Anda di halaman 1dari 11

Karakteristik Fisik, Kimia, dan Sensori Beras Analog

Berbasis Bahan Pangan Non Beras


Physical, Chemical, and Sensory Characteristics of Rice
Analogue from Non Rice Ingredients
Santi Noviasaria, Feri Kusnandarb, Agus Setiyonoc, dan Slamet Budijantod
a
Jurusan Teknologi Hasil Pertanian, Fakultas Pertanian, Universitas Syiah Kuala, Banda Aceh 23111
b,d
Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan, Fakultas Teknologi Pertanian,
Institut Pertanian Bogor, Bogor 16680
c
Departemen Klinik, Reproduksi dan Patologi, Fakultas Kedokteran Hewan,
Institut Pertanian Bogor, Bogor 16680
Email : slamet.budijanto@gmail.com

Diterima : 11 Januari 2017 Revisi : 26 Februari 2017 Disetujui : 21 April 2017

ABSTRAK
Beras analog merupakan salah satu produk pangan yang terbuat dari bahan pangan non beras, yang
dapat menjadi alternatif makanan pokok bagi masyarakat Indonesia. Bahan baku sumber karbohidrat
non beras yang berpotensi antara lain jagung kuning, jagung putih, ubi kayu, dan sorgum. Keunggulan
beras analog tidak hanya berbentuk menyerupai beras, namun dapat dimasak dan dikonsumsi layaknya
beras dari padi. Beberapa penelitian telah mampu menghasilkan beras analog yang menyerupai beras
menggunakan campuran beberapa jenis bahan baku. Beras analog yang diperoleh juga memiliki sifat
fungsional seperti nilai indeks glikemik (IG) rendah, mengandung serat pangan dan total fenol yang tinggi.
Karakteristik fisik penting yang diamati diantaranya adalah warna, bentuk, teknik, dan waktu pemasakan.
Karakteristik sensori beras analog juga telah dapat diterima oleh panelis pada kisaran agak tidak suka
hingga suka. Penelitian-penelitian mengenai beras analog menunjukkan dapat meningkatkan nilai tambah
dari bahan pangan non beras serta mendukung keragaman sumber gizi bagi masyarakat. Artikel ini
mengulas beras analog yang menggunakan teknologi ekstrusi dari beberapa jenis bahan baku non beras.
kata kunci : beras analog, keragaman sumber gizi, pangan non beras, pangan fungsional.

ABSTRACT
Analogue rice is a food product made from various non rice ingredients, which can be utilized as staple
food alternative for Indonesian. The potential main ingredients of non rice carbohydrate source are yellow
corn, white corn, cassava, and sorghum. In addition to its shape that resembles the paddy rice, analogue
rice can also be cooked and consumed like paddy rice. Several studies had successfully produced analogue
rice made of several ingredients. The product had low glycemic index (GI) as well as high dietary fiber and
total phenolic content. The physical characteristics of color, shape, cooking technique, and cooking time
were very important to be observed. Sensory characteristic of analogue rice had also been accepted by
panelists with the range of slightly dislike to like score. The studies of analogue rice is not only increase the
value added of non rice ingredients but also support the diversity of nutritional source for community. This
article review on the analogue rice studies from non rice ingredients developed by extrusion technology.
keywords : analogue rice, diversity of nutritional source, non rice food, functional food

I. PENDAHULUAN Indonesia kaya akan sumber pangan lokal non


Beras merupakan makanan pokok masyarakat beras lain seperti jagung, sorgum, ubi kayu,
Indonesia. Sehingga sumber gizi masyarakat ubi jalar, sagu, dan lain-lain. Sumber-sumber
sebagian besar hanya berasal dari satu jenis pangan lokal non beras dapat dijadikan sebagai
pangan saja yaitu beras. Hal ini tentu berdampak alternatif makanan pokok untuk mendapatkan
kurang baik karena masyarakat Indonesia hanya keragaman sumber gizi bagi masyarakat.
bergantung pada satu bahan pokok ini. Padahal Namun hingga saat ini pangan lokal non beras

Karakteristik Fisik, Kimia dan Sensori Beras Analog Berbasis Bahan Pangan Non Beras 1
Santi Noviasari, Feri Kusnandar, Agus Setiyono, dan Slamet Budijanto
tersebut tidak populer karena terhambat pola pikir gizi yang tinggi akan protein, lemak, serat
masyarakat bahwa jika belum makan nasi maka pangan, fenol, dan pati resisten serta IG (indeks
dianggap belum makan, sehingga konsumsi glikemik) rendah. Oleh karena itu beras analog
beras tetap tinggi. Selain itu juga didukung oleh sangat berpotensi dikembangkan sebagai
ketersediaan beras mudah didapat dengan harga pangan fungsional yang bermanfaat bagi
yang terjangkau, serta proses pengolahannya kesehatan.
yang mudah, menyebabkan masyarakat sulit
Keunggulan beras analog tidak hanya karena
untuk meninggalkan beras sebagai makanan
berbentuk menyerupai butiran beras, selain
pokok. Selama ini olahan pangan non beras
itu komposisi gizinya dapat didesain dengan
hanya sebagai tepung, penganan, kue atau
menggunakan berbagai bahan baku sehingga
jajanan, sehingga tidak dapat dijadikan sebagai
memiliki sifat fungsional yang diinginkan (nilai
makanan pokok pengganti beras. Oleh karena
IG rendah, tinggi serat pangan, total fenol dan
itu, dibutuhkan suatu produk olahan yang
pati resisten). Keunggulan lainnya adalah beras
memiliki karakteristik seperti beras (sifat dan
analog dapat dimasak dan dikonsumsi seperti
tekstur), sehingga dapat menjadi alternatif
mengkonsumsi beras dari padi. Beras analog
makanan pokok tanpa membuat perubahan
dapat dimasak dengan menggunakan rice
besar dalam tradisi makan masyarakat.
cooker serta dapat dikonsumsi seperti layaknya
Beras analog merupakan salah satu produk makan nasi yaitu bersama lauk pauk.
olahan yang berbentuk seperti butiran beras II. BERAS ANALOG
namun terbuat dari bahan pangan non beras,
yang dapat dihasilkan dengan menggunakan 2.1. Pengertian
metode ekstrusi (Budijanto, dkk., 2012). Beras Beras analog atau beras tiruan adalah
analog berpotensi dikembangkan sebagai produk olahan yang berbentuk seperti butiran
pangan fungsional jika ditinjau dari kandungan beras. Samad (2003) mendefinisikan beras
gizinya. Pangan fungsional adalah pangan analog adalah beras tiruan yang dapat dibuat
olahan yang mengandung satu atau lebih dari kombinasi antara tepung non beras dan atau
komponen fungsional yang berdasarkan kajian tanpa penambahan beras. Menurut Mishra, dkk.
ilmiah mempunyai fungsi fisiologis tertentu, (2012) beras analog dapat dibuat dari tepung
terbukti tidak membahayakan dan bermanfaat beras pecah sebagian atau seluruhnya bahan
bagi kesehatan (BPOM, 2005). Pemilihan bahan non beras. Sedangkan menurut Budijanto dan
baku harus dilakukan dengan sangat cermat Yuliyanti (2012) beras analog merupakan beras
karena akan menentukan kandungan gizi dan tiruan yang berbentuk seperti butiran beras yang
karakteristik beras analog yang dihasilkan. dapat dibuat dari tepung non beras dengan
Beras analog yang berasal dari beberapa bahan penambahan air.
baku seperti jagung, singkong, kedelai, sorgum,
sagu, dan sumber lainnya memiliki kandungan Penelitian mengenai beras analog sudah
banyak dilakukan dengan berbagai metode.
Tabel 1. Kandungan Gizi Beberapa Bahan Pangan

