Anda di halaman 1dari 13

Resume Buku:

METODOLOGI PENELITIAN KUALITATIF


Noeng Muhadjir

Mata Kuliah
Ph. D. Research Methodology

Dosen Pembimbing
Prof. Dr. H.M. Atho Mudzhar, MSPD
Prof. Dr. Jamhari, MA
Prof. Dr. Andi Faisal Bakti, MA
Prof. Dr. Ahmad Rodoni

Oleh
BUDI MULIA
NIM. 31151200000015
DEDE SUDIRJA
NIM. 31151200000038

PROGRAM DOKTOR PENGKAJIAN ISLAM


KONSENTRASI PEMIKIRAN ISLAM
SEKOLAH PASCASARJANA
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN) SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
2016
BAGIAN PENDAHULUAN

Perbedaan antara metodologi penelitian dan metoda penelitian.Metodologi


Penelitian membahas konsep toeritik berbagai metoda, kelebihan dan kelemahanya,
yang dalam karya ilmiah dilanjutkan dengan pemilihan metoda yang digunakan;
sedangkan metoda penelitian mengemukakan secara tekhnis tentang metoda-metoda
yang digunakan dalam penelitiannya.
Filosofik, metodologi penelitian merupakan bagian dari ilmu pengetahuan
yang mempelajari bagaimana prosedur kerja mencari kebenaran.Prosedur kerja
mencari kebenaran sebagai £iIsa£at dikenaI sebagai filsafat epistemologi.Kualitas
kebenaran yang diperoleh dalam berilmu pengetahuan terkait Iangsung dengan
kualitas prosedur keljanycr.
Metodologi penelitian merupakan ilmu yang mempelajari tentang metoda-
metoda penelitian, ilmu tentang alat-alat dalam penelitian.Di lingkungan filsafat,
logika dikenal sebagai ilmu tentang alat untuk mencari kebenaran.Bila ditata dalam
sistematika, metodologi penelitian merupakan bagian dari logika.
Kita kenaI delapan model logika, yaitu: logika formil Aristoteles, logika
matematik deduktif, logika matematik induktif, logika matematik probabilistik, logika
linguistik, logika kualitatif, logika reflektif, dan logika parakonsisten. Kedelapan
model tersebut menggunakan cara membuktikan kebenaran yang berbeda-beda.
Logika formil Aristoteles berupaya menyusun struktur hubungan antara sejumlah
proposisi. Untuk membuat .generalisasi, logika Aristoteles mengaksentuasikan pada
prinsipprinsip relasi formal antarproposisi.
Metodologi penelitian kuantitatif statistik bersumber dari wawasan'filsafat
posotivisme Comte, yang menolak metaphisik dan teologik; atau setidak-tidaknya
mendudukkan metaphisik dan teologik sebagai primitif. Materalisme mekanistik-
mekanistik sebagai perintis pengembangan metodologi ini mengeniukakan bahwa:
hukum-hukum mekanik itu inheren dalam benda itu sendiri; ilmu dapat menyajikan
gambar dunia secara lebih meyakinkan didasarkan pada penelitian empirik daripada
spekulasi filosofik.
Positivisme logik lebih jauh mengembangkan metodologi aksiomatisasi teori
iImu ke dalam logika matematik; dan dikembangkan lebih jauh lagi dalam logika
induktif, yaitu ilmu itu bergerak naik dari fakta-fakta khusus phenomenal ke
generalisasi teoretik.Menurut positivisme, ilmu yang valid adalah ilmu yang dibangun
dari empiri.
Dengan pendekatan positivisme dan metodologi penelltiankuantitatif,
generalisasi dikonstruksi dari rerata keragaman individual ata rerata frekuensi dengan
memantau kesalahan-kesalahan yang mungkin. Metodologi kuantitatif menuntut
adanya rancangan penelitian yang menspeksifikkan obyeknya secara eksplisit
dielimanisakan dari obyek-obyek lain yang tidak diteliti. Tata pikir logik sesuai
dengan teknik analisis yang telah diperkembangkan, metodologi penelitian kuantitatif
membatasi sejumlah tatafikir logik tertentu, yaitu: korelasi, kausalitas, dan interaktif;
sedangkan obyek data ditata dalam tatafikir kategorisasi, interfalisasik dan konfuuasi.
Menurut positivisme, ilmu yang valid adalah ilmu yang dibangun dari empiri;
sedangkan menurut rasionalisme ilmu yang valid merupakan abstraksi; simplikasi,
