Anda di halaman 1dari 20

KEWARGANEGARAAN

ANALISIS KASUS KORUPSI PROYEK HAMBALANG

OLEH
NI LUH PUTRI RAHAYU
18.321.2895
A12-B

PROGRAM STUDI KEPERAWATAN


STIKES WIRA MEDIKA PPNI BALI
DENPASAR
2019
KATA PENGANTAR

Puju syukur penulis panjatkan kehadapan Ida Sang Hyang Widhi Wasa (Tuhan Yang
Maha Esa) karena atas berkat dan rakhmat-Nya sehingga makalah ini dapat terselesaikan
dengantepat waktu.

Dalam keberhasilan penyusunan makalah ini tentunya tidak luput dari bantuan
beberapa pihak. Untuk itu, penulis menyampaikan terima kasih yang setulus-tulusnya
kepada pihak yang telah membantu dalam penyelesaian makalah ini.

Penulis menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari yang sempurna, oleh karena itu
segala kritik dan saran perbaikan sangat diharapkan demi kesempurnaan makalah ini.

Semoga makalah ini dapat memberikan manfaat positif bagi para pembaca.

Denpasar, 27 September 2019

Penulis

DAFTAR ISI
Kata Pengantar
Daftar Isi
BAB I. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang

1.2 Rumusan Masalah

BAB II. PEMBAHASAN


2.1 Pengertian Korupsi

2.1.1 Kasus Korupsi Proyek Hambalang

2.1.2 Kronologi Tindakan

2.1.3 Pasal-pasal Yang Dilanggar Dalam Kasus Hambalang

2.2 Penyebab Terjadinya Kasus Korupsi Proyek Hanbalang

2.3 Solusi Dalam Mengatasi Kasus Korupsi Proyek Hambalang

BAB III. PENUTUP


3.1 Kesimpulan
DAFTAR PUSTAKA

BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Pemberitaan mengenai isu korupsi yang terjadi akhir-akhir ini,selalu menarik

perhatian media massa.Korupsi merupakan kejahatan luar biasa (extraordinary crime),tidak

hanya merugikan tetapi menghambat pembangunan negara. Sehingga pemberitaan

mengenai korupsi menjadi sangat penting demi keterbukaan informasi publik. Disamping

itu, karakteristik korupsi di Indonesia sudah sedemikian kompleks dan mengakar,

memenuhi hampir sendi kehidupan.Dari Laporan Tahunan KPK 2013, “hingga desember

jumlah pengembalian uang negara melonjak signifikan, sekitarRp1,1 triliun lebih telah

dimasukan ke kas negara dalam bentuk pendapatan negara bukan pajak (PNBP)”(sumber:

KPK,2013: 13).Artinya, tingkat korupsi di Indonesia masih tergolong tinggi, dan cara untuk

mencegah tindak korupsi sedikit demi sedikit mengalami peningkatan meski tidak terlalu

signifikan.Selain daripada itu, isu mengenai kasus korupsi tidak bisa dilepaskan dari peran

media massa.Bahkan isu korupsi telah menjadi komoditas utama dalam headlinepada setiap

media. Dari sekian banyak isu korupsi, satu yang paling sering dibicarakan media massa

adalah pembangunanPusat Pendidikan Pelatihan dan Sekolah Olahraga Nasional

(P3SON)di Desa Hambalang, Kecamatan Citeureup, Kabupaten Bogor, Provinsi Jawa

Barat.Proyek P3SON Hambalanginisebenarnya sudah dimulai sejak 10 Desember 2010

hingga 31 Desember 2012. Kementerian Pemuda dan Olahraga (Kemenpora) menilai perlu

ada pusat pendidikan latihan dan sekolah olahraga yang bertarap nasional. Tetapi, dalam

perkembangannya proyek P3SON Hambalang ini mengalami kendala, mulai dari tidak
mendapatkan rekomendasi pembangunan, sampai permasalahan biaya anggaran yang

melonjak naik menjadi Rp 2,5 Triliun.

1.2 Rumusan Masalah

1. Apakah yang di maksud dengan korupsi ?

2. Apakah penyebab munculnya kasus korupsi Proyek Hambalang ?

3. Bagaiamana solusi dalam mengatasi kasus korupsi Proyek Hambalang ?


BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Korupsi

Korupsi berasal dari bahasa Latin: corruption dari kata kerja corrumpere berarti

busuk, rusak, menggoyahkan, memutar balik, menyogok. Menurut Transparency

International adalah perilaku pejabat publik, baik politikus/politisi maupun pegawai negeri,

yang secara tidak wajar dan tidak legal memperkaya diri atau memperkaya mereka yang

dekat dengannya, dengan menyalahgunakan kekuasaan public yang dipercayakan kepada

mereka.

