Anda di halaman 1dari 14

MAKALAH

PRODUK PERBANKAN SYARIAH

Tentang

“Pembiayaan dengan Akad Kerja Sama: Akad Musyarakah”

Disusun oleh :
Kelompok 2
1. Wida Sulistiani (1816050010)
2. Chintya Aulia Putri (1816050011)
3. Huwa Zikri (1816050014)
4. Abd. Rahman Karim (1816050025)
5. Mutia Elvani (1816050027)
6. Alisya Salsabila (1816050038)

Dosen Pembimbing :
Yenti Afrida, M.Ag
Wushi Adilla Arsyi, SE.Sy.,M.Si

JURUSAN PERBANKAN SYARIAH-A


FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS ISLAM
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI ( UIN )
IMAM BONJOL PADANG
1441 H / 2019 M
KATA PENGANTAR

Segala puji bagi Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan karunia-Nya. Salawat dan
salam kepada Rasulullah SAW. Salah satu momen teragung dalam hidup adalah kala hati kita
membungkuk mengucapakan “terima kasih”. Makalah ini tidak akan selesai tanpa bantuan
banyak pihak. Terima kasih penulis ucapkan kepada Ibu Yenti Afrida, M.Ag dan Ibu Wushi
Adilla Arsyi, SE.Sy.,M.Si selaku dosen pembimbing mata kuliah Produk Perbankan Syariah
yang telah meluangkan waktu untuk membaca dan mengomentari makalah ini, juga semangatnya
yang “ditularkan” pada penulis untuk menyusun makalah ini dengan baik dan benar.

Sembah sujud Ananda untuk kedua orang tua tercinta yang telah banyak berkorban serta doa
yang tiada henti yang selalu menyertai setiap langkah Ananda. Terakhir kepada teman
sekelompok yang banyak memberikan bantuan, motivasinya, dan ide yang berguna bagi
penyusunan makalah ini.

Namun demikian, Ananda menyadari bahwa makalah ini belumlah sempurna . Oleh karena
itu, Ananda sangat mengharapkan kritik dan saran yang sekiranya dapat Ananda gunakan
sebagai masukan untuk perbaikan makalah ini.

Sungai Bangek, 12 November 2019

Penulis
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang .......................................................................................1
B. Rumusan Masalah ..................................................................................1
C. Tujuan .....................................................................................................1
BAB II PEMBAHASAN
A. Pengertian Pembiayaan Musyarakah .....................................................2
B. Landasan Syariah Pembiayaan Musyarakah ..........................................2
C. Rukun dan Syarat Pembiayaan Musyarakah ..........................................3
D. Jenis-jenis Syirkah ..................................................................................5
E. Manfaat Pembiayaan Musyarakah .........................................................6
F. Skema Pembiayaan Musyarakah ............................................................7
G. Aplikasi Pembiayaan Musyarakah .........................................................7
BAB III PENUTUP
A. Kesimpulan .............................................................................................10
B. Saran .......................................................................................................10
DAFTAR PUSTAKA
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Musyarakah adalah akad kerja sama antara para pemilik modal yang mencampurkan modal
mereka untuk tujuan mencari keuntungan. Dalam musyarakah, mitra dan bank sama-sama
menyediakan modal untuk membiayai suatu usaha tertentu baik yang sudah berjalan maupun
yang baru. Selanjutnya mitra dapat mengembalikan modal tersebut beserta bagi hasil atau
keuntungan yang telah disepakati secara bertahap atau sekaligus kepada bank. Dalam proses
bisnis yang mendatangkan keuntungan, pihak yang melakukan akad musyarakah dapat
membagi keuntungan sesuai dengan porsi yang diberikan yang terwujud dalam proporsi
modal yang disetorkan oleh masing-masing pihak.
B. Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud dengan pembiayaan musyarakah?
2. Apa landasan syariah dari kegiatan pembiayaan musyarakah?
3. Apa saja yang termasuk ke dalam rukun dan syarat pembiayaan musyarakah?
4. Apa saja jenis-jenis syirkah?
5. Apa manfaat yang diperoleh dari kegiatan pembiayaan musyarakah?
6. Bagaimana bentuk skema pembiayaan musyarakah?
7. Bagaimana aplikasi pembiayaan musyarakah dalam kegiatan perbankan?
C. Tujuan
1. Mengetahui apa itu pembiayaan musyarakah.
2. Mengetahui landasan syariah dari kegiatan pembiayaan musyarakah.
3. Mengetahui rukun dan syarat pembiayaan musyarakah.
4. Mengetahui jenis-jenis syirkah.
5. Mengetahui manfaat yang diperoleh dari kegiatan pembiayaan musyarakah.
6. Mengetahui bentuk skema pembiayaan musyarakah.
7. Mengetahui bagaimana aplikasi pembiayaan musyarakah dalam kegiatan perbankan.
BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian Pembiayaan Musyarakah