a
Liu, dkk. (2011); bKurniawati (2013); cNoviasari, dkk. (2013); dNoviasari, dkk. (2015); eKharisma,
dkk. (2014),* kadar air basis kering.

2 PANGAN, Vol. 26 No. 1 April 2017 : 1 - 12


Metode yang dapat digunakan adalah granulasi Selain menggunakan sumber karbohidrat
(Samad, 2003) dan metode ekstrusi (Mishra, pada beras analog juga dapat ditambahkan
dkk., 2012; Widara, 2012; Budijanto dan kacang-kacangan sebagai sumber protein,
Yuliyanti, 2012; Kurniawati, 2013; Kharisma, sehingga beras analog yang dihasilkan kaya
dkk., 2014; Budijanto, dkk., 2016; Noviasari, dkk., akan protein. Kacang-kacangan seperti kedelai
2013). Namun metode granulasi masih memiliki dapat memperkaya kandungan gizi protein pada
kekurangan yaitu karakteristik yang dihasilkan beras analog (Kurniawati, 2013; Noviasari, dkk.,
tidak seperti beras secara umum, beras analog 2015).
berbentuk bulat dan mudah pecah. Sedangkan
Bahan tambahan lain yang dibutuhkan
dengan metode ekstrusi beras analog yang
dalam pembuatan beras analog adalah air
dihasilkan memiliki karakteristik yang sangat
sebanyak 50 persen dan gliserol monostearat
mirip dengan beras karena bahan pangan yang
(GMS) 2 persen (Budijanto dan Yuliyanti,
telah diolah dalam ekstruder dilewatkan melalui
2012). Kadar air sebanyak 50 persen akan
die (cetakan) yang didesain serupa bentuk beras.
mempengaruhi pembentukan ekstrudat yang
2.2. Bahan Baku dihasilkan.
Beras analog dapat dibuat dengan meng- GMS adalah surfaktan non-ionik yang banyak
gunakan campuran tepung beras dengan bahan digunakan sebagai stabilizer dan emulsifier.
pangan lain non beras (Mishra, dkk., 2012) atau Molekulnya terdiri dari dua bagian yaitu hidrofil
seluruhnya menggunakan bahan pangan non dan lipofil. Penggunaan GMS berfungsi sebagai
beras (Budijanto dan Yuliyanti, 2012). Bahan pelumas saat proses sehingga dapat mengurangi
pangan non beras sebagai bahan baku utama panas proses ekstrusi, membuat ekstrudat tidak
sumber karbohidrat dapat diperoleh dari umbi- lengket satu sama lain, mengurangi expansion
umbian dan serealia. Sumber karbohidrat (pengembangan produk) tetapi meningkatkan
tersebut dipilih sesuai dengan komposisi dan WAI (water absorption index) (Kaur, dkk.,
sifatnya yang akan menentukan kandungan gizi 2005). Menurut Kaur, dkk. (2005) penggunaan
dan karakteristik dari beras analog. Beberapa GMS dapat mengurangi cooking loss selama
bahan pangan sumber karbohidrat yang telah pemasakan mi berbahan dasar jagung dan pati
berhasil digunakan untuk pembuatan beras kentang. GMS akan berikatan dengan amilosa
analog adalah campuran sorgum, mocaf, jagung membentuk struktur helik (Alsaffar, 2011).
dan sagu (Widara, 2012), sorgum dan sagu aren
2.3. Proses Pembuatan
(Budijanto dan Yuliyanti, 2012), campuran jagung
kuning, bekatul, sagu dan kedelai (Kurniawati, Teknologi ekstrusi merupakan salah satu
2013), campuran singkong, ampas kelapa dan teknik yang dapat diterapkan dalam pembuatan
sagu (Kharisma, dkk., 2014), campuran jagung, beras analog (Mishra, dkk., 2012), karena sangat
sorgum dan sagu aren (Budijanto, dkk., 2016), efektif dari segi proses dan menghasilkan beras
jagung putih dan sagu (Noviasari, dkk., 2013) analog yang menyerupai butir beras. Teknologi
serta jagung putih, kedelai, sorgum dan sagu ekstrusi adalah suatu proses yang melibatkan
(Noviasari, dkk., 2015). Tabel 1 menampilkan pencampuran bahan di bawah pengaruh
kandungan gizi beberapa bahan pangan yang kondisi operasi pencampuran dan pemanasan
dapat digunakan sebagai bahan baku beras dengan suhu tinggi (Budijanto dan Yulianti,
analog. 2012). Menurut Riaz (2000) prinsip ekstrusi
adalah proses pengolahan bahan pangan
Pati yang berasal dari sagu dan tapioka
yang mengkombinasikan beberapa proses yang
juga dapat digunakan sebagai sumber
berkesinambungan antara lain pencampuran,
karbohidrat dan bahan perekat yang bertujuan
pemanasan dengan suhu tinggi, pengadonan,
untuk mendapatkan butiran beras yang kokoh
shearing, dan pembentukan melalui cetakan
sehingga beras tidak mudah hancur dan tidak
(die) yang dirancang untuk membentuk hasil
rapuh saat dimasak (Herawati, dkk., 2014).
ekstrusi.
Perbandingan antara tepung dan pati dalam
pembuatan beras analog adalah 70 : 30 (Widara, Teknologi ekstrusi yang dikembangkan
2012; Noviasari, dkk., 2013). untuk menghasilkan beras analog yang