atau idealisasi dari realitas, dan terbukti koheren dengan sistem Iogikanya.
Ada sejumlah nama yang digunakan para ahIi tentang metodologi penelitian
kualitatif yang akan penulis bahas di bawah ini, seperti: interpretif grounded research,
ethnometodologi, paradigma naturalistik, interaksi simbolik, semiotik, heuristik,
hermeneutik, atau holistik; yang kesemuanya itu tercakup dalam klasifikasi
metodologi penelitian postpositivisme phenomenologik interpretif.
Metodologi penelitian ini diperkembangkan oleh banyak ahli dari berbagai
pendekatan disiplin ilmu.Interpretif dikembangkan oIeh Geertz, Grounded research
lebih berkembang di lingkungan sosiologi, dengan tokoh utamanya Strauss dan
Glasser.
Ontologik, metodologi penelitian kualitatif berlandaskan phenomenologi sama
dengan yang berlandaskan rasionalisme, dan berbeda dengan yang berlandaskan
positivisme. Metodologi penelitian kualitatif berlandaskan phenomenologi menuntut
pendekatan holistik, mendudukkan obyek penelitian dalam suatu konstruksi ganda,
melihat obyeknya dalam satu konteks natural, bukan parsial: Beda dengan
positivisme yang menuntut rumusan obyek sespesifik mungkin; tetapi dekat dengan
rasionalisme yang menuntut konstruksi teoretik yang lebih mencakup.
Epistemologik, metodologi penelitian kualitatif berlandaskan phenomenologi
sangat jauh berbeda dengan yang berlandaskan positivisme; positivisme menuntut
penyusunan kerangka teori (meskipun spesifik),· sedangkan phenomenologi malahan
sepenuhnya menolak penggunaan kerangka teori sebagai langkah persiapan
penelitian. Membuat persiapan seperti itu menjadikan hasil penelitian itu menjadi
produk artifisial, jauh dari sifat naturalnya. Dalam hal melihat kejadian dan tata fikir
yang digunakan phenomenologi sejalan dengan rasionalisme, yaitu: melihat obyek
dalam konteksnya dan menggunakan tata fikir logik lebih dari sekedar linier kausal;
tetapi tujuan penelitiannya berbeda, phenomenologik membangun ilmu idiographik,
sedangkan rasionalisme membangun ilmu nomothetik.
Aksiologik, ada kesamaan an tara yang phenomenologik dengan yang
rasionalistik, yakni keduanya mengakui kebenaran etik, ,ada value bound menurut
istilah Egon G. Guba. Dalam metodologi penelitian kualitatif berlandaskan
rasionalisme telah disebut tentang tiga strata empiri, yaitu: empiri sensual, empiri
logik, dan empiri etik. Aksiologik, phenomenlologi Edmund Husserl mengenaI pula
empiri transendental. Karena itu metodologi penelitian kualitatif berlandaskan yang
phenomenologi dapat penulis kemukakan sebagai mengakui empat kebenaran
empirik, yaitu: kebenaran empirik sensual, kebenaran empirik logik, kebenaran
empirik etik, dan kebenaran empirik transendental. Kemampuan penghayatan dan
pemaknaan manusia atas indikasi empiri manusia menjadi mampu mengenal keempat
kebenaran tersebut di atas.
Reichenbach (1938).mengemukakan bahwa tugas filsafat ilmu adalah
membangun teori ilmu bertolak dari Weltanschauung atau Lebenswelt. Toulmin
(1953) mengemukakan bahwa fungsi ilmu adalah membangun sistem ide-ide tentang
semesta sebagai realitas; dan sistem tersebut menyajikan teknik-teknik yang bukan
hanya ajeg dalam memproses data, melainkan tetapi lebih dari itu harus dapat
diterima (sesuai dengan Weltanschauung-nya). Teori-teori ilmu menurut Toulmin
terdiri atas hukum-hukum, hipotesis-hipotesis, dan ide-ide tentang semesta, yang
tertata hirarkhik. Menurut Toulmin teori-teori bersifat instrumentalistik, teori
hanyalah hukum-hukum untuk membuat inferensi.
Karl Popper (1935) menunjuk bahwa cara kerja positivist yang mendasarkan
teori-teorinya pada basil observasi (yang notabene dapat palsu) perIu ditolak, karena
tidak mampu menjawab problem sentral ilmu, yaitu pengembangan ilmu. Atas alasan