Sedangkan dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, korupsi secara harfiah berarti: buruk,

rusak, suka memakai barang (uang) yang dipercayakan padanya, dapat disogok (melalui

kekuasaannya untuk kepentingan pribadi). Adapun arti terminologinya, korupsi adalah

penyelewengan atau penggelapan (uang negara atau perusahaan) untuk kepentingan pribadi

atau orang lain.

Dapat disimpulkan, korupsi adalah menyalahgunakan kepercayaan yang diberikan

publik atau pemilik untuk kepentingan pribadi. Sehingga, korupsi menunjukkan fungsi

ganda yang kontradiktif, yaitu memiliki kewenangan yang diberikan publik yang

seharusnya untuk kesejahteraan publik, namun digunakan untuk keuntungan diri

sendiri.Korupsi merupakan kejahatan yang dilakukan dengan penuh perhitungan oleh


mereka yang justru merasa sebagai kaum terdidik dan terpelajar. Korupsi juga bisa

dimungkinkan terjadi pada situasi dimana seseorang memegang suatu jabatan yang

melibatkan pembagian sumber-sumber dana dan memiliki kesempatan untuk

menyalahgunakannya guna kepentingan pribadi.

2.1.1 Kasus Korupsi Proyek Hambalang

Kasus proyek hambalang merupakan kejahatan korupsi “berjamaah” yang

terorganisasi. Tahapan korupsi dilakukan sejak dalam penganggaran , lelang, hingga

pelaksanaan kegiatan pengadaan. Dampak negatif yang di timbulkan akibat kejahatan ini

bagi perekonomian indonesia setidaknya berkisar pada dua hal, yaitu aspek kerugian

keuangan negara dan buruknya infrastruktur publik yang di hasilkan. Kedua dampak

tersebut harus diterjemahkan sebagai kerugian bagi publik, karena yang di korupsi

merupakan hasil penerimaan negara dari publik (hasil pajak). Jamak diketahui bahwa

setiap proyek infrastruktur yang dibiayai negara tidak pernah luput dari prakti suap

menyuap. Munculnya istilah fee atau uang lelah di kalangan DPR memperkuat dugaan

praktek ini terjadi.

Korupsi proyek hambalang adalah korupsi terstruktur. Semua pihak uang

disebutkan di dalam audit menjalankan perannya masing-masing. Di mulai dari penyiapan

lahan untuk pembangunan, termasuk perizinan ,persetujuan teknis pengadaan (elang dan

kontak tahun jamak), pencairan anggaran, hingga penetapan pemenang lelang yang di

lakukan di luar prosedur baku. Koruspi secara bersama-sama dalam proyek hambalang
menunjukkan tipe korupsi yang terorganisasi. Kelompok penguasa berkolaborasi dengan

kepentingan bisnis melakukan kejahatan. Modus kejahatan korupsi semacam ini hanyalah

modifikasi dan replikasi kejahatan korupsi Orde Baru. Dari data diketahui tercatat total loss

atau jumlah kerugian negara dalam kasus mega proyek di Bukit Hambalang, Sentul, Bogor

mencapai Rp 463,66 Miliar.

Nazaruddin, mantan Bendahara Umum Partai Demokrat anggota DPR-RI, menjadi

terkenal di seantero negeri pada tahun 2011. Pasalnya, M. Nazaruddin ditetapkan sebagai

tersangka korupsi pembangunan Wisma Atlet Hambalang dan saat itu ia sudah membaca

gelagat kurang baik sehingga melarikan diri ke luar negeri. Dalam pelariannya Nazaruddin

merekam video yang membeberkan keterlibatannya serta sejumlah orang penting di

Indonesia. Kasus ini kemudian menjadi kejutan karena keterlibatan beberapa orang kader

Partai Demokrat yang saat itu menjadi partai penguasa. Wisma atlet Hambalang bermula

dari rencana Direktorat Jenderal (Ditjen) Olahraga Depdikbud untuk membangun Pusat

Peningkatan Olahraga Nasional.Rencana pembangunan itu sesuai dengan kebutuhan akan

pusdiklat olahraga bertaraf internasional. Selain itu, pembangunan fasilitas ini juga untuk

menambah fasilitas olahraga selain yang terdapat di Ragunan.

