Anda di halaman 1dari 91

MODUL

ENTOMOLOGI
MEDIS

Oleh:

Inayah Hayati, S.Si., M.Pd


NIDN: 0206088301

AKADEMI ANALIS KESEHATAN


(AAK) HARAPAN BANGSA
BENGKULU T.A 2020
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan segala nikmat kepada kami
sehingga penyusunan modul kuliah ini dapat diselesaikan sebagai mana mestinya. Modul kuliah
ini dimaksudkan sebagai bahan ajar yang akan mendukung kelancaran proses pembelajaran pada
Mata Kuliah Entomologi medis pada Jurusan Analis Kesehatan Akademi Analis Kesehatan
Harapan Bangsa Bengkulu.

Modul Entomologi Medis ini membahas mengenai Artropoda yang menyebabkan


penyakit pada manusia dan menguraikan dengan jelas nama species Artropoda yang
menyebabkan penyakit pada manusia yang meliputi morfologi, siklus hidup, cara infeksi,
patogenesis dan cara pencegahan penyakit.
Diharapkan dengan adanya Modul ini dapat memudahkan para mahasiswa untuk
memahami dengan baik tentang Entomologi khususnya tentang Artropoda yang bersifat
patogen pada manusia. Penulis berterima kasih atas semua masukan dan saran untuk perbaikan
dan penyempurnaan modul ini.

Semoga modul ini dapat bermanfaat. Terima Kasih

Penyusun
TINJAUAN MATA KULIAH

Deskripsi Singkat

Mata kuliah Entomologi Medis termasuk dalam mata kuliah Keahlian bekerja dengan
bobot 2 sks (1T/1P). Dalam mata kuliah ini membahas Pengelompokan arthropoda sebagai
agen / penyebab penyakit, sebagai inang dan atau vektor dan suatu penyakit parasitik dan cara
pengendaliannya. Berkembangnya dan timbulnya penyakit – penyakit yang ditularkan
Artropoda terutama serangga banyak menimbulkan penyakit yang berdampak pada kematian
misalnya ; penyakit malaria, Cikungunya, demam Berdarah sehingga menuntut adanya perhatian
yang lebih khusus untuk mengenali, mencegah dan mengendalikan penyakit-penyakit tersebut.

Tujuan Pembelajaran dalam mata kuliah ini memberi bekal pemahaman kepada
mahasiswa untuk mengenal berbagai jenis parasit yang termasuk kedalam kelompok Artropoda,
dan mengidentifikasi masalah yang ada di dalam masyarakat yang ada dalam hubungannya
dengan penyakit parasitik serta cara pengendaliannya, sehingga setelah menyelesaikan mata
kuliah ini mampu: 1. menjelaskan tentang pengertian dasar Entomologi, 2. Memahami konsep-
konsep dalam entomologi Medis 3. Memahami morfologi, gejala klinis, daur hidup, diagnosis,
cara pencegahan dan pengobatan penyakit yang disebabkan Filum Artropoda yang bersifat
pathogen pada manusia. 4. Mampu mengaplikasikan, mengakomodasi,dan membantu
menangani masalah yang ada di lingkungannya yang berhubungan dengan masalah jasad parasit.

ii
DAFTAR ISI

Tinjauan Mata Kuliah ....................................................................... i


Kata Pengantar .................................................................................. ii
Daftar Isi ............................................................................................. iii
I. Pengantar Entomologi ............................................................. 1
II. Artropoda ................................................................................. 5
III. Nyamuk berperan sebagai vector ............................................. 11
IV. Lalat Berperan sebagai vector .................................................. 22
V. Kutu Sebagai vector penyakit .................................................. 41
VI. Penyakit Skabies ...................................................................... 45
VII. Gangguan yang disebabkan serangga ..................................... 52
VIII. Insektisida & Resistensi ........................................................... 61
IX. Pengendalian Vektor ................................................................ 68
X. Penyakit Miasis ....................................................................... 80

Daftar Pustaka

iii
I. PENGANTAR ENTOMOLOGI

RUANG LINGKUP ENTOMOLOGI


Tujuan utama mempelajari serangga ialah memahami hubungan yang terjalin
antara serangga dan manusia. Pemahaman ini mengandung kepentingan yang besar,
karena kehidupan sehari-hari manusia tidak dapat dilepaskan dari dunia serangga.
Entomologi terdiri dari dua pengertian, yaitu pengertian secara''etimologis'' (asal usul
kata) dan pengertian secara''simantik'' (umum). Pengertian entomologi secara
etimologis berasal dari dua kata yaitu ''entomont'' yang artinya serangga
dan''logos'' artinya ilmu pengetahuan, sedangkan pengertian secara simantik adalah
ilmu yang mempelajari tentang serangga. Seiring dengan perkembangan ilmu dan
pengetahuan yang semakin maju, entomologi (ilmu yang mempelajari seluk-beluk
serangga) turut berkembang pula. Saat ini entomologi terbagi menurut beberapa
subbidang seperti entomologi lingkungan, entomoologi ekonomi, entomologi
kedokteran, dan entomologi forensik.
Entomologi kedokteran adalah ilmu yang mempelajari serangga dan hewan
sejenis tungau, caplak, dan laba-laba dalam hubungannya dengan kesehatan manusia.
Entomologi kedokteran selain mencakup kesehatan manusia juga kesehatan hewan.
Saat ini perkembangan ilmu dan teknologi dibidang kedokteran telah melaju dengan
sangat pesat seiring dengan meningkatnya populasi manusia dan berkembangnya
penyakit-penyakit yag ditularkan oleh serangga. Perkembangan dalam bidang
entomologi modern telah membuka banyak rahasia tentang peran serta serangga dan
anggota-anggota artropoda lainnya dalam hubungannya dengan manusia dan hewan.
Serangga merupakan hewan yang paling suksesmenempati berbagai habitat kehidupan
dan menjadi hewan yang terbesar dalam jumlah dan jenis spesies, serta mempunyai
peran yang sangat penting dalam ekosistem dunia. Serangga berinteraksi baik secara
langsung maupun tidak langsung dengan manusia dan hewan dalam suatu rantai
makanan.
Hubungan antara manusia dan hewan dengan serangga kedokteran sering
sangat rumit dipahami. Oleh karena itu, pengetahuan tentang biologi dan ekologi
serangga maupun patologi, histologi, dan toksikologi, bahkan ekosistem lingkungan
secara umum menjadi sangat penting. Di era yang sangat modern ini, kelestarian
lingkungan menjadi suatu isu yang sangat penting. Perombakan atau penebangan di

Modul Entomologi Medis Page 1


hutan, perluasan areal pertanian, perluasan pemukiman, pengembangan industri, dan
program-program pembangunan lainnya sering menimbulkan kontradiksi yang sulit
untuk diselesaikan. Umumnya masing-masing memiliki kepentingannya sendiri. Di
satu pihak perluasan pertanian, penebangan hutan, pembukaan pertambangan,
pemukiman baru, transmigrasi, dan program-program pembangunan lainnya
membuka peluang untuk peningkatan industry pertanian, pertambangan, dan
kesempatan kerja, tetapi dipihak lain dapat merusak lingkungan dan mengakibatkan
timbulnya penyakit-penyakit baru. Harwood dan James (1979) mengemukakan bahwa
tujuan entomologi kedokteran manusia dan hewan adalah untuk mengendalikan,
mencegah, dan bila mungkin mengeradikasi (membasmi) artropoda yang
berhubungan dengan penyakit manusia dan hewan. Pepatah tua yang menyebutkan
“pencegahan lebih baik dari pada pengendalian atau pengobatan” sangat berarti untuk
banyak tipe penyakit pada manusia dan hewan seperti malaria, demam berdarah, dan
tifus.
Pencegahan penyakit merupakan aksi yang paling tepat, sedangkan
pengendalian adalah suatu kegiatan yang biasanya memerlukan metode khusus, baik
itu berupa pengendalian secara kimia dengan menggunakan pestisida atau bentuk-
bentuk pengendalian lainnya seperti kultural, hayati, mekanik, fisik, dan genetik.
Salah satu aspek penting dalam program pencegahan iaiah sanitasi lingkungan yang
sebetulnya merupakan bagian dari cara pengendalian kultural.

A. Entomologi Dasar dibagi menjadi:

1. Morfologi serangga adalah ilmu yang mempelajari bentuk dan struktur tubuh
serangga, biasanya lebih ditekankan kepada bentuk dan struktur luar tubuh
serangga.
2. Anatomi dan Fisiologi Serangga adalah ilmu yang mempelajari bentuk dan
struktur organ dalam serangga beserta fungsinya.
3. Perilaku (behavior) Serangga adalah ilmu yang mempelajari apyang dilakukan
serangga, bagaimana dan kenapaseranggamelakukannya.
4. Ekologi Serangga adalah ilmu yang mempelajari hubungan serangga dengan
lingkungannya baik lingkungan biotic (organisme lain) maupun lingkungan
abiotik, (factor fisik dan kimia).
5. Patologi Serangga adalah ilmu yang mempelajari serangga sakit baik tingkat
individu (patobiologi) maupun pada tingkat populasi (epizootiologi).
6. Taksonomi Serangga adalah ilmu yang mempelajari tatanama dan
penggolongan serangga.

B. Entomologi terapan kini telah terspesialisasi kedalam sub-sub disiplin


yang lebih khusus , meliputi :
1. Entomologi Forensik memfokuskan kajian pada penyelidikan kematian
manusia dengan menggunakan serangga sebagai petunjuk. Jenis, fase
kehidupan dan suksesi serangga yang berasosiasi dengan mayat. misalnya
berbagai jenis lalat seperti a.Cochliomyia macellaria, b.Hydrotaea
aenescens,dan c.Sarcophaga haemorrhoidalis dan d.kumbang bangkai seperti
Nicrophorus orbicollis dan Necrophila americana dapat digunakan untuk
memprediksi saat dan lokasi kematian manusia yang bersangkutan.
2. Entomologi kedokteran (Medical Entomology) memfokuskan kajian pada
golongan serangga pengganggu manusia a. serangga pengganggu yang
langsung (penyengat /menggigit mangsa) seperti: tawon, lebah, kutu dan
serangga berbisa lainnya. b.serangga pengganggu yang tidak lansung (vektor
penyakit) seperti: lalat, nyamuk, kecoak, pinjal atau kutu.
3. Entomologi Peternakan (Veterinary Entomology)
memfokuskan kajian kepada serangga yang mengganggu pada peternakan baik
yang bersifat langsung seperti caplak, kutu yang bersifat ektoparasit pada
hewan ternak maupun yang berperan sebagai vektor penyakit. Hewan dapat
berfungsi sebagai inang alternatif bagi berbagai pathogen penyebab penyakit
pada manusia dan tidak jarang serangga berperan sebagai vektornya. Misalnya
penyakit malaria dapat ditularkan dari kera ke manusia dan sebaliknya, dengan
vektor perantara adalah nyamuk Anopheles. Penyakit flu burung dapat
ditularkan dari unggas ke manusia.
4. Entomologi Kehutanan (Forest Entomology) disini pengkajian lebih
difokuskan pada serangga-serangga yang berada pada ekosistem hutan baik
serangga yang bermanfaat seperti lebah madu berperan sebagai produsen dan
polinator di ekosistim hutan, dan sebagian rayap (Capritermes) dapat berperan
sebagai serangga saprofit yang membantu menguraikan materi organik berupa
serasah dan pohon tumbang di ekosistem hutan. Sedangkan kelompok rayap
lain (Coptotermes) berperan sebagi hama merusak hutan jati.
5. Entomologi Pertanian (Agricultural Entomology) fokus kajian pada serangga-
serangga yang berasosiasi dengan ekosistem pertanian seperti tanaman
hortikultura, tanaman pangan dan perkebunan baik yang menguntungkan
seperti serangga pollinator, peredator dan parasitoid maupun serangga
herbivor yang berperan sebagai hama yang dapat merusak semua bagian
tanaman mulai dari akar, batang, daun, bahkan sampai ke buah dan biji yang
sudah tersimpan di gudang.
Menurut pengertian arti entomologi tersebut di atas sangat luas sekali, oleh karena itu
untuk memudahkan cara mempelajarinya dapat di bedakan menjadi 3 golongan yaitu:

1. Entomologi Kesehatan (Medical Entomology)

2. Entomologi Kehewanan ( Veterinary Entomology)

3. Entomologi Pertanian (Agricultural Entomologi)


Dari ketiga golongan tersebut yang penting bagi kita untuk dipelajari yaitu
Entomologi kesehatan, karena mempunyai hubungan langsung dengan kesehatan
manusia.
II. ARTOPODA

CIRI KHAS FYLUM ARTROPODA

Arthropoda merupakan hewan-hewan yang memiliki ciri khusus berupa kaki beruas-
ruas. Kaki arthropoda memiliki persendian yang memungkinkan mereka dapat
bergerak dan menggenggam makanan dengan baik. Selain itu, mereka juga memiliki
eksoskeleton (rangka luar) keras yang terbuat dari zat kitin, eksoskeleton ini
melindunginya dari gangguan lingkungan dan hewan lain. Kupu-kupu, semut, lebah,
dan udang adalah arthropoda yang umum di sekitar kita.

Filum arthropoda memiliki anggota paling berlimpah di muka bumi. Jumlah jenis
arthropoda lebih banyak dibandingkan jumlah total seluruh jenis dari filum hewan
yang lain. Mereka hidup di darat, air tawar, juga lautan di semua wilayah di bumi.
Kesukesan jumlah mereka disebabkan adanya persendian dan eksoskeleton yang
sangat berguna dalam kehidupan, selain karena daya reproduksinya yang juga tinggi.

Struktur tubuh

Arthropoda memiliki otak sederhana pada kepalanya yang berlanjut dengan ganglion
saraf pada bagian ventral tubuhnya, namun pusat saraf arthropoda terletak pada
ganglion sarafnya. Apabila kepala arthropoda di ambil (dipotong), mereka masih
dapat hidup seperti biasa hanya saja mereka tidak bisa makan dan minum. Seperti
kecoa yang dipotong kepalanya, mereka masih dapat hidup namun akhirnya akan mati
setelah sekitar 10 hari karena kehausan.

Artropoda berasal dari kata '' Artron'' yang artinya beruas-ruas/berbuku-buku dan
''phoda'' artinya kaki. jadi Artropoda adalah jenis serangga yang mempunyai kaki
beruas-ruas atau berbuku-buku. ada pun ciri khas dari fylum artropoda adalah sebagai
berikut:

 Mempunyai tubuh bersegmen-segmen/beruas-ruas.


 Tubuhnya mempunyai tonjolan (appendages)
 Mempunyai rangka luar (eksosokelet)
 Alat pencernaan di lengkapi dengan mulut dan anus.
 Sistim pembuluh darah terbuka (open circulatory system)
 Sistem respirasi berupa tabung udara (trakea)
 Di lengkapi lubang-lubang hawa (spiracle)

TAXONOMI SERANGGA

 Phylum
 Kelas
 Ordo
 Famili
 Genus
 Spesies

Kategori taxon yang terkecil dalam skema ini adalah spesies atau jenis: yaitu
sekumpulan individu atau populasi alam yang mempunyai sifat-sifat sbb:

1. Mampu kawin di antara mereka (inter breeding) dan dapat menghasilkan


keturunan yang fertil.

2. Dapat berkembang biak tanpa campur tangan manusia.


3. Secara fundamental mempunyai bentuk dan struktur tubuh (morfologi) sama
klasifikasi dunia hewan dari golongan berderajad paling rendah hingga
berderajad paling tinggi adalah sbb:

 Phylum Protozoa (binatang bersel satu)


 Phylum Porifera (binatang berpori-pori)
 Phylum Coelenterata (binatangberongga)
 Phylum Plathyhelminthes (binatang pipih)
 Phylum Nematelmintes (cacing gilik)
 Phylum Annelida (cacing beruas)
 Phylum Molusca (binatang lunak)
 Phylum Echinodermata (binatang berkulit duri)
 Phylum Artrhopoda (binatang berbuku-buku)
 Phylum Chordata ((binatang bertulang belakang)
MORFOLOGI SERANGGA

Morfologi serangga adalah ilmu yang mempelajari tantang bentuk luar dan susunan
serangga, secara umum tubuh serangga terbagi atas:
1. Kepala (head)
Bagian kepala merupakan organ yang sangat penting untuk pengenalan serangga
atau untuk identifikasi dalam menentukan spesies serangga, adapun organ-organ yang
terdapat di bagian kepala yaitu: mata, antena, dan mulut.
2. Dada (thorax)
Dada (thorax) serangga di bagi dalam tiga bagian, yaitu: prothorax, mesothorax,
dan meta thorax. organ-organ yang terdapat pada bagian thorax sebagai alat bantu
untuk mengidentifikasi serangga adalah kaki dan sayap.
3. Perut (abdomen)
Perut (abdomen) serangga terdiri dari ruas atau segmen-segmen, alat yang
menghubungkan antara segmen dengan segmen yang lainnya di sebut intersegmental
yang berfungsi sebagai alat pelentur tubuh dalam bergerak dan segmen atau ruas-ruas
tersebut merupakan organ yang sangat penting dalam mengidentifikasi serangga.

Hubungan Serangga dengan Manusia


Serangga telah ada di muka bumi jauh sebelum adanya manusia dan hingga
saat ini serangga seringkali berkompetisi dengan manusia, misalnya dalam hal
untuk mendapatkan makanan. Dengan demikian banyak serangga dikatakan
sebagai hama. Walaupun demikian banyak juga serangga yang menguntungkan
atau berguna bagi manusia, misalnya sebagai polinator, penghasil madu, sutera
dan lain-lain.

Peranan serangga bagi kehidupan manusia dapat dibagi menjadi dua kelompok
yaitu:
Tidak semua jenis serangga merugikan manusia, ada beberapa jenis serangga
mempunyai artipenting bagi kehidupan manusia misalnya. Lebah penghasil madu.
Selain menghasilkan Madu, juga berperan membantu proses penyerbukan pada
tanaman. Peranan Serangga dalam kesehatan. Yaitu serangga (artropoda) itu sendiri
yang menyebabkan sakit pada organ manusia atau hewan. mis. Entomofobia,
dermatosis kehilangan darah, racun serangga, alergi, miasis dan kerusakan alat indra.
Peranan serangga dlm kesehatan, Selain serangga dapat menimbulkan penyakit pada
manusia secara langsung, namun serangga juga berperan sebagai vektor
penyakit.misal : Nyamuk Aedes sebagai vektotr penyakit Demam Berdarah Dengue.
Nyamuk Culex sebagai vektor penyakit Filariasis.
Keuntungan serangga Banyak serangga yang bermanfaat bagi kehidupan
manusia, diantaranya yaitu sebagai organisme pembusuk dan pengurai termasuk
limbah, sebagai objek estetika dan wisata, bermanfaan pada proses penyerbukan
maupun sebagai musuh alami hama tanaman, pakan hewan (burung) yang bernilai
ekonomi tinggi, penghasil madu (dari genus Apis) dll. Disamping peran secara
langsung serangga juga memiliki peran yang tidak langsung yaitu menjaga
keseimbangan ekologi di alam, karena serangga adalah salah satu dari rantai
makanan, dimana beberapa jenis burung menjadikan serangga sebagai makanannya,
namun jika jumlah yang tidak terkendali karena keseimbangan alam yang terganggu
karena akibat berkurangnya pemangsa serangga, maka jumlah serangga akan tidak
terkendali, karena salah satu sifatnya perkembang biakannya yang cepat, sehingga hal
ini juga akan merugikan, baik bagi pertanian, perkebunan, kepada manusia secara
langsung.

a. Serangga yang dapat menghasilkan sesuatu yang akan memberi nilai tambah di
dalam kehidupan manusia. Sebagai contoh: Apis spp. (penghasil madu), Bombyx
mori (penghasil sutera), Laccifer lucca (penghasil politur).
b. Serangga yang dapat meningkatkan produksi hasil panen (polinator) contoh lebah
(Apis mellifera), kupu-kupu (Papilio menon) c.Serangga sebagai musuh alami seperti
predator, contoh
Mantis regilosa(walang sembah), Op hi u s sp. (predator hama buah), parasitoid
(beberapa familiHymenoptera) .

Serangga hama tanaman, contoh Nilaparvata lugens (hama tanaman padi),


Bactrocera spp (hama/lalat buah), T ribolium sp. (hama gudang) b.Serangga sebagai
pembawa penyakit atau vektor, misalnya Anopheles spp. vektor penyakit malaria
Aedes aegypti vektor penyakit demam berdarah Culex quinquifasciatus vertor
penyakit kaki gajah /filariasis Musca domestica vektor penyakit diare dan disentri.
Beberapa jenis serangga juga berguna bagi kehidupan manusia seperti lebah madu,
ulat sutera, kutu lak, serangga penyerbuk, musuh alami hama atau serangga perusak
tanaman, pemakan detritus dan sampah, dan bahkan sebagai makanan bagi mahluk
lain, termasuk manusia.