itu pula, Popper menolak pandangan instrumentalis dan menampilkan pandangan
esensialis dalam teori ilmu.Menurut Popper tujuan ilmuwan adalahmenemukan teori
atau deskripsi semesta ini (terutama menemukan keteraturan-keteraturannya atau
hukum-hukumnya); teori yang baik mampu menyajikan esensi atau
realitas.Menurutnya teori merupakan terkaan-terkaan informatif tingkat tinggi tentang
semesta ini.Feyerabend (1965) mengembangkan lebih lanjut filsafat ilmu dari
Popper.Feyerabend menolak pluralisme teoretik; dan menuntut agar sesuatu teori
yang telah sangat teruji, dipertahankan sampai tertolak atau termodifikasi oleh fakta-
fakta baru. Dia mengetengahkan dua kondisi untuk berteori, yaitu: kondisi yang ajeg
dan kondisi keragaman makna.
Secara ontologik, metodologi penelitian berlandaskan realism menuntut lebih
jauh lagi dari rasionalisme; karena sifat holistiknya teori yang melandasi penelitian
haruslah berakar padanWeltanschauung. Dalam hal yang terakhir ini realisme sangat
dekat dengan phenomenologi yang menuntut theori laden, teori yang momot nilai.
Secara epistemologik, realisme sejalan dengan rasionalisme dan positivisme,
yaitu nomothetik, dan berlawanan dengan phenomenologik yang idiographik.
Perbedaan-perbedaan oleh Feyerabend dimaknai sebagai keragaman; sedangkan hal
esensialnya sama dan tampil sebagai keajegan dalam keragaman. Tegas-tegas
realisme menekankan fungsi ilmu, yaitu mengembangkan tesis, hukum, prinsip yang
dapat dipakai untuk membuat inferensi atau ramalan yang berlaku dalam ragam ruang
dan waktu.
Secara aksiologik, realisme Popper lebih tajam lagi dalam hal value bound-
nya daripada phenomenologik. Dibandingkan dengan rasionalisme, value bound-nya
rasionalisme bersifat implisit sekuensial, sedangkan pada realisme, value bound-nya
menjadi titik berangkat teori yang dibangunnya. Maksud implisiti sekuensial tersebut
adalah bahwa nilai tidak dieskplisitkan, tetapi tampil di antara pembahasan-
pembahasan teoretik.Adapun maksud keterkaitan pada nilai menjadi titik berangkat
teori artinya nilai dipakai sebagai kerangka acu memaknai fakta dan dalam
membangun argumentasi.
Pada teori kritis, Weltanschauung keadilan menjadi titik berangkat
telaah.Menggunakan pendekatan teori kritis berarti menggunakan bukti-bukti ketidak
adilan sebagai awal telaah; dilanjutkan dengan merombak struktur atau sistem
ketidak-adilan; dilanjutkan membangun konstruksi barn yang menampilkan sistem
yang adil.Berdasar bangunan tersebut dituangkan implikasi dan
implementasinya.Sistem hukutn, sistem distribusi peridapatan, peluang peranan
perempuan, dan praktik-praktik lainnya yang tidak adil digunakan oleh teori kritis
untuk titik berangkat telaah.
Tradisi berfikir linier pada positivistik, telah dikoreksi denganragam alternatif
berfikir divergen, horizontal, dan lainnya oleh tata pikir rasionalistik.Terus dikoreksi
lagi dengan berfikir mencari makna di balik data berdasar grass root oleh
phenemonologik interpretif; dikoreksi lagi oleh teori atas praktik ketidakadilan dan
membangun konstruk teori yang lebih adil.Tradisi linier, juga yang divergen, dan
juga memberi makna, kesemuanya berjalan dalam langkah-langkah mencari
kebenaran.Logika yang digunakan adalah logika membuktikan kebenaran, meskipun
dengan jalan yang berbeda dan dengan ditemukannya taraf kebenaran yang berbeda
pula.
Postmodem menempuh jalan berikir yang berbeda. Logika yang biasa
digunakan tidak akan mampu menemukan kebenaran yang semakin kompleks. Dan
lebih lanjut posmo berpendapat bahwa kebenaran itu tak terbayangkan, karena kita
sendiri yang secara aktif perIu membangun kebenaran itu sendiri.Jalan mencari
kebenaranpun perIu dicari secara kreatif memberi makna.Maka yang ada perIu
didekonstruk karena tidak mampu Iagi menemukan kebenaran.