Karakteristik Fisik, Kimia dan Sensori Beras Analog Berbasis Bahan Pangan Non Beras 3
Santi Noviasari, Feri Kusnandar, Agus Setiyono, dan Slamet Budijanto
Gambar 1. Beras Analog dari, (a) sorgum, jagung, maizena dan sagu, (b) jagung, kedelai, bekatul,
dan sagu, (c) jagung putih dan sagu, (d) singkong, ampas kelapa, dan sagu (Sumber:
(Widara, 2012; Kurniawati, 2013; Noviasari, dkk., 2013; Kharisma, dkk., 2014))

menyerupai beras adalah teknologi hot termasuk kategori ekstrusi basah dan disebut
extrusion menggunakan ulir ganda (Budijanto, ekstrusi kering jika penambahan air hanya 12–
dkk., 2012). Teknologi ini memiliki beberapa 18 persen (Riaz, 2000). Selanjutnya yaitu proses
kelebihan dibandingkan dengan teknik granulasi ekstrusi adonan dalam ekstruder pada suhu 85–
yaitu bentuk produk mirip bentuk beras, bentuk 90oC dengan kecepatan ulir 40 Hz. Penentuan
nasi setelah dimasak mirip dengan nasi, bahan suhu ini disesuaikan dengan suhu gelatinisasi
baku yang digunakan sangat fleksibel, kapasitas bahan yang digunakan. Pemanasan ini akan
produksi menengah-besar, dan dapat diterapkan menyebabkan terjadinya proses gelatinisasi baik
pada skala industri menengah-besar. secara parsial maupun total (Mishra, dkk., 2012).
Selama proses ekstrusi adonan akan mengalami
Teknologi hot extrusion menggunakan
homogenisasi, pengaliran (shearing) dan
suhu di atas 70oC yang diperoleh dari steam
pembentukan. Pembentukan dilakukan melalui
atau pemanas listrik (elemen) yang dipasang
die (cetakan) berbentuk elips yang terpasang di
mengelilingi barel dan friksi antara bahan adonan
ujung ekstruder agar menyerupai bentuk beras.
dengan permukaan barel dan screw (Mishra,
Beras ekstrudat yang dihasilkan selanjutnya
dkk., 2012). Proses pembuatan beras analog
dikeringkan menggunakan oven pada suhu 60oC
(Budijanto, dkk., 2011; Noviasari, dkk., 2013)
selama 3 jam yang bertujuan untuk menurunkan
terdiri dari beberapa tahapan yaitu persiapan
kadar air beras analog sampai <14 persen.
bahan, pencampuran, ekstrusi, dan pengeringan.
Pengeringan bertujuan untuk memperpanjang
Persiapan bahan baku dilakukan dengan proses
umur simpan. Pengeringan dapat dilakukan
penimbangan bahan sesuai formulasi. Proses
dengan menggunakan energi matahari maupun
pencampuran dilakukan dengan mencampur
dengan alat pengering seperti pengering tray,
bahan-bahan kering selama 5–10 menit, lalu
pengering putar dan sebagainya (Mishra, dkk.,
ditambahkan air sebanyak 50 persen dan proses
2012). Kemudian beras analog dikemas dalam
pencampuran dilanjutkan kembali selama 5
kemasan rapat dan vakum.
menit. Penambahan air sebanyak 30–40 persen

Tabel 2. Perbandingan Warna Beras Sosoh dan Beras Analog dari beberapa Bahan Baku

a
Noviasari,dkk. (2013); bKharisma, dkk. (2014); cKurniawati (2013); dWidara (2012); eBudijanto dan
Yuliyanti (2012)
L* : tingkat kecerahan produk, berkisar dari 0 (hitam) –100 (putih)

4 PANGAN, Vol. 26 No. 1 April 2017 : 1 - 12


III. KARAKTERISTIK FISIK DAN KIMIA bahwa produk mengandung warna pada kisaran
merah kekuningan, begitu juga beras sosoh
Pemilihan bahan baku dan teknologi proses
(89,06) berada pada kisaran yang sama. Nilai
pengolahan yang digunakan akan menentukan
derajat putih beras analog masih lebih rendah
karakteristik fisik dan kimia beras analog.
dibandingkan beras sosoh (80,23 persen), hal
Karakteristik fisik dan kimia ini akan menentukan
ini menunjukkan bahwa beras analog yang
beras analog yang dihasilkan dapat diterima
dihasilkan masih belum seputih beras sosoh.
seperti layaknya beras sebagai makanan pokok.
Namun beras analog yang berasal dari singkong,
3.1. Karakteristik Fisik ampas kelapa dan sagu memiliki derajat putih
Karakteristik fisik yang menjadi parameter 73,08 persen mendekati beras sosoh (Tabel
penting beras analog agar menyerupai beras 2). Pemasakan beras analog merupakan salah
diantaranya adalah bentuk dan warna. Bentuk satu parameter fisik dari beras analog. Proses
butiran diharapkan menyerupai beras dan memasak beras analog tidak jauh berbeda
berwarna putih. Bentuk beras analog yang dengan memasak nasi. Beras analog dapat
berbahan dasar campuran sorgum, jagung, dimasak dengan rice cooker menggunakan
maizena, dan sagu (Widara, 2012) (Gambar perbandingan air dan beras analog 1 : 1. Setelah
1a), dan campuran jagung, kedelai, bekatul dan air mendidih dalam rice cooker, beras analog
sagu (Gambar 1b) (Kurniawati, 2013) sudah dimasukkan dan dimasak hingga matang. Nasi
menyerupai bentuk beras. Namun memiliki yang telah matang tidak memiliki bintik warna
warna kekuningan, karena menggunakan putih di tengah dan teksturnya lunak. Waktu
bahan baku yang berwarna kuning yaitu jagung pemasakan beras analog hanya berkisar antara
kuning dan kedelai atau sorgum yang berwarna 3–5 menit, lebih cepat jika dibandingkan dengan
kuning kecoklatan. Menggunakan bahan baku beras sosoh yaitu sekitar 14 menit (Noviasari,
yang berwarna putih seperti jagung putih dan dkk., 2013; Kharisma, dkk., 2014). Nasi analog
singkong maka dihasilkan beras analog yang yang telah matang dari beberapa bahan baku
berwarna lebih putih. Beras analog berbahan dapat dilihat pada Gambar 2.
baku jagung putih dan sagu (Gambar 1c) 3.2. Karakteristik Kimia
(Noviasari, dkk., 2013) dan campuran singkong,
ampas kelapa dan sagu (Gambar 1d) (Kharisma, Beras analog dapat memiliki kandungan
dkk., 2014) memiliki bentuk menyerupai beras gizi yang beragam sesuai dengan bahan baku
dan berwarna lebih putih. yang digunakan. Oleh karena itu pemilihan bahan
baku harus dilakukan dengan cermat karena
Nilai L* beras analog dari jagung putih dan akan menentukan kandungan gizi, kualitas tanak,
sagu adalah 71,66 hampir mendekati warna dan sifat sensori atau tingkat penerimaan
putih, namun masih lebih rendah dari beras masyarakat dari beras analog.
sosoh (80,54). Nilai +a adalah pengukuran
warna kromatik campuran merah–hijau, dan Kandungan gizi beras analog dari berbagai
nilai +b warna kromatik campuran kuning–biru. bahan baku yang dihasilkan dari beberapa penelitian
Nilai a dan b diperoleh bernilai positif. Nilai a disajikan pada Tabel 3. Secara umum terlihat
dan b untuk beras analog dari jagung putih dan bahwa kandungan lemak, protein, pati resisten,
sagu adalah 0,32 dan 17,23 (masing-masing) total fenol, dan serat pangan beras analog
yang menunjukkan bahwa memiliki intensitas lebih baik dibandingkan dengan beras sosoh.
warna merah dan kuning yang cukup kecil. Komponen gizi tersebut diperoleh karena
Sedangkan beras analog yang berasal dari penggunaan bahan baku yang beragam serta
jagung kuning dan sorgum memiliki intensitas dapat bermanfaat bagi tubuh dan kesehatan.
warna merah dan kuning yang cukup tinggi. Kandungan protein dan lemak dapat membentuk
Nilai oHue merupakan warna yang mengandung matriks pangan dengan amilosa dan cenderung
warna dasar Red Green Blue (RGB). Nilai memperlambat laju pengosongan lambung
o
Hue untuk beras analog dari campuran jagung sehingga dapat menurunkan daya cerna (Alsaffar,
putih dan sagu (88,94) serta campuran jagung 2011).
kuning, sorgum, maizena dan sagu (80,69) Pati resisten termasuk dalam serat pangan
berada pada kisaran 54–90 yang menunjukkan tidak larut, memiliki sifat dan fungsi seperti serat