Tempat yang akan digunakan sebagai pusat pelatihan direkomendasikan ada tiga wilayah,

yaitu Hambalang Bogor, Desa Karang Pawitan, dan Cariuk Bogor. Akhirnya, dipilihlah

Hambalang. Pada tahun 2009, proyek di Ditjen Kemendikbud dipindahkan ke Kementerian

Pemuda dan Olahraga. Saat itu, Kemenpora dipegang oleh Adhyaksa Dault. Kemenpora

melanjutkan rencana pembangunan Pusat Peningkatan Olahraga Nasional dengan


disempurnakan pembangunannya, menjadi proyek Pusat Pendidikan Pelatihan dan Sekolah

Olahraga Nasional (P3SON) Hambalang.Di samping itu, sebagai implementasi UU Nomor

3 Tahun 2005 tentang Sistem Keolahragaan Nasional. Namun, pembangunan tidak dapat

dilaksanakan karena persoalan sertifikasi tanah yang tidak kunjung selesai.

Pergantian Menteri Olahraga dan Pemuda dari Adhyaksa Dault ke tangan Andi

Alifian Mallarangeng pun terjadi. Saat Andi Alifian Mallarangeng menjabat sebagai

Menpora, proyek Hambalang dilanjutkan kembali yang juga dilakukan dalam rangka

momentum Sea Games ke-26 di Jakarta. Pada 20 Januari 2010, sertifikat hak pakai nomor

60 terbit atas nama Kemenpora dengan luas tanah 312.448 meter persegi. Pada 30

Desember 2010, terbit Keputusan Bupati Bogor nomor 641/003.21/00910/BPT 2010 berisi

Izin Mendirikan Bangunan untuk Pusat Pembinaan dan Pengembangan Prestasi Olahraga

Nasional atas nama Kemenpora di Desa Hambalang, Kecamatan Citeureup, Bogor.

Pembangunan Pusat Pembinaan dan Pengembangan Prestasi Olahraga Nasional mulai

dilaksanakan tahun 2010 dan direncanakan selesai tahun 2012.

Proyek Hambalang menjadi kasus korupsi yang mencuat berawal dari Rapat Kerja

Menpora dengan Komisi X DPR RI. Saat itu, Menpora mengajukan pencabutan bintang

(anggaran Rp125 miliar). Selain itu, ia mengusulkan peningkatan program penambahan

sarana dan prasana pusat pelatihan olahraga, dan lain-lain. Anggaran yang akan diajukan

menjadi Rp1,75 triliun ditambah pembelian alat-alat sebagai pelengkap proyek Hambalang,

dibutuhkan dana Rp125 miliar. Dengan demikian, anggaran yang diperlukan Rp2,5 triliun.

Anggaran proyek pusat pelatihan olahraga yang semula Rp125 miliar, membengkak
menjadi Rp1,75 triliun, dan berubah lagi menjadi Rp2,5 triliun. Perubahan anggaran naik

secara fantastis. Proses perubahan anggaran ini tidak melalui tahapan-tahapan yang

semestinya. Dalam pembahasan proses perubahan megaproyek ini seharusnya

mengikutsertakan seluruh anggota Komisi X DPR RI. KPK mencium ketidakberesan dalam

proyek ini karena lonjakan nilainya sangat fantastis sehingga kemudian KPK melakukan

penyelidikan dan menetapkan M. Nazaruddin sebagai tersangka.Beberapa nama populer

terseret dalam kasus ini di antaranya Angelina Sondakh (anggota DPR-RI), Andi Alifian

Malarangeng (Menpor), dan Anas Urbaningrum (Ketua Umum Partai Demokrat dan

anggota DPR-RI). Di dalamnya tersangkut juga pihak swasta dari PT Dutasari Citralaras

sebagai perusahaan subkontraktor proyek tersebut. Istri Nazaruddin, Neneng Sri Wahyuni

juga menjadi tersangka dalam kasus korupsi lain yang melibatkan Nazaruddin. Dalam

kasus korupsi Wisma Atlet Hambalang, KPK telah memeriksa sekira 60 orang saksi untuk

penyelidikan dan banyak yang dinyatakan bersalah kemudian beberapa orang menjadi

tersangka.