BAGIAN KESATU

Dalam metodologi penelitian positivistik dikenal studi yang sifatnya


berkelanjutan untuk jangka waktu relatif panjang, mengikuti proses interaktif
beragam variabel, dan studi yang sifatnya mengambil sampel waktu, sampel perilaku,
sampel kejadian pada suatu saat tertentu saja. Yang pertama disebut studio
longitudinal dan yang kedua disebut studi cross sectional.
Desain Penelitian
Ada sejumlah unsur-unsur yang perlu kita perhatikan pada waktu kita
menyusun desain. Berdasar pengalaman penulis, Unsur-unsur tersebut dapat
dikategorisasikan menjadi : 1} tata konstruksi variabel penelitian, 2} populasi
sampel, 3} instrumentasi pengumpulan data atau teknik perekaman data, 4} teknik
analisis, 5) uji instrumen atau uji kualitas rekaman, 6) makna internal hasil penelitian,
7) makna eksternal hasil penelitianSejumlah langkah analisis selama pengumpulan
data penulis angkat dari Miles dan Huberman (1984).
Pertama, meringkaskan data kontak langsung dengan orang,
Kedua, pengkodean.
Ketiga, dalam analisis selama pengumpulan data adalah pembuatan catatan
obyektif.
Keempat, membuat catatan reflektif.
Kelima, membuat catatan marginal.
Keenam, penyimpanan data.
Ketujuh, analisis selama pengumpulan data merupakan pembuatan memo.
Kedelapan, analisis antarlokasi.
Kesembilan, pembuatan ringkasan sementara antar lokasi.
Dalam metodologi penelitian kita sering.diperkenalkan konsep obyektivitas,
reliabilitas, dan validitas. Dasar berfikir positivistik dalam upaya mencari kebenaran
dilandaskan pada besar kecilnya frekuensi kejadian atau variasi obyek.Dalam
positivisme, pengujian ketiganya melandaskan pada dua hal tersebut, dan ketiganya
dipakai sebagai ukuran apakah sesuatu penelitian itu berkualitas tinggi atau tidak.
Sesuatu penelitian dipandang obyektif, bila siapapun dengan prosedur kerja yang
sama menghasilkan kesimpulan penelitian yang sama. Reliabilitas dapat dibedakan
menjadi dua: keajegan internal dan stabilitas antar kelompok. Dengan belah dua
random atau dengan pengulangan pengukuran antar waktu kita menguji keajegan
internal atau consistency; sedangkan dengan memperbandingkan frekeunsi atau
variansi antar kelompok kita menguji stabilitas antar kelompok atau
stability.Consistency dan stability adalah ragam prosedur untuk menguji
reliabilitas.Validitas adalah kebenaran.Kebenaran bagi positivisme diukur berdasar
besarnya frekuensi kejadian atau berdasar berartinya (significancy) variansi
obyeknya.
Dalam penelitian kualitatif kebenaran tidak diukur berdasar frekuensi dan
variansi, melainkan dilandaskan pada diketemukan hal yang esensial, hal yang
intrinsik benar; Untuk mengejar kebenaran positivisme mengejar lewat populasi yang
luas serta sampel yang representatif, sedangkan penelitian kualitatif mengejar
kebenaran lewat diketemukan sumber terpercaya sehingga hal yang hakiki, yang
intrinsik, yang esensial dapat diketemukan.
BAGIAN KEDUA
POSPO REALISTIK
Postpositivisme rasionalistik tetap menggunakan paradigmakuantitatif dan
metodologi kuantitatif statistik : empirik analitik, tetapi membuat payung bentpa
grand concepts agar data empirik sensual tersebut dapat dimaknai dalam cakupannya
yang lebih luas.
Seperti juga metodologi penelitian berlandaskan positivisme,metodologi
penelitian berlandaskan rasionalisme juga mengejar diperolehnya generalisasi atau
hukum-hukum baru, sehingga ilmu yang diperkembangkan dengan metodologi