Kata asy-syarikah atau al-musyarakah berarti persekutuan, perserikatan, berasal dari kata
syarika yang berarti sekutu, rekan, teman atau partner. Menurut Nasrun Haroen, secara
etimologi asy-syirkah berarti percampuran, yaitu percampuran antara sesuatu dengan yang
lainnya, sehingga sulit dibedakan.
Menurut istilah, dikemukakan oleh ulama Malikiyah: keizinan untuk bertindak secara
hukum bagi dua orang yang bekerja sama.
Menurut ulama syafi’iyah dan Hanabilah dikemukakan: hak bertindak hukum bagi dua
orang atau lebih pada sesuatu yang disepakati.
Menurut ulama Hanafiyah: akad yang dilakukan oleh orang yang bekerja sama dalam
modal dan keuntungan.
Dari ketiga definisi tersebut dapat disimpulkan bahwa al-musyarakah adalah akad yang
menimbulkan hak yang sama antar yang berserikat untuk bertindak hukum atas pekerjaan dan
keuntungan.1
Pembiayaan musyarakah, yaitu pembiayaan sebagian kebutuhan modal pada suatu usaha
untuk jangka waktu terbatas sesuai kesepakatan. Hasil usaha bersih dibagi antara bank sebagai
penyandang dana (shahibul maal) dengan pengelola usaha (mudharib) sesuai dengan
kesepakatan. Umumnya, porsi bagi hasil ditetapkan sesuai dengan persentase kontribusi
maisng-masing. Pada akhir jangka waktu pembiayaan, dana pembiayaan dikembalikan kepada
bank.2
B. Landasan Syariah Pembiayaan Musyarakah
1. Al-Qur’an (QS. Shad 38: 24)

ۗۡ‫يل َّما هُم‬ َّ ٰ ‫ض إِاَّل ٱلَّ ِذينَ َءا َمنُو ْا َو َع ِملُو ْا ٱل‬
ِ ‫صلِ ٰ َح‬
ٞ ِ‫ت َوقَل‬ ُ ‫َوإِنَّ َكثِ ٗيرا ِّمنَ ۡٱل ُخلَطَٓا ِء لَيَ ۡب ِغي بَ ۡع‬
ٍ ‫ض ُهمۡ َعلَ ٰى َب ۡع‬

1
Prof. Dr. H. Akhmad Mujahidin, M.Ag, Hukum Perbankan Syariah, (Jakarta: Rajawali, 2016), hal. 82.
2
Wirdyaningsih, SH.,MH, dkk, Bank dan Asuransi Islam di Indonesia, (Jakarta: Kencana, 2005) hal. 119.
Artinya: “…Dan sesungguhnya kebanyakan dari orang-orang yang berserikat itu
sebagian mereka berbuat dzalim kepada sebagian yang lain, kecuali oran-orang yang
beriman dan mengerjakan amal yang soleh, dan amat sedikitlah mereka ini.”
2. Al-Hadits
“Diceritakan dari Abu Hurairah r.a.: bersabda Rasulullah Saw. Bahwa Allah Swt.
Berfirman: Aku adalah pihak ketiga dari 2 orang yang bersyarikat selama satu pihak tidak
mengkhianati pihak yang lain. Jika satu pihak telah berkhianat kepada lainnya, aku keluar
dari mereka.”3
C. Rukun dan Syarat Pembiayaan Musyarakah
1. Ijab Kabul
Ijab kabul yang dinyatakan oleh para pihak harus memerhatikan hal-hal berikut:
a) Penawaran dan penerimaan harus secara eksplisit menunjukkan tujuan kontrak (akad);
b) Penawaran dan penerimaan dilakukan pada saat kontrak;
c) Akad dituangkan secara tertulis melalui korespondensi atau dengan menggunakan cara-
cara komunikasi modern.
2. Subjek Hukum
Para pihak yang berkontrak harus cakap hukum dan memerhatikan hal-hal berikut ini:
a) Kompeten dalam memberikan atau diberikan kekuasaan perwakilan;
b) Setiap mitra harus menyediakan dana dan pekerjaan, dan setiap mitra melaksanakan
kerja sebagai wakil;
c) Setiap mitra memiliki hak untuk mengatur aset musyarakah dalam proses bisnis
normal;
d) Setiap mitra memberi wewenang kepada mitra yang lain untuk mengelola aset dan
masing-masnig dianggap telah diberi wewenang untuk melakukan aktivitas
musyarakah dengan memerhatikan kepentingan mitranya, tanpa melakukan kelalaian
dan kesalahan yang disengaja;
e) Seorang mitra tidak diizinkan untuk mencairkan atau menginvestasikan dana untuk
kepentingannya sendiri.