PERANAN SERANGGA DALAM KESEHATAN

Serangga menpunyai peranan yang sangat penting dalam ilmu kesehatan, karena:
 Menularkan Penyakit
Serangga dapat menularkan penyakit dengan dua cara. yaitu:
1. Penularan secara mekanik
Penularan ini serangga hanya bertindak sebagai alat pemindah
penyakit/mikroorganisme yang pasif. dan adanya serangga ini tidak mempuntai arti
penting dalam kelanjutan hidupnya mikroorganisme/parasit yang di tularkan. jadi
mennularan ini melalui anggota badannya, seperti kaki, mulut, antena ,dan bulu-bulu
pada badan serangga.
Contoh: Penyakit yang di sebabkan oleh golongan amoeba dan vektor penularnya
adalah lalat rumah (musca domestica).
2. Penularan secara biologis.
Penularan ini serangga bertindak sebagai tuan rumah/hospes, dan adanya serangga
sangat di perlukan untuk kelanjutan hidupnya mikroorganisme/parasit yang di
tularkan, dalam penularan ini dapat di bedakan menjadi:
 Cara propagatif
Penularan ini di dahului oleh berkembang biaknya mikroorganisme di dalam serangga
atau dapat di katakan di dalam serangga mikroorganisme berkembang biak sebelum di
tularkan dan tidak mengalami perubahan bentuk.
Contoh: # Penyakit pes dan serangga sebagai vektornya adalah golongan pinjal tikus
(Xenopsylla sp)
# Penyakit demam berdarah atau DHF (dengue Haemoragic Fever) dan
vektor penularnya adalah golongan nyamuk Aedes (Ae. aegypti, Ae, albopictus)
 Cara cyclo propagatif
Penularan ini didahului oleh berkembangbiaknya mikroorganisme dan perubahan
bentuk di dalam serangga. dalam arti kata lain yaitu ikroorganisme i dalam serangga
selain berkembang biak juga mengalami perubahan bentuk.
Contoh: # Penyakiit malaria dan vektor penularnya adalah golongan nyamuk
Anopheles.
# Penyakit kala azar dan vektor penularnya yaitu golongan lalat pengisap
darah.
 Cara cyclo depelopmental
Penularan ini di dahului oleh pertumbuhan mikroorganisme di dalam tubuh serangga.
jadi mikroorganisme di dalam tubuh serangga hanya mengalami pertumbuhan saja/
bertambah besar (berganti stadium).
Contoh: # Penyakit Filariasis vektor penularnya adalah golongan nyamuk
mansoni
dan culex.
 Cara keturunan
Penularan ini melalui keturunannya jadi serangga yang pertama kali
mengandung mikroorganisme/parasit tidak dapat menularkan yang dapat menularkan
adalah keturunannya.
Contoh: Penyakit scub typus dengan vektor penularnya adalah tungau/mintes.
III. Nyamuk sebagai Vektor penyakit

1. Pengertian Nyamuk
Nyamuk adalah serangga tergolong dalam order Diptera; genera termasuk
Anopheles, Culex, Psorophora, Ochlerotatus, Aedes, Sabethes, Wyeomyia, Culiseta,
dan Haemagoggus untuk jumlah keseluruhan sekitar 35 genera yang merangkum
2700 spesies. Nyamuk mempunyai dua sayap bersisik, tubuh yang langsing, dan enam
kaki panjang; antarspesies berbeda-beda tetapi jarang sekali melebihi 15 mm. Berat
nyamuk hanya 2 hingga 2,5 mg. Nyamuk mampu terbang antara 1,5 hingga 2,5
km/jam.
Dalam bahasa Inggris, nyamuk dikenal sebagai "Mosquito", berasal dari
sebuah kata dalam bahasa Spanyol atau bahasa Portugis yang berarti lalat kecil.
Penggunaan kata Mosquito bermula sejak tahun 1583. Di Britania Raya nyamuk
dikenal sebagai gnats. Pada nyamuk betina, bagian mulutnya membentuk probosis
panjang untuk menembus kulit mamalia (atau dalam sebagian kasus burung atau juga
reptilia dan amfibi untuk menghisap darah). Nyamuk betina memerlukan protein
untuk pembentukan telur dan oleh karena diet nyamuk terdiri dari madu dan jus buah,
yang tidak mengandung protein, kebanyakan nyamuk betina perlu menghisap darah
untuk mendapatkan protein yang diperlukan. Nyamuk jantan berbeda dengan nyamuk
betina, dengan bagian mulut yang tidak sesuai untuk menghisap darah. Agak rumit
nyamuk betina dari satu genus, Toxorhynchites, tidak pernah menghisap darah. Larva
nyamuk besar ini merupakan pemangsa jentik-jentik nyamuk yang lain.
Sebagian nyamuk mampu menyebarkan penyakit protozoa seperti malaria,
penyakit filaria seperti kaki gajah, dan penyakit bawaan virus seperti demam kuning,
demam berdarah dengue, encephalitis, dan virus Nil Barat. Virus Nil Barat disebarkan
secara tidak sengaja ke Amerika Serikat pada tahun 1999 dan pada tahun 2003 telah
merebak ke seluruh negara bagian di Amerika Serikat.
Kebiasaan terbang dari nyamuk tergantung lagi pada spesiesnya. Kebanyakan
spesies nyamuk domestik terbang tetap cukup dekat dengan titik asal mereka
sementara beberapa spesies dikenal karena kebiasaan migrasi mereka . Rentang
terbang untuk betina biasanya lebih lama daripada jantan. Sering kali angin
merupakan faktor dalam penyebaran atau migrasi nyamuk. Kebanyakan nyamuk
tinggal dalam jarak 1 atau 2 mil dari sumber mereka. Namun, beberapa diantaranya
telah tercatat terbang sejauh 75 mil dari sumber perkembangbiakan..
Nyamuk selalu dapat menemukan sasarannya dengan tepat karena mereka
melihat dengan gerakan, panas tubuh, dan bau tubuh. Sewaktu nyamuk hinggap di
tubuh dia menempelkan mulutnya yang mirip sedotan disebut juga probosis. Lalu
terdapat pisau yang merobek kulit kamu maju mundur, hingga menemukan urat darah,
setelah itu baru darah yang ada di hisap.
Dalam prosesnya nyamuk juga mengeluarkan air liur yang mengandung
antikoagulan untuk mencegah darah yang dia hisap membeku. Proses ini berlangsung
cepat dan seolah-olah proses yang terjadi adalah nyamuk menusuk tubuh padahal
tidak begitu, nyamuk membedah kita seperti layaknya dokter bedah yang cepat dan
akurat. Setalah nyamuk kenyang dia akan mencabut probiosis dan terbang. Air liur
yang tertinggal di kulit kita akan merangsang tubuh layaknya ada benda asing yang
mengganggu, terjadilah proses yang dikenal dengan alergi, dan yang terjadi adalah
(2)
bentol-bentol dan gatal.

2.Biologi Nyamuk
Menurut Soeroto Atmosoedjono, analisis bakteriologi lulusan Eijkman
Institute, yang telah bergelut meneliti nyamuk lebih dari 60 tahun. Nyamuk mengisap
darah orang atau binatang untuk kelangsungan hidupnya. Selain untuk makan, bagi
yang betina juga untuk dapat memproduksi telur. Oleh karena itu nyamuk betina
mencari makan dengan cara menggigit, sementara nyamuk pejantan bisa mendapatkan
zat-zat makanan dari alam, semisal dari sari-sari bunga.
Menurut peneliti yang pernah mendapat beberapa penghargaan dari dalam dan
luar negeri ini, 2-3 hari setelah menggigit, nyamuk akan bertelur. Lalu beberapa hari
kemudian telur-telur itu akan menetas di air menjadi jentik-jentik halus. Dari jentik
lalu berkembang menjadi kepompong, sampai akhirnya menjadi nyamuk melalui
proses metamorfosis.

3.Membedakan Jenis Kelamin Nyamuk


Nyamuk betina hanya menggigit dan menghisap darah. Nyamuk betina
membutuhkan protein darah guna perkembangan benih nyamuk. Nyamuk jantan tidak
menghisap darah. Dia tidak mempunyai alat penghisap yang runcing untuk menembus
kulit dan menghisap darah seperti halnya nyamuk betina. Bentuk mulut nyamuk
jantan panjang dan berbulu.

Sedangkan makanan nyamuk jantan adalah sari bunga, buah, atau cairan lain
yang mengandung gula dan nutrisi. Jika sedang menikmati semangkuk kolak dan
menemukan seekor nyamuk yang mati terapung di dalam mangkuk kolak anda,
dipastikan bahwa nyamuk tersebut adalah jantan.

Dari fakta ini dapat diketahui bahwa selama ini yang berperan dalam
(4)
menularkan penyakit, seperti malaria dan DBD, adalah nyamuk betina.

Perbedaan Nyamuk Jantan Dan Nyamuk Betina

 Nyamuk Betina
- Pulpinya Kecil dan Lurus
- Antenanya Berbulu Jarang
 Nyamuk Jantan
- Pulpinya Besar dan membengkok
- Antenanya Berbulu rapat dan banyak

A. Nyamuk Anopheles

Nyamuk Anopheles sp adalah nyamuk vektor penyakit malaria. Di dunia kurang


lebih terdapat 460 spesies yang sudah dikenali, 100 diantaranya mepunyai
kemampuan menularkan malaria dan 30-40 merupakan host dari parasite Plasmodium
yang merupakan penyebab malaria di daerah endemis penyakit malaria. Di Indonesia
sendiri, terdapat 25 spesies nyamuk Anopheles yang mampu menularkan penyakit
Malaria.
Anopheles gambiae adalah paling terkenal akibat peranannya sebagai penyebar
parasit malaria dalam kawasan endemik di Afrika, sedangkan Anopheles sundaicus
adalah penyebar malaria di Asia.
Urutan penggolongan klasifikasi nyamuk Anopheles seperti binatang lainnya
adalah sebagai berikut :
Kingdom : Animalia
Phylum : Arthropoda
Class : Hexapoda / Insecta
Sub Class : Pterigota
Ordo : Diptera
Familia : Culicidae
Sub Famili : Anophellinae
Genus : Anopheles

Spesies Anopheles
Ada beberapa spesies Anopheles yang penting sebagai vektor malaria
di Indonesia antara lain :
a. Anopheles sundauicus
Spesies ini terdapat di Sumatra, Kalimantan, Jawa, Sulawesi, dan Bali.
Jentiknya ditemukan pada air payau yang biasanya terdapat tumbuh–tumbuhan
enteromopha, chetomorpha dengan kadar garam adalah 1,2 sampai 1,8 %. Di Sumatra
jentik ditemukan pada air tawar seperti di Mandailing dengan ketinggian 210 meter
dari permukaan air laut dan Danau Toba pada ketinggian 1000 meter.
b. Anopheles aconitus
Di Indonesia nyamuk ini terdapat hampir di seluruh kepulauan, kecuali
Maluku dan Irian. Biasanya terdapat dijumpai di dataran rendah tetapi lebih banyak di
daerah kaki gunung pada ketinggian 400–1000 meter dengan persawahan bertingkat.
Nyamuk ini merupakan vector pada daerah–daerah tertentu di Indonesia, terutama di
Tapanuli, Jawa Barat, Jawa Tengah, dan Bali.
c. Anopheles barbirostris
Spesies ini terdapat di seluruh Indonesia, baik di dataran tinggi maupun di
dataran rendah. Jentik biasanya terdapat dalam air yang jernih, alirannya tidak begitu
cepat, ada tumbuh–tumbuhan air dan pada tempat yang agak teduh seperti pada
tempat yang agak teduh seperti pada sawah dan parit.
d. Anopheles kochi
Spesies ini terdapat diseluruh Indonesia, kecuali Irian. Jentik biasanya
ditemukan pada tempat perindukan terbuka seperti genangan air, bekas tapak kaki
kerbau, kubangan, dan sawah yang siap ditanami.
e. Anopheles maculatus
Penyebaran spesies ini di Indonesia sangat luas, kecuali di Maluku dan Irian.
Spesies ini terdapat didaerah pengunungan sampai ketinggian 1600 meter diatas
permukaan air laut. Jentik ditemukan pada air yang jernih dan banyak kena sinar
matahari.
f. Anopheles subpictus
Spesies ini terdapat di seluruh wilayah Indonesia. Nyamuk ini dapat dibedakan
menjadi dua spesies yaitu :
1) Anopheles subpictus subpictus
Jentik ditemukan di dataran rendah, kadang–kadang ditemukan dalam air payau
dengan kadar garam tinggi.
2) Anopheles subpictus malayensis
Spesies ini ditemukan pada dataran rendah sampai dataran tinggi. Jentik ditemukan
pada air tawar, pada kolam yang penuh dengan rumput pada selokan dan parit.
g. Anopheles balabacensis
Spesies ini terdapat di Purwakarta, Jawa Barat, Balikpapan, Kalimantan
Timur, Kalimantan Selatan. Jentik ditemukan pada genangan air bekas tapak
binatang, pada kubangan bekas roda dan pada parit yang aliran airnya terhenti.

Morfologi Nyamuk Anopheles


Morfologi nyamuk ANOPHELINI berbeda jika dibandingkan dengan
morfologi nyamuk CUCILINI.telur ANOPHELINI yang diletakan satu per satu di ats
permukaan air berbentuk sperti perahu yang bagian bawahnya konveks dan bagian
atas nya konkafdan mempunyai sepasang pelampung yang terketak pada sebelah
lateral. Larva ANOPHELINI yang di tempat perindukannya mengapung sejajar
dengan permukan air, mempunyai bagian-bagian badan yang bentuknya khas, yaitu
spirakel pada bagian posterior abdomen, tergal plate pada bagian tengah sebelah
dorsal abdomen dan bulu palma pada bagian lateral abdomen. Stadium pupa
mempunyai tabung pernapasan (respiratory trumpet) yang bentuknya lebar dan
2
pendek dan digunakan untuk pengambilan O dari udara.
Pada stadium dewasa palpus nyamuk jantan dan nyamuk betina mempunyai
panjang hampir sama dengan panjang probosisnya. Perbedaan nya adalah pada
nyamuk jantan ruas palpus pada bagian apikal berbentuk gada (club form), sedangkan
pada nyamuk betina ruas tersebut mengecil. Sayap pada bagian pinggir (kosta dan
vena I) ditumbuhi sisik-sisik sayap yang berkelompok membentuk gambaran belang-
belang hitam dan putih. Bagian ujung sisik sayap membentuk lengkung (tumpul).
Bagian posterior abdomen tidak seruncing nyamuk Aedes dan juga tidak setumpul
nyamuk Mansonia, tetapi sedikit melancip.
Siklus Hidup Nyamuk Anopheles
Nyamuk ANOPHELINI mengalami metamorfosis sempurna. Telur yang
diletakkan oleh nyamuk betin, menetas menjadi larva yang kemudian melakukan
pengelupasan kulit sebanyak 4 kali, lalu tumbuh menjadi pupa dan akhirnya menjadi
nyamuk dewasa jantan atau betina.
Waktu yang diperlukan untuk pertumbuhan sejak telur diletakkan sampai
menjadi dewasa bervariasi antara 2-5 minggu, tergantung kepada spesies, makanan
yang tersedia dan suhu udara. Tempat perindukan nyamuk ANOPHELINI bermacam-
macam tergantung kepada spesies dan dapat dibagi menurut 3 kawasan (zone) yaitu
kawasan pantai, kawasan pedalaman serta kawasan kaki gunung dan gunung.
 Siklus Hidup Nyamuk Anopheles
Bionomik ( Perilaku Nyamuk )
 Perilaku saat menghisap darah
Hanya nyamuk betina yang sering menghisap darah nyamuk Anopheles sering
menghisap darah diluar rumah dan suka menggigit diwaktu senja sampai dini hari
(Eksofagik) serta mempunyai jarak terbang sejauh 1,6 Km sampai dengan 2 Km.
Waktu antara nyamuk menghisap darah yang mengandung Gametosit sampai
mengandung sporozoit dalam kelenjar liurnya, disebut masa tunasekstrinsik.
Sporozoit adalah bentuk infektif.
Untuk terjadi penularan penyakit malaria harus ada empat faktor yaitu:
1. Parasit (agent / penyebab penyakit malaria)
2. Nyamuk Anopheles (vektor malaria)
3. Manusia (host intermediate)
4. Lingkungan (environment)
 Perilaku pada waktu hinggap dan beristirahat
Nyamuk Anopheles lebih suka hinggap di batang-batang rumput, di alam atau
luar rumah (Eksofilik) yaitu tempat-tempat lembab, terlindung dari sinar matahari,
gelap.
 Perilaku pada saat berkembang biak (Breeding Place)
Nyamuk Anopheles dapat berkembang biak ditempat-tempat yang airnya
tergenang seperti sawah, irigasi yang bagian tepinya banyak ditumbuhi rumput dan
tidak begitu deras airnya.

B. Nyamuk Aedes aegypti


Klasifikasi ilmiah Kingdom
: Animalia Filum :

Arthropoda Kelas :

Insecta
Ordo : Diptera

Famili : Culicidae

Genus : Aedes

Spesies : Ae. aegypti

Aedes aegypti merupakan jenis nyamuk yang dapat membawa virus dengue
penyebab penyakit demam berdarah. Selain dengue, A. aegypti juga merupakan
pembawa virus demam kuning (yellow fever) dan chikungunya. Penyebaran jenis ini
sangat luas, meliputi hampir semua daerah tropis di seluruh dunia. Sebagai pembawa
virus dengue, A. aegypti merupakan pembawa utama (primary vector) dan bersama
Aedes albopictus menciptakan siklus persebaran dengue di desa dan kota. Mengingat
keganasan penyakit demam berdarah, masyarakat harus mampu mengenali dan
mengetahui cara-cara mengendalikan jenis ini untuk membantu mengurangi
persebaran penyakit demam berdarah.

Terjadinya penularan virus Dengue tidak dapat dilepaskan dari keberadaan


vektornya, karena tanpa adanya vektor tidak akan terjadi penularan. Ada beberapa
vektor yang dapat menularkan virus Dengue tetapi yang dianggap vektor penting
dalam penularan virus ini adalah nyamuk Aedes aegypti walaupun di beberapa negara
lain Aedes albopictus cukup penting pula peranannya seperti hasil penelitian yang
pernah dilakukan di pulau Mahu Republik Seychelles (Metsellar, 1997).

Untuk daerah urban Aedes albopictus ini kurang penting peranannya


(Luft,1996). Selain kedua spesies ini masih ada beberapa spesies dari nyamuk Aedes
yang bisa bertindak sebagai vektor untuk virus Dengue seperti Aedes rotumae, Aedes
cooki dan lain-lain. Sub famili nyamuk Aedes ini adalah Culicinae, Famili Culicidae,
sub Ordo Nematocera dan termasuk Ordo diptera (WHO, 2004).

Bila nyamuk Aedes menghisap darah manusia yang sedang mengalami


viremia, maka nyamuk tersebut terinfeksi oleh virus Dengue dan sekali menjadi
nyamuk yang infektif maka akan infektif selamanya (Putman JL dan Scott TW.,
1996). Selain itu nyamuk betina yang terinfeksi dapat menularkan virus ini pada
generasi selanjutnya lewat ovariumnya tapi hal ini jarang terjadi dan tidak banyak
berperan dalam penularan pada manusia. Virus yang masuk dalam tubuh nyamuk
membutuhkan waktu 8-10 hari untuk menjadi nyamuk infektif bagi manusia dan masa
tersebut dikenal sebagai masa inkubasi .

Morfologi Aedes
Nyamuk Aedes aegypti dewasa memiliki ukuran sedang dengan tubuh
berwarna hitam kecoklatan. Tubuh dan tungkainya ditutupi sisik dengan gari-garis
putih keperakan. Di bagian punggung (dorsal) tubuhnya tampak dua garis
melengkung vertikal di bagian kiri dan kanan yang menjadi ciri dari spesies ini. Sisik-
sisik pada tubuh nyamuk pada umumnya mudah rontok atau terlepas sehingga
menyulitkan identifikasi pada nyamuk-nyamuk tua. Ukuran dan warna nyamuk jenis
ini kerap berbeda antar populasi, tergantung dari kondisi lingkungan dan nutrisi yang
diperoleh nyamuk selama perkembangan. Nyamuk jantan dan betina tidak memiliki
perbedaan dalam hal ukuran nyamuk jantan yang umumnya lebih kecil dari betina dan
terdapatnya rambut-rambut tebal pada antena nyamuk jantan. Kedua ciri ini dapat
diamati dengan mata telanjang.

Untuk genus Aedes ciri khasnya bentuk abdomen nyamuk betina yang lancip
ujungnya dan memiliki cerci yang lebih panjang dari cerci nyamuk lainnya. Nyamuk
dewasa mempunyai ciri pada tubuhnya yang berwarna hitam mempunyai bercak-
bercak putih keperakan atau putih kekuningan, dibagian dorsal dari thorak terdapat
bercak yang khas berupa 2 garis sejajar di bagian tengah dan 2 garis lengkung di
tepinya. Aedes albopictus tidak mempunyai garis melengkung pada thoraknya. Larva
Aedes mempunyai bentuk siphon yang tidak langsing dan hanya memiliki satu pasang
hair tuft serta pecten yang tumbuh tidak sempurna dan posisi larva Aedes pada air
biasanya membentuk sudut pada permukaan atas.