penelitian; berlandaskan rasionalisme juga termasuk ilmu nomothetik Bedanya, yang
positivistik bertolak dari obyek spesifik, sedangan yang rasionalistik bertolak dati
grand concepts, yang mungkin sudah melupakan grand theory, tetapi juga tidak
ditolak kemungkinannya belum menampilkan teori besar, tetapi.masih merupakan
konsep besar.
Design penelitian rasionaIistik bertolak dari kerangka teoretik yang dibangun
dari pemaknaan hasil penelitian terdahulu, teori-teori yang dikenal, buah-buah
fikiran para pakar, dan dikontruksikan menjadi sesuatu yang mengandung sejumlah
problematik yang perlu diteliti Iebih lanjut. Kerangka teoritik tersebut setidaknya
perIu momot tiga komponen.
Pertama, ada grand concept(s) yang melandasi seluruh pemikiran teoretik dari
penelitian tersebut.
Komponen kedua untuk membangun kerangka teori adalah teori
substantif.Teori konflik dalam sosiologi merupakan grand theory, teori
kepemimpinan monomorphik-polimorphi merupakan teori substantif.
Komponen ketiga dari perkerangkaan teori adalah hipotesis atau tesis yang
hendak diuji kebenaranny secara empirik.Membangun kerangka teori dengan tiga
komponen tersebut berlangsung reflektif, dapat dimulai dari komponen manapun
tetapi akhirnya harus menampilkan hipotesis yang layak (feasible) dan mungkin diuji
dengan empirik.
Bila diperbandingkan antara metodologi penelitian kualitatifpositivistik
dengan yang rasionalistik, pokok-pokoknya adalah sebagai berikut. Pertama, yang
positivistik menspesifikkan obyek penelitiannya dengan mengeliminasikan dari
variabel atau faktor lain; yang rasionalistik mendudukkan obyek spesifik dalam
totalitas holistik.
Kedua, yang positivistik menggunakan tata fikir tertentu saja, yaitu:
korespondensi, relasi, kausalitas, interdepedensi; sedangkan yang rasionalistik dapat
menggunakan alternatif penalaran dengan menggunakan ragam tata fikir yang penulis
sajikan dalam buku ini.
Ketiga, yang positivistik membatasi hasil penelitian sampai pembuatan
kesimpulan; sedangkan pada yang rasionalistik dilanjutkan dengan pemaknaan.
POSPO PHENOMENA
Postpositivisme phenomenologik-interpretif menggunakanparadigma
kualitatif, membuat telaah holistik, mencari esensi, dan mengimplisitkan nilai moral
dalam observasi, analisis dan pembuatan kesimpulan.
Asumsi dasar dari pendekatan phenomenologik (dan jugarealisme metaphisik)
adalah bahwa manusia dalam berilmu pengetahuan tidak dapat lepas dari pandangan
moralnya, baik pada taraf mengamati, menghimpun data, menganalisis, atapun dalam
membuat kesimpulan. Tidak dapat lepas bukan berarti keterpaksaan, melainkan
momot etik
Grounded Theory
Para ahli ilmu sosial, khususnya para ahli sosiologi, berupayamenemukan
teori berdasar data empiri, bukan membangun teori secara deduktif ]ogis. ltulah yang
disebut dengan grounded theory, dan model penelitiannya disebut grounded research.
Penemuan teori dari data empirik yang diperoleh secara sistematis dari penelitian
sosial, itulah tema utama dari metodologi penelitian kualitatif model grounded
research.
Pedoman-pedoman untuk melahirkan suatu teori antara lainadalah:
digunakannya logika yang konsisten, kejelasan masalah efisiensi, integrasi, ruang
lingkup, dan beberapa lainnya. Meski bagaimanapun, menurut model grounded peran
bagaimana proses ditemukannya teori merupakan hal yang terpenting. Proses yang
diharapkan dalam model ini adalah penemuan teori berdasar data empirik, bukan
sebagai hasil berfikir deduktif.