3. Objek Akad
3
Ahmad Dahlan, Bank Syariah Teoritik, Praktik, Kritik, (Yogyakarta: Kalimedia, 2018), hal. 170-171.
Objek akad pada musyarakah terdiri dari modal, kerja, keuntungan, dan kerugian. Masing-
masing ditentukan hal-hal berikut ini:
a) Modal
 Modal yang diberikan harus uang tunai, emas, perak, atau yang nilainya sama.
 Para pihak tidak boleh meminjam, meminjamkan, menyumbangkan atau
menghadiahkan modal musyarakah kepada pihak lain, kecuali atas dasar
kesepakatan.
 Pada prinsipnya, dalam pembiayaan musyarakah tidak ada jaminan, namun untuk
menghindari terjadinya penyimpangan, bank (LKS) dapat meminta jaminan.
b) Kerja
 Partisipasi para mitra dalam pekerjaan merupakan dasar pelaksanaan musyarakah,
akan tetapi kesamaan porsi kerja bukanlah merupakan syarat.
 Setiap mitra melaksanakan kerja dalam musyarakah atas nama pribadi dan wakil dari
mitranya.
c) Keuntungan
 Keuntungan harus dikuantifikasi dengan jelas untuk menghindarkan perbedaan dan
sengketa pada waktu aloksi keuntungan atau ketika penghentian musyarakah.
 Setip keuntungan mitra harus dibagikan secara proporsional atas dasar seluruh
keuntungan dan tidak ada jumlah yang ditentukan di awal yang ditetapkan bagi
seorang mitra.
 Seorang mitra boleh mengusulkan, bahwa jika keuntungan melebihi jumlah tertentu,
kelebihan atau persentase itu diberikan kepadanya.
 Sistem pembagian keuntungan harus tertuang dengan jelas dalam akad.
d) Kerugian
Kerugian harus dibagi diantara para mitra secara proporsional menurut saham masing-
masing dalam modal.
4. Biaya Operasional
Biaya operasional dibebankan pada modal bersama.4
D. Jenis-jenis Syirkah

4
Wirdyaningsih, SH.,MH, dkk, Bank dan Asuransi Islam di Indonesia, (Jakarta: Kencana, 2005) hal.
120-122.
1. Syirkah Al-Milk
Syirkah al-milk dapat diartikan sebagai kepemilikan bersama antara pihak yang berserikat
dan keberadaannya muncul pada saat dua orang atau lebih secara kebetulan memperoleh
kepemilikan bersama atas suatu kekayaan tanpa adanya perjanjian kemitraan yang resmi.
2. Syirkah Al-Uqud
Syirkah al-Uqud (contractual partnership), dapat dianggap sebagai kemitraan yang
sesumgguhnya, karena para pihak yang bersangkutan secara sukarela berkeinginan untuk
membuat suatu perjanjian investasi bersama dan berbagai untung dan resiko. Dalam
syirkah al-Uqud dapat dilakukan tanpa adanya perjanjian secara tertulis dengan disertai
para saksi.
Syirkah al-uqud dibagi menjadi lima jenis:
a) Syirkah Mufawwadah. Merupakan akad kerja sama usaha antara dua pihak atau lebih,
yang masing-masing pihak harus menyerahkan modal dengan porsi modal yang sama
dan bagi hasil atas usaha atau resiko ditanggung bersama dengan jumlah yang sama.
b) Syirkah Inan. Merupakan akad kerja sama antara dua orang atau lebih, yang masing-
masing mitra kerja harus menyerahkan dana untuk modal yang porsi modalnya tidak
harus sama.
c) Syirkah Wujuh. Merupakan akad kerja sama usaha antara dua orang atau lebih yang
mana masing-masing mitra kerja memiliki reputasi dan prestise dalam bisnis.
d) Syirkah A’mal. Syirkah A’mal disebut juga dengan syirkah abdan merupakan kerja
sama usaha yang dilakukan oleh dua orang atau lebih, masing-masing mitra usaha
memberikan sumbangan atas keahliannya dalam mengelola bisnis.
e) Syirkah Mudharabah. Merupakan kerja sama usaha antara dua pihak atau lebih yang
mana satu pihak sebagai shahibul maal yang menyediakan dana 100% untuk keperluan
usaha, dan pihak lain tidak menyerahkan modal dan hanya sebagai pengelelo atas usaha
yang dijalankan, disebut mudharib.5