Karakteristik Fisik, Kimia dan Sensori Beras Analog Berbasis Bahan Pangan Non Beras 5
Santi Noviasari, Feri Kusnandar, Agus Setiyono, dan Slamet Budijanto
Gambar 2. Nasi analog dari campuran sorgum, jagung, maizena dan sagu (a) (Widara, 2012),
campuran jagung, kedelai, bekatul dan sagu (b) (Kurniawati, 2013), jagung putih dan
sagu (c) (Noviasari, dkk., 2013) dan campuran singkong, ampas kelapa dan sagu (d)
(Kharisma, dkk., 2014).

pangan. Tidak dapat dicerna oleh usus halus pati menjadi disakarida dan oligosakarida,
tetapi dapat difermentasi oleh mikroflora secara selanjutnya enzim α-glukosidase dalam usus
lambat oleh usus besar. Proses cerna yang mengkatalisis pemecahan disakarida untuk
lambat ini dapat menunda peningkatan glukosa membebaskan glukosa yang kemudian diserap
darah, mengontrol respon glikemik, memberi dalam sirkulasi darah. Penghambatan enzim
rasa kenyang lebih lama dan menurunkan resiko ini akan memperlambat pemecahan pati di
kanker kolon (Ashraf, dkk., 2012). Pati resisten saluran gastro-intestinal, sehingga mengurangi
beras analog yang berasal dari jagung putih, hiperglikemia–postprandial. Penghambatan
kedelai dan sagu sebesar 3,28 persen, sudah enzim oleh ekstrak fenol akan mengakibatkan
lebih tinggi dibandingkan dengan beras sosoh penghancuran secara lambat disakarida untuk
(0,94 persen). Kadar pati resisten ini diduga menghasilkan glukosa, sehingga mengurangi
berasal dari tepung kedelai yang digunakan. penyerapan glukosa pada usus kecil (Ademiluyi
Menurut Rahman, dkk. (2007) jumlah pati dan Oboh, 2013). Kadar fenol pada beras
resisten dalam makanan dapat ditingkatkan analog sudah lebih tinggi daripada beras sosoh,
dengan menambahkan kacang-kacangan yang diperoleh dari penambahan jagung dan
kedelai. Kedelai merupakan salah satu sumber
Senyawa fenolik merupakan antioksidan
antioksidan penting seperti polifenol, oleh karena
alami yang banyak terdapat pada tanaman.
itu dapat dianggap sebagai makanan fungsional.
Polifenol dapat menghambat aktivitas enzim
Menurut Devi, dkk. (2009) kandungan fenol pada
pencernaan terutama tripsin dan amilase
kedelai adalah 24 mg GAE/g sedangkan pada
sehingga dapat menurunkan daya cerna pati.
tepung kedelai sebanyak 22 mg GAE/g. Kedelai
Enzim α-amilase terlibat dalam pemecahan
merupakan salah satu sumber antioksidan penting
Tabel 3. Perbandingan kandungan gizi beras analog dari berbagai bahan baku dan beras sosoh

a
Noviasari, dkk. (2015); bKharisma, dkk. (2014); cKurniawati (2013); dWidara (2012); eBudijanto dan Yuliyanti
(2012); fBudijanto, dkk. (2016); gOhtsubo (2005); hZhang, dkk. (2007); iQiu (2009); jLiu, dkk. (2011).

