lelah, sensasi terdapat benda asing, dan
kemerahan. Menyipitkan mata ketika membaca dan sering berkedip atau menggosok mata
saat bekerja dekat seperti membaca merupakan gejala gangguan refraksi pada anak.
Penglihatan kabur harus didiagnosis banding dengan kelainan mata lainnya. Penting untuk
dibedakan apakah mata kabur mengenai satu atau dua mata, apakah pupil normal, bagaimana
afferent pupillary defect (APD), apakah lensa koreksi atau pinhole meningkatkan
penglihatan. Penglihatan kabur monookuler dengan APD dapat diduga optic neuritis,
neuropati, atau atrophi. Penglihatan kabur binokular dengan perbaikan jika melihat memakai
lensa atau pinhole menunjukkan kelainan refraksi. Gejala lainnya, yaitu memiringkan kepala
atau disebut dengan “titling his head”, pada umunya keluhan ini sering terjadi pada penderita
astigmatismus oblique yang tinggi, memutarkan kepala agar dapat melihat benda dengan
jelas, sakit kepala pada bagian frontal, ada pengaburan sementara / sesaat pada penglihatan
dekat, biasanya pende-rita akan mengurangi pengaburan itu dengan menutup atau mengucek-
ucek mata.5
Anisometropia
Isometropia merupakan keadaan dimana kedua mata memiliki kekuatan refraksi yang sama.
Anisometropia merupakan salah satu kelainan refraksi mata, yaitu suatu keadaan dimana
kedua mata terdapat perbedaan kekuatan refraksi. 6 Anisometropria dengan perbedaan antara
kedua mata lebih dari atau sama dengan 2,5 dioptri akan menyebabkan perbedaan bayangan
sebesar 5% atau lebih. Perbedaan bayangan antara kedua mata sebesar 5% atau lebih pada
umumnya akan menimbulkan gejala aniseikonia (perbedaan bayangan).7
Etiologi
2. mata yang satu hipermetropia atau miopia atau astagmatisma sedangkan yang lain
emetropia
3. mata yang satu hipermetropia dan yang lain juga hipermetropia, dengan derajat
refraksi yang tidak sama
4. mata yang satu miopia dan yang lain juga miopia dengan derajat refraksi yang tidak
sama
5. mata yang satu astigmatisma dan yang lain juga astigmatisma dengan derajat yang
tidak sama
Klasifikasi Anisometropia
1. Simple anisometropia: dimana refraksi satu mata adalah normal (emetropia) dan mata
yang lainnya miopia (simple miopia anisometropia) atau hipermetropia (simple
miopia anisometropia).
3. Mixed anisometropia: dimana satu mata adalah miopia dan yang satu lagi
hipermetropia, ini juga disebut antimetropia.
4. Simple astigmmatic anisometropia: dimana satu mata normal dan yang lainnya baik
simple miopia atau hipermetropi astigamatisma.