E. Manfaat Pembiayaan Musyarakah


5
Drs. Ismail, MBA., Ak, Perbankan Syariah, (Jakarta: Kencana, 2011), hal. 183-185.
1. Bank akan menikmati peningkatan dalam jumlah tertentu pada saat keuntungan usaha
nasabah meningkat.
2. Bank tidak berkewajiban membayar dalam jumlah tertentu kepada nasabah pendanaan
secara tetap, tetapi disesuaikan dengan pendapatan/hasil usaha bank, sehingga bank tidak
akan pernah mengalami negative spread.
3. Pengembalian pokok pembiayaan disesuaikan dengan cash flow/arus kas usaha nasabah,
sehingga tidak memberatkan nasabah.
4. Bank akan lebih selektif dan hati-hati (prudent) mencari usaha yang benar-benar halal,
aman dan menguntungkan. Hal ini karena keuntungan yang riil dan benar-benar terjadi
itulah yang akan dibagikan.
5. Prinsip bagi hasil dalam mudharabah/musyarakah ini berbeda dengan prinsip bunga tetap
dimana bank akan menagih penerima pembiayaan (nasabah) satu jumlah bunga tetap
berapa pun keuntungan yang dihasilkan nasabah, bahkan sekalipun merugi dan terjadi
krisis ekonomi.6

6
DR. Muhammad Syafi’I Antonio, M.Ec., Bank Syariah dari Teori ke Praktik, (Jakarta: Gema Insani,
2001), hal. 93-94.
F. Skema Pembiayaan Musyarakah

Nasabah Parsial: Bank Syariah Parsial


Asset Value Pembiayaan

PROYEK
USAHA

KEUNTUNGAN

Bagi hasil keuntungan sesuai porsi


kontribusi modal (nisbah)
Dari skema diatas bisa dijelaskan bahwa musyarakah merupakan akad kerja sama antara
dua pihak, yaitu antara anggota dengan pihak bank. Masing-masing pihak memberikan
kontribusi modal untuk suatu usaha yang dijalankan oleh anggota.Bahwa dalam pembagian
keuntungan, tidak boleh ditentukan di awal, namun harus dibagi ketika usaha tersebut sudah
jelas memperoleh keuntungan. Pembagian keuntungan harus sesuai dengan porsi kontribusi
modal yang diberikan masing-masing pihak.
G. Aplikasi Pembiayaan Musyarakah
Akad syirkah pada perbankan syariah diaplikasikan dalam bentuk pembiayaan al-
musyarakah. Ketentuan dasar mengenai sistem pembiayaan musyarakah pada lembaga
keuangan syariah tertuang dalam fatwa Dewan Syariah Nasional No. 08/DSN MUI/IV/2000.
Pembiayaan musyarakah yaitu pembiayaan berdasarkan akad kerja sama antara dua pihak
atau lebih untuk suatu usaha tertentu, masing-masing pihak memberikan kontribusi dana
dengan ketentuan bahwa keuntungan dan risiko akan ditanggung bersama sesuai dengan
kesepakatan.
Dalam aplikasi perbankan syariah, musyarakah diterapkan dalam pembiayaan, di mana
bank sebagai pemilik modal bekerja sama dengan pengusaha, dengan kontribusi modal dan
pembagian keuntungan sesuai kesepakatan.
Pembiayaan al-musyarakah ini disalurkan untuk membiayai sebuah proyek. Nasabah dan
bank sama-sama menyediakan dana untuk membiayai proyek tersebut. Setelah proyek itu
selesai, nasabah mengembalikan dana tersebut kepada bank sekaligus dengan bagi hasil yang
telah disepakati.
Pembiayaan musyarakah di perbankan syariah bisa diberikan dalam berbagai bentuk, di
antaranya:
Pertama, musyarakah permanen (continous musyarakah), di mana pihak bank merupakan
partner tetap dalam suatu proyek atau usaha. Model ini jarang dipraktikkan, namun
musyarakah permanen ini merupakan alternatif menarik bagi investasi surat-surat berharga
atau saham, yang dapat dijadikan salah satu portfolio investasi bank.
Kedua, musyarakah digunakan untuk pembiayaan modal kerja (working capital), di mana
bank merupakan partner pada tahap awal dari sebuah usaha atau proses produksi. Dalam
model pembiayaan ini, pihak bank akan menyediakan dana untuk membeli aset atau alat-alat
produksi, begitu juga dengan partner musyarakah lainnya. Setelah usaha berjalan dan dapat
mendatangkan profit, porsi kepemilikan bank atas aset dan alat produksi akan berkurang
karena dibeli oleh para partner lainnya, dan pada akhirnya akan menjadi nol, model
pembiayaan ini lebih dikenal dengan istilah deminishing musyarakah, dan model ini yang
banyak diaplikasikan dalam perbankan syariah.
Ketiga, musyarakah digunakan untuk pembiayaan jangka pendek. Musyarakah jenis ini
bisa diaplikasikan dalam bentuk project finance atau pembiayaan perdagangan, seperti ekspor,
impor, penyediaan bahan mentah atau keperluan-keperluan khusus nasabah lainnya.7