Nyamuk betina meletakkan telurnya di atas permukaan air dalam keadaan


menempel pada dinding tempat perindukannya. Telur Aedes aegypti mempunyai
dinding yang bergaris-garis dan membentuk bangunan menyerupai gambaran kain
kasa. Seekor nyamuk betina dapat meletakkan rata-rata sebanyak 100 butir telur tiap
kali bertelur. Pertumbuhan dari telur sampai menjadi dewasa memerlukan waktu kira-
kira 9 hari (Srisasi G et al., 2000).

Perilaku dan siklus hidup Aedes aegypti


Aedes aegypti bersifat diurnal atau aktif pada pagi hingga siang hari.
Penularan penyakit dilakukan oleh nyamuk betina karena hanya nyamuk betina yang
mengisap darah. Hal itu dilakukannya untuk memperoleh asupan protein yang
diperlukannya untuk memproduksi telur. Nyamuk jantan tidak membutuhkan darah,
dan memperoleh energi dari nektar bunga ataupun tumbuhan. Jenis ini menyenangi
area yang gelap dan benda-benda berwarna hitam atau merah. Demam berdarah kerap
menyerang anak-anak karena anak-anak cenderung duduk di dalam kelas selama pagi
hingga siang hari dan kaki mereka yang tersembunyi di bawah meja menjadi sasaran
empuk nyamuk jenis ini.

Nyamuk dewasa betina mengisap darah manusia pada siang hari yang
dilakukan baik di dalam rumah ataupun luar rumah. Pengisapan darah dilakukan dari
pagi sampai petang dengan dua puncak yaitu setelah matahari terbit (08.00-10.00) dan
sebelum matahari terbenam (15.00-17.00) (Srisasi G et al., 2000).

Infeksi virus dalam tubuh nyamuk dapat mengakibatkan perubahan perilaku


yang mengarah pada peningkatan kompetensi vektor, yaitu kemampuan nyamuk
menyebarkan virus. Infeksi virus dapat mengakibatkan nyamuk kurang handal dalam
mengisap darah, berulang kali menusukkan proboscis nya, namun tidak berhasil
mengisap darah sehingga nyamuk berpindah dari satu orang ke orang lain. Akibatnya,
risiko penularan virus menjadi semakin besar.

Di Indonesia, nyamuk A. aegypti umumnya memiliki habitat di lingkungan


perumahan, di mana terdapat banyak genangan air bersih dalam bak mandi ataupun
tempayan. Oleh karena itu, jenis ini bersifat urban, bertolak belakang dengan
A. albopictus yang cenderung berada di daerah hutan berpohon rimbun (sylvan areas).

Semua tempat penyimpanan air bersih yang tenang dapat menjadi tempat
berkembang biak nyamuk Aedes misalnya gentong air murni, kaleng kosong berisi air
hujan, bak kamar mandi atau pada lipatan dan lekukan daun yang berisi air hujan, vas
bunga berisi air dan lain-lain. Nyamuk Aedes aegypti lebih banyak ditemukan
berkembang biak pada kontainer yang ada dalam rumah.

Perkembangan hidup nyamuk Aedes aegypti dari telur hingga dewasa


memerlukan waktu sekitar 10-12 hari dan umur nyamuk Aedes aegypti betina
berkisar antara 2 minggu sampai 3 bulan atau rata-rata 1,5 bulan, tergantung dari suhu
kelembaban udara sekelilingnya (Biswas et al., 1997).

Nyamuk A. aegypti, seperti halnya culicines lain, meletakkan telur pada


permukaan air bersih secara individual. Telur berbentuk elips berwarna hitam dan
terpisah satu dengan yang lain. Telur menetas dalam 1 sampai 2 hari menjadi larva.
Terdapat empat tahapan dalam perkembangan larva yang disebut instar.
Perkembangan dari instar 1 ke instar 4 memerlukan waktu sekitar 5 hari. Setelah
mencapai instar ke-4, larva berubah menjadi pupa di mana larva memasuki masa
dorman. Pupa bertahan selama 2 hari sebelum akhirnya nyamuk dewasa keluar dari
pupa. Perkembangan dari telur hingga nyamuk dewasa membutuhkan waktu 7 hingga
8 hari, namun dapat lebih lama jika kondisi lingkungan tidak mendukung.

Telur Aedes aegypti tahan kekeringan dan dapat bertahan hingga 1 bulan
dalam keadaan kering. Jika terendam air, telur kering dapat menetas menjadi larva.
Sebaliknya, larva sangat membutuhkan air yang cukup untuk perkembangannya.
Kondisi larva saat berkembang dapat memengaruhi kondisi nyamuk dewasa yang
dihasilkan. Sebagai contoh, populasi larva yang melebihi ketersediaan makanan akan
menghasilkan nyamuk dewasa yang cenderung lebih rakus dalam mengisap darah.
Sebaliknya, lingkungan yang kaya akan nutrisi menghasilkan nyamuk-nyamuk.
Nyamuk Aedes aegypti lebih senang mencari mangsa di dalam rumah dan
sekitarnya pada tempat yang terlindung atau tertutup. Hal ini agak berbeda dengan
Aedes albopictus yang sering dijumpai diluar rumah dan menyukai genangan air
alami yang terdapat di luar rumah misalnya potongan bambu pagar, tempurung
kelapa, lubang pohon yang berisi air (Allan, 1998). Tempat peristirahatan nyamuk
Aedes aegypti berupa semak-semak atau tanaman rendah termasuk rerumputan yang
terdapat di halaman/kebun/pekarangan rumah, juga berupa benda-benda yang
tergantung di dalam rumah seperti pakaian, sarung, kopiah dan lain sebagainya
(Srisasi G et al., 2000).

Aedes aegypti merupakan spesies nyamuk yang banyak ditemukan di daerah


tropis dan subtropis yang terletak antara 35º lintang utara dan 35º lintang selatan.
Selain itu Aedes aegypti jarang ditemukan pada ketinggian lebih dari 1.000 m. Tetapi
di India pernah ditemukan pada ketinggian 2.121 m dan di California 2.400 m.
Nyamuk ini mampu hidup pada temperatur 8ºC-37ºC. Aedes aegypti bersifat
Anthropophilic dan sering tinggal di dalam rumah (WHO, 1997).

Kemampuan terbang nyamuk betina bisa mencapai 2 km tetapi kemampuan


normalnya kira-kira 40 meter. Nyamuk Aedes mempunyai kebiasaan menggigit
berulang (multiple bitters) yaitu menggigit beberapa orang secara bergantian dalam
waktu singkat. Hal ini disebabkan karena nyamuk Aedes aegypti sangat sensitif dan
mudah terganggu. Keadaan ini sangat membantu Aedes aegypti dalam memindahkan
virus Dengue ke beberapa orang sekaligus sehingga dilaporkan adanya beberapa
penderita DBD di dalam satu rumah (Depkes, 2004).

Memonitor kepadatan populasi Aedes aegypti merupakan hal yang penting


dalam mengevaluasi adanya ancaman penyakit Demam Berdarah Dengue di suatu
daerah dan pengukuran kepadatan populasi nyamuk yang belum dewasa dilakukan
dengan cara pemeriksaan tempat-tempat perindukan di dalam dan luar rumah. Ada 3
angka indeks yang perlu diketahui yaitu indeks rumah, indeks kontainer dan indeks
Breteau (Srisari G et al., 2000).
Patologi dan gejala klinis
Nyamuk aedes agypty dapat menyebabkan penyakit DBD dengan gejala, Masa tunas
atau inkubasi selama 3 - 15 hari sejak seseorang terserang virus dengue, Selanjutnya
penderita akan menampakkan berbagai tanda dan gejala demam berdarah sebagai
berikut :
1. Demam tinggi yang mendadak 2-7 hari (38 - 40 derajat Celsius).
2. Pada pemeriksaan uji torniquet, tampak adanya jentik (puspura) perdarahan.
3. Adanya bentuk perdarahan dikelopak mata bagian dalam (konjungtiva), Mimisan
(Epitaksis), Buang air besar dengan kotoran (Peaces) berupa lendir bercampur
darah
(Melena), dan lain-lainnya.
4. Terjadi pembesaran hati (Hepatomegali).
5. Tekanan darah menurun sehingga menyebabkan syok.
6. Pada pemeriksaan laboratorium (darah) hari ke 3 - 7 terjadi penurunan trombosit
dibawah 100.000 /mm3 (Trombositopeni), terjadi peningkatan nilai Hematokrit
diatas
20% dari nilai normal (Hemokonsentrasi).
7. Timbulnya beberapa gejala klinik yang menyertai seperti mual, muntah,
penurunan nafsu
makan (anoreksia), sakit perut, diare, menggigil, kejang dan sakit kepala.
8. Mengalami perdarahan pada hidung (mimisan) dan gusi.
9. Demam yang dirasakan penderita menyebabkan keluhan pegal/sakit pada
persendian.
10. Munculnya bintik-bintik merah pada kulit akibat pecahnya pembuluh darah.

Pencegahan DBD
Tidak ada vaksin yang tersedia secara komersial untuk penyakit demam
berdarah. Pencegahan utama demam berdarah terletak pada menghapuskan atau
mengurangi vektor nyamuk demam berdarah. Insiatif untuk menghapus kolam-kolam
air yang tidak berguna (misalnya di pot bunga) telah terbukti berguna untuk
mengontrol penyakit yang disebabkan nyamuk, menguras bak mandi setiap seminggu
sekali, dan membuang hal - hal yang dapat mengakibatkan sarang nyamuk demam
berdarah Aedes Aegypti.
Hal-hal yang harus dilakukan untuk menjaga kesehatan agar terhindar dari
penyakit demam berdarah, sebagai berikut:

1. Melakukan kebiasaan baik, seperti makan makanan bergizi, rutin olahraga,


dan istirahat yang cukup.

2. Memasuki masa pancaroba, perhatikan kebersihan lingkungan tempat tinggal


dan melakukan 3M, yaitu menguras bak mandi, menutup wadah yang dapat
menampung air, dan mengubur barang-barang bekas yang dapat menjadi
sarang perkembangan jentik-jentik nyamuk, meski pun dalam hal mengubur
barang-barang bekas tidak baik, karena dapat menyebabkan polusi tanah.
Akan lebih baik bila barang-barang bekas tersebut didaur-ulang.

3. Fogging atau pengasapan hanya akan mematikan nyamuk dewasa, sedangkan


bubuk abate akan mematikan jentik pada air. Keduanya harus dilakukan untuk
memutuskan rantai perkembangbiakan nyamuk;

4. Segera berikan obat penurun panas untuk demam apabila penderita mengalami
demam atau panas tinggi
C. Nyamuk Culex

Culex Quinquefasciatus adalah nyamuk yang dapat menularkan penyakit kaki


gajah (filariasis ). Hal ini terjadi saat nyamuk Culex menghisap darah pengidap
filariasis sehingga larva cacing filariasis masuk dan berkembang biak ditubuhnya lalu
nyamuk Culex menularkan larva tersebut kepada manusia dengan cara menggigitnya.
Kasus penyakit kaki gajah banyak ditemukan dibeberapa daerah di Indonesia seperi
Malang Selatan dan Kediri.
Nyamuk Culex memiliki kebiasaan yang berbeda dengan Aedes Aegepty, bila
Aedes aegepty suka hidup pada air bersih maka Culex menyukai air yang kotor seperi
genangan air, limbah pembuangan mandi, got ( selokan ) dan sungai yang penuh
sampah. Culex, nyamuk yang memiliki ciri fisik coklat keabu-abuan ini mampu
berkembang biak disegala musim. Hanya saja jumlahnya menurun saat musim hijan
karena jentik-jentiknya terbawa arus. Culex melakukan kegiatannya dimalam hari.

Morfologi Nyamuk Culex Sp


Culex sp adalah genus dari nyamuk yang berperan sebagai vector penyakit
yang penting seperti West Nile Virus, Filariasis, Japanese enchepalitis, St Louis
encephalitis. Nyamuk dewasa dapat berukuran 4 – 10 mm (0,16 – 0,4 inci), dalam
morfologinya nyamuk memiliki tiga bagian tubuh umum yaitu kepala, dada, dan
perut. Nyamuk Culex yang banyak di temukan di Indonesia yaitu jenis
Culexquinquefasciatus.
Ciri Secara Umum :
• Telur : lonjong seperti peluru
• Larva : sifon panjang dan bulunya lebih dari satu pasang
• Fase dewasa : abdomen bagian ujung tumpul, warna cokelat muda tanpa tanda
khas
• Sayap : sisik sempit panjang dengan ujung runcing
• Peran medis : sebagai vektor filariasis dan penyakit Japanese B. encephalitis
• Perilaku : mengisap darah pada malam hari
• Habitat : air jernih dan air keruh

Klasifikasi
Klasifikasi Culex adalah sebagai berikut :
Kingdom : Animalia,
Phylum : Arthropoda
Class : Insecta
Ordo : Diptera
Family : Culicidae
Genus : Culex
Spesies : Culex sp
Siklus Hidup
1. Telur
Seekor nyamuk betina mampu meletakan 100-400 butir telur. Setiap spesies
nyamuk mempunyai kebiasaan yang berbeda-beda. Nyamuk Culex sp meletakan
telurnya diatas permukaan air secara bergelombolan dan bersatu membentuk rakit
sehingga mampu untuk mengapung. Nyamuk Culex sp betina lebih menyukai tempat
penampungan air yang tertutup longgar untuk meletakkan telurnya dibandingkan
dengan tempat penampunga air yang terbuka, karena tempat penampungan air yang
tertutup longgar tutupnya jarang dipasang dengan baik sehingga mengakibatkan ruang
didalamnya lebih gelap (Sumarmo,1988). Telur akan menetas dalam waktu 1-3
o o
hari pada suhu 30 C, sementara pada suhu 16 C telur akan menetas dalam waktu 7
hari. Telur dapat bertahan tanpa media air dengan syarat tempat tersebut lembab
o o
Telur dapat bertahan sampai berulan – bulan pada suhu -2 C sampai 42 C
2. Larva
Setelah kontak dengan air, telur akan menetas dalam waktu 2-3 hari.
Pertumbuhan dan perkembangan larva dipengaruhi oleh faktor temperature, tempat
perindukan dan ada tidaknya hewan predator. Pada kondisi optimum waktu yang
dibutuhkan mulai dari penetasan sampai dewasa kurang lebih 5 hari. Stadium larva
berlangsung selama 6-8 hari. Stadium larva terbagi menjadi 4 tingkatan
perkembangan atau instar. Instar I terjadi setelah 1-2 hari telur menetas, Instar II
terjadi setelah 2-3 hari telur menetas, instar III terjadi setelah 3-4 hari telur menetas
dan instar IV terjadi setelah 4-6 hari telur menetas.
3. Pupa
Pupa merupakan stadium terakhir dari nyamuk yang berada di dalam air, pada
stadium ini tidak memerlukan makanan dan terjadi pembentukan sayap hingga dapat
terbang, stadium kepompong memakan waktu lebih kurang satu sampai dua hari.
Pada fase ini nyamuk membutuhkan 2-5 hari untuk menjadi nyamuk, dan selama fase
ini pupa tidak akan makan apapun dan akan keluar dari larva menjadi nyamuk yang
dapat terbang dan keluar dari air. Lama waktu stadium pupa dapat diperpanjang
dengan menurunkan suhu pada tempat perkembangbiakan, tetapi pada suhu yang
o
sangat rendah dibawah 10 C pupa tidak mengalami perkembangan.(Upik
Kesumawati Hadi dan Susi Soviana ,2000).
4. Dewasa
Setelah muncul dari pupa nyamuk jantan dan betina akan kawin dan nyamuk
betina yang sudah dibuahi akan menghisap darah waktu 24-36 jam. Darah merupakan
sumber protein yang esensial untuk mematangkan telur.[8] Perkembangan telur
hingga dewasa memerlukan waktu sekitar 10 sampai 12 hari.
Stadium dewasa terjadi setelah 9 – 10 hari telur menetas. Meskipun umur
nyamuk Culex sp betina di alam pendek yaitu kira – kira2 minggu, tetapi waktu
tersebut cukup bagi nyamuk Culex sp. Betina untuk menyebarkan virus dengue dari
manusia yang terinfeksi ke manusia yang lain. (Soedarto, 1992)

Bionomik Nyamuk Culex sp


Nyamuk betina menghisap darah untuk proses pematangan telur, berbeda
dengan nyamuk jantan. Nyamuk jantan tidak memerlukan darah tetapi hanya
menghisap sari bunga. Setiap nyamuk mempunyai waktu menggigit, kesukaan
menggigit, tempat beristirahat dan berkembang biak yang berbeda-beda satu dengan
yang lain.
1. Tempat berkembang biak
Nyamuk Culex sp suka berkembang biak di sembarang tempat misalnya di air
bersih dan air yang kotor yaitu genangan air, got terbuka dan empang ikan.
2. Perilaku makan
Nyamuk Culex sp suka menggigit manusia dan hewan terutama pada malam
hari. Nyamuk Culex sp suka menggigit binatang peliharaan, unggas, kambing, kerbau
dan sapi. Menurut penelitian yang lalu kepadatan menggigit manusia di dalam dan di
luar rumah nyamuk Culex sp hampir sama yaitu di luar rumah (52,8%) dan
kepadatan menggigit di dalam rumah (47,14%), namun ternyata angka dominasi
menggigit umpan nyamuk manusia di dalam rumah lebih tinggi (0,64643) dari
nyamuk menggigit umpan orang di luar rumah (0,60135).
3. Kesukaan beristirahat
Setelah nyamuk menggigit orang atau hewan nyamuk tersebut akan
beristirahat selama 2 sampai 3 hari. Setiap spesies nyamuk mempunyai kesukaan
beristirahat yang berbeda-beda. Nyamuk Culex sp suka beristirahat dalam rumah.
Nyamuk ini sering berada dalam rumah sehingga di kenal dengan nyamuk rumahan.
4. Aktifitas menghisap darah
Nyamuk Culex sp suka menggigit manusia dan hewan terutama pada malam
hari (nocturnal). Nyamuk Culex sp menggigit beberapa jam setelah matahari
terbenam sampai sebelum matahari terbit. Dan puncak menggigit nyamuk ini adalah
pada pukul 01.00-02.00.

Habitat
Nyamuk dewasa merupakan ukuran paling tepat untuk memprediksi potensi
penularan arbovirus.Larva dapat di temukan dalam air yang mengandung tinggi
pencemaran organik dan dekat dengan tempat tinggal manusia. Betina siap memasuki
rumah-rumah di malam hari dan menggigit manusia dalam preferensi untuk mamalia
lain.

Faktor Lingkungan Fisik


1. Suhu
Faktor suhu sangat mempengaruhi nyamuk Culex sp dimana suhu yang tinggi
akan meningkatkan aktivitas nyamuk dan perkembangannya bisa menjadi lebih cepat
tetapi apabila suhu di atas 350C akan membatasi populasi nyamuk. Suhu optimum
untuk pertumbuhan nyamuk berkisar antara 200C – 300C. Suhu udara mempengaruhi
perkembangan virus dalam tubuh nyamuk.
2. Kelembaban Udara
Kelembaban udara adalah banyaknya uap air yang terkandung dalam udara
yang dinyatakan dalam (%). Jika udara kekurangan uap airyang besar maka daya
penguapannya juga besar. Sistem pernafasan nyamuk menggunakan pipa udara
(trachea) dengan lubang-lubang pada dinding tubuh nyamuk (spiracle). Adanya
spiracle yang terbuka lebar tanpa ada mekanisme pengaturannya. Pada saat
kelembaban rendah menyebabkan penguapan air dalam tubuh sehingga menyebabkan
keringnya cairan tubuh. Salah satu musuh nyamuk adalah penguapan, kelembaban
mempengaruhi umur nyamuk, jarak terbang, kecepatan berkembang biak, kebiasaan
menggigit, istirahat dan lain-lain.
3. Pencahayaan
Pencahayaan ialah jumlah intensitas cahaya menuju ke permukaan per unit
luas. Merupakan pengukuran keamatan cahaya tuju yang diserap. Begitu juga dengan
kepancaran berkilau yaitu intensitas cahaya per unit luas yang dipancarkan dari pada
suatu permukaan. Dalam unit terbitan SI, kedua-duanya diukur dengan menggunakan
unit lux (lx)atau lumen per meter persegi (cd.sr.m-2). Bila dikaitkan antara intensitas
cahaya terhadap suhu dan kelembaban, hal ini sangat berpengaruh. Semakin tinggi
atau besar intensitas cahaya yang dipancarkan ke permukaan maka keadaan suhu
lingkungan juga akan semakin tinggi. Begitu juga dengan kelembaban, semakin tinggi
atau besar intensitas cahaya yang dipancarkan ke suatu permukaan maka kelembaban
di suatu lingkungan tersebut akan menjadi lebih rendah.