6 PANGAN, Vol. 26 No. 1 April 2017 : 1 - 12


seperti polifenol, oleh karena itu dapat dianggap Proses daya cerna setiap makanan berbeda-
sebagai makanan fungsional. Jagung juga beda, dan dapat diketahui melalui pendekatan
memiliki kadar total fenol sebesar 2.607–3.201 nilai indeks glikemik (IG). Menurut Hallfrisch dan
mg GAE/g sampel (De la Parra, dkk., 2007). Behall (2000) karbohidrat yang dicerna dengan
cepat akan menghasilkan IG tinggi sebaliknya
Serat pangan merupakan salah satu
karbohidrat yang dicerna dengan lambat akan
karakteristik penting pada makanan fungsional,
menghasilkan IG rendah. Semakin cepat daya
yang tidak dapat dihidrolisis oleh enzim
cernanya maka semakin banyak glukosa yang
pencernaan. Peranan serat pangan dapat
dihasilkan yang menyebabkan kenaikan kadar
memperlambat kecepatan pencernaan bahan
glukosa darah, sehingga dapat menyebabkan
pangan dalam usus, memberikan rasa kenyang
penyakit diabetes. Tindakan pencegahan yang
lebih lama, serta memperlambat kemunculan
dapat dilakukan diantaranya dengan memilih
glukosa darah sehingga insulin yang dibutuhkan pangan yang tepat. Pangan yang mengandung
untuk mentransfer glukosa ke dalam sel-sel karbohidrat yang daya cernanya lambat baik
tubuh dan diubah menjadi energi makin sedikit untuk dikonsumsi oleh penderita diabetes
(Englyst, dkk., 2007). karena kenaikan glukosa darahnya lambat.
Kadar serat pangan pada beras analog Indeks glikemik adalah area di bawah kurva
sudah cukup tinggi dibandingkan dengan beras dari respon glukosa terhadap makanan yang
sosoh. Serat pangan pada beras analog dapat mengandung karbohidrat dibandingkan dengan
berasal dari jagung, kedelai, bekatul, dan sorgum. kadar glukosa standar dalam jumlah tertentu
Menurut Suarni dan Firmansyah (2005), tepung (Hallfrisch dan Behall, 2000). Nilai IG beras
jagung mengandung komponen fungsional analog (Tabel 4) yang telah dilakukan dapat
seperti serat pangan (11,21 persen). Cuenca, menggunakan metode yang dikembangkan
dkk. (2006) melaporkan bahwa serat pangan oleh Jenkins, dkk. (1981). Pada metode ini nilai
kedelai adalah 16,5 persen dengan serat larut IG menggunakan subjek manusia sebanyak 10
4,20 persen dan serat tidak larut 12,29 persen. orang yang dipilih berdasarkan gula darah puasa
Selain tepung jagung dan kedelai, bekatul juga normal (60–120 mg/dl). Pengukuran gula darah
merupakan bahan baku penyumbang serat dilakukan dengan menggunakan Glukometer.
pangan pada beras analog. Menurut CAC
Berdasarkan respon glikemiknya, pangan
(2009) makanan dapat disebut sebagai sumber
dikelompokkan menjadi 3 kelompok, yaitu
serat jika mengandung serat pangan minimal
pangan IG rendah (IG < 55), IG sedang (55 < IG
3 persen. Sedangkan makanan disebut tinggi
< 70) dan IG tinggi (IG > 70) (Miller, dkk., 1992).
serat jika mengandung serat pangan minimal
Maka dari Tabel 4 dapat dikelompokkan bahwa
6 persen. Berdasarkan pernyataan tersebut
beras analog termasuk dalam kategori pangan
maka beras analog yang dihasilkan sudah
IG rendah, dan sudah lebih rendah dibandingkan
dapat dikatakan sebagai makanan sumber serat
dengan beras sosoh.
pangan.
Banyak faktor yang dapat mempengaruhi
Karbohidrat yang dikonsumsi dari suatu
nilai IG suatu makanan diantaranya adalah
makanan akan dicerna dan diserap oleh tubuh.
proses pengolahan, kadar serat pangan, daya
Tabel 4. Perbandingan Nilai IG (indeks glikemik) cerna pati, kadar amilosa dan amilopektin, kadar
Beras Analog dari berbagai Bahan lemak dan protein, kadar gula dan daya osmotik
Baku dengan Beras Sosoh pangan, dan kadar anti gizi pangan. Selain itu
jumlah konsumsi, usia serta jenis kelamin juga
Beras analog Nilai dapat mempengaruhi respon glukosa terhadap
IG gula darah (Hallfrisch dan Behall 2000).
Beras sosoha 69 Pada beras analog rendahnya nilai IG dapat
Jagung putih, kedelai, sagub 50
dipengaruhi oleh bahan penyusunnya yang
Jagung kuning, bekatul, kedelaic 54
tergolong berindeks glikemik rendah. Tepung
Jagung kuning, sorgum, sagu arend 47
jagung memiliki IG 42 (Helmy dan El-Mehiry,
a
Foster-Powell, dkk. (2002); bNoviasari, dkk. (2015); 2012), bekatul dengan IG 21 (Miller, dkk., 1992),
c
Kurniawati (2013); dBudijanto, dkk. (2016)