POSPO TEOR KRITIK


Postpositivisme teori kritis dengan Weltanschauung berangkat dari gugatan
atas ketidakadilan dan dapat dikembangkan denganWeltanschauung tertentu.Pada
teori kritis memberangkatkan dari phenomena atau realitas adanua ketidakadilan.Dari
phenomena atau realitas tersebut dikonstruk suatu konsep keadilan. Penelitiannya
akan merupakan implementasi dan implikasi penciptaan keadilan tersebut. Yang
ketiga ini, bila dilacak filsafatnya, sebagian termasuk phenomenologi, dan(sebagian
lain termasuk realisme.
Patti Lather mengetengahkan bahwa pendekatan teori kritistermasuk
pendekatan era postpositif, yang mencari makna di balik yang empiri, dan menolak
valuefree.Pendekatan teori kritis mempunyai komitmen yang tinggi kepada tata sosial
yang lebih adil. Dua asumsi dasar yang menjadi landasan, yaitu : pertama, ilmu sosial
bukan sekedar memahami ketidakadilan dalam distribusi kekuasaan dan distribusi
resources, melainkan berupaya
untuk membantu menciptakan kesamaan dan emansipasi dalam kehidupan;
kedua, pendekatan teori kritis memiliki keterikatan moral untuk mengkritik
status quo dan membangun masyarakat yang lebih adil.
Era postpositivist dimulai dengan pendekatan rasionalistikmenggunakan
paradigma kuantitatif (contoh disertasi penulis), dan pendekatan interpretif (termasuk
di dalamnya : interpretif (Geertz),naturalistik (Guba), ethnomethodology
(Garfinkel),grounded theory (Glasser), hermeneutik (Dilthey, Gadamer), pendekatan
phenomenologik (Heidigger), interaksi simbolik (Blumer), dan feminisme liberal, dan
konstruksionist.
Postpositivist interpretif mengimplisitkan nilai di balik data, baik pada tingkat
observasi, analisis, maupun kesimpulan "Makna" pada postpositiv rasionalistik
diperoleh lewat pemaknaan rasional yang spesifik pada payung teori yang leb
umum."Makna" pada postpositiv interpretif diperoleh lewat pemaknaan esensial
phenomenologik pada grass root."Makna pada postpositiv teori kritis Freirian dan
Feminisme, misalnya diperoleh lewat visi memprotes ketidakadilan.Teoretik,
"makna" postpositiv teori kritis, penulis angkat menjadi mencari "makna" lewat
Weltanschmmng, lewat ideologi atau lewat pandangan hidup Filosofik.esensial
pendekatan interpretif berrpangkal pada,filsafatt phenomenologik; sedangkan esesial
pendekatan teori kritis menurut pencermatan penulis sebagian berpangkal pada
phenomenologi, dan sebagian berpangkal pada filsafat realism.

POSPO META ETIK


Pragmatisme meta-etik mencari makna etik bagi keharusanmembuat
keputusan tindakan untuk kedokteran, bisnis, hukum dan lainnya.Para ahli filsafat
moral umumnya, berangkat dari teori-teorinormatif. Pada tahun 1970-an filsafat etika
mulai membahas tentang etika profesional untuk menjawab berbagai masalah
profesionaI pragmatik seperti : dokter, hakim, dan lainnya yang memerIukan
affirmative action. Akhir-akhir ini berkembang applied philosophy, seperti : applied
ethics, political ethics, legal ethics, journalistic ethics, environmental ethics, business
ethics, dan biomedical ethics.
Applied ethics merupakan aplikasi teori moral untuk membuat keputusan
moral ten tang tindakan praktis tertentu yang menyangkut kebijakan profesional dan
membuat keputusan teknologik. Kriterianya dapat digaIi dari teori-teori moral :
utilitarian, moral imperatif, hak asasi, keadilan, dan/ atau keutamaan. Dalam applied
ethics keputusan atau judgement yang dibuat akan diikuti dengan affirmative action,
sehingga perlu digunakan filter azas manfaat dan azas pragmatik lainnya.