1. Sakit kepala.
2. Rasa tidak enak pada kedua matanya.
3. Rasa panas pada kedua mata.
4. Rasa tegang pada kedua mata.
5. Pusing. (dizziness).
6. Mual-mual.
7. Kadang-kadang melihat ganda.
8. Kesulitan memperkirakan jarak suatu benda.
9. Melihat lantai yang bergelombang.
Ambliopia
Ambliopia adalah suatu keadaan mata dimana tajam penglihatan tidak mencapai optimal
sesuai dengan usia dan intelegensinya walaupun sudah dikoreksi kelainan refraksinya. Anak-
anak rentan menderita ambliopia hingga usia 7 tahun dan biasanya terjadi pada satu mata,
namun dapat juga terjadi pada kedua bola mata. Keadaan ini tidak berhubungan langsung
dengan kelainan struktur mata atau kelainan pada jalur visual posterior. Kurangnya tajam
penglihatan pada ambliopia tidak dapat dikoreksi dengan kaca mata dan tidak ditemukan
kausa organik pada pemeriksaan fisik mata. Pada kasus yang keadaannya baik dapat
dikembalikan fungsi penglihatan dengan pengobatan.7
Angka prevalensi ambliopia di Amerika berkisar antara 1%- 3%. Angka kejadian
ambliopia lebih tinggi di negara berkembang. The National Eye Instiute telah melaporkan
bahwa ambliopia merupakan penyebab terbanyak terjadinya kehilangan penglihatan
unilateral pada pasien usia di bawah 70 tahun. Prevalensi ambliopia tidak dipengaruhi oleh
perbedaan jenis kelamin. Berdasarkan penelitian terhadap 3.654 orang usia 49 tahun ke atas
di Sydney, Australia, didapatkan diagnosis ambliopia sebanyak 3,2%, dengan ketajaman
penglihatan 20/40 atau kurang, dan 2,9 % dengan ketajaman penglihatan 20/30. Usia rata-rata
kejadian ambliopia bervariasi tergantung pada penyebabnya. Pada 961 anak-anak dengan
ambliopia, usia rata-rata munculnya anisometropik 5,6 tahun, strabismus 3,3 tahun, dan
campuran 4,4 tahun. Batas usia teratas berkembangnya ambliopia pada anak yang mengalami
ambliopia dengan kondisi tertentu ( seperti katarak traumatik) telah dilaporkan berada pada
usia antara 6 sampai 10 tahun. Individu dengan ambliopia memiliki risiko tinggi untuk
penurunan penglihatan dan kebutaan. Penelitian terhadap 370 orang yang mengalami
ambliopia unilateral menderita kebutaan 1,2%.7
Ambliopia dibagi kedalam beberapa bagian sesuai dengan gangguan/kelainan yang
menjadi penyebabnya:
1. Ambliopia Strabismik
Ambliopia yang paling sering ditemui dengan onset dini (usia <6 – 8 tahun), terjadi
pada mata yang berdeviasi konstan. Ambliopia umumnya tidak terjadi bila terdapat fiksasi
yang bergantian, sehingga masing – masing mata mendapat jalan/ akses yang sama ke pusat
penglihatan yang lebih tinggi. Ambliopia strabismik diduga disebabkan karena kompetisi
atau terhambatnya interaksi antara neuron yang membawa input yang tidak menyatu (fusi)
dari kedua mata, yang akhirnya akan terjadi dominasi pusat penglihatan kortikal oleh mata
yang berfiksasi dan lama kelamaan terjadi penurunan respon terhadap input dari mata yang
tidak berfiksasi.7
Pada ambliopia strabismik terjadi supresi pada mata untuk mencegah gangguan
penglihatan (diplopia), dimana kedudukan bola mata tidak sejajar sehingga hanya satu mata
yang diarahkan pada benda yang dilihat. Strabismus yang dapat menyebabkan ambliopia
adalah : strabismus manifes, strabismus monokular, strabismus dengan sudut deviasi kecil,
strabismus yang selalu mempunyai sudut deviasi diseluruh arah pandangannya.
Ambliopia strabismik terjadi pada sekitar 50% pasien dengan esotropia kongenital
(konstan tropia), sangat jarang pada pasien dengan strabismus intermiten (misal, eksotropia
intermiten) atau pada pasien strabismus yang disertai penyakit lain (misal, Duane’s sindrom)
karena mereka dapat mengkompensasi dengan cara memalingkan wajah saat melihat.
Ambliopia strabismik dapat menjadi berat dan pada beberapa kasus visusnya 20/200 bahkan
bisa lebih buruk. Ketika kita menyebut ambliopia strabismik, kita langsung mengacu pada
esotropia, bukan eksotropia. Perlu diingat, tanpa ada gangguan lain, esotropia primer-lah,
bukan eksotropia, yang sering diasosiasikan dengan ambliopia.
2. Ambliopia Anisometropia
Secara relatif hiperopia derajat ringan atau anisometropia astigmat (1-2 D) dapat
memicu ambliopia ringan. Anisometropia miopia ringan (kurang dari -3 D) biasanya tidak
menyebabkan ambliopia, tapi miopia tinggi unilateral (-6 D atau lebih) sering menghasilkan
kehilangan penglihatan ambliopia berat. Kalau strabismus ada, mata anak dengan ambliopia
isometrik terlihat normal, secara khas menyebabkan terlambat dideteksi dan diobati.
3. Ambliopia deprivasi
Pada anak yang lebih kecil dari 6 tahun, densitas katarak kongenital yang menempati
daerah sentral, 3 mm atau lebih dianggap dapat menyebabkan ambliopia berat. Kepadatan
lensa yang sama didapat pada usia lebih dari 6 tahun secara umum sedikit lebih berbahaya.
Small polar katarak, dapat dilihat dengan retinoskopi, dan katarak lamelar dapat dilihat
gambaran fundusnya dengan baik, dapat menyebabkan ambliopia ringan sampai sedang atau
dapat juga tidak berefek pada perkembangan penglihatan. Ambliopia oklusi adalah bentuk
dari ambliopia deprivasi yang bisa dilihat dari terapi oklusi.