Patologi dan Gejala Klinis


Culex sp adalah genus dari nyamuk yang berperan sebagai vektor penyakit
yang penting seperti West Nile Virus, Filariasis, Japanese enchepalitis, St Louis
encephalitis. Gejala klisnis filariasis limfatik disebabkan oleh microfilaria dan cacing
dewasa baik yang hidup maupun yang mati. Microfilaria biasanya tidak menimbulkan
kelainan tetapi dalam keadaan tertentu dapat menyebabkan occult filariasis. Gejala
yang disebabkan oleh cacing dewasa menyebabkan limfadenitis dan limfagitis
retrograd dalam stadium akut, disusul dengan okstruktif menahun 10 sampai 15 tahun
kemudiam. Perjalanan filariasis dapat dibagi beberapa stadium: stadium
mikrofilaremia tanpa gejala klinis, stadium akut dan stadium menahun. Ketiga
stadium tumpang tindih, tanpa ada batasan yang nyata. Gejala klinis filariasis
bankrofti yang terdapat di suatu daerah mungkin berbeda dengan dengan yang
terdapat di daerah lain (Parasitologi Kedokteran, 2008).
Pada penderita mikrofilaremia tanpa gejala klinis, pemeriksaan dengan
limfosintigrafi menunjukkan adanya kerusakan limfe. Cacing dewasa hidup dapat
menyumbat saluran limfe dan terjadi dilatasi pada saluran limfe, disebut
lymphangiektasia. Jika jumlah cacing dewasa banyak dan lymphangietaksia terjadi
secara intensif menyebabkan disfungsi system limfatik. Cacing yang mati
menimbulkan reaksi imflamasi. Setelah infiltrasi limfositik yang intensif, lumen
tertutup dan cacing mengalami kalsifikasi. Sumbatan sirkulasi limfatik terus berlanjut
pada individu yang terinfeksi berat sampai semua saluran limfatik tertutup
menyebabkan limfedema di daerah yang terkena. Selain itu, juga terjadi hipertrofi otot
polos di sekitar daerah yang terkena (Pathology Basic of Disease, 2005).
Stadium akut ditandai dengan peradangan pada saluran dan kelenjar limfe,
berupa limfaadenitis dan limfagitis retrograd yang disertai demam dan malaise. Gejala
peradangan tersebut hilang timbul beberapa kali setahun dan berlangsung beberapa
hari sampai satu atau dua minggu lamanya. Peradangan pada system limfatik alat
kelamin laki-laki seperti funikulitis, epididimitis dan orkitis sering dijumpai. Saluran
sperma meradang, membengkak menyerupai tali dan sangat nyeri pada perabaan.
Kadang-kadang saluran sperma yang meradang tersebut menyerupai hernia
inkarserata. Pada stadium menahun gejala klinis yang paling sering dijumpai adalah
hidrokel. Dapat pula dijumpai gejala limfedema dan elephantiasis yang mengenai
seluruh tungkai, seluruh lengan, testis, payudara dan vulva. Kadang-kadanag terjadi
kiluria, yaitu urin yang berwarna putih susu yang terjadi karena dilatasi pembuluh
limfe pada system ekskretori dan urinary. Umumnya penduduk yang tinggal di daerah
endemis tidak menunjukan peradangan yang berat walaupun mereka mengandung
mikrofilaria (Parasitologi Kedokteran, 2008).
Gejala penyakit filariasis
1. Gejala klinis akut berupa :
- Demam berulang-ulang selama 3 - 5 hari, demam dapat hilang bila
istirahat dan muncul lagi setelah bekerja berat.
- Pembengkakan kelenjar getah bening (tanpa ada luka) didaerah lipatan
paha, ketiak, (lymphadenitis)yang tamapak kemerahan, panas dan sakit.
- Radang saluran kelenjar getah bening terasa panas dan sakit yang menjalar
dari pangkal kaki atau pangkal lengan kerah ujung (retrograde
lymphangitis).
2. Gejala klinis yang kronis :
- Berupa pembesaran yang menetap pada tungkai (elephantiasis), lengan,
buah dada, buah zakar (elephantiasis skorti), pembesaran tersebut dapat
pecah, mengeluarkan darah dan nanah.
Pencegahan
Pencegahan nyamuk dapat dibagi menjadi tiga yaitu :
1. Pencegahan secara mekanik
Cara ini dapat di lakukan dengan mengubur kaleng-kaleng atau tempat-tempat
sejenis yang dapat menampung air hujan danmembersihkan lingkungan yang
berpotensial di jadikan sebagai sarang nyamuk Culex sp misalnya got dan potongan
bambu. Pengendalian mekanis lain yang dapat dilakukan adalah pemasangan kelambu
dan pemasangan perangkap nyamuk baik menggunakan cahaya lampu dan raket
pemukul.
2. Pencegahan secara biologi
Intervensi yang di dasarkan pada pengenalan organisme pemangsa, parasit,
pesaing untuk menurunkan jumlah Culex sp. Ikan pemangsa larva misalnya ikan
kepala timah, gambusia ikan mujaer dan nila di bak dan tempat yang tidak bisa
ditembus sinar matahari misalnya tumbuhan bakau sehingga larva itu dapat di makan
oleh ikan tersebut dan merupakan dua organisme yang paling sering di gunakan.
Keuntungan dari tindakan pengendalian secara biologis mencakup tidak
adanya kontaminasi kimiawi terhadap lingkungan.Selain dengan penggunaan
organisme pemangsa dan pemakan larva nyamuk pengendalian dapat di lakukan
dengan pembersihan tanaman air dan rawa-rawa yang merupakan tempat perindukan
nyamuk, menimbun, mengeringkan atau mengalirkan genangan air sebagai tempat
perindukan nyamuk dan membersihkan semak-semak di sekitar rumah dan dengan
adanya ternak seperti sapi, kerbau dan babi dapat mengurangi jumlah gigitan nyamuk
pada manusia apabila kandang ternak di letakkan jauh dari rumah.
3. Pencegahan secara kimia.
Penggunaan insektisida secara tidak tepat untuk pencegahan dan pengendalian
infeksi dengue harus dihindarkan. Selama periode sedikit atau tidak ada aktifitas virus
dengue, tindakan reduksi sumber larva secara rutin, pada lingkungan dapat dipadukan
dengan penggunaan larvasida dalam wadah yang tidak dapat dibuang, ditutup, diisi
atau ditangani dengan cara lain.
IV. LALAT SEBAGAI VEKTOR PENYAKIT

I. Vector Trypanosomiasis

Trypanosomiasis Gambia adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh


Trypanosoma gambiense. Penyakit ini disebut juga West African Trypanosomiasis
atau West African Sleeping Sickness. Parasit ini pertama sekali ditemukan oleh
Forde, pada tahun 1901, melalui pemeriksaan darah dari seorang pasien di Gambia,
Afrika barat. Castellani (1903) juga menemukan parasit jenis yang sama pada
pemeriksaan cairan serebrospinal pada pasien yang berbeda, dan oleh Dutton (1902)
parasit tersebut diberi nama Trypanosoma gambiense.

Trypanosoma gambiense merupakan protozoa berflagella yang hidup dalam


darah (Haemoflagellates) dan dikelompokkan dalam family Trypanosomidae.
Tripanosomiasis (penyakit tidur Afrika) adalah infeksi parasit yang disebarkan
melalui gigitan lalat tsetse. Gigitan itu sendiri sangat menyakitkan, dan pada tahap
awal sakit kemerahan muncul di tempat gigitan. Vektor dari Tripanosomiasis adalah
lalat tse-tse.

Gambar. Lalat Glossina

Morfologi Lalat Tse-tse. Glossina

Tsetse adalah lalat berukuran cukup besar dan berasal dari Afrika yang hidup
dengan cara mengisap darah dari binatang bertulang belakang (vertebrata). Tsetse
meliputi seluruh lalat dari genus Glossina dari famili Glossinidae. Tsetse telah lama
diteliti oleh ilmuwan karena mereka merupakan parantara biologis dari trypanosomi
Afrika yang mengakibatkan penyakit yang mematikan termasuk sleeping sickness
pada manusia dan nagana pada ternak.

Tsetse berpenampakan mirip lalat rumah tapi bisa dibedakan dari karakter
anatomi mereka. Tsetse melipat sayap sepenuhnya pada saat tidak terbang sehingga
sayap yang satu tertumpuk di atas sayap lain menutupi perut mereka. Tsetse telah
hidup selama 34 miliar tahun! Fosilnya yang tertua ditemukan di Colorado. Jadi
Tsetse ini bisa disebut sebagai Rajanya bangsa lalat.

Lalat tsetse, jantan dan betina, bertindak sebagai penyebab pambawa parasit
ini, terutama Glossina palpalis. Lalat ini banyak terdapat di sepanjang tepi-tepi sungai
yang mengalir di bagian barat dan tengah Afrika. Lalat ini mempunyai jangkauan
terbang sampai mencapai 3 mil.

Selain manusia, binatang peliharaan seperti babi, kambing dan sapi serta
binatang liar dapat menjadi pengantar bagi parasit ini. Penyakit ini dapat ditularkan
dari hewan vertebrata ke manusia atau dari manusia ke manusia. Mobilitas penduduk
dunia saat ini sangatlah memungkinkan untuk penyebaran parasit ini ke berbagai
wilayah dunia.

Gejala Klinis
 Suhu badan naik, demam bersalng-seling, anemi, muka pucat
 Nafsu makan berkurang, sapi menjadi kurus dan berat badan menurun
 Penderita tak mampu bekerja karena letih
 Bulu rontok, kelihatan kotor, kering seperti sisik
 Terjadi gerakan berputar-putar tanpa arah, bila parasit ini menyerang otak atau
syaraf (Girisonta, 1995).

Diagnosis
Penentuan diagnosis didasarkan pada ditemukannya parasit dalam pemeriksan
darah natif atau dengan pengecatan HE atau dengan trypan-blue (Subronto,
2006).
Pada stadium akut atau awal dari penyakit ini tripanosoma dapat ditemukan di
dalam aliran darah perifer. Usapan darah tebal lebih baik dipakai daripada usapan
darah tipis pada pemeriksaaan ini. Protozoa ini lebih banyak ditemukan di dalam
kelenjar limfa. Mereka juga dapat ditemukan di dalam usapan cairan yang
diperoleh dari tusukan kelenjar limfa yang segar atau yang telah diwarnai. Pada
stadium lebih lanjut dapat ditemui pada cairan serebrospinal.
Prognosa
Sebagian besar hewan yang terkena penyakit tripanosomiasis ini mengalami
kematian. Penyakit ini lebih menahun pada sapi dan banyak yang menjadi
sembuh. Pada kuda, bagal, dan keledai sangat rentan, serta domba, kambing, dan
onta juga sangat rentan, tanda-tandanya sangat mirip dengan kuda.
Penanganan
Tindakan-tindakan preventive terhadap tripanosomiasis meliputi tndakan-
tindakan yang ditujukan kepada hospes-hospes pengelolaan ternak, melenyapkan
hospes reservoir, menghindakan kontaminasi mekanis yang tidak disengaja,
pengelolaan penggunaan tanah, dan pengendalian biologic. Survey terus-
menerusdan pengobatan atau penyembelihan semua hewan yang terserang dan
pengobatan secara missal secara periodic semua hewan. Meenyapkan tempat
perindukan secara besar-besaran karena lalat berkembang biak di bawah semak-
semak sepanjang sungai atau di lokasi-lokasi lain yang bersemak. Pelepasan
jantan-jantan steril untuk mengendalikan dan penyemprotan
tanah dengan DDT (Levine., N.D. 1995). Untuk menyembuhkan infeksi T.
evansi pada kuda dan anjing WHO menganjurkan pemakaian kuinapiramin
(antrycide), diberikan secara subkutan sebagai sulfat yang dilarutkan dalam
konsentrasi 10% dalam air dingin; dosisnya 5 mg/kg berat badan.
Secara umum Trypanosomidae mempunyai 4 bentuk (morfologi) yang berbeda,
yaitu :

1. BentukAmastigot (Leismanial form)


Bentuk bulat atau lonjong, mempunyai satu inti dan satu kinetoplas serta tidak
mempunyai flagela. Bersifat intraseluler. Besarnya 2-3 mikron.

2. Bentuk Promastigot (Leptomonas form)


Bentuk memanjang mempunyai satu inti di tengah dan satu flagela panjang
yang keluar dari bagian anterior tubuh tempat terletaknya kinetoplas, belum
mempunyai membran bergelombang, ukurannya 15 mikron.
3. Bentuk Epimastigot (Critidial form)
Bentuknya memanjang dengan kinetoplas di depan inti yang letaknya di
tengah mempunyai membran bergelombang pendek yang menghubungkan
flagela dengan tubuh parasit, ukurannya 15-25 mikron.

4. Bentuk Tripomastigot (Trypanosome form)


Bentuk memanjang dan melengkung langsing, inti di tengah, kinetoplas dekat
ujung posterior, flagela membentuk dua sampai empat kurva membran
bergelombang, ukurannya 20-30 mikron.
Pada stadium akhir, di dalam darah penderita, Trypomastigot memiliki
beberapa bentuk yang berbeda, yaitu :

 Bentuk panjang dan langsing, memiliki flagella

 Bentuk pendek dan lebih gemuk, sebagian tidak berflagela.

 Bentuk intermediet dengan inti terkadang ditemukan di posterior.


Trypanosoma gambiense mengalami perubahan bentuk morfologi selama
siklus hidupnya. Pleomorfik trypanosoma, yang merupakan bentuk
infektif, akan terhisap bersama darah , saat lalat tsetse menggigit
penderita. Parasit akan masuk ke dalam saluran pencernaan korban dan
mengalami beberapa kali perubahan bentuk dan multiflikasi. Dalam
waktu 3 minggu, parasit akan berubah menjadi bentuk Epimastigot.
Bentuk Epimastigot juga mengalami perubahan menjadi bentuk
metacyclic form dan memenuhi kelenjar air liur lalat. Metacyclic form
merupakan bentuk infektif pada vektor dan siap untuk ditularkan ke
korban selanjutnya. Waktu yang diperlukan parasit ini untuk berkembang
menjadi bentuk infektif dalam tubuh vektor adalah 20-30 hari. Lalat yang
mengandung bentuk infektif ini akan tetap infektif seumur hidupnya.
Lalat tsetse menggigit manusia / hewan vertebrata biasanya pada siang
hari.
II. Vektor Leismaniasis

Pengertian Leismaniasis

Leishmaniasis adalah penyakit yang disebabkan oleh parasit protozoa yang


termasuk genus Leishmania''''dan ditularkan oleh gigitan dari spesies tertentu dari lalat
pasir (subfamili Phlebotominae). Mengirimkan dua genera''Leishmania''untuk
manusia:''''Lutzomyia di Dunia Baru dan''''Phlebotomus di Dunia Lama.Sebagian
besar bentuk penyakit ini menular hanya dari hewan (zoonosis), tetapi beberapa dapat
menyebar antar manusia. Infeksi pada manusia disebabkan oleh sekitar 21 dari 30
spesies yang menginfeksi mamalia. Leishmaniasis kulit adalah bentuk paling umum
dari leishmaniasis. Visceral leishmaniasis adalah bentuk parah di mana parasit telah
bermigrasi ke organ vital.

Morfologi dan lingkaran hidup:

 Mempunyai bentuk badan yang langsing, bengkok, berwarna kuning tua,


ukuran badan 2-3mm, badan dan sayap berbulu lebat, pada posisi resting
berdiri tegak menyerupai huruf V.

 Mempunyai antena satu pasang yang berbulu lebat dan masing-masing antena
terdapat 16 segmen.

 Bagian mulut mempunyai alat berupa pisau, fungsinya untuk memotong.

 Fase telur 6-12 hari, fase larva 25-35 hari, fase pupa 6-14 hari. Telur sampai
dewasa memerlukan waktu 5-9 minggu.

 Tempat perindukannya pada celah-celah yang gelap, lembab, dan dekat


sampah yang mengandung nitrogen

Genus Phlebotomus

Spesies yang termasuk genus ini tidak berkembang biak pada daerah perairan
(dalam air), tetapi perlu tempat yang gelap dan basah dengan kelembaban yang tinggi
dan terdapat organisme kecil disekitarnya sehingga dapat memakannya. Kondisi
tersebut biasanya terdapat pada lubang kecil, lubang pohon, dibawah kayu atau daun
yang rontog dan sebagainya. Telur diletakkan pada lokasi tersebut dan menetas
menjadi larva kecil putih yang memakan bahan organik disekitarnya selama sekitar 2-
10 minggu sebelum menjadi pupa dan pupa berkembang dalam waktu 10 hari.
Genus Phlebotomus merupakan vektor penyakit Leishmaniasis., penyabab
penyakit demam di daerah Amerika Selatan. Phlebotomus papatasi dan P. sergenti
penyebab demam “papatasi” dan “demam 3 hari”. Genus Phlebotomus merupakan
vektor penyakit yang disebabkan oleh penyakit : Kalazar, Oriental sore, Pappataci
fever, Verruga peruana, dan penyebarannya di daerah China, India, Amerika, daerah
tropis dan subtropis.

2.2.4 Siklus Hidup

Agas betina dewasa adalah penghisap darah, biasanya mencari makanan pada
waktu malam pada mangsa yang sedang tidur. Apabila agas mengigit hewan yang
dijangkiti L. donovani, patogen ditelan bersama-sama darah mangsa. Pada masa ini
protozoan adalah terkecil dari dua bentuknya, digelar amastigote — bulat, non-motile,
dan hanya tiga hingga tujuh mikrometer ukur lilit. Apabila memasuki perut
agas, amastigotes dengan pantas berubah kepada bentuk kedua L. donovani,
dipanggil promastigote. Bentuk ini seperti jarum pengait, tiga kali ganda saiz
amastigote, dan memiliki flagelum tunggal yang membenarkan motoliti/pergerakan.
Promastigotes hidup luar sel dalam salur alimentari agas, membiak secara aseksual,
kemudian berhijrah berhampiran hujung usus di mana mereka bersedia untuk
penyebaran secara dimuntahkan. Ini merupakan cara mereka disebar kembali ke
dalam hos mamalia, ketika agas menyuntik air liurnya kedalam mangsa ketika ia
menggigit. Promastigotes turut dimasukkan di tempat gigitan
bersama air liur agas tersebut. Apabila berada dalam hos baru, promastigotes
menerobos makrofag. Sebaik sahaja berada di dalam, mereka kembali berubah bentuk
amastigote lebih kecil. Sebagai amastigote, L. donovani hanya boleh membiak luar
selular (“intracellularly”) — dan amastigotes membiak dalam bahagian paling bahaya
bagi sel makrofaj, dalam phagolysosome, yang tindak balas pertahanannya mereka
mampu halang. Selepas membiak sehingga satu tahap, L. donovani melisis sel hos
mereka melalui tekanan kasar jisim, tetapi kini terdapat jangkaan bahawa mereka
mampu meninggalkan sel dengan mencetus tindak balaseksositosis makrofaj. Sel
anak protozoan kemudian berhijrah melalui saluran darah bagi mencari hos makrofaj
yang baru. Dalam masa, L. donovani menjadi jangkitan systemik, merebak
keseluruhan organ tubuh hos, terutama limpa dan hati.

Patologi Penyakit Kala Azar


Pada waktu lalat Phlebotomus menghisap darah penderita leishmaniasis,stadium
amastigot terisap dan di lambung Phlebotomus, stadium amastigot ini berubah
menjadi stadium promastigot yang kemudian bermigrasi ke proboscis. Infeksi terjadi
dengan tusukan lalat Phlebotomus yang memasukkan stadium promastigot melalui
probosisnya ke dalam badan manusia. Stadium promastigot, berkembang biak dengan
cepat secara belah pasang longitudinal dan menjadi banyak dalam waktu 3–5 hari.
Kemudian stadium promastigot bermigrasi melalui esofagus dan faring ke saluran
hipofaring yang terdapat dalam probosis lalat. Stadium promastigot ini adalah stadium
infektif dan dapat ditularkan kepada manusia bila lalat tersebut menghisap darahnya.
Apabila lalat tersebut menggigit manusia dan menghisap darahnya, stadium
promastigot masuk ke dalam sel makrofag dan berubah menjadi stadium amastigot,
selanjutnya stadium amastigot ini berkembang biak lagi secara belah pasang
longitudinal dan seterusnya hidup di dalam sel (intraseluler). Transmisi dapat terjadi
secara kontak langsung melalui luka gigitan lalat. Parasit pada tubuh manusia hidup
secara intraselular di darah, yaitu dalam sel retikulo-endotel (RE) sebagai stadium
amastigot yang disebut dengan Leishmania donovan. Parasit ini berkembangbiak
secara belah pasang dan berukuran kira-kira 2 mikron. Sel RE dapat terisi penuh oleh
parasit, dan mengakibatkan sel tersebut pecah. Stadium amastigot sementara berada
dalam peredaran darah tepi, kemudian masuk atau mencari sel RE yang lain,
selanjutnya stadium ini dapat ditemukan dalam sel RE hati, limpa, sumsum tulang dan
kelenjar limpe viseral.
Leishmania donovani menyerang sel retikulo-endotel (RE), karena banyak
RE yang rusak maka tubuh berusaha membentuk sel-sel baru sehingga terjadi
hiperplasi dan hipertrofi sel RE. Akibatnya terjadi pembesaran limpa (splenomegali),
pembesaran hati (hepatomegali), pembesaran kelenjar limfe (limfadenopati) dan
anemia karena pembentukan sel darah yang terdesak. Kelenjar limfe di usus dapat
diserang parasit ini, pada infeksi berat di usus dapat terjadi diare dan disentri. Anemia
dan leukopenia terjadi sebagai akibat diserangnya sumsum tulang. Kemudian timbul
anoreksia (tidak nafsu makan) dan terjadi kakeksia (kurus kering), sehingga penderita
menjadi lemah sekali. Daya tahan tubuh menurun, sehingga mudah terjadi infeksi
sekunder. Sesudah gejala kala azar surut dapat timbul Leismanoid dermal, yaitu
kelainan pada kulit yang disebut juga leismaniasis pasca kala azar.
Sebagai tambahan, epidemi penyakit ini sangat luas, yaitu berbagai negara di Asia
(India), Afrika, Eropa (sekitar Laut Tengah). Amerika Tengah dan Selatan. Di
Indonesia penyakit ini belum pernah ditemukan.