Metodologi Penelitian Kualitatif

Pendekatan Realisme Metaphisik

Realisme Metaphisik secara reflektif berupaya menemukan grand-teory untuk


selanjutnya diuji secara empirik dengan menggunakan pengujian fassifikasi.
Penelitian yang dimaksud memberangkatkan penelitiannya dari teori besar dapat
memilih alternatif pendekatan rasionalistik atau pendekatan realisme ini.

A. Realisme Metaphisik: Keteraturan Semesta


Realisme menurut Popper adalah sekaligus empirisme kritis serta rasionalisme
kritis. Rasionalisme mengkonstruksi empiri berdasar konstruksi teori yang
dibangun secara deduktif atas kemampuan rasio manusia. Popper menguji
kebenaran teorinya lewat uji faslsafi (mencari bukti-bukti pada bagian mana
dari teori besarnya itu yang salah)
Popper juga menyebut realismenya itu realisme metaphisik. Makna
metaphisik bagi popper adalah bahwa kebenaran itu disajikan dalam
pernyataan yang untestable.
Konsep idealisasi keteraturan semesta di daratan dunia objektf dan rasional
dari Popper termasuk konsep idealisasi teoritik, yang bila dikaitkan dengan
konsep-konsep Weltanschaung-nya Kuhn, Feyerabnd, Shapere, dan lain-lain
dapat pula menjangkau dataran konsep idealisasi moralistik.
Sedangkan konsep idealisasi keteraturan semesta yang menjangkau dataran
transedental yang peneulis ketengahkan dapat disebut sebagai konsep
idealisasi transedental.

B. Kebenaran atau Truths


Benaran mutlak, meneurut Propper berada pada dunia objektif dan menurut
penulis adalah milik allah. Dalam konteks berfikir Popper tugas kita berilmu
pengetahuan sdslsh berupa mendekati kebenaran mutlak (yang berada pada
dunia objektif) diberangkatkan dari teori besar yang diasumsikan pada dunia
objektif.
Muncul teori baru menyangga teori lama karena upaya menemukan makna
empiri hakiki atas law of nature ataupun sunatullah belum tuntas. Masih
parsial atau kurang momot hal-hal spesifik atau paragdimanya kurang tepat.
Hasil penelitian dengan pendekatan realisme metaphisik akan berupa jaman
teori besar. Hasil penelitian dengan pendekatan positivisme adalah tesis
keberartian (signifikansi) relevansi variabel-variabel; hasil tersebut
mengundang masalah bagaimana bangunan tat hubungan dari sekian ratus
atau sekian ribu variabel kecil-kecil. Untuk engatasi kelemahan hasil
penelitian positivistik dibangun payung bagi sejumlah variabel yang diteliti.
Keterhubungan banyak katak berbunyi dengan banyaknya jas hjan terjual
secara empirik akan terbukti benarnya. Tetapi secara hakiki bukanlah dua hal
yang berhubungan. Payung yang ditawarkan oleh pendekatan rasionalisme
akan berupa teori subtantif, tetapi bukan mustahil pula berupa teori besar. Apa
perbedaan teori besar pada rasionalisme dengan teori besar pada realisme
metaphisik?
Teori besar pada rasionalisme berfungsi untuk menguji kebermaknaan
relevansi antar sejumlah variabel dan masih cukup banyak variabel rele van
yang tidak diuji. Sedangkan teori besar pada realisme metaphisik langsung
diuji untuk ditajamkan rumusannya.
C. Esensialis, Holistik dan Momot Nilai
Dalah hal momot nilai, realisme metaphisik yang rasional kritis sekaligus
empirik kritis menjadi sangat dekat dengan pendekatan phenomenologi, dan
sangat jauh dari positivisme. Dengan menggunakan pendekatan
rasionalistikada kemungkinan memasukkan nilai, tetapi sifatnya implisit-
sekuensial. Artinya tidak dimungkinkan menampilkan variabel moral untuk
didesain dan diukur; tetapi mungkin ditampilkan menjadi kriteria-kriteria
indikator pemunculan variabel.
D. Menemukan Teori
Menurut Popper tujuan ilmuwan yang berilmu pengetahuan adalah
menemukan teori dan men gembangkan. Teori yang mampu menyajikan
esensi dan realitas. Teori Popper berbeda dengan teori grounded. Teori model
grounded adalah teori substantif yang berdasar data lokal dan spesifik; yang
seterusnya dapat dikembangkan menjedi teori formal. Pada ujung lain dalam
berfikir ada yang namanya grand-theory, yang dibangun secara deduktif
reflektif.
Dalam upaya mencari kebenaran model grounded dan model Popper
keduanya sama, yaitu: mencari esensi holistik. Model grounded berangkat
dari grass root empiri, sdangkan model Popper berangkat dari terkaan-terkaan
deduktif. Model grounded mengembangkan teori substantif menjadi teori
formal.
Popper menolat instumentalis, dan hanya mengakui teori dan tesiesensial,
sehingga Popper termasuk yang disebut esensialis.
Bagian kelima