Karakteristik Fisik, Kimia dan Sensori Beras Analog Berbasis Bahan Pangan Non Beras 7
Santi Noviasari, Feri Kusnandar, Agus Setiyono, dan Slamet Budijanto
dan kacang kedelai dengan IG 21 (Gullarte, dari jagung kuning, kedelai, dan bekatul cukup
dkk., 2012). tinggi yaitu 28 persen (Kurniawati, 2013).
Kadar amilosa sulit dicerna oleh enzim karena
Selain itu kandungan gizi seperti pati resisten,
keberadaan struktur liniearnya yang kompak
total fenol, serat pangan, kadar protein, lemak,
(Ek, dkk., 2011). Rendahnya nilai IG dan
dan amilosa yang tinggi pada beras analog juga
kandungan gizi yang tinggi dari beras analog
dapat mempengaruhi indeks glikemiknya. Pati
memungkinkan untuk dikembangkan menjadi
resisten termasuk dalam serat pangan tidak larut,
beras analog fungsional.
tetapi memiliki sifat seperti serat pangan larut.
Pati resisten daya cernanya lambat, sehingga IV. KARAKTERISTIK SENSORI BERAS DAN
pelepasan glukosa juga menjadi lambat. NASI ANALOG
Metabolisme pati resisten terjadi 5–7 jam setelah
Penilaian sensori diperlukan untuk
konsumsi. Pencernaan selama 5–7 jam ini akan
mengetahui tingkat kesukaan/penerimaan
meningkatkan periode kenyang sehingga dapat
konsumen terhadap produk beras analog.
menurunkan nilai IG (Sajilata, dkk., 2006).
Evaluasi sensori dapat dilakukan pada beras
Senyawa fenol dapat menghambat enzim
analog maupun pada nasi analog setelah
α-amilase sehingga dapat menurunkan nilai IG
dimasak. Hasil uji sensori beras dan nasi
pangan (Tormo, dkk., 2004). Enzim α-amilase
analog sudah dapat diterima oleh konsumen.
dihambat oleh α-amilase inhibitor dengan cara
memblok jalan masuk substrat ke sisi aktif Tingkat penerimaan konsumen terhadap
enzim, sehingga akan mengganggu daya cerna beras dan nasi analog sangat tergantung pada
karbohidrat dan menghambat penyerapan kadar penampilan fisik, seperti warna, bentuk dan
gula darah dalam tubuh (Obiro, dkk., 2008). tekstur. Penampilan fisik adalah yang pertama
Hal ini tentu akan menurunkan daya cerna pati dinilai oleh konsumen pada suatu produk pangan.
sehingga berdampak pada penurunan nilai Karakter fisik beras analog sangat ditentukan
indeks glikemik beras analog. oleh bahan baku dan proses pengolahan yang
digunakan, sehingga menghasilkan tingkat
Serat pangan dapat membentuk matriks
penerimaan yang berbeda-beda. Karakteristik
diluar granula pati sehingga dapat menghambat
sensori beras dan nasi analog disajikan pada
pencernaan karbohidrat (Alsaffar, 2011).
Tabel 5.
Serat pangan terutama serat pangan larut
dapat menurunkan respon glukosa darah Secara umum bentuk beras analog dari
disebabkan oleh (i) adanya peningkatan berbagai bahan baku sudah menyerupai beras
viskositas di lambung sehingga memperlambat sehingga tingkat penerimaan konsumen sudah
laju pengosongan lambung maupun intestin cukup tinggi yaitu sekitar 5–5,6 (agak suka-
menyebabkan penurunan jumlah karbohidrat suka) dari 7 skala (sangat suka). Penerimaan
yang dapat dicerna (barrier terhadap enzim) untuk parameter warna berbeda-beda untuk
dan gula sederhana yang dapat diserap; (ii) setiap beras analog, tergantung dari warna yang
serat makanan menyebabkan perubahan level dihasilkan yang masih berbeda jauh dengan
hormon di saluran pencernaan, penyerapan beras yang umumnya berwarna putih, sehingga
zat gizi, dan sekresi insulin; dan (iii) serat tingkat penerimaan panelis cukup rendah. Hal
makanan membantu meningkatkan sensitivitas ini terbukti pada beras analog yang berasal dari
insulin, menstabilkan level gula darah sehingga singkong, pati sagu putih dan ampas kelapa
melindungi komplikasi akibat diabetik (Alvarez yang berwarna putih memiliki tingkat penerimaan
dan Sanchez, 2006). Kandungan protein sebesar 5,7 (suka) (Kharisma, dkk., 2014),
dan lemak dapat membentuk matrik pangan sedangkan beras analog dari jagung putih dan
dengan amilosa, cenderung memperlambat sagu tingkat penerimaannya lebih rendah yaitu
laju pengosongan lambung sehingga dapat hanya 5,1 (agak suka) (Noviasari, dkk., 2013).
menurunkan daya cerna (Alsaffar, 2011). Hal ini terjadi karena warna yang dihasilkan
agak krem dan agak berbeda jauh dengan beras
Faktor lain yang juga dapat mempengaruhi
secara umum. Persepsi konsumen tentang
nilai IG adalah kandungan amilosa pada bahan
beras adalah cerah berwarna putih, sehingga
pangan. Kadar amilosa pada beras analog

8 PANGAN, Vol. 26 No. 1 April 2017 : 1 - 12


Tabel 5. Karakteristik Sensori Beras dan Nasi Analog dari berbagai Bahan Baku

a
Kharisma, dkk. (2014); bNoviasari, dkk. (2013); cKurniawati (2013)
beras dari jagung kuning, bekatul dan kedelai bahan baku juga telah berhasil memperoleh
yang berwarna kekuningan memiliki tingkat beras analog yang termasuk dalam pangan IG
penerimaan yang rendah yaitu 3,7 (netral). rendah.
Karakteristik sensori untuk nasi analog Proses pengolahan beras analog
yang telah dimasak dapat dilakukan untuk menggunakan ekstruder ulir ganda telah berhasil
parameter warna, rasa dan tekstur. Parameter menyerupai butiran beras, yang memiliki karakteristik
warna nasi analog bernilai 3,5–5,1 (agak tidak fisik (bentuk butiran, tekstur sebelum dan setelah
suka-agak suka), yang sangat tergantung dari dimasak, teknik memasak) seperti beras. Teknik
bahan baku yang digunakan. Tingkat kesukaan memasak beras analog dapat menggunakan
untuk parameter tekstur juga dapat dipengaruhi rice cooker, sehingga memudahkan proses
oleh karakteristik bahan baku dan metode pengolahannya. Beras analog telah dapat
pembuatannya. Pada Tabel 5 terlihat bahwa diterima oleh masyarakat baik dari segi warna,
kesukaan panelis untuk atribut tekstur hampir
bentuk dan tekstur.
sama yaitu 4,6–4,8 (agak suka). Hal ini berarti
bahwa panelis sudah mulai suka dengan tekstur Pengembangan beras analog dengan
dari beras analog yang sudah menyerupai menggunakan berbagai jenis bahan baku
beras. Dalam hal rasa, panelis masih non beras merupakan salah satu usaha untuk
membandingkan rasa nasi analog dengan nasi mendukung program diversifikasi pangan
dari beras padi yang memiliki rasa tawar agak masyarakat. Konsumsi beras analog yang
manis. Sedangkan rasa pada beras analog berasal dari beragam bahan pangan, secara
tentu sangat dipengaruhi oleh bahan bakunya. tidak langsung masyarakat telah mengkonsumsi
Hasil uji sensori rasa juga hampir sama untuk beraneka jenis bahan pangan sehingga sumber
ketiganya yaitu antara 4,3–4,9 (netral-agak gizinya tidak hanya berasal dari satu jenis
suka). Rasa dari beras analog yang berasal pangan saja (beras). Keunggulan lain dari beras
dari jagung kuning, bekatul dan kedelai memiliki analog adalah beras analog dapat dikonsumsi
nilai kesukaan paling rendah diantara ketiganya seperti layaknya beras (bersama lauk pauk)
akibat rasa dari bekatul dan kedelai yang agak sehingga tidak merubah kebiasaan makan
pahit. masyarakat.
V. KESIMPULAN
DAFTAR PUSTAKA
Teknologi pengolahan beras analog dapat Ademiluyi, A.O. dan G. Oboh. 2013. Soybean
menggunakan bahan pangan non beras sebagai Phenolic-Rich Extracts Inhibit Key-Enzymes
sumber karbohidrat seperti umbi-umbian dan Linked to Type 2 Diabetes (Α-Amylase and
serealia (misalnya jagung kuning, jagung putih, a-Glucosidase) and Hypertension (Angiotensin
I Converting Enzyme) in Vitro. Experimental
sorgum, ubi kayu, ubi jalar dan sagu). Selain
and Toxicologyc Pathology. Vol. 65: 305–309.
itu juga dapat menggunakan bahan baku doi:10.1016/j.etp.2011.09.005.
yang berasal dari kacang-kacangan sebagai Alsaffar, A.A. 2011. Effect of Food Processing on the
sumber protein seperti kedelai. Pemilihan dan Resistant Starch Content of Cereals and Cereal
penganekaragaman penggunaan bahan baku Products – A Review. International Journal of
menghasilkan beras analog yang kaya akan Food Science Technology.Vol.46: 455–462.
kandungan gizi seperti tinggi protein, pati resisten, Alvarez, E.E. dan P.G. Sanchez. 2006. Dietary Fiber.
serat pangan, dan total fenol. Kombinasi beberapa Journal of Nutrition Hospitalaria. Vol. 21(2): 60–