Pengobatan dan pencegahan


a. Pengobatan
Miltefosine,dengan nama kimia heksadesilfosfokolin Pentavalent antimonial : Bisa
berupa sodium stiboglukonat dan miglumin antimonat.Pentamidin untuk pengobatan l
anjutan untuk leishmaniasis pada kulit.Amfoterisin B bermanfaat untuk penyakit
leishmaniasis selaput lendir.
b. Pencegahan
Lakukan pemeriksaan dini terhadap penderitan untuk mencegah terjadinya penularan.
Gunakan insektisida untuk memberantas vektornya. Vektor – vector ini peka terhadap
insektisida yang ada seperti DDT dan pyrethroida. Oleh sebab itu penyebaran
penyakit dapat diputus. Teknologi baru semacam system informasi geografis (GIS)
dapat digunakan untuk mengkonsentrasikan penyemprotan dengan insektisida.
Penyakit ini terbatas pada daerah geografis di ketiga Negara yang endemic –
Bangladesh, India dan Nepal ; oleh karena itu upaya terpadu kemungkinan besar akan
berhasil. Penyakit ini mudah didiaignosa dengan ‘rk39’ dan pengobatannya aman dan
efektif dengan obat oral,miltofosine, sebagai obat lini pertama. Bersihkan timbunan sa
mpah.Adanya pembersihan hutan secara berkala.Menghindari kontak langsung
dengan tikus agouti yang diduga sebagai inang (reservoir).
V. KUTU SEBAGAI VEKTOR PENYAKIT

PENYAKIT PEDIKULOSIS

Pedikulosis adalah penyakit kulit menular akibat infestasi pedikulus (tuma),


sejenis kutu yang hidup dari darah manusia, pada rambut kepala & kemaluan atau
baju. Kutu tersebut akan memberi keluhan gatal akibat gigitannya. Kutu hampir tak
dapat dilihat, merupakan serangga tak bersayap yang mudah menular dari orang ke
orang melalui kontak badan dan karena pemakaian bersama baju atau barang lainnya.
Infestasi Kutu (Pedikulosis) adalah serbuan kutu yang menyebabkan rasa gatal hebat
dan bisa menyerang hampir setiap kulit tubuh.

Infeksi kulit/rambut pada manusia yang disebabkan oleh Pediculosis (dari family
Pediculidae) dan yang menyerang manusia adalah Pediculus humanus yang bersifat
parasit obligat (di dasar rambut) yang artinya harus menghisap darah manusia untuk
mempertahankan hidup. Pedikulosis juga sangat mudah untuk menular dan dapat
menularkan tifus endemik dan gatal kambuhan., Ada dua jenis pedikulus yang sering
ditemukan yaitu Pedikulus humanus kapitis (kutu rambut di badan) dan Pedikulus
Humanus kapitis (kutu rambut kepala). Dari beberapa pengertian diatas dapat
disimpulkan bahwa Pedikulosis adalah gangguan pada tubuh yang disebabkan oleh
serbuan kutu yang berakibat rasa gatal berlebihan sehingga terjadi infeksi.

Kutu ini mempunyai 2 mata dan 3 pasang kaki, berwarna abu-abu dan menjadi
kemerahan jika telah menghisap darah. Betina mempunyai ukuran yang lebih besar
(panjang 1,2-3,2 mm lebar lebih kurang setengah panjangnya) daripada yang jantan
(sekaligus jumlahnya lebih sedikit). Siklus hidupnya melalui stadium telur, larva,
nimfa, dan dewasa. Telur (nits) diletakkan di sepanjang rambut dan mengikuti
tumbuhnya rambut (makin ke ujung terdapat telur yang lebih panjang).
Penyakit ini lebih menyerang anak-anak dan cepat meluas di lingkungan yang
padat seperti asrama dan panti asuhan. Ditambah lagi jika kondisi hygiene tidak baik
(misalnya jarang membersihkan rambut). Cara penularannya melalui perantara,
misalnya sisir, kasur, topi, dan bantal yang digunakan bersama-sama. Lebih banyak
terjadi di kaum perempuan. Infestasi kutu kepala kadang menyebar ke alis, bulu mata
dan janggut. Penularan kutu badan tidak semudah penularan kutu rambut. Kutu badan
biasanya menyerang orang-orang yang tingkat kebersihan badannya buruk dan orang-
orang yang tinggal di pemukiman yang padat. Kutu badan bisa membawa penyakit
tifus, demam parit dan demam kambuhan. Kutu kemaluan menyerang daerah
kemaluan, ditularkan pada saat melakukan hubungan seksual.
Klasifika
si

Ada 3 jenis kutu yang menyerang manusia, yaitu :


1. Pedikulosis Kapitis
Pedikulosis kapitis merupakan infestasi kutu kepala atau tuma yang disebut
Peduculus humanus capitis pada kulit kepala. Tuma betina akan meletakkan telur-
telurnya (nits) di dekat kulit kepala. Telur ini akan melekat erat pada batang rambut
dengan suatu substansi yang liat. Telur akan menetas menjadi tuma muda dalam
waktu sekitar 10 hari dan mencapai maturasinya dalam tempo 2 minggu.
Pediculus humanus capitis merupakan suatu arthropoda dari kelas serangga
yang termasuk pada kelompok pterigotes dari ordo Anoplura. Terdapat 2 jenis
kelamin dari kutu kepala tersebut yaitu kutu jantan dan betina. Kutu betina dibedakan
dengan kutu jantan berdasarkan ukuran tubuh yang lebih besar dan adanya penonjolan
daerah posterior yang membentuk huruf V yang digunakan untuk menjepit sekeliling
batang rambut ketika bertelur. Kutu jantan memiliki pita berwarna coklat gelap yang
terbentang di punggungnya.
2. Pedikulosis Korporis
Pedikulosis Korporis merupakan infestasi kutu pediculus humanus corporis
pada badan. Keadaan ini menghinggapi orang yang jarang mandi atau yang hidup
dalam lingkungan yang rapat serta tidak pernah mengganti bajunya.
3. Pedikulosis Pubis
Pedikolisis pubis, yang merupakan infestasi oleh phthirus pubis( crab louser;
kutu kemaluan ) sangat sering dijumpai. Infestasi parasit ini umumnya terjadi di
daerah genital dan terutama ditularkan lewat hubungan seks.
a. P.capitis P.corporis P.Pubis

Patofisiologi

Siklus hidup Pediculus melalui stadium telur, larva, nimfa dan dewasa. Parasit
ini bisa hidup pada tubuh atau pada kepala. Kutu betina dapat hidup selama 16 hari
dan menghasilkan 50 – 150 telur. Kutu mendapatkan makanan dengan cara
menghisap darah pada kulit. Hama ini meninggalkan telurnya dipermukaan kulit dan
juga menempel pada batang rambut, baik itu di daerah kepala, badan ataupun pubis
manusia. Kutu manusia menyuntikkan getah pencernaan dan ekskreatanya ke dalam
kulit yang menimbulkan rasa gatal yang hebat. Kutu sangat subur pada kodisi yang
padat penduduknya.
Kutu kepala dan kutu kemaluan hanya ditemukan pada manusia, sedangkan
kutu badan juga sering ditemukan pada pakaian yang bersentuhan dengan kulit. Kutu
kepala ditularkan melalui kontak langsung atau melalui sisir/sikat/topi yang
digunakan bersama-sama. Infestasi kutu kepala kadang menyebar ke alis, bulu mata
dan janggut. Kutu kepala sering ditemukan pada murid-murid di satu sekolah.
Penularan kutu badan tidak semudah penularan kutu rambut. Kutu badan
biasanya menyerang orang-orang yang tingkat kebersihan badannya buruk dan orang-
orang yang tinggal di pemukiman yang padat. Kutu badan bisa membawa penyakit
tifus, demam parit dan demam kambuhan. Kutu kemaluan menyerang daerah
kemaluan, ditularkan pada saat melakukan hubungan seksual.

Pencegaha
n

Penyakit ini pada dasarnya dapat dicegah melalui pola hidup yang bersih.
Misalnya dengan pemberantasan kutu yang berada dilingkungan sekitar. Benda-benda
yang terpapar dengan penderita (misalnya, kasur, bantal, linen, handuk, mainan, topi)
seharusnya dicuci bila memungkinkan kemudian dikeringkan. Air yang digunakan
adalah air panas dengan suhu lebih dari 50-55°C selama paling kurang 5 menit.
Membersihkan lingkungan tempat tinggal akan membantu mengurangi
kesempatan untuk terpapar kembali dengan kutu kepala. Periksalah setiap orang yang
berada didalam lingkungan rumah tangga pada saat bersamaan, sebelum
membersihkan lingkungan tersebut. Bersihkan semua lantai dengan alat penghisap
debu, permadani, bantal, karpet, dan semua pelapis meubel yang ada. Semua sisir dan
sikat rambut yang digunakan oleh penderita kutu kepala harus di rendam dalam air
dengan suhu diatas 130°F (540C), alkohol atau pedikulosid selama 1 jam.
Penjelasan kepada anak-anak terutama tentang cara mencegah penularan
melalui penggunaan topi, sisir, dan bandana bersama juga dapat dipertimbangkan.
Menyediakan tempat penyimpanan barang-barang milik anak secara terpisah di dalam
ruang kelas juga dapat mencegah penyebaran kutu ini.
VI. PENYAKIT SKABIES

A.Penyakit Skabies
Scabies disebabkan oleh kutu atau kuman sarcoptes scabei. Secara morfologik
sarcoptes scabei merupakan tungau kecil berbentuk oval punggungnya cembung dan
bagian perutnya rata berwarna putih kotor dan tidak memiliki mata. Sarcoptes betina
yang berada di lapisan kulit stratum corneum dan lucidum membuat terowongan ke
dalam lapisan kulit. Di dalam terowongan inilah Sarcoptes betina bertelur dan dalam
waktu singkat telur tersebut menetas menjadi hypopi yakni sarcoptes muda. Akibat
terowongan yang digali Sarcoptes betina dan hypopi yang memakan sel-sel di lapisan
kulit itu, penderita mengalami rasa gatal.

Scabies atau keropeng adalah penyakit kulit yang banyak menjangkiti ternak,
khususnya kambing dan sapi, bahkan bisa juga menyerang manusia. Penularannya
dapat terjadi melalui kontak langsung antar hewan penderita dengan hewan lain atau
manusia, dapat juga melalui kontak tidak langsung yaitu melalui peralatan yang
terkontaminasi. Terkadang kudis ini ditularkan melalui pakaian dan benda-benda lain
yang digunakan secara bersama-sama. Serangan penyakit tersebut telah
mengakibatkan pertumbuhan kambing atau domba yang dipelihara di pedesaan
terhambat sampai 38% dengan mortalitas meningkat sampai 28% (Eleser, dkk., 2005)

Infeksi tungau ke jaringan kulit yang mencapai epidermis biasanya


menyebabkan gatal-gatal hebat. Diduga kotoran, bungkus telur dan tungau itu sendiri
mengandung bahan alergen, sehingga mengakibatkan pengeluaran histamin dari sel
darah putih (khususnya eosinofil dan sel mast) dan memunculkan reaksi alergi berupa
gatal (itchy) (Roitt, 1998). Semakin menyebar tungau di kulit, semakin tinggi alergen
yang masuk ke jaringan, maka sebagai akibatnya akan muncul rasa gatal yang hebat
pada ternak. Jika infeksi tungau telah mencapai jaringan bawah kulit, maka akan sulit
disembuhkan karena pengobatan secara topikal (pengolesan salep) tidak akan
mencapai lapisan tempat tungau tersebut berkembangbiak.
2. Morfologi dan Siklus Hidup
Bentuk morfologi tungau Sarcoptes scabiei cenderung bulat atau oval (Soulsby,
1982). Sedangkan ukurannya sangat bervariasi yaitu berkisar antara 380-270 µm
untuk tungau betina, dan 220- 170 µm untuk jantan (Kelly, 1977 dan Flynn, 1973).
Sementara itu Soulsby (1982) menyatakan tungau betina dapat mencapai ukuran 330-
600 µm x 250-400 µm sedangkan yang jantan 200-240 µm x 150-200 µm. Dengan
demikian, dari ukurannya dapat diketahui bahwa tungau betina cenderung memiliki
ukuran tubuh yang lebih besar dibanding dengan tungau jantan, seperti terlihat pada
gambar di bawah ini.
Lebih terperinci lagi, detail tungau betina menunjukkan adanya sepasang setae
tubuh yang vertikal, terletak di bagian anterodorsal. Pada sisi mediodorsalnya terdapat
sebuah plastron yang menyerupai keping, beberapa baris melintang sisik segitiga dan
tiga pasang setae yang panjang seperti pisau. Anus terletak di daerah terminal,
berbentuk celah longitudinal. Lubang genitalnya sederhana terletak diantara pasangan
kaki ketiga dan keempat. Pasangan kaki kesatu dan kedua terdiri atas lima segmen
dan sebuah alat penghisap ambulacral. asangan kaki ketiga dan keempat terdiri atas
empat segmen dan berakhir dengan setae yang kaku dan panjang.
Palpi mempunyai tiga segmen dan terdapat chelate chelicerae yang besar.
Tungau jantan hampir sama dengan betina, tetapi lebih kecil ukurannya. Tungau yang
belum dewasa ditandai dengan belum adanya alat penghisap ambulacral pada
pasangan kaki keempat. Alat genital berbentuk seperti lonceng dan memiliki
sklerotisasi yang baik diantara pasangan kaki keempat
(Flynn, 1973).
Siklus hidup Sarcoptes scabiei dari telur hingga dewasa berlangsung selama satu
bulan. Sarcoptes scabei memiliki empat fase kehidupan yaitu telur, larva nimfa dan
dewasa. Berikut ini siklus hidup Sarcoptes scabiei :
1. Betina bertelur pada interval 2-3 hari setelah menembus kulit .
2. Telur berbentuk oval dengan panjang 0,1-0,15 mm
3. Masa inkubasi selama 3-8 hari. Setelah telur menetas, terbentuk larva yang
kemudian bermigrasi ke stratum korneum untuk membuat lubang molting
pouches. Stadium larva memiliki 3 pasang kaki.
4. Stadium larva terjadi selama 2-3 hari. Setelah stadium larva berakhir,
terbentuklah nimfa yang memiliki 4 pasang kaki.
5. Bentuk ini berubah menjadi nimfa yang lebih besar sebelum berubah menjadi
dewasa. Larva dan nimfa banyak ditemukan di molting pouches atau di folikel
rambut dan bentuknya seperti tungau dewasa tapi ukurannya lebih kecil.
Perkawinan terjadi antara tungau jantan dengan tungau betina dewasa.
6. Tungau betina memperluas molting pouches untuk menyimpan telurnya. Tungau
betina mempenetrasi kulit dan menghabiskan waktu sekitar 2 bulan di lubang
pada permukaan.
3. Klasifikasi
Klasifikasi scabies antara lain :
1. Scabies pada orang bersih, yaitu ditandai dengan lesi berupa papul dan
terowongan yang sedikit jumlahnya sehingga jarang dijumpai.
2. Scabies nodular, yaitu lesi berupa nodus cokelat kemerahan yang gatal. Nodus
biasanya terdapat didaerah tertutup, terutama pada genetalia laki-laki. Nodus
ini timbul sebagai reaksi hipersensitivitas terhadap tungau scabies.
3. Scabies yang ditularkan melalui hewan,yaitu sumber utamanya adalah anjing,
kelainan ini berbeda dengan scabies manusia karena tidak terdapat
terowongan, tidak menyerang sela jari dan genetalia eksterna. Lesi biasanya
terdapat pada daerah dimana orang sering kontak dengan binatang
kesayangannya. Kelainan ini hanya bersifat sementara karena kutu binatang
tidak dapat melanjutkan siklus hidupnya pada manusia.
4. Scabies pada bayi dan anak, yaitu lesi scabies pada anak dapat mengenai
seluruh tubuh, termasuk seluruh kepala, leher, telapak tangan dan kaki, dan
sering terjadi infeksi sekunder impetigo sehingga terowomgan jarang
ditemukan.
5. Scabies terbaring ditempat tidur, yaitu kelainan yang sering menyerang
penderita penyakit kronis dan pada orang yang lanjut usia yang terpaksa harus
tinggal ditempat tidur terus. Sehingga orang itu dapat menderita scabies
dengan lesi yang terbatas.
6. Scabies Norwegia atau scabies krustosa, ini ditandai oleh lesi yang luas
dengan krusta,skuama generaisata dan hyperkeratosis yang tebal. Tempat
predleksi biasanya kulit kepala yang berambut, telinga, bokong,siku, lutut,
telapak tangan dan kaki yang disertai distrofi kuku, namun rasa gatal tidak
terlalu menonjol tetapi sangat menular karena jumlah tungau yang
menginfeksi sangat banyak (ribuan).
4. Patofisiologi
Kelainan kulit dapat disebabkan tidak hanya dari tungau scabies, akan tetapi
juga oleh penderita sendiri akibat garukan. Dan karena bersalaman atau bergandengan
sehingga terjadi kontak kulit yang kuat,menyebabkan lesi timbul pada pergelangan
tangan. Gatal yang terjadi disebabkan oleh sensitisasi terhadap secret dan ekskret
tungau yang memerlukan waktu kira-kira sebulan setelah infestasi. Pada saat itu
kelainan kulit menyerupai dermatitis dengan ditemuannya papul, vesikel, dan urtika.
Dengan garukan dapat timbul erosi, ekskoriasi, krusta, dan infeksi sekunder. Kelainan
kulit dan gatal yang terjadi dapat lebih luas dari lokasi tungau.

5. Manifestasi klinik
Diagnosis dibuat dengan menemukan 2 dari 4 tanda cardial berikut :
1) Pruritus noktuma (gatal pada malam hari) karena aktivitas tungau lebih tinggi
pada suhu yang lembab dan panas.
2) Umumnya ditemukan pada sekelompok manusia,misalnya mengenai seluruh
anggota keluarga.
3) Adanya terowongan (kunikulus) pada tempat-tempat predileksi yang berwarna
putih atau keabu-abuan, berbentuk garis lurus atau berkelok, rata-rata panjang
1cm, pada ujung menjadi pimorfi (pustu, ekskoriosi). Tempat predileksi
biasanya daerah dengan stratum komeum tpis, yaitu sela-sela jari tangan,
pergelangan tangan bagian volar, siku bagian luar, lipat ketiak bagian depan,
aerola mammae dan lipat glutea, umbilicus, bokong, genitalia eksterna, dan
perut bagian bawah. Pada bayi dapat menyerang bagian telapak tangan dan
telapak kaki bahkan seluruh permukaan ulit. Pada remaja dan orang dewasa
dapat timbul pada kulit kepala dan wajah.
4) Menemukan tungau merupakan hal yang paling diagnostk. Dapat ditemikan
satu atau lebih stadium hidup tungau ini.
- Bentuk-bentuk Klinis Scabies

1. Scabies Impetigenisata  scabies + infeksi sekunder


2. Scabies pada bayi  seluruh tubuh + infeksi sekunder
3. Scabies hewan  pada peternak anjing, kucing, ayam, babi, kuda, dll
4. Scabies bentuk STD  pada genitalia orang dewasa
5. Scabies nodular  nodul post scabies
6. Scabies norwegika atau scabies hiperkeratotika (Norwegian scabies;
Hyperkeratotic scabies; Crusted Scabies) akibat penurunan respons
imunologik tubuh, Antara lain:

 Malnutrition
 Kelainan neurologik: mongolism
 Kelainan immunologik: terapi steroid/sitostatik
 AIDS, T-cell leukemia
 Penderita lepra

8. Penatalaksanaan
Syarat obat yang ideal adalah efektif terhadap semua stadium tungau, tidak
menimbulkan iritasi dan toksik, tidak berbau atau kotor, tidak merusak atau mewarnai
pakaian, mudah diperoleh dan harganya murah.
Jenis obat topical :
1) Belerang endap (sulfur presipitatum) 4-20% dalam bentuk salep atau krim.
Pada bayi dan orang dewasa sulfur presipitatum 5% dalam minyak sangat
aman dan efektif. Kekurangannya adalah pemakaian tidak boleh kurang dari 3
hari karena tidak efektif terhadap stadium telur, berbau, mengotori pakaian
dan dapat menimbulkan iritasi.
2) Emulsi benzyl-benzoat 20-25% efektif terhadap semua stadium, diberikan
setiap malam selama 3 kali. Obat ini sulit diperoleh, sering memberi iritasi,
dan kadang-kadang makin gatal setelah dipakai.
3) Gama benzena heksa klorida (gameksan) 1% daam bentuk krim atau losion,
termasuk obat pilihan arena efektif terhadap semua stadium, mudah
digunakan, dan jarang memberi iritasi. Obat ini tidak dianurkan pada anak
dibawah umur 6 tahun dan wanta hamil karena toksi terhadap susunan saraf
pusat. Pemberiannya cukup sekali dalam 8 jam. Jika masihada gejala, diulangi
seminggu kemudian.
4) Krokamiton 10% dalamkrim atau losio mempunyaidua efek sebagai
antiskabies dan antigatal. Harus dijauhkan dari mata, mulut, dan uretra. Krim(
eurax) hanya efetif pada 50-60% pasien. Digunakan selama 2 malam berturut-
turut dan dbersihkan setelah 24 jam pemakaian terakhir.
5) Krim permetrin 5% merupakan obat yang paling efektif dan aman arena
sangat mematikan untuk parasit S.scabei dan memiliki toksisitas rendah pada
manusia.
6) Pemberian antibitika dapat digunakan jika ada infeksi sekunder, misalnya
bernanah di area yang terkena (sela-sela jari, alat kelamin) akibat garukan

Modul Entomologi Medis Page 50


7) Preparat Skabisida, seperti Kwell atau krotamiton, dioleskan tipis-tipis ke
seluruh permukaan kulit mulai dari leher ke bawah dengan hanya
meninggalkan daerah muka dan kulit kepala. Obat ini dibiarkan selama 12
hingga 24 jam dan sesudah itu, pasien diminta untuk membasuh dirinya
hingga bersih. Terapi diulangi satu minggu kemudian.