2.1.2 Kronologi Tindakan

Pada Januari 2010, Nazaruddin bertemu Angelina Sondakh (anggota Badan

Anggaran dari Komisi X DPR RI) di Nippon Kan Restaurant Hotel Sultan, Jakarta Selatan

dan memperkenalkan Mindo Rosalina Manulang selaku Marketing PT Anak Negeri.


Nazaruddin meminta kepada Angelina Sondakh agar Mindo Rosalina difasilitasi

mendapatkan proyek-proyek di Kemenpora. Dalam kesempatan itu, Angelina Sondakh pun

bersedia membantu dan meminta Nazaruddin serta Mindo Rosalina untuk menghubungi

pihak Kemenpora. April 2010, di rumah Makan Arcadia di belakang Hotel Century, Jakarta

Pusat, Nazaruddin bersama dengan Mindo Rosalina bertemu dengan Wafid Muharam,

selaku Sekretaris Menteri Pemuda dan Olahraga (Sesmenpora). Nazaruddin meminta Wafid

Muharam agar memfasilitasinya agar mendapatkan proyek pembangunan wisma atlet.

Nazaruddin merekomendasikan PT DGI Tbk., sebagai perusahaan yang akan mengerjakan

proyekan tersebut. Atas permintaan tersebut, Wafid Muharam bersedia melaksanakannya

asalkan pimpinan dan teman-teman DPR menyetujui. Nazaruddin menanggapi pernyataan

Wafid dengan mengatakan, hal tersebut sudah ‘clear and clean’ dan telah disetujui oleh

teman-teman Angota Komisi X DPR RI. Bahkan sebentar lagi anggarannya akan turun

dengan jumlah yang besar.

Agustus 2010, Mindo Rosalina dan Mohamad El Idris (Manager Marketing PT

DGI) melakukan pertemuan dengan Rizal Abdullah selaku Ketua Komite Pembangunan

Wisma Atlet Palembang Sumatra Selatan. Mindo Rosalina dan Mohamad El Idris meminta

kepada Rizal Abdullah supaya PT DGI ditunjuk untuk mengerjakan pembangunan proyek

tersebut. Pada tanggal 16 Agustus 2010, di kantor Kemenpora, saat pengurusan perjanjian

kerja sama (MoU) antara Kemenpora dengan Komite Pembangunan Wisma Atlet Provinsi

Sumatra Selatan sebesar Rp199,6 miliar, Wafid Muharam meminta Rizal Abdullah agar PT

DGI dibantu menjadi pelaksana pekerjaan dalam proyek tersebut. September–Desember


2010, di kantor Dinas Pekerjaan Umum Cipta Karya Palembang, Sumatra Selatan,

Mohamad El Idris bersama Wawan Karmawan beberapa kali melakukan pertemuan dengan

Rizal Abdullah dan M. Arifin selaku Ketua Panitia Pelelangan Barang/Jasa Kegiatan

Pembangunan Wisma Atlet di Palembang, Sumatra Selatan untuk memberikan data

perencanaan, gambaran desain, data personel dan peralatan PT DGI sekaligus data

perusahaan pendamping dalam rangka melakukan pengaturan agar PT DGI mendapatkan

proyek tersebut.

Selanjutnya M. Arifin membuat harga perkiraan sendiri (HPS) yang akan

digunakan sebagai dokumen pelelangan dalam proyek Pembangunan Wisma Atlet.

Akhirnya, PT DGI dinyatakan sebagai pemenang dengan nilai kontrak sebesar Rp191,6

miliar. Januari 2011, Nazaruddin memerintahkan kepada Mindo Rosalina untuk

menanyakan kepada Mohammad El Idris mengenai fee untuk pihak- pihak yang dianggap

telah membantu dan berjasa dalam memenangkan PT DGI sebagai pelaksana proyek.

Akhirnya disepakati adanya pemberian fee kepada Nazaruddin sebesar 13%, Gubernur

Sumatra Selatan sebesar 2,5%, Komite Pembangunan Wisma Atlet sebesar 2,5%, Panitia

Pelelangan/Pengadaan 0,5%, Sesmenpora sebesar 2%. Sedangkan Mindo Rosalina

mendapatkan uang sebesar 0,2% dari nilai kontrak setelah dikurangi Ppn dan Pph.