Contoh kasus untuk prinsip Pembiayaan Musyarakah adalah sebagai berikut:


7
Dr. Rozalinda, M.Ag, Fikih Ekonomi Syariah: Prinsip dan Implementasinya pada Sektor Keuangan
Syariah, (Jakarta: Grafindo, 2016), hal. 200-201.
Bapak Robi hendak melakukan suatu usaha, tetapi kekurangan modal. Modal yang
dibutuhkan sebesar Rp.40.000.000,- sedangkan modal yang dimilikinya hanya tersedia
Rp.20.000.000,-. Untuk menutupi kekurangan dana tersebut Bapak Robi meminta bantuan
Bank Sumut Syariah dan disetujui. Dengan demikian, modal untuk usaha atau proyek sebesar
Rp.40.000.000,- dipenuhi oleh Bapak Robi 50% dan Bank Sumut Syariah 50%. Jika pada
akhirnya proyek tersebut memberikan keuntungan sebesar Rp.15.000.000,- dan nisbah bagi
hasilnya adalah 50:50, artinya 50% untuk Bank Sumut Syariah (Rp.7.500.000,-) 50% untuk
Bapak Robi (Rp.7.500.000,-). Dengan catatan pada akhir suatu usaha Bapak Robi tetap akan
mengembalikan uang sebesar Rp.20.000.000,- ditambah Rp.7.500.000,- untuk keuntungan
Bank Sumut Syariah dari bagi hasil.

BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Jadi al-musyarakah adalah akad yang menimbulkan hak yang sama antar yang berserikat
untuk bertindak hukum atas pekerjaan dan keuntungan. Sedangkan pembiayaan musyarakah,
yaitu pembiayaan sebagian kebutuhan modal pada suatu usaha untuk jangka waktu terbatas
sesuai kesepakatan. Maksudnya yaitu hasil usaha bersih dibagi antara bank sebagai
penyandang dana (shahibul maal) dengan pengelola usaha (mudharib) sesuai dengan
kesepakatan. Umumnya, porsi bagi hasil ditetapkan sesuai dengan persentase kontribusi
maisng-masing. Pada akhir jangka waktu pembiayaan, dana pembiayaan dikembalikan kepada
bank.
B. Saran
Penulis menyadari bahwa makalah diatas banyak sekali kesalahan dan jauh dari
kesempurnaan. Penulis akan memperbaiki makalah tersebut dengan berpedoman pada banyak
sumber yang dapat dipertanggungjawabkan. Maka dari itu penulis mengharapkan kritik dan
saran mengenai pembahasan makalah dalam kesimpulan di atas.

DAFTAR PUSTAKA
Antonio, Muhammad Syafi’i. Bank Syariah dari Teori ke Praktik. Jakarta: Gema Insani. 2001.

Dahlan, Ahmad. Bank Syariah Teoritik, Praktik, Kritik. Yogyakarta: Kalimedia. 2018.

Ismail. Perbankan Syariah. Jakarta: Kencana. 2017.

Mujahidin, Akhmad. Hukum Perbankan Syariah. Jakarta: Rajawali. 2016.

Rozalinda. Fikih Ekonomi Syariah: Prinsip dan Implementasinya pada Sektor Keuangan
Syariah. Jakarta: Grafindo. 2016.

Wirdyaningsih. Bank dan Asuransi Islam di Indonesia. Jakarta: Kencana. 2005.

Anda mungkin juga menyukai