8. Pembantu Diagnosis
Cara menemukan tungau:
a.Cari mula-mula terowongan, kemudian pada ujung terlihat papul dan vesikel
dicongkel dengan jarum dan diletakkan di atas kaca objek, lalu ditutup
dengan kaca penutup,lalu dilihat dengan mikroskop.
b. Dengan menyikat dengan sikat dan ditampung di atas selembar kertas putih
dan dilihat dengan lup.
c.Dengan biopsi irisan dengan cara lesi dijeit dengan 2 jari kemudian dibuat
irisan tipis dengan pisau lalu diperiksa di mikroskop cahaya.
d. Dengan biopsi eksisional dan diperiksa dengan pewarnaan HE.
e.Dengan memberi tinta di sekitar terowongan, terutama di bagian berbintik
hitam.
VII.GANGGUAN YANG DISEBABKAN SERANGGA
MELALUI KONTAK , SENGATAN DAN GIGITAN

Insect Bite atau gigitan serangga adalah kelainan akibat gigitan atau tusuka
serangga yang disebabkan reaksi terhadap toksin atau alergen yang dikeluarkan
artropoda penyerang. Kebanyakan gigitan dan sengatan digunakan untuk pertahanan.
Gigitan serangga biasanya untuk melindungi sarang mereka. Sebuah gigitan atau
sengatan dapat menyuntikkan bisa (racun) yang tersusun dari protein dan substansi
lain yang mungkin memicu reaksi alergi kepada penderita. Gigitan serangga juga
mengakibatkan kemerahan dan bengkak di lokasi yang tersengat.

EPIDEMIOLOGI

Gigitan dan sengatan serangga mempunyai prevalensi yang sama di seluruh


dunia. Dapat terjadi pada iklim tertentu dan hal ini juga merupakan fenomena
musiman, meskipun tidak menutup kemungkinan kejadian ini dapat terjadi disekitar
kita. Prevalensinya sama antara pria dan wanita. Bayi dan anak-anak labih rentan
terkena gigitan serangga dibanding orang dewasa. Salah satu faktor yang
mempengaruhi timbulnya penyakit ini yaitu terjadi pada tempat-tempat yang banyak
serangga, seperti di perkebunan, persawahan, dan lain-lain.

ETIOLOGI

Secara sederhana gigitan dan sengatan lebah dibagi menjadi 2 grup yaitu
Venomous (beracun) dan Non Venomous (tidak beracun). Serangga yang beracun
biasanya menyerang dengan cara menyengat, misalnya tawon atau lebah, ini
merupakan suatu mekanisme pertahanan diri yakni dengan cara menyuntikan racun
atau bisa melalui alat penyengatnya. Sedangkan serangga yang tidak beracun
menggigit dan menembus kulit dan masuk mengisap darah, ini biasanya yang
menimbulkan rasa gatal. Ada 30 lebih jenis serangga tapi hanya beberapa saja yang
bisa menimbulkan kelainan kulit yang signifikan. Kelas Arthropoda yang melakukan
gigitan dan sengatan pada manusia terbagi atas :
I. Kelas Arachnida
A. Acarina
B. Araneae (Laba-Laba)
C. Scorpionidae (Kalajengking)
II. Kelas Chilopoda dan Diplopoda
III. Kelas Insecta
A. Anoplura (Phtirus Pubis, Pediculus humanus, capitis et corporis)
B. Coleoptera (Kumbang)
C. Diptera (Nyamuk, lalat)
D. Hemiptera ( Kutu busuk, cimex)
E. Hymenoptera (Semut, Lebah, tawon)
F. Lepidoptera ( Kupu-kupu)
G. Siphonaptera ( Xenopsylla, Ctenocephalides, Pulex )

GANGGUAN YANG DISEBABKAN SERANGGA MELALUI KONTAK,


SENGATAN DAN GIGITAN

1. Melalui Sengatan (Lebah)

Bahaya dari Sengatan Lebah atau Tawon dan sebangsanya tentu saja tergantung
dari daya bisa si lebah itu sendiri, ada yang Fatal dan ada juga yang hanya
menimbulkan iritasi ringan. Tetap saja berbahaya namanya, ada juga yang sampai
seperti gambar di bawah ini.
Cara Agar Terhindar dari Sengatan Lebah :
 Hindari memakai aftershave atau parfum.

 Hindari meminum minuman beraroma dan berasa manis.

 Hindari memakai pakaian berwarna cerah, warna cerah bisa menarik perhatian
lebah.

 Tutupi makanan dengan penutup jika berada diluar ruang.

 Jika lebah atau tawon mendekati anda, jangan panik atau melambai-lambaikan
tangan untuk mengusirnya. Duduk atau berdirilah dengan tenang dan tidak membuat
gerakan tiba-tiba yang membuat lebah merasa terancam.

 Berhati-hatilah saat berkebun, karena di kebunlah habitat mereka.

 Segera lakukan penanganan medis jika timbul gejala-gejala berbahaya akibat


sengatan lebah.

2. Melalui Gigitan (Kelabang)

Kelabang atau Lipan ( Centipede ) merupakan hewan anthropoda yang


tergolong dari kelas Chilopoda dan Upafilum Myriapoda. Dan Kelabang adalah
hewan metameric yang memiliki sepasang kaki di setiap ruas tubuhnya. Hewan
Kelabang ini termasuk hewan yang berbisa dan termasuk hewan nokturnal.

Digigit Kelabang memang sakit dan terasa ngilu. Tapi tidak perlu terlalu
khawatir, racun Kelabang tidak seberbahaya racun Kalajengking. Racun Kelabang
hanya akan berpengaruh disekitar gigitan saja, berbeda dengan racun Kalajengking
yang akan cepat menyebar melalui peredaran darah.
Kelabang menyukai tempat tempat yang lembab, seperti tumpukan kain kain,
tumpukan kayu, dan sampah. Jadi, jagalah rumah agar tetap bersih dan rapi, jika tidak
ingin berteman dengan bangsa Kelabang. Kelabang sangat menyukai bau ikan, baik
yang dimasak maupun tidak, jadi jangan pernah membuang sembarangan tulang
tulang ikan sehabis makan jika tidak ingin rumah Anda menjadi sarang Kelabang.

Jika tergigit Kelabang, hal pertama yang harus dilakukan ialah membunuh
Kelabangnya agar terhindar dari dendam dan gigitan lanjutan. Karena Kelabang
menyukai tumpukan kain, maka tutuplah jalur pelarian Kelabang dengan kain agar ia
bersembunyi, itulah kesempatan yang tepat untuk memusnahkan makhluk itu.

Membunuhnya dapat dilakukan dengan beberapa cara diantaranya adalah


dengan menyiramnya dengan air panas sebanyak mungkin hingga ia menggulungkan
kakinya, cara yang lain ialah dengan melumat dengan sekuat tenaga kepalanya hingga
seluruh tubuhnya. Jangan menyemprotnya dengan aerosol serangga ( obat nyamuk
semprot ) karena akan membuatnya bergerak liar dan semakin liar.

Setelah membasmi Kelabangnya, maka sekarang saatnya melakukan hal hal


kepada tempat gigitannya. Segera lumuri sekitar gigitan dengan larutan garam inggris
atau dapat juga menggunakan minyak batu, setelah itu ikat dengan kain di atas
gigitan, misalnya jika tergigit di jari kaki, maka kain dapat diikat di pergelangan kaki,
hal ini berguna untuk mengurangi sakit. Yang terakhir, tidurlah.

Semua jenis Kelabang memiliki gigitan yang sungguh mengerikan rasa


sakitnya, hanya saja antara setiap jenis Kelabang memiliki rasa gigitan sakit yang
berbeda. Kelabang yang bewarna merah pekat tidak memberikan rasa sakit yang
terlalu lama, paling lama hanya dua hari.

Kelabang merah yang kakinya lebih banyak dan rapat dapat memberikan rasa
sakit yang lebih lama, Kelabang yang bewarna hijau kebiruan memiliki gigitan yang
sangat sakit dibanding jenis Kelabang lain. Tetapi semua itu tergantung pada
bagaimana perawatan dan pengobatan terhadap gigitannya.

3. Melalui Kontak (Ulat Bulu)


Perlu diketahui bahwa bulu ulat bulu yang terkena kulit akan mengeluarkan
yang namanya zat asam semut. Asam ini termasuk asam keras yang jika mengenai
kulit akan membuat kulit melepuh. Hal ini mengakibatkan membanjirnya darah
ketempat itu untuk melawan asam masuk ke kulit atau tubuh. Ujung-ujung urat syaraf
disitu ternyata tidak tahan terhadap pertambahan darah yang mengalir maksudnya
untuk menetralisir asam semut.

Gambar ini merupakan akibat bersentuhan/kontak langsung dengan ulat bulu

Agar sifat asam ditempat tersebut kembali netral, maka diperluka adanya basa. Salah
satunya yang bersifat basa adalah isi perut dari ulat itu sendiri yang akan menetralkan
kembali sehingga rasa gatal akan hilang. Ada perbedaan antara bulu dan isi perut ulat
bulu yang memiliki kandungan zat yang berbeda pula sehingga jika seseorang yang
terkena bulu ulat bulu akan terasa gatal dan jika diolesi oleh isi perut ulat bulu yang
dapat menetralisir racun dari bulu ulat tersebut sehingga rasa gatal tersebut akan
hilang.

Cara Mengobati Rasa Gatal Akibat Ulat Bulu, antara lain :

 Bila kulit telah terkena ulat bulu, ambil ulat bulu tersebut
 Taruh ulat bulu tersebut di atas daun menggunakan sarung tangan plastik
 Bunuh ulat tersebut dengan memenyetnya
 Setelah mati, cipratkan minyak kayu putih
 Oleskan sedikit penyetan tadi ke kulit yang gatal akibat ulat bulu tersebut
Maka telah dihasilkan obat ampuh menghilangkan rasa gatal akibat ulat bulu,hal
ini membuktikan bahwa ada perbedaan antara bulu dan isi perut ulat bulu yang
memiliki kandungan zat yang berbeda pula sehingga jika seseorang yang terkena bulu
ulat bulu akan terasa gatal dan jika diolesi oleh isi perut ulat bulu yang dapat
menetralisir racun dari bulu ulat tersebut sehingga rasa gatal tersebut akan hilang.

PATOGENESIS

Gigitan atau sengatan serangga akan menyebabkan kerusakan kecil pada kulit,
lewat gigitan atau sengatan antigen yang akan masuk langsung direspon oleh sistem
imun tubuh. Racun dari serangga mengandung zat-zat yang kompleks. Reaksi
terhadap antigen tersebut biasanya akan melepaskan histamin, serotonin, asam formic
atau kinin. Lesi yang timbul disebabkan oleh respon imun tubuh terhadap antigen
yang dihasilkan melalui gigitan atau sengatan serangga. Reaksi yang timbul
melibatkan mekanisme imun. Reaksi yang timbul dapat dibagi dalam 2 kelompok :
Reaksi immediate dan reaksi delayed.
Reaksi immediate merupakan reaksi yang sering terjadi dan ditandai dengan
reaksi lokal atau reaksi sistemik. Lesi juga timbul karena adanya toksin yang
dihasilkan oleh gigitan atau sengatan serangga. Nekrosis jaringan yang lebih luas
dapat disebabkan karena trauma endotel yang dimediasi oleh pelepasan neutrofil.
Spingomyelinase D adalah toksin yang berperan dalam timbulnya reaksi neutrofilik.
Enzim Hyaluronidase yang juga ada pada racun serangga akan merusak lapisan
dermis sehingga dapat mempercepat penyebaran dari racun tersebut.

MANIFESTASI KLINIS

Banyak jenis spesies serangga yang menggigit dan menyengat manusia, yang
memberikan respon yang berbeda pada masing-masing individu, reaksi yang timbul
dapat berupa lokal atau generalisata. Reaksi lokal yang biasanya muncul dapat berupa
papular urtikaria. Papular urtikaria dapat langsung hilang atau juga akan menetap,
biasa disertai dengan rasa gatal, dan lesi nampak seperti berkelompok maupun
menyebar pada kulit. Papular urtikaria dapat muncul pada semua bagian tubuh atau
hanya muncul terbatas disekitar area gigitan. Pada awalnya, muncul perasaan yang
sangat gatal disekitar area gigitan dan kemudian muncul papul-papul. Papul yang
mengalami ekskoriasi dapat muncul dan akan menjadi prurigo nodularis. Vesikel dan
bulla dapat muncul yang dapat menyerupai pemphigoid bullosa, sebab manifestasi
klinis yang terjadi juga tergantung dari respon sistem imun penderita masing-masing.
Infeksi sekunder adalah merupakan komplikasi tersering yang bermanifestasi sebagai
folikulitis, selulitis atau limfangitis.
Pada beberapa orang yang sensitif dengan sengatan serangga dapat timbul
terjadinya suatu reaksi alergi yang dikenal dengan reaksi anafilaktik. Anafilaktik syok
biasanya disebabkan akibat sengatan serangga golongan Hymenoptera, tapi tidak
menutup kemungkinan terjadi pada sengatan serangga lainnya. Reaksi ini akan
mengakibatkan pembengkakan pada muka, kesulitan bernapas, dan munculnya
bercak-bercak yang terasa gatal (urtikaria) pada hampir seluruh permukaan badan.
Prevalensi terjadinya reaksi berat akibat sengatan serangga adalah kira-kira 0,4%, ada
40 kematian setiap tahunnya di Amerika Serikat. Reaksi ini biasanya mulai 2 sampai
60 menit setelah sengatan. Dan reaksi yang lebih berat dapat menyebabkan terjadinya
syok dan kehilangan kesadaran dan bisa menyebakan kematian nantinya. sehingga
diperlukan penanganan yang cepat terhadap reaksi ini.

PEMERIKSAAN PENUNJANG

Dari gambaran histopatologis pada fase akut didapatkan adanya edema antara
sel-sel epidermis, spongiosis, parakeratosis serta sebukan sel polimorfonuklear.
Infiltrat dapat berupa eosinofil, neutrofil, limfosit dan histiosit. Pada dermis
ditemukan pelebaran ujung pembuluh darah dan sebukan sel radang akut.
Pemeriksaan pembantu lainnya yakni dengan pemeriksaalaboratorium dimana terjadi
peningkatan jumlah eosinofil dalam pemeriksaan darah. Dapat juga dilakukan tes
tusuk dengan alergen tersangka.

DIAGNOSIS
Diagnosis ditegakkan berdasar anamnesis, pemeriksaan fisik serta pemeriksaan
penunjang. Dari anamnesis dapat ditemukan adanya riwayat aktivitas diluar rumah
yang mempunyai resiko mendapat serangan serangga seperti di daerah perkebunan
dan taman. Bisa juga ditanyakan mengenai kontak dengan beberapa hewan peliharaan
yang bisa saja merupakan vektor perantara dari serangga yang dicurigai telah
menggigit atau menyengat.
DIAGNOSIS BANDING

Reaksi yang diakibatkan oleh sengatan atau gigitan serangga kebanyakan menyerupai
erupsi kulit yang lainnya. Seperti yang dapat dilihat reaksi yang diakibatkan oleh
serangga menunjukkan adanya papul-papul. Bila kita menduga terjadi reaksi akibat
gigitan atau sengatan serangga, maka kita harus memperoleh anamnesis dengan
cermat adanya kontak dengan serangga, menanyakan tentang pekerjaan dan hobi dari
seseorang yang mungkin dapat menolong kita mendiagnosis kelainan ini.

Dibawah ini merupakan beberapa diagnosis banding dari reaksi akibat gigtan atau
serangan serangga antara lain :
1. Prurigo : Biasanya kronik, berbentuk papula/nodula kronik yang gatal. Mengenai
ekstremitas terutama pada permukaan anterior paha dan tungkai bawah.
2. Dermatitis Kontak : Biasanya jelas ada bahan-bahan kontaktan atau alergen, lesi
sesuai dengan tempat kontak.

PENATALAKSANAAN

Terapi biasanya digunakan untuk menghindari gatal dan mengontrol terjadinya


infeksi sekunder pada kulit. Gatal biasanya merupakan keluhan utama, campuran
topikal sederhana seperti menthol, fenol, atau camphor bentuk lotion atau gel dapat
membantu untuk mengurangi gatal, dan juga dapat diberikan antihistamin oral seperti
diphenyhidramin 25-50 mg untuk mengurangi rasa gatal. Steroid topikal dapat
digunakan untuk mengatasi reaksi hipersensitifitas dari sengatan atau gigitan. Infeksi
sekunder dapat diatasi dengan pemberian antibiotik topikal maupun oral, dan dapat
juga dikompres dengan larutan kalium permanganat.
Jika terjadi reaksi berat dengan gejala sistemik, lakukan pemasangan tourniket
proksimal dari tempat gigitan dan dapat diberikan pengenceran Epinefrin 1 : 1000
dengan dosis 0,3-0,5 mg/kgBB diberikan secara subkutan dan jika diperlukan dapat
diulang sekali atau dua kali dalam interval waktu 20 menit. Epinefrin dapat juga
diberikan intramuskuler jika syok lebih berat. Dan jika pasien mengalami hipotensi
injeksi intravena 1 : 10.000 dapat dipertimbangkan. Untuk gatal dapat diberikan
injeksi antihistamin seperti klorfeniramin 10 mg atau difenhidramin 50 mg. Pasien
dengan reaksi berat danjurkan untuk beristirahat dan dapat diberikan kortikosteroid
sistemik.

PROGNOSIS
Prognosis dari gigitan serangga sebenarnya baik, tapi tergantung jenis
serangga serta racun yang dimasukkannya ke dalam tubuh manusia. Dan apabila
terjadi syok anafilaktik maka prognosisnya bergantung dari penangan yang cepat dan
tepat.
VII. Insektisida dan Resistensi
Insektisida adalah bahan yang mengandung persenyawaan kimia yang digunakan
untuk membunuh serangga. Menurut bentuknya insektisida dapat berupa bahan padat,
larutanan gas.

1.Pengendalian Secara Alami

Pengendalian ini yaitu berhubungan dengan faktor-faktor ekologi yang bukan


merupakan tindakan manusia. Faktor-faktor tersebut diantaranya adalah musuh alami.

2.Pengendalian Secara Buatan

Cara pengendalian ini adalah cara pengendalian yang dilakukan atas usaha
manusia dan dapat dibagi menjadi :

a. Pengendalian Lingkungan (Environment Control)

Pengendalian dilakukan dengan cara mengelola lingkungan (environment


management) yaitu memodifikasi atau memanipulaasi lingkungan, sehingga terbentuk
lingkungan yang tidak cocok (kurang baik) yang dapat mencegah atau membatasi
perkembangan vektor.

b. Pengendalian Kimiawi

Pengendalian ini menggunakan bahan kimia yang berkhasiat membunuh


serangga (insektisida) atau hanya untuk menghalau serangga.

Insektisida anorganik/alami:

Insektisida yang di peroleh dari makhluk hidup sehingga disebut insektisida hayati..
contoh:

 Silica (SiO2) merupakan insektisida anorganik yang bekerja dengan


menghilangkan selubung lilin pada kutikula serangga sehingga menyebabkan mati
lemas. Insektisida jenis ini sering dibuat dari tanah diatom yang tersusun dari
molekul diatom Bacillariophyceae.
 Asam Borat (H3BO3) adalah insektisida anorganik yang dipakai untuk menarik
perhatian semut.

 Pirethrum adalah insektisida organik alami yang berasal dari kepala bunga
tropis krisan. Senyawa ini memiliki kemampuan penghambatan serangga yang
baik pada konsentrasi rendah. Namun berkaitan dengan proses ekstraksinya,
senyawa ini sangat mahal.