Februari–April 2011, Mohamad El Idris menyerahkan cek senilai Rp4,7 miliar kepada

Nazaruddin melalui Yulianis dan Oktarina Furi (keduanya staf bagian keuangan PT Anak

Negeri). Penyerahan cek tersebut sebagai realisasi dari sebagian kesepakatan pemberian fee

sebesar 13%.
2.1.3 Pasal Yang Dilanggar Dalam Kasus Hambalang

1. Pasal yang Dilanggar Berdasarkan Temuan BPK atas Penyimpangan

a. Penyimpangan dalam pemberian izin lokasi, site plan, dan izin mendirikan,

pasal yang di langgar adalah :

1) Pasal 22 UU No.32 tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan

Lingkungan Hidup yang menyatakan bahwa setiap kegiatan yang

berdampak penting terhadap lingkungan wajib memiliki amdal

2) Perda Kabupaten Bogor Nomor 12 tahun 2009 tanggal 10 Agustus

2010 tentang Bangunan Gedung pasal 25 yang menyatakan bahwa

persyaratan tata bangunan meliputi adanya pengendalian dampak

lingkungan.

3) DN selaku rekanan PT CKS tidak melaksanakan pekerjaan berupa

studi Amdal meskipun telah menerima pembayaran.

b. Penyimpangan Dalam Penerbitan SK Hak Pakai dan Sertifikat Hak Pakai atas

Tanah Hambalang sebagai berikut :

1) Kepala BPN (JW) menandatangani SK Hak bagi Kemenpora atas

tanah seluas 312.448 m2 dengan didukung dokumen yang tidak sesuai

kenyataan berupa : (i) surat pelepasan hak dari Probosutedjo selaku

pemegang hak sebelumnya yang diduga palsu; dan (ii) surat

Pernyataan Ses Kemenpora yang menyatakan bahwa pada pengadaan

lahan dimaksud tidak terjadi kerugian negara berdasarkan LHP BPK


RI adalah tidak sesuai kenyataan. Pernyataan bahwa dalam pengadaan

lahan dimaksud tidak terjadi kerugian negara, ternyata tidak pernah

dimuat dalam LHP BPK RI dimaksud.

2) Melanggar prosedur yang diatur dalam Keputusan Kepada BPN No. 1

tahun 2005 yang telah diperbarui dengan Peraturan Kepala BPN No. 1

tahun 2010 yang menyatakan bahwa SK tersebut hanya dapat

diserahkan kepada instansi pemohon atas kuasa yang ditunjuknya.

2. Pasal yang dilanggar terkait hukuman yang diterima pelaku

a. Pasal 2 ayat 1 atau pasal 3 Undang-undang Nomor 31 tahun 1999 sebagaimana

diubah dengan UU Nomor 20 tahun 2001 tentang pemberantasan Tindak Pidana

Korupsi tentang perbuatan memperkaya diri sendiri, orang lain atau korporasi

yang dapat merugikan keuangan negara, sedangkan pasal 3 mengenai perbuatan

menguntungkan diri sendiri, orang lain atau korporasi, menyalahgunakan

kewenangan karena jabatan atau kedudukan yang dapat merugikan negara.

Ancaman pidana dari dari pelanggaran pasal tersebut adalah maksimal 20 tahun

penjara dengan denda paling banyak Rp 1 Miliar.

b. Pasal 12 huruf a atau huruf b atau pasal 11 UU No. 31 tahun 1999 sebagaimana

telah diubah menjadi UU No. 20 tahun 2001 tentang pemberantasan tindak

pidana korupsi jo pasal 55 ayat 1 ke-1 KHUP. Pasal tersebut mengatur tentang

penyelenggara negara yang menerima suap atau gratifikasi dengan ancaman


pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 4-20 tahun dan

pidana denda Rp 200-Rp 1 Miliar.

c. Pasal 11 Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi junto Pasal 64

ayat 1 KHUP dan diganjar hukuman 4,5 tahun penjara, denda Rp 250 juta atau

diganti dengan 6 bulan kurungan.

2.2 Penyebab Terjadinya Kasus Korupsi Proyek Hanbalang

1. Aspek Organisasi

Organisasi dalam hal ini adalah organisasi dalam arti yang luas, termasuk sistem

pengorganisasian lingkungan masyarakat. Organisasi yang menjadi korban korupsi

atau dimana korupsi terjadi biasanya memberi andil terjadinya korupsi karena

membuka peluang atau kesempatan untuk terjadinya korupsi. Diantara penyebabnya

adalah.