Karakteristik Fisik, Kimia dan Sensori Beras Analog Berbasis Bahan Pangan Non Beras 9
Santi Noviasari, Feri Kusnandar, Agus Setiyono, dan Slamet Budijanto
71. Glycemic Load Values. American Journal of
Ashraf, S., F.M. Anjum, M. Nadeem, A. Riaz. 2012. Clinical Nutrition. Vol. 76: 5–56.
Functional and Technological Aspects of Gullarte, M.A., M. Gomez, C.M. Rossel. 2011.
Resistant Starch. Pakistan Journal of Food Impact of Legume Flours on Quality and in Vitro
Science. Vol. 22(2): 90–95. ISSN: 2226–5899. Digestibility of Starch and Protein From Gluten-
BPOM. 2005. Peraturan Kepala Badan Pengawas Free Cakes. Journal of Food Bioprocess and
Obat dan Makanan Tentang Ketentuan Pokok Techology. doi:10.1007/s11947-011-0642-3
Pengawasan Pangan Fungsional. Jakarta. Hallfrisch, J. dan K.M. Behall. 2000. Mechanisms
Budijanto, S. dan Yuliyanti. 2012. Studi Persiapan of the Effects of Grains on Insulin and Glucose
Tepung Sorgum (Sorghum bicolor L.Moench) Responses. Journal of the American college of
dan Aplikasinya pada Pembuatan Beras Analog. Nutrition. Vol. 19(3): 320S–325SS.
Jurnal Teknologi Pertanian. Vol. 13(3): 177–186. Helmy, H. dan H. El-Mehiry. 2012. Effect of Egyptian
Budijanto, S., A.B. Sitanggang, E.H. Purnomo. 2012. Bread Prepared by Different Types of Flour on
Metode Pengolahan Beras Analog. Kementrian Diabetic Rats and Its Glycemic Index in Diabetic
Hukum dan HAM. P00201200463. Patients. Journal of Life Science.Vol. 9(3):
2264–2272.
Budijanto, S., Y.I. Andri, D.N. Faridah, S. Noviasari.
2016. Karakter Kimia Beras Analog Berbahan Herawati, H., F. Kusnandar, D.R. Adawiyah, S.
Dasar Jagung, Sorgum, dan Sagu Aren. Budijanto. 2014. Teknologi Proses Produksi
Submitted in Agritech. Beras Tiruan Mendukung Diversifikasi Pangan.
Jurnal Litbang Pertanian. Vol. 33(3): 87–130.
[CAC] Codex Alimentarius Commission. 2009.
ISSN 0216-4418.
Alinorm 09/32/26. Appendix II.Report of the 30th
Session of the Codex Committee on Nutrition Jenkins, D.J.A., T. Wolever, R.H. Taylor, H. Barker,
and Foods for Special Dietary Uses [Internet]. H. Fielden, J.M. Baldwin, A.C. Bowling, H.C.
[Cape Town, South Africa 3–7 November 2008]. Newman, A.L. Jenkins, D.V. Goff. 1981.
Rome (IT): FAO. hlm 46;. Tersedia pada: http:// Glycemic Index of Foods: A Physiological Basis
www.codexalimentarius.net/dowload/report/710/ for Carbohydrate Exchange. American Journal
al32_26e.pdf. of Clinical Nutrition. Vol. 34: 362–366.
Cuenca, A.R, M.J.V. Suarez, M.D.R. Sevilla, I.M. Kaur, L., J. Singh, N. Singh. 2005. Effect of Glycerol
Aparicio. 2006. Chemical Composition and Monostearate on the Physic-Chemical, Thermal,
Dietary Fibre of Yellow and Green Commercial Rheological and Noodle Making Properties
Soybeans (Glycine max). Journal of Food of Corn and Potato Starch. Journal of Food
Chemistry. Vol. 101: 1216–1222. doi:10.1016/j. Hydrocolloid. Vol. 19: 839–849.
foodchem.2006.03.025. Kharisma, T., N.D. Yuliana, S. Budijanto. 2014.
De la Parra, C., S. Serna-Saldivar, R.H. Liu. 2007. The Effect of Coconut Pulp (Cocos nucifera
Effect of Processing on the Phytochemical L.) Addition to Cassava Based Analogue Rice
Profiles and Antioxidant Activity of Corn For Characteristics. The 16Th Food Innovation Asia
Production of Masa, Tortillas, and Tortilla Chips. Conference 2014; 2014 Juni 12–13; Bangkok,
Journal of Agricultural and Food Chemistry. Vol. Thailand.
55: 4177–4183. Kurniawati, M. 2013. Stabilisasi Bekatul dan
Devi, M.K.A., M. Gondi, G. Sakthivelu, P. Giridhar, T. Penerapannya Pada Beras Analog [tesis]. Bogor
Rajasekaran, G.A. Ravishankar. 2009. Functional (ID): Institut Pertanian Bogor.
Attributes of Soybean Seeds and Products, with Liu, C., Y. Zhang, W. Liu, J. Wan, W. Wang, W. Wu,
Reference to Isoflavone Content and Antioxidant N. Zuo, Y. Zhou, Z. Yin. 2011. Preparation,
Activity. Journal of Food Chemistry. Vol. 114: Physicochemical and Texture Properties of
771–776. doi: 10.1016/j.foodchem.2008.10.011. Texturized Rice Produce by Improved Ekstrusion
Ek, K.L., L. Copeland, J.B. Miller. 2011. Glycemic Cooking Technology. Journal of Cereal Science.
Effect of Potatoes. Journal of Food Chemistry. Vol.54: 473–480.
Vol. 113: 1230–1240. Miller, J.B., E. Pang, L. Bramall. 1992. Rice : A High
Englyst, K., S. Liu, H.N. Englyst. 2007. Nutritional or Low Glycemic Index Food?. American Journal
Characterization and Measurement of Dietary of Clinical Nutrition. Vol.56: 1034–1036.
Carbohydrates. European Journal of Clinical Mishra, A., H.N. Mishra, P.S. Rao. 2012. Preparation
Nutrition. Vol. 61(1): S19–39 of Rice Analogues Using Extrusion Technology.
Foster-Powell, K.F., S.H.A. Holt, J.C.B. Miller. 2002. International Journal of Food Science and
International Table of Glycemic Index and Technology.Vol. 47: 1789–1797. doi:10.1111/
j.1365-2621.2012.03035.x.