5. Ambliopia Isometropia
Ambliopia isometropia terjadi akibat kelainan refraksi tinggi yang tidak dikoreksi,
yang ukurannya hampir sama pada mata kanan dan mata kiri. 3 Dimana walaupun telah
dikoreksi dengan baik, tidak langsung memberi hasil penglihatan normal. Tajam penglihatan
membaik sesudah koreksi lensa dipakai pada suatu periode waktu (beberapa bulan). Khas
untuk ambliopia tipe ini yaitu, hilangnya penglihatan ringan dapat diatasi dengan terapi
penglihatan, karena interaksi abnormal binokular bukan merupakan factor penyebab.
Mekanismenya hanya karena akibat bayangan retina yang kabur saja. Pada ambliopia
isometropia, bayangan retina (dengan atau tanpa koreksi lensa) sama dalam hal kejelasan/
kejernihan dan ukuran. Hyperopia lebih dari 5 D dan myopia lebih dari 10 D beresiko
menyebabkan bilateral ambliopia dan harus dikoreksi sedini mungkin agar tidak terjadi
ambliopia.7,8
Tatalaksana
Berikut merupakan tatalaksana yang dilakukan kepada pasien dengan astigmatisma miopia
kompositus, hipermetropia simpleks, anisometropia, dan ambliopia, yaitu8 :
1. Terapi oklusi
Terapi amblyopia yang utama adalah oklusi. Mata yang baik di tutup untung
meragsang mata yang mengalami amblyopia. Namun, apabila terdapat kesalahan yang
signifikan atau anisometropia, sesudah cukup menggunakan kacamata saja. Sudah cukup
dengan menggunakan kaca mata saja.
2. Kacamata
Kacamata merupakan alat yang paling sederhana dan aman untuk mengoreksi
kelainan refraksi. Kacamata harus dikoreksi dalam jangka waktu tertentu jika terjadi
perubahan visus. Biasanya dilakukan pemeriksaan ulang setiap 1-2 tahun. Mata miopia
dikoreksi dengan lensa cekung atau negatif, hiperopia dikoreksi dengan lensa cembung atau
positif, dan astigmatisma dikoreksi dengan lensa silindris. Berikut merupakan pembuatan
resep kacamata untuk pasien dalam skenario :
Vitrum Vitrum Axis Prisma Vitrum Vitrum Axis Prisma Forma Colr Distant
Sphere Cylndr Basis Sphere Cylndr Basis Vitor vitror vitror
Pro
Domo
Pro
propin
Quitata
3. Dapat dilakukan rujukan ke dokter spesialis mata untuk melakukan terapi terhadap
kasus anisometropia dan ambliopia.
Pencegahan
Pencegahan yang dapat dilakukan dari kelainan-kelainan refraksi mata diatas yaitu
dengan menerapkan jarak baca 30 cm, saat baca menggunakan penerangan lampu yang cukup,
melakukan aktivitas pemakaian mata jarak dekat dan jauh bergantian, misal setelah membac
a atau melihat gambar atau menggunakan komputer 45 menit ,berhenti dahulu 15-20 menit. S
elain itu, dengan memperhatikan gizi seimbang, koreksi kelainan mata sedini mungkin, dan te
rutama skrening pada anak usia dini.8
Kesimpulan
Jadi pasien dalam skenario menderita kelainan refraksi pada matanya, yaitu dengan
diagnosa astigmatisma myopia kompositus okuli dextra dan mengalami hipermetropi
simpleks okuli sinistra, dimana perbedaan dioptric yang lebih dari 1 menyebabkan
anisometropia yang kemudian berlanjut menjadi ambliopia karena terjadi penurunan tajam
penglihatan meskipun sudah dikoreksi kelainan refraksi, dan juga karena tidak mendapatkan
penanganan yang secepat mungkin. Tatalaksana yang pertama dilakukan adalah terapi oklusi
selama empat bulan, kemudian setelah terapi oklusi dilakukan baru bisa di berikan
pemasangan kacamata.
Daftar Pustaka
1) Eva PR, Whitcher JP. Vaughan & Asbury’s General Ophthalmology. 17 th ed. USA:
Mc Graw-Hill; 2007.
2) Ilyas S, Mailangkay H, Taim H, Saman R dan Simarmata M, 2003. Ilmu Penyakit
Mata Untuk Dokter Umum dan mahasiswa Kedokteran Edisi Ke-2. Jakarta.
3) Sidarta I. Ilmu penyakit mata. 3rd ed. Jakarta: Balai Penerbit FKUI. 2005.
4) Eye Disorder. Merck manual. [cited on 2019 Maret 24]. Available from:
www.merck.com .