 Rotenon adalah insektisida organik alami yang diperoleh dari pohon Derris.
Senyawa ini berfungsi sebagai insektisida yang menyerang permukaan tubuh
hama. Salah satu tanaman yang mengandung rotenon adalah daun kacang
babi Tephrosia vogelii. Daun kacang babi efektif dalam mengendalikan
hama Crocidolomia pavonana, Nilaparvata lugens,Myzus persicae.

 Neem merupakan ekstrak dari pohon Neem (Azadirachta indica). Penggunaan


Neem sebagai insektisida hayati dimulai sejak 40 tahun lalu. Ekstrak neem
mengganggu aktivitas sistem pencernaan serangga, khususnya golongan
Lepidoptera (ngengat dan kupu-kupu beserta larvanya). Selain itu neem juga
berperan sebagai pengatur tumbuh dimana menyebabkan beberapa jenis serangga
terus berada pada kondisi larva dan tidak bisa tumbuh dewasa.

 Bakteri Bacillus thuringiensis memproduksi toksin Bt yang dapat mematikan


serangga yang memakannya. Toksin Bt aktif pada pH basa dan menyebabkan
saluran pencernaan serangga berlubang sehingga berujung pada kematian. Para
peneliti telah berhasil memindahkan gen yang berperan dalam produksi toksin Bt
dari B. thuringiensis ke tanaman kapassehingga serangga yang memakan tanaman
kapas tersebut akan mati. Kapas Bt merupakan salah satu organisme transgenik
yang paling banyak ditanam di dunia.
Insektisida Anorganik

Insektisida organik adalah insektisida yang mengandung unsure carbon atau


mengandung senyawa kimia.

Contoh: Senyawa Organofosfat

Insektisida golongan ini dibuat dari molekul organik dengan penambahan


fosfat. Insektisida sintetik yang masuk dalam golongan ini adalah Chlorpyrifos,
Chlorpyrifos-methyl, Diazinon, Dichlorvos, Pirimphos-methyl, Fenitrothion, dan
Malathion.

Senyawa Organoklorin

Insektisida golongan ini dibuat dari molekul organik dengan penambahan


klorin. Insektisida organoklorin bersifat sangat persisten, dimana senyawa ini mashi
tetap aktif hingga bertahun-tahun. Oleh karena itu, kini insektisida golongan
organoklorin sudah dilarang penggunaannya karena memberikan dampak buruk
terhadap lingkungan. Contoh-contoh insektisida golongan organoklorin adalah
Lindane, Chlordane, dan DDT.

Karbamat

Insektisida golongan karbamat diketahui sangat efektif mematikan banyak


jenis hama pada suhu tinggi dan meninggalkan residu dalam jumlah sedang. Namun,
insektisida karbamat akan terurai pada suasana yang terlalu basa. Salah satu contoh
karbamat yang sering dipakai adalah bendiokarbamat.

Pirethrin/ Pirethroid Sintetik

Insektisida golongan ini terdiri dari dua katergori, yaitu berisfat fotostabil serta
bersfiat tidak non fotostabil namun kemostabil.Produknya sering dicampur dengan
senyawa lain untuk menghasilkan efek yang lebih baik. Salah satu contoh produk
insektisida ini adalah Permethrin.

Pengatur Tumbuh Serangga

Insektisida golongan ini merupakan hormon yang berperan dalam siklus


pertumbuhan serangga, misalnya menghambat perkembangan normal. Beberapa
contoh produknya adalah Methoprene, Hydramethylnon, Pyriproxyfen, dan
Flufenoxuron.

Fumigan

Fumigan adalah gas-gas mudah menguap yang dapat membunuh hama serangga.
Fumigan hanya boleh digunakan oleh personel terlatih karena tingkat toksisitasnya
yang tinggi. Contoh-contohnya adalah Metil Bromida (CH3Br), Aluminium Fosfit,
Magnesium Fosfit, Kalsium Sianida, dan Hidrogen Sianida
Berikut beberapa jenis-jenis Insektisida organik/kimiawi:

1.Fenitrotion 40 wp

. Digunakan untuk pengendalian vektor malaria ( Anophelessp ), Bersifat


sedikit menguap, penggunaanya dengan penyemprotan residu di dinding rumah.

2.Temefos.

Digunakan untuk pengendalian larva Aedes Aegypti., nama dagangnya abate


1%. Penggunaannya dengan cara ditaburkan pada tempat penampungan air atau bak
mandi.

3.Malation.

Digunakan untuk memberantas Nyamuk dewasa, Penggunaanya dengan cara


penyemprotan, Biasanya digunakan untuk fogging.

4.Dieldrin.

Digunakans ebagai residual spray bersama-sama dengan DDT dan BHC untuk
pemberantasan nyamuk malaria, jika dalam penggunaanya kurang hati-hati dapat
mengakibatkan terjadinya absorbs melalui kulit, Dieldrin digunakan untuk
pemberantasan serangga yang telah resisten terhadap DDT, yaitu lalat, nyamuk, lipas,
semut dan juga triatoma.

5.Bediocarp.

Tergolong insektisia yang mempunyai efek bunuh yang cepat terhadap


serangga, digunakan terutama untuk pengendalian vektor malaria dan vector penyakit
Chages. Dapat pula digunakan untuk penggendalian serangga lain seperti lalat, pinjal,
sengkenit, lipas dan kutu busuk.
Menurut caramasuknya kedalam serangga, insektisida dibagi dalam 3 bagian,
yaitu:

1.RacunKontak

Insektisida masuk kedalam tubuh serangga dengan perantara tarsus ( jari- jari kaki )
pada waktu istirahat dipermukaan yang mengandung residu insektisida. Pada
umumnya dipakai untuk memberantas serangga yang mempunyai bentuk mulut tusuk
isap.

2.RacunPerut

Insektisida masuk kedalam badan serangga melalui mulut, jadi harus dimakan.
Biasanya serangga yang diberantas dengan menggunakan insektisida inimempunyai
bentuk mulut untuk menggigit, leka tisap, karet isap dan bentuk menghisap.

3.RacunPernafasan

Insektisida masuk melalui system pernafasan dan juga melalui permukaan


badan serangga. Insektisida ini dapat digunakan untuk memberantas semua jenis
serangga tanpa harus memperhatikan bentuk mulutnya. Penggunaan insektisida ini
harus hati- hati sekali terutama bila digunakan untuk memberantas serangga di ruang
tertutup. ( Parasitilogi Kedokteran : 1998 )

Efek penggunaan insektisida

Pada tahun 1960, Rachel Carson menerbitkan buku yang sangat berpengaruh dalam
sejarah penggunaan insektisida berjudul Silent Spring (Musim Sepi yang
[11]
Sunyi). Buku tersebut menyorot penggunaan DDT yang sangat marak di masa itu
karena sangat efektif, sekaligus menyadarkan manusia akan bahaya dari penggunaan
pestisida berlebihan. Insektisida yang dipakai seringkali menyerang organisme non
target seperti burung dan makhluk hidup lainnya. Oleh karena itu, penggunaan
insektisida juga Insektisida seringkali digunakan melebihi dosis yang seharusnya
karena petani beranggapan semakin banyak insektisida yang diaplikasikan maka akan
semakin bagus hasilnya. Beberapa petani bahkan mencampurkan perekat pada
insektisidanya agar tidak mudah larut terbawa air hujan Namun, penggunaan perekat
ini justru mengakibatkan tingginya jumlah residu pestisida pada hasil panen yang
nantinya akan menjadi bahan konsumsi manusia. Menurut data WHO sekitar 500 ribu
orang meninggal dunia setiap tahunnya dan diperkirakan 5 ribu orang meninggal
setiap 1 jam 45 menit akibat pestisida dan/atau insektisida. Penggunaan insektisida
sintetik juga dapat mengakibatkan terjadinya pencemaran lingkungan. Hal ini
dikarenakan insektisida tertentu dapat tersimpan di dalam tanah selama bertahun-
tahun, dapat merusak komposisi mikroba tanah, serta mengganggu ekosistem perairan

A. Resistensi

Resistensi insektisida

Merupakan suatu kenaikan proporsi individu dalam populasi yang secara


genetik memiliki kemampuan untuk tetap hidup meski terpapar satu atau lebih
senyawa insektisida. Peningkatan individu ini terutama oleh karena matinya individu-
individu yang sensitif insektisida sehingga memberikan peluang bagi individu yang
resisten untuk terus berkembangbiak dan meneruskan gen resistensi pada
keturunannya

Resistensi terhadap insektisida pertama kali dilaporkan terjadi pada tahun


1914 oleh AL Melander. Penggunaan kapur sulfur untuk mematikan hama pada
anggrek pada satu minggu pertama percobaan. Namun ketika dilakukan pengulangan
perlakuan insektisida, 90% hama tetap hidup. Tingkat resistensi serangga hama pada
insektisida terus meningkat seiiring dengan kemunculan dan pemakaian berbagai jenis
insektisida sintetik pada tahun-tahun berikutnya.

 Resistensi serangga

adalah kemampuan suatu populasi serangga untuk bertahan terhadap pengaruh


insektisida yang biasanya mematikan.

Resistensi serangga dibagi menjadi 2, yaitu:

1.ResistensiBawaan

Dari suatu populasi serangga ada anggota-anggota yang pada dasarnya sudah
resisten terhadap suatu insektisida. Sifat ini turun temurun sehingga selanjutnya
terjadi populasi yang resisten seluruhnya. Resisten bawaan juga terjadi karena
perubahan gen yang menyebabkan mutasi.
2.Resistensi Yang Didapati

Dari suatu populasi serangga, anggota-anggota yang rentan menyesuaikan diri


terhadap pengaruh insektisida, sehingga tidak mati dan membentuk populasi yang
resisten.
IX. PENGENDALIAN VEKTOR

Pengendalian vektor nyamuk bertujuan pertama, mengurangi populasi vektor


serendah-rendahnya sehingga tidak berarti lagi sebagai penular penyakit. Kedua,
menghindarkan terjadi kontak antara vektor dan manusia. Cara efektif untuk
pengendalian vektor nyamuk adalah dengan penatalaksanaan lingkungan yang
termasuk perencanaan, pengorganisasian, pelaksanaan dan pemantauan aktivitas
untuk modifikasi faktor-faktor lingkungan dengan suatu pandangan untuk mencegah
perkembangan vektor dan kontak manusia-vektor-patogen. Pengendalian nyamuk
dapat dilakukan dengan cara:

1. Pengendalian secara alami


Berbagai contoh yang berhubungan dengan factor ekologi yang sangat penting artinya
bagi
perkembangan serangga adalah:
 Adanya gunung ,lautan danau dan sungai yang luas yang merupakan rintangan
bagi penyebaran serangga
 Ketidakmampuan mempertahankan hidup beberapa spesies serangga di daerah
yang terletak di ketinggian tertentu dari permukaan laut
 perubahan musim yang dapat menimbulkan gangguan pada beberapa sepesies
serangga
 Iklim yang panas,udarah kering dan tanah tandus yang tidak memungkinkan
perkembang biakan sebagian besar serangga. Iklim yang panas atau yang
dinggin yang untuk beberapa sepesies tertentu tidak sesuai dengan kelestarian
hidupnya
 Angin besar dan cura hujan yang tinggi yang dapat mengurangi jumlah
populasi serangga disuatu daerah
 Adanya burung ,katak,cicak binatang lain yang merupakan pemangsa serangga
 .Penyakit serangga
2. Pengendalian secara buatan
Cara pengendalian ini adalah cara pengendalian yang dilakukan atas usaha manusia
dan
dapat dibagi menjadi:
 Pengendalian lingkungan (environmental control)
WHO expert Committee o Vektor Biology and Control membagi tiga tipe
penatalaksanaan lingkungan:
a. Modifikasi lingkungan (environmental modification)
Cara ini paling aman terhadap lingkungan, yaiutu tidak merusak
keseimbangan alam dan tidak mencemari lingkungan, tetapi harus dilakukan terus
menerus. Sebagi contoh misalnya :
 a.pengaturan system irigasi
 b.penimbunan tempat tempat yang dapat menampung air dan tempat-tempat
pembuangan sampah
 c.pengaliran air yang menggenang menjadi kering
 d.pengubahan rawa menjadi sawah
 e.pengubahan hutan menjadi tempat pemukiman

b. Manipulasi lingkungan (environmental manipularion)


Cara ini berkaitan dengan pembersihan atau pemeliharaan sarana fisik yang
telah ada supaya tidak terbentuk tempat-tempat perindukan atau tempat istirahat
serangga. Sebagai contoh misalnya:
a.membersihkan tanaman air yang mengapung didanau seperti ganggang dan lumut
yang dapat menyulitkan perkembangan An. Sundaicus
b.mengatur kadar garam di lagoon yang dapat menekan populasi An. Subpictus dan
An. Sundaecus
c.melestarikan kehidupan tanaman bakau yang membatasi tempat perlindungan An.
Sundaicus
d.mebuang atau mencabut tumbuh-tumbuhan air yang tumbuh dikolam atau rawa
yang dapat menekan populasi mansonia spp
e.melancarkan air dalam got yang tersumbat agar tidak menjadi tempat perindukan
culex

2. Pengendalian kimiawi

Untuk pengendalian ini digunakan bahan kimia yang berkhasiat membunuh


serangga (insektisida) atau hanya untuk menghalau serangga saja (repellent).
Kebaikan cara pengnedalian ini ialah dapat dilakukan dengan segera, meliputi daerah
yang luas, sehingga dapat menekan populasi serangga dalam waktu yang singkat.
Keburukannya Karen acara pengengdalian ini hanya bersifat sementara, dapat
menimbulkan pencemaran lingkungan, kemungkinan timbulnua resistensi serangga
terhadap insektisida dan mengakibatnya matinya beberapa pemangsa. Juga banyak
penduduk yang menolak ruah mereka disemprot, karena khawatir terjadinya kematian
binatang-binantang yang dipelihara. Contoh cara ini adalah:

 menuangkan solar atau minyak tanah dipermukaan tempat perindukan


sehingga larva serangga tidak dapat mengambil oksigen dari udara,
 pemakaian parisgreen temefos dan fention untuk membunuh larva nyamuk
 penggunaan herbisida dan zat kimia yang mematikan tumbuhan air tempat
berlindung larva nyamuk ditempat perindukan
 penggunaan insektisida berupa residual spray untuk nyamuk dewasa
 penggunaan gel silica dan lesitin cair

3. Pengendalian mekanik
Cara pengendalian ini dilakukan dengan menggunakan alat yang langsung dapat
membunuh, menangkap atau menghalau, menyisir, memgeluarkan serangga dari
jaringan tubuh. Menggunakan baju pelindung, memasang kawat kasa dijendela
merupakan cara untuk menghindarkan hubunggan (kontak)antara manusia dan vector.

4. Pengendalian fisik
Pada cara pengendalian ini digunakan alatb fisika untuk pemanasan ,
pembekuan dan pengunaan alat listrik untuk penggadan angin, penyinaran cahaya
o
yang dapat membunuh atau untuk menggangu kehidupan serangga.suhu 60 C dan
suhu beku, akan membunuh serangga, sedangkan suhu dinggin menyebabkan
serangga tidak mungkin melakukan aktifitasnya. Di Indonesia cara ini dapat di lihat di
hote, restoran dan pasar sualayan yang memasang hembusan angin keras di pintu
masuk. Memasang lampu kuning dapat menghalau nyamuk.

5. Penggendalian biologic
Dengan memperbanyak pemangsa dan parasit sebagai musuh alami bagi
serangga, dapat dilakukan pengendalian serangga yang menjadi vector atau hospes
perantara. Beberapa parasit dari golongan nematode, bakteri,protozoa,jamur dan virus
dapat dipakai sebagai pengendali larva nyamuk. Artopoda juga dapat dipakai sebagai
pengendali nyamuk dewasa. Predator atau pemangsa yang baik untuk pengendalian
larva nyamuk terdiri dari beberapa jenis ikan, larva nyamuk yang berukuran lebih
besar,juga larva capung dan cerustaceae.

Contoh parasit dari golongan nematode ialah: Romanomermis iyengari dan


Romanomermis culiciforax, merupakan 2 spesies cacing yang dapat digunakan untuk
pengendalian biologic. Nematode ini dapat menebus badan larva nyamuk, hidup
sebagai parasit sampai larva mati, kemudian mencari hospes baru. Bakteri Bacilus
thuringiensis (setoripe H-14) telah banyak dicoba untuk pengendalian larva
anopheles, Bacilus sphaericus sangat baik digunakan untuk pengendalian larva culex
quinquefasciatus. Selain itu jenis bakteri lain yang diharapkan dapat pula digunakan
sebagai pengendalian biologic larva nyamuk ialah: Bacilus pumilus dan Clostridium
bifermentans. Dua spesies protozoa yang dapt menjadi parasit larva nyamuk ialah:
Pleitophora culicis dan Nosema algerae. Dari hasil penelitian ternyata jamur
Langenidium giganticum dan Coelomuces stegomyiae baik untuk pengendalian larva
nyamuk, sedangkan 2 jenis jamur lainnya yang juga potensial sebagai pengendali
larva ialah: Tolypocladium cylindrosporum dan Culicinomyces clavsporus. Kedua
jenis jamur ini termasuk kelas Deuteromycetes dan efektif untuk pengendalian larva
Anopheles, Aydes, Culex, Simulium dan Culicoides. Virus Cytoplasmic polyhydrosis
dipergunakan untuk pengendalian larva kupu, sedangkan golongan artropoda yang
bersifat parasit dan dapat membunuh nyamuk dewasa adalah Arrenurus madarazzi.

Contoh beberapa jenis ikan sebagai pemangsa yang cocok untuk pengendalian
nyamuk vector stadium larva ialah: Panchax panchax (ikan kepala timah), Lebistus
reticularis (guppy= water ceto), Gambusia affinis(ikan gabus), Poecilia reticulate,
trichogaster trichopterus, Cyprinus carpio, Tilapia nilotica, Puntious binotatus dan
Rasbora lateristriata. Pemangsa lainnya adalah larva Toxorrhynchites amboinensir,
larva Culex fuscanus, larva capung dan 1 jenis dari golongan Crustaceae adalah
Mesocyclops.

6. Pengendalian genetika
Pengendalian bertujuan mengganti populasi serangga berbahaya dengan
populasi baru yang tidak merugikan. Beberapa cara berdasarkan mengubah
kemampuan reproduksi dengan cara memandulkan serangga jantan. Pemandulan ini
dapat dilakukan dengan menggunakan bahan kimia seperti preparat TEPA atau
dengan radiasi cobalt 60, antibiotic, antimetabolit dan bazarone (ekstra dari tanaman
Aeorus calamus). Kemudian serangga yang telah mandul ini diperbanyak lalu
dilepaskan dialam bebas, tempat populasi serangga berbahaya tadi. Zat kimia atau
radiasi itu merusak DNA didakam kromosom sperma tanpa mengganggu proses
pematangan, disebut steril male technic release. Ada lagi cara dengan radiasi yang
dapat mengubah letak susnan dalam kromosom disebut chromosome translocation.
Mengawinkan antara strain nyamuk dapat menyebabkan sitoplasama telur tidak dapat
ditembus oleh sperma sehingga tidak terjadi pembuahan, disebut sitoplasmic
incompatibility. Mengawinkan serangga antara sesies terdekat akan mendapatkan
keturunan jantan yang steril disebut hybrit sterility. Adanya sifat rentan terhadap
insektisida dapat dipakai pula untuk pengendalian cara genetic ini. Semua cara
pengendalian dengan genetika diatas baru dalam taraf penyelidikan, belum pernah
berhasil baik dilapangan.

7. Pengendalian legislative
Untuk mencegah tersebarnya serangga berbahaya dari satu daerah kedaerah
lain atau dari luar negri ke Indonesia, diadakan peraturan dengan saksi pelanggaran
oleh pemerintah. Pengendalian karantina di pelabuhan laut adan pelabuhan udara
bermaksut mencegah masuknya hama tanaman dan vector penyakit. Demikian pula
penyemprotan insektisida dikapal yang berlabuh atau kapal terbang yang mendarat
dipelabuhan udara. Keteledoran oleh karena itu tidak melaksankan peraturan-
peraturan karantina yang menyebabkan perkembangniakan vector nyamuk dan lalat,
dan dapat dihukum menurut undang-undang..

Pengendalian vector nyamuk Aedes aegypti

Pengendalian vektor nyamuk Ae. aegypti dapat dilakukan dengan menggunakan


beberapa metode yang tepat baik secara lingkungan, biologis, maupun secara
kimiawi, seperti :

1. Lingkungan
Pemberantasan sarang nyamuk (PSN) pada dasarnya merupakan pemberantasan jentik
atau mencegah agaar nyamuk tidak dapat lagi berkembang biak. Pemberantasan
sarang nyamuk (PSN) merupakan tindakan untuk memutus mata rantai perkembangan
nyamuk. Tindakan PSN terdiri atas beberapa kegiatan antaranya dengan 3M. Yaitu :
Menguras, Menutup, dan Mengubur tempat-tempat yang sering dijadikan
perkembangbiakan nyamuk. Pada dasarnya PSN ini dapat dilakukan dengan :

1. Menguras bak mandi dan tempat penampungan air sekurang-kurangnya


seminggu sekali. Dikarenakan perkembangan telur nyamuk menetas sekitar 7-
10 hari.