10 PANGAN, Vol. 26 No. 1 April 2017 : 1 - 12


Noviasari, S., F. Kusnandar, A. Setiyono, S. Budijanto. Starch of Cooked Milled Rice and Physico-
2015. Beras Analog sebagai Pangan Fungsional Chemical Characteristics Affecting its Formation.
dengan Indeks Glikemik Rendah. Jurnal Gizi Journal of Food Chemistry. Vol. 105: 462–468.
dan Pangan. Vol. 10(3). doi:10.1016/j.foodchem.2007.04.002.
Noviasari, S., F. Kusnandar, S. Budijanto. 2013.
Pengembangan Beras Analog dengan Memanfaat- BIODATA PENULIS :
kan Jagung Putih. Jurnal Teknologi dan Industri
Santi Noviasari dilahirkan di Banda Aceh tanggal
Pangan. Vol. 24: 195–201. doi:10.6066/jtip.2013.
15 November 1981. Menyelesaikan pendidikan
24.2.195.
S1 Teknologi Hasil Pertanian, Fakultas Pertanian
Obiro, W.C., T. Zhang, B. Jiang, 2008. The Nutraceutical Universitas Syiah Kuala tahun 1999, dan
Role of the Phaseolus Vulgaris α-amylase pendidikan S2 Ilmu Pangan, Institut Pertanian
Inhibitor. British Journal of Nutrition. Vol. 100: Bogor tahun 2011.
1–12. doi:10.1017/S0007114508879135.
Slamet Budijanto dilahirkan di Madiun tanggal 2
Ohtsubo, K., K. Suzuki, Y. Yasui, T. Kasumi. 2005.
Mei 1961. Menyelesaikan pendidikan S1 Teknologi
Bio-functional Components in the Processed
Pangan dan Gizi, Institut Pertanian Bogor tahun
Pre-germinated Brown Rice by a Twin-screw
1985, pendidikan S2 Food Chemistry, Tohoku
Extruder. Journal of Food Composition and
University, Jepang tahun 1990 dan S3 Food
Analysis.Vol. 18: 303–316.
Chemistry, Tohoku University Jepang tahun 1993.
Qiu, Y. 2009. Antioxidant Activity of Commercial
Wild Rice and Characterization of Phenolic Feri Kusnandar dilahirkan di Bogor tanggal 2 Mei
Compounds by HPLC-DAD-ESI-MS/MS. Tesis 1968. Menyelesaikan pendidikan S1 Teknologi
at University of Manitoba. Pangan, Institut Pertanian Bogor tahun 1987,
pendidikan S2 Food Science, Universitas Putra
Rahman, S., A. Bird, A. Regina, Z. Li, J.P. Ral, A.
Malaysia, Malaysia tahun 1995 dan S3 Food
McMaugh, D. Topping, M Morell. 2007. Resistant
Science, University of Newcastle tahun 1999.
Starch in Cereals: Exploiting Geneticengineering
and Genetic Variation. Journal of Cereal Science. Agus Setiyono dilahirkan di Malang tanggal 10
Vol. 46:251–260. doi:10.1016/j.jcs.2007.05. 001 Agustus 1963. Menyelesaikan pendidikan S1
Riaz, M.N. 2000. Extruders in Food Applications. Kedokteran Hewan, Institut Pertanian Bogor tahun
Boca Raton (US): CRC Pr Inc. 1982, pendidikan S2 Patologi Veteriner, Institut
Pertanian Bogor tahun 1989 dan S3 Patologi
Sajilata, M.G., R.S. Singhal, P.R. Kulkarni. 2006.
Veteriner, Gifu University-Jepang tahun 1997.
Resistant Starch – a Review. Comprehensive
Reviews in Food Science and Food Safety. Vol.
5.
Samad, Y. 2003. Pembuatan Beras Tiruan (Artificial
Rice) dengan Bahan Baku Ubi Kayu dan Sagu.
Prosiding Seminar Teknologi Untuk Negeri.
2:36–40.
Suarni dan I.U. Firmansyah. 2005. Beras Jagung:
Prosesing dan Kandungan Nutrisi sebagai Bahan
Pangan Pokok. Suyamto, editor. Prosiding
Seminar dan Lokakarya Nasional Jagung.
Makassar : 29−30 September 2005. Pusat
Penelitian dan Pengembangan Tanaman Pangan.
Tormo, M.A., I.G. Exojo, A.R. Tejada, J.E. Campillo.
2004. Hypoglycaemic And Anorexigenic Activities
of an α-amylase Inhibitor from White Kidney
Beans (Phaseolus vulgaris) in Wistar rats.
British Journal of Nutrition. Vol. 92: 785–790.
doi:10.1079/BJN20041260.
Widara, S.S. 2012. Studi Pembuatan Beras Analog dari
Berbagai Sumber Karbohidrat Menggunakan
Teknologi Hot Extrusion. Skripsi at Institut
Pertanian Bogor.
Zhang, W., J. Bi, X. Yan, H. Wang, C. Zhu, J. Wang,
J. Wan. 2007. In Vitro Measurement of Resistant

Karakteristik Fisik, Kimia dan Sensori Beras Analog Berbasis Bahan Pangan Non Beras 11
Santi Noviasari, Feri Kusnandar, Agus Setiyono, dan Slamet Budijanto

Anda mungkin juga menyukai