METODOLOGI PENELITIAN STUDI TEKS:


DARI STRUKTURALISME SAMPAI POSTSTRUKTURALISME
A. Studi Geisteswissenschaften
Pada satu sisi studi teks adalah studi tentang persepsi tentang upaya
penstrukturan diri dan lingkungan manusia, serta tentang pemberian
makna lingkungan dan dirinya, atau ilmu-ilmu geisteswissenchafien. Pada
sisi lain studiteks adalah studi bahasa. Dalam maknanya yang luas, study
teks akan mencakup study teks dalam makna telaah pustaka.
Dengan demikian metodologi penelitian teks atau penelitian pustaka
sesuatu disiplin ilmu yang termasuk Geisteswissenschaften, dan juga
penelitian karya sastra sebagai karya seni tulis.
B. Studi teks: Studi Pustaka
Studi teks dalam makna studi pustaka dapat dibedakan: pertama, studi
pustaka yang memerlukan olehan uji kebermaknaan empiri di lapanga;
dan dua, studi pustaka yang lebih memerlukan olahan filosofik dan
teoritik dari pada uji empirik. Studi pustaka yang pertama mempunyai
kegunaan untuk membangun konsep teoritik yang pada waktunya
memerlukan uji kebrmaknan empirik di lapangan. Studi pustaka dalam
makna pertama akan bersinggungan dengan dua kawasan dimana terdapat
stdi pustaka Geisteswissenschafien dan studi pustaka Naturwissenscafien
yang ditelaah di empat bagian terdahulu. Sedangkan studi pustaka dalam
makna kedua, yaitu studi disiplin ilmu-ilmu kemanusiaan memang hampir
seluruh substansinya memerlukan olahan filosofik atau teoritik dan terkait
pada nilai, tetapi tetap diperlukan keterkaitannya dengan empiri, yaitu
teruji evidensi empiriknya.
C. Studi Hukum
Rumpun besar hukum ada dua: rumpun hukum kontinental, seperti kode
Napoleon; dan rumpun hukum Anglo-saxon. Rumpun pertama disebut
juga civil law: dimana hukum disusun secara deduktif, diberangkatkan
dari idealisasi persepsi manusia serta upaya penstrukturan masyarakat
berdasar keadilan. Rumpun kedua disebut juga common law. Dari hal-hal
kasuistik dirumuskan keputusan-keputusan kasuistik. Berulangkali muncul
keputusan kasuistik atau keputusan sesuai dengan konteksnya. Beragam
keputusan tersebut secara induktif tertata menjadi hukum-hukum ada,
menjadi common law.

Anda mungkin juga menyukai