Pancasila Sebagai Sistem Filsafat Dalam
Pancasila Sebagai Sistem Filsafat Dalam
BAB I PENDAHULUAN…………………………………………………………… 3
1.2 RUMUSAN MASALAH……………………………………………… 3
1.3 TUJUAN PENULISAN……………………………………………….. 3
BAB II ISI…………………………………………………………………………….... 4
2.1 PENGERTIAN FILSAFAT……………………………………………. 4
2.2 PENGERTIAN FILSAFAT PANCASILA………………………… 4
2.3 PANCASILA DALAM PANDANGAN ISLAM………………... 4
BAB III PENUTUP…………………………………………………………………… 8
3.1 KESIMPULAN…………………………………………………………… 8
3.2 KRITIK DAN SARAN…………………………………………………. 9
DAFTAR PUSTAKA………………………………………………………………… 9
PENDAHULUAN
Dua kelompok besar ini juga tampak secara jelas di negara Indonesia. Satu
kelompok yang berupaya keras untuk mempertahankan agar Pancasila tetap
menjadi pondasi NKRI, dan kelompok lainnya getol dan rutin selalu mengobarkan
semangat tentang konsep negara Islam (dan al-Qur’an) sebagai pilar negara
Indonesia.
Ada dua pengertian filsafat, yaitu: Filsafat dalam arti proses dan filsafat dalam arti
produk:
1.Filsafat sebagai ilmu atau metode dan filsafat sebagai pandangan hidup
2.Filsafat dalam arti teoritis dan filsafat dalam arti praktis.
Pancasila dapat digolongkan sebagai filsafat dalam arti produk, sebagai
pandangan hidup, dan dalam arti praktis.
Ini berarti Filsafat Pancasila mempunyai fungsi dan peranan sebagai
pedoman dan pegangan dalam sikap, tingkah laku dan perbuatan dalam
kehidupan sehari-hari, dalam bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara
bagi bangsa Indonesia
Dalam suatu negara dibutuhkan suatu tata aturan yang bisa mengakomodir
seluruh masyarakat di bawah naungan negara tersebut.
Ketuhanan Yang Maha Esa. al-Qur’an dalam beberapa ayatnya menyebutkan dan
selalu mengajarkan kepada umatnya untuk selalu mengesakan Tuhan (misalkan
QS. al-Baqarah: 163). Dalam kacamata Islam, Tuhan adalah Allah semata. Namun,
dalam pandangan agama lain Tuhan adalah yang mengatur kehidupan manusia,
yang disembah.
Kemanusiaan yang adil dan beradab. Sila kedua ini mencerminkan nilai
kemanusiaan dan bersikap adil (Qs. al-Maa’idah: 8). Islam selalu mengajarkan
kepada umatnya untuk selalu bersikap adil dalam segala hal, adil terhadap diri
sendiri, orang lain dan alam.
Namun, di sisi lain Hizbut Tahrir Indonesia (Zahro, 2006:98-99) secara tegas
menolak keabsahan UUD 1945. Asas demikrasi yang dianut oleh UUD 1945
merupakan titik awal penolakan mereka terhadap UUD 1945 dan Pancasila.
Mereka memandang UUD 1945 dan Pancasila tidak sesuai dengan nurani ajaran
al-Qur’an. Hal ini didasarkan pada beberapa alasan sebagai berikut:
4. Asas nasionalisme yang terkandung pada UUD 1945 merupakan bagian dari
ta’assub (kefanatikan) yang dilarang dalam Islam. Semua aktivitas politik umat
Islam seharusnya ditujukan untuk kejayaan Islam dan umatnya secara universal.
Nasionalisme secara tidak langsung memecah-belah kesatuan teritorial Islam yang
universal.
Dalam pandangan Hizbut Tahrir Indonesia, Islam harus dijalankan secara kaffah,
menyeluruh, total dalam berbagai bidang kehidupan. Mereka memandang bahwa
penegakkan syari’at Islam tidak dapat ditunda-tunda lagi. Ia harus mutlak dan
segera untuk diterapkan. Untuk itu, Hizbut Tahrir tidak mengenal adanya tadarruj
(penahapan) dalam proses penerapan syari’at Islam dalam suatu wilayah muslim.
Hal ini didasarkan pada Qs. al-Maidah ayat 3: “Pada hari ini telah Kusempurnakan
untuk kamu agamamu, dan telah Ku-cukupkan kepadamu nikmat-Ku, dan telah
Ku-ridhai Islam itu jadi agama bagimu”.
Namun, satu kesulitan terbesar yang akan dihadapi oleh konsep Daulah Islamiyah
adalah negara Indonesia yang majemuk, yang hidup didalamnya berbagai ras,
suku bangsa dan agama. Sehingga ketika Daulah Islamiyah benar-benar
diterapkan dan konsekuensinya adalah aturan-aturan dan perundang-undangan
yang bersumber dari al-Qur’an dan Hadits pun diaplikasikan, maka yang terjadi
adalah tabrakan dan benturan pemahaman antara Islam dengan agama-agama
lain, yang mana hal ini akan semakin memicu permasalahan yang semakin besar.
Islam dalam pandangan yang lebih egaliter menilai bahwa Pancasila mampu
untuk mengakomodir berbagai bentuk keanekaragaman di Indonesia. Dalam
semua sila Pancasila berbagai etnis bangsa dapat terayomi. Demikian halnya
dengan agama-agama yang ada di Indonesia. Dan hendaknya Pancasila dipelajari
dengan penuh penghayatan, bukan hanya sekedar menjadi hapalan wajib saja.
Hal ini selaras dengan apa yang tercermin dalam sila Pancasila. Sila ketuhanan
Yang Maha Esa menjadi core dari semua sila Pancasila lainnya. Sila kemanusiaan
yang adil dan beradab diterapkan dengan dilandasi oleh sila pertama. Sila
persatuan Indonesia harus dilaksanakan atas dasar sila pertama. Sila kerakyatan
yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/ perwakilan
juga dilandasi oleh sila pertama. Dan sila keadilan sosial bagi seluruh rakyat
Indonesia pun demikian (Tafsir, 2007).
BAB III
PENUTUP
3.1 KESIMPULAN
DAFTAR PUSTAKA
https://www.academia.edu/9512498/Pancasila_sebagai_sistem_filsafat?
auto=download
https://hasanrizal.wordpress.com/2010/02/10/pancasila-dalam-perspektif-islam/
https://www.academia.edu/34523640/PANCASILA_SEBAGAI_SISTEM_FILSAFAT