2. Kurang Adanya Teladan Dari Pemimpin

Dalam organisasi, pimpinannya baik yang formal maupun yang tidak formal

(sesepuhnya) akan menjadi panutan dari setiap anggota atau orang yang berafiliasi

pada organisasi tersebut. Apabila pimpinannya mencontohkan gaya hidup yang

bersih dengan tingkat kehidupan ekonomi yang wajar, maka anggota-anggota

organisasi tersebut akan cenderung untuk bergaya hidup yang sama.


3. Tidak Adanya Kultur Organisasi Yang Benar

Kultur atau budaya organisasi biasanya akan mempunyai pengaruh yang sangat kuat

kepada anggota-anggota organisasi tersebut terutama pada kebiasaannya, cara

pandangnya, dan sikap dalam menghadapi suatu keadaan. Kebiasaan tersebut akan

menular ke anggota lain dan kemudian perbuatan tersebut akan dianggap sebagai

kultur di lingkungan yang bersangkutan.Misalnya, di suatu bagian dari suatu

organisasi akan dapat muncul budaya uang pelicin, “amplop”, hadiah, dan lain-lain

yang mengarah ke akibat yang tidak baik bagi organisasi.

4. Kelemahan Sistem Pengendalian Manajemen

Pada organisasi di mana pengendalian manajemennya lemah akan lebih banyak

pegawai yang melakukan korupsi dibandingkan pada organisasi yang pengendalian

manajemennya kuat. Seorang pegawai yang mengetahui bahwa sistem pengendalian

manajemen pada organisasi di mana dia bekerja lemah, maka akan timbul

kesempatan atau peluang baginya untuk melakukan korupsi.

5. Manajemen Cenderung Menutupi Korupsi Di Dalam Organisasinya

Pada umumnya jajaran manajemen organisasi di mana terjadi korupsi enggan

membantu mengungkapkan korupsi tersebut walaupun korupsi tersebut sama sekali

tidak melibatkan dirinya. Kemungkinan keengganan tersebut timbul karena

terungkapnya praktek korupsi di dalam organisasinya. Akibatnya, jajaran

manajemen cenderung untuk menutup-nutupi korupsi yang ada, dan berusaha


menyelesaikannya dengan cara-cara sendiriyang kemudian dapat menimbulkan

praktek korupsi.

2.3 Solusi Dalam Mengatasi Kasus Proyek Hambalang

1. Perlunya koordinasi dan pengawasan yang baik antara pihak-pihak yang terkait

dalam hal penggunaan keuangan Negara demi keamanan, kelancaran dan stabilitas

pengelolaan dan penggunaan Keuangan Negara.

2. Pengoptimalan kinerja dan peran serta Badan Pengawas dalam mengawasi

pengelolaan dan penggunaan keuangan Negaraperlu ditingkatkan.

3.
BAB III

PENUTUP

3.2 KESIMPULAN

Adanya indikasi penyimpangan terhadap peraturan perundangan dana tau

penyalahgunaan wewenang dalam proses persetujuan kontrak tahun jamak, dalam proses

pelelangan, pelaksanaan pekerjaan konstrusi, dan dalam proses pencairan uang muka, yang

di lakukan oleh pihak-pihak terkait dalam pembangunan P3SON. Hal ini terjadi di

sebabkan oleh Sistem Pengadilan Intern yang tidak di jalankan dengan sebaik-bainya, tidak

mematuhi peraturan perundang-undangan yang berlaku yang dapat menimbulkan terjadinya

kerugian negara.
DAFTAR PUSTAKA

https://aclc.kpk.go.id/wp-content/uploads/2018/05/Kisah-korupsi-kita.pdf

http://digilib.uinsgd.ac.id/2442/4/4_bab1.pdf

https://www.slideshare.net/gerlanhahanusa/makalah-fix-kasus-hambalang

Muhammad Shoim, Laporan Penelitian Individual (Pengaruh

Pelayanan Publik Terhadap Tingkat Korupsi pada Lembaga Peradilan di

Kota Semarang), Pusat Penelitian IAIN Walisongo Semarang, 2009, h. 14.

Departemen Pendidikan dan Kebudayaan RI, Kamus Besar Bahasa

Indonesia, Balai Pustaka, Jakarta, 1995, h. 527


BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

1.2 Rumusan Masalah

BAB II

PEMBAHASAN

2.2

Anda mungkin juga menyukai