2. Menutup rapat tempat penampungan air. Supaya agar nyamu tidak


menggunakannya sebagai tempat berkembang biak.
3. Mengganti air pada vas bunga dan tempat minum burung setidaknya
semunggu sekali.
4. Membersihkan perkarangan atau halaman rumah dari barang-barang yang
dapat menampung air hujan. Karena berpotensi sebagai tempat
berkembangnya jentik-jentik nyamuk.
5. Menutup lubang-lubang pada pohon, terutama pohon bambu ditutup dengan
menggunakan tanah.
6. Membersihkan air yang tergenang diatap rumah juga dapat mencegah
berkembangnya nyamuk tersebut.
7. Pembersihan selokan disekitar rumah supaya air tidak tergenang.
8.
2. Biologis
Pengendalian secara bioligis merupakan pengendalian perkembangan nyamuk
dan jentiknya dengan menggunakan hewan atau tumbuhan. Seperti pemeliharaan ikan
cupang pada kolam/ sumur yang sudah tidak terpakai.

3. Kimiawi
Pengendalian secara kimiawi adalah cara pengendalian serta pembasmian
nyamuk dan jentik dengan menggunakan bahan-bahan kimia. Diantaranya adalah :

a. Pengasapan (Fogging)
Pengasapan/togging dengan menggunakan malathion dan fenthion yang
berguna untuk mengurangi kemungkinan penularan aedes aegypti dengan batas
tertentu. Pengasapan dilakukan pada pagi antara jam 07.00-10.00 dan sore antara jam
15.00-17.00 secara serempak (Depkes RI,2004). Penyemprotan dilakukan dua siklus
dengan interval 1 minggu. Pada penyemprotan pertama, semua nyamuk yang
mengandung virus dengue (nyamuk infentif) dan nyamuk lainnya akan mati.

Penyemprotan kedua bertujuan agar nyamuk baru yang infektif akan terbasmi
sebelum sempat menularkan kepada orang lain. Dalam waktu singkat, tindakan
penyemprotan dapat membatasi penularan, akan tetapi tindakan ini harus diikuti
dengan pemberantasan terhadap jentiknya agar populasi nyamuk penular dapat tetap
ditekan serendah – rendahnya (Chahaya,2005).

Pemberantasan nyamuk dewasa tidak dengan menggunakan cara


penyemprotan pada dinding (residual spraying) karena nyamuk Ae.aegypti tidak suka
hinggap pada dinding, melainkan pada benda-benda yang tergantung seperti kelambu
dan pakaian yang tergantung (Supartha,2008).

b. Larvaciding
Pemberantasan larva dengan memberikan bubuk abate (temephos) pada
tempat-tempat yang sering menjadi tempat penampungan air.pemberian abate hanya
disarankan pada tempat penampungan air yang sulit di kuras. Pemberian abate
dilakukan 4 x /tahun.

Dosis abate > 1gr untuk penggunaann 10 liter air.

c. Repelen
Repelen, yaitu bahan kimia atau non-kimia yang berkhasiat mengganggu
kemampuan insekta untuk mengenal bahan atraktan dari hewan atau manusia. Dengan
kata lain, bahan itu berkhasiat mencegah nyamuk hinggap dan menggigit. Bahan
tersebut memblokir fungsi sensori pada nyamuk. Jika digunakan dengan benar,
repelen nyamuk bermanfaat untuk memberikan perlindungan pada individu
pemakainya dari gigitan nyamuk selama jangka waktu tertentu (Kardinan,2007).

Nyamuk dalam mengincar mangsanya lebih mengandalkan daya cium dan panas
tubuh calon calon korbannya. Daya penciuman itulah yang menjadi target dalam
menghalau nyamuk (Rahayu ,2008).

Salah satu cara yang lebih ramah lingkungan adalah memanfaatkan tanaman
antinyamuk (insektisida hidup pengusir nyamuk). Tanaman hidup pengusir nyamuk
adalah jenis tanaman yang dalam kondisi hidup mampu menghalau nyamuk. Cara
penempatan tanaman ini bisa diletakkan di sudut-sudut ruangan dalam rumah, sebagai
media untuk mengusir nyamuk. Jumlah tanaman dalam ruangan tergantung luas
ruangan.

Pengendalian vector nyamuk Culex

1. Pengobatan semua penderita vilariasis

2.Upaya pengendalian vector dengan cara yang mudah di lakukan dan tidak
memrlukan biaya yang mahal

3.Perlindungan atau pencegahan terhadap gigitan vector

4.Meningkatkan pengetahuan rakyat mengenai penyakit vilariasis dan


penularannya,sehinga rakyat dapat berpatisifasi dalam pemberantasan
penyakit ini .

Pengendalian nyamuk dapat dibagi menjadi tiga yaitu :

1. Pengendalian secara mekanik


Cara ini dapat dilakukan dengan mengubur kaleng-kaleng atau tempat-tempat sejenis
yang dapat menampung air hujan dan membersihkan lingkungan yang berpotensial
dijadikan sarang nyamuk culex sp misalnya gotdan potongan bamboo. Pengendalian
mekanis lain yang dapat dilakukan adalah pemasangan kelambu dan pemasangan
perangkap nyamuk baik menggunakan cahaya lampu dan raket pemukul.

2. Pengendalian secara biologi


Intervensi yang di dasarkan pada pengenalan organisme pemangsa, parasit,
pesaing untuk menurunkan jumlah Culex sp. Ikan pemangsa larva misalnya ikan
kepala timah, gambusia ikan mujaer dan nila di bak dan tempat yang tidak bisa
ditembus sinar matahari misalnya tumbuhan bakau sehingga larva itu dapat di makan
oleh ikan tersebut dan merupakan dua organisme yang paling sering di gunakan.
Keuntungan dari tindakan pengendalian secara biologis mencakup tidak adanya
kontaminasi kimiawi terhadap lingkungan.[8] Selain dengan penggunaan organisme
pemangsa dan pemakan larva nyamuk pengendalian dapat di lakukan dengan
pembersihan tanaman air dan rawa-rawa yang merupakan tempat perindukan nyamuk,
menimbun, mengeringkan atau mengalirkan genangan air sebagai tempat perindukan
nyamuk dan membersihkan semak-semak di sekitar rumah dan dengan adanya ternak
seperti sapi, kerbau dan babi dapat mengurangi jumlah gigitan nyamuk pada manusia
apabila kandang ternak di letakkan jauh dari rumah.

3. Pengendalian secara kimia.

Penggunaan insektisida secara tidak tepat untuk pencegahan dan pengendalian


infeksi dengue harus dihindarkan. Selama periode sedikit atau tidak ada aktifitas virus
dengue, tindakan reduksi sumber larva secara rutin, pada lingkungan dapat dipadukan
dengan penggunaan larvasida dalam wadah yang tidak dapat dibuang, ditutup, diisi
atau ditangani dengan cara lain.

Pengendalian Nyamuk Anopheles

1.Pengendalian yang sudah di lakukan

Nyamuk Anopheles dewasa ini banyak sekali metode pengendalian vector dan
binatang pengganggu yang telah dikenal dan dimanfaatkan oleh manusia. Dari
berbagai metode yang telah dikenal dapat dikelompokkan sebagai berikut.

1. Pengendalian dengan cara menghindari/mengurangi kontak atau gigitan


nyamuk Anopheles.
a. Penggunaan kawat kasa pada ventilasi.
Dimana keadaan rumah ventilasi udara dipasangi atau tidak dipasangi kawat kasa
ini berfungsi untuk mencegah nyamuk masuk ke dalam rumah.

b. Menggunakan kelambu pada waktu tidur.


Kebiasaan menggunakan kelambu pada tempat yang biasa di pergunakan sebagai
tempat tidur dan di gunakan sesuai dengan tata cara penggunaan kelambu untuk
tempat tidur dan waktu penggunaan kelambu saat jam aktif nyamuk mencari
darah.

c. Menggunakan zat penolak (Repellent).


Untuk kebiasaan penggunaan repellent yang digunakan pada saat atau waktu
nyamuk menggigit atau pada waktu akan tidur malam atau pada waktu lain di
malam hari.

2. Pengendalian dengan cara genetik dengan melakukan sterelisasi pada nyamuk


dewasa.
3. Pengendalian dengan cara menghilangkan atau mengurangi tempat
perindukan, yang termasuk kegiatan ini adalah :
a. Penimbunan tempat-tempat yang dapat menimbulkan genangan air.
b. Pengeringan berkala dari satu sistem irigasi.
c. Pengaturan dan perbaikan aliran air.
d. Pembersihan tanaman air dan semak belukar.
e. Pengaturan kadar garam misalnya pada pembuatan tambak ikan atau udang.
4. Pengendalian Cara Biologi.
Pengendalian dengan cara ini dapat dilakukan dengan memanfaatkan musuh
alaminya (predator) atau dengan menggunakan protozoa, jamur dan beberapa
jenis bakteri serta jenis-jenis nematoda.

2. Pengendalian Dengan Cara Kimia (Chemical Control)


Pengendalian dengan cara kimia (Chemical Control) ini disebut juga
pengendalian dengan menggunakan pestisida. Pestisida adalah suatu zat kimia yang
dapat membunuh vektor dan binatang pengganggu. Disamping pengendalian secara
langsung kepada vektor, pengendalian secara kimiawi juga bisa dilakukan terhadap
tanaman yang menunjang kehidupan vektor dan binatang penggangu dengan
menggunakan herbisida. Penggunaan pestisida untuk mengendalikan vektor dan
binatang pengganggu memang sangat efektif tetapi dapat menimbulkan masalah yang
serius karena dapat merugikan manusia dan lingkungannya.

3. Pemanfaatan Ekstrak Daun Zodia


Zodia merupakan tanaman asli Indonesia yang berasal dari daerah Irian (Papua).
Oleh penduduk setempat tanaman ini biasa digunakan untuk menghalau serangga,
khususnya nyamuk apabila hendak pergi ke hutan, yaitu dengan cara menggosokkan
daunnya ke kulit.
Selain itu tanaman yang memiliki tinggi antara 50 cm hingga 200 cm (rata-rata
75 cm) di percaya mampu mengusir nyamuk dan serangga lainnya dari sekitar
tanaman. Oleh sebab itu, tanaman ini sering di tanam di pekarangan ataupun di pot
untuk menghalau nyamuk. Aroma yang dikeluarkan oleh tanaman zodia cukup wangi.
Biasanya tanaman ini mengeluarkan aroma apabila tanaman tergoyah oleh
tiupan angin hingga di antara daunnya saling menggosok maka keluarlah aroma yang
wangi.
Saat ini sebagian masyarakat menyimpan tanaman zodia pada pot didalam
ruangan sehingga selain memberikan aroma yang khas, juga aromanya dapat
menghalau nyamuk didalam ruangan. Namun demikian tidak berarti bahwa nantinya
di dalam ruangan terdapat bangkai nyamuk sebagai akibat dari tanaman ini, nyamuk
hanya terusir karena tidak menyukai aroma dari tanaman ini. Penyimpanan tanaman
juga sering diletakkan disekitar tempat angin masuk ke dalam ruangan, nyamuk yang
hendak masukpun terhalau.

4. Repellent

Repellent adalah substansi yang digunakan untuk melindungi manusia dari


gangguan nyamuk dan serangga pengigit lainnya. Secara umum repellent dibagi
menjadi 2 kategori, yakni repellen kimia dan Repellen alami. Repellen kimia
misalnya DEET (N, N diethyl-m-Toluamide). Repellen alami dapat digunakan
peptisida nabati. Peptisida nabati menimbulkan residu relative rendah pada bahan
makanan dan lingkungan serta dianggap lebih aman dari pada pestisida sintesis.
Pestisida nabati dapat diperoleh melalui tumbuhan penghasil insektisida nabati.
Insektisida nabati adalah kelompok tumbuhan yang menghasilkan pestisida
pengendali hama insekta.
Tumbuhan yang biasa digunakan sebagai insektisida nabati salah satunya
dlingo. Bagian tumbuhan yang digunakan rimpangnya, rimpang dlingo dapat
digunakan dalam dua bentuk yaitu berbentuk tepung dan minyak. Rimpang dlingo
mengandung minyak yang dapat digunakan sebagai bahan insektisida yang berkerja
sebagai repellen (penolak serangga) tanaman lainnya bisa menggunakan pyrethrum,
serai, zodia, gerainium, rosmery, soga, bitung, babandotan.
Repellent digunakan dengan cara menggosokkan pada tubuh atau
menyemprotkan pada pakaian. Oleh karena itu repellen mempunyai syarat.
a. Sifat fisio kimia seperti stabilitas, kompatibel (dengan bahan lain dalam formulasi)
b.Efektif dan berefek lama sebagai repellen
c.Bersifat spektrum luas (efek terhadap macam jenis serangga)
d.Toksisitas rendah, tidak berbahaya, tidak menyebabkan iritasi
e.Nyaman digunakan
f.Tidak merusak pakaiaan, tahan air
g. Sumber bahan banyak, teknologi industri sederhana, biaya rendah, harga terjangkau

Efektifitas penggunaan repellen dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain


komponen kimia bahan aktif, titik didih dan kecepatan penguapan, jenis serangga
target, pemakai (lingkungan, kelembaban udara, temperature atmosfer, dan sirkulasi
udara). Pengendalian nyamuk dengan Repellen mempunyai keuntungan misalnya
digunakan secara perorangan dengan mudah, mencegah polusi lingkungan, dan
toksistas rendah.
X. PENYAKIT MIASIS

DEFINISI
Miasis adalah penyakit yang disebabkan oleh oleh infestasi larva lalat dari ordo
Diptera pada manusia atau vertebrae hidup dan memakan jaringan mati atau hidup,
cairan tubuh atau makanan yang ditelan hospesnya ( Lynne S. Garcia 1996 ). Miasis
ini perlu dipelajari dan diketahui karena dapat menyebabkan penyakit pada manusia
serta hewan yang hidup. Miasis ini pada umumnya jinak ( tidak berbahaya ) hanya
pada infestasi tempat – tempat tertentu saja yang berbahaya karena dapat
mengakibatkan kematian ( Herms, 1998 )
Penyakit ini banyak pada daerah pedesaan dan berhubungan dengan
lingkungan yang buruk. Pada manusia infestasi larva ini dapat mengenai kulit, luka
yang terbuka, usus dan rongga tubuh yang lain ( mulut, hidung, telinga, mata, sinus,
vagina dan uretra dll ) ( Adisa and Mbanaso, 2004 ).
Biasanya larva meninfestasi organ atau jaringan tubuh hewan, tetapi sering
terjadi larva-larva itu membuat liang dalam kulit sedemikian rupa dan larva-larva
masuk dalam liang tersebut. Bentuk miasis yang demikian disebut creeping myasis
atau miasis penjilat atau perangkak. Jikallarva-larva yang menginfestasi organ atau
jaringan tubuh mengisap darah, bentuk ini disebut sanguinivorous myasis.

KLASIFIKASI ( Anna M. West ).


Klasifikasi dari miasis dibagi dua yaitu berdasrkan :
1. Klasifikasi berdasarkan Taksonomi
2. Klasifikasi berdasarkan etiologi
Klasifikasi Berdasarkan Taksonomi ( yang penting bagi kesehatan ) :
1. Family Muscidae
2. Family Calliphorida
- Genus Cochliomya
- Genus Cordylobia
- Genus Chrysomia
- Genus Auchmeromya
3. Famili Sarchophagidae
- Genus Sarcophaga
- Genus Wohlfahrtia : W.magnifica
W. vigil
W.opaca
4. Famili Chloropidae
- Genus Hippelates
5. Famili Gasterophilidae
- Genus Gasterophilus
6. Famili Oestridae
- Oestus ovis, Rhinostreus purpures
- Genus Hypoderma
7. Famili Cuterebridae
- Genus Cuterebridae
- Genus Dermatobia
Klasifikasi Berdasarkan Etiologi ( Anna M West., Medical Entomology, Soedarto )
1. Miasis spesifik (Miasis Obligatori ) , miasis yang berkembang pada
berkembang pada jaringan atau manusia yang hidup
2. Miasis semi spesifik (Miasis fakultatif ), parasit ini dapat tumbuh pada
jaringan yang hidup atau yang mati
3. Miasis Akidental (Miasis Accidental ), telur dari lalat akan masuk kedalam
tubuh melalui makanan yang sudah terkontaminasi.

Jenis- Jenis Miasis Menurut Jaringan Yang Terkena ( Anna M. West. Hunter
1991. Soedarto 2007 )
1.Kutan, jaringan mukokutan, mata, hidung dan telinga
Larva masuk ke jaringan menimbulkan berbagai macam kelainan mulai dari iritasi,
pruritus sampai invasi ke organ – organ yang lain
2.Intestinal
Lalat betina menempel pada makanan atau minuman kemudian bertelur lalu bisa
berubah menjadi larva, kemudian makanan / minuman tersebut tertelan oleh manusia
atau hewan lain
3. Tempat – tempat lain
Pernah dilaporkan ditemukannya larva di urin, vagina dan paru – paru ( inhalasi
secara tidak sengaja dari lalat dewasa betina gravid atau melalui telur yang
berterbangan. ( Chan JC 2005. Heng sin. Natali 1997. Jiang CA 2002. NG KH Yip
KT 2003 )

Epidemiologi
Miasis endemik terutama di Negara Afrika dan Amerika di daerah tropis
maupun subtropik, terutama pada musim panas ( Noutsis and Milikan ). Miasis
merupakan penyakit “ self limiting infection”. Pada umumnya miasis ini tidak
berbahaya. Di Panama tercatat 160 kasus /1000 pertahun dan dia Amerika tengah
kemungkinan kasusnya lebih tinggi.

Gejala Klinis
Menurut Jiang C 2002, bahwa dia menemukan 54 kasus miasis di Cina sejak tahun
1995 – 2001. Beliau membagi miasis dalam tujuh kelompok yaitu : miasis pada mata,
rongga hidung, telingan luar, kulit, organ pencernaan, Urogenital dan miasis trauma
( sub cutan ) ( Jiang C 2002 )
1. Miasis pada kulit ( Furuncular Cutaneus Myasis )
Miasis pada kulit banyak dijumpai pada daerah pedesaan dan mempunyai
lingkungan yang buruk. Seringkali miasis ini disertai dengan infeksi sekunder
oleh bakteri.
Miasis pada kulit disebabkan oleh tumbu fly ( Cordylobia antropophaga )
banyak ditemukan di Afrika ( Verald et all ). dan human botfly ( Dermatobia
hominis ). Lokasi dari lesi bervariasi disebabkan karena cara penularannya
yang berbeda. Miasis yang disebabkan oleh tumby fly ( Cordylobia
antrophaga ) sering terdapat pada badan, bokong, paha. Sedangkan human
botfly ( D. Hominis ) menyerang kepala, muka, lengan dan betis (Luchina et
al ). Larva dari keduanya dapat menginfestsi kedalam jaringan kulit.
Beberapa jenis yang lain juga dapat menimbulkan gejala pada kulit :
1. Gasterophylus intestinalis
2. Cochliomya hominivorax ( famili Calliphorida )
3. Chrysomia bezziana
4. Cordylobia rhodaini
Gejala klinis :
1. Lesi berupa papul, eritema dan gatal dengan diameter 2 – 3 mm dalam
waktu 24 jam setelah kontak dengan larva ( Purych- Alberta, Swetter et al )
2. Pada tempat lesi akan terasa sakit dan ini bisa disebabkan adanya duri
disekitar tubuh larva yang dapat menimbulkan iritasi pada jaringan sekitarnya
( Purych )
3.Papul dapat menjadi purulent dan bernanah ( infeksi )
2. Miasis intestinalis ( miasis usus )
Biasanya terjadi pada infeksi larva jenis eksidental, dimana telur dari lalat
tersebut terdapat dalam makanan dan kemudian makanannya tersebut dimakan
oleh manusia sehingga dapat masuk ke usus dan berkembang menjadi larva
sehingga dapat menginfestasi usus itu sendiri ( jenis Muscidae ). Sedangkan
untuk jenis Sarcophagidae maka yang menempel pada makanan adalah jenis
larvanya dan itu yang dapat masuk kedalam usus. Larva Sarcophagidae dapat
menimbulkan ulkus atau iritasi pada usus.
Miasis usus ini dilaporkan oleh Y. Chigusa 2000, dimana beliau menemukan
adanaya larva Dryomiza formosa pada feses segar dari wanita Jepang
penderita skizofrenia berusia 27 tahun. ( Medical Entomology. Heng Sin )
Jenis yang dapat menyebabkan miasis intestinalis antara lain :
- Musca
- Fania
- Sarcophaga
3. Miasis pada luka yang terbuka ( miasis traumatik )
Pintu mauk dari infestasi lalat ini adalah melalui luka yag terbuka dimana lalat
dewasa meletakkan telurnya pada luka atau di dekat luka terbuka dan berbau,
lalu larva tersebut akan membuat terowongan dan membuat nodul pada
subcutaneus ( Noutsis and Milikan ) Jenis yang dapat mengakibatkan miasis
traumatik :
- Sarcophaga
- Calliphoridae
4. Miasis pada rongga tubuh
Miasis ini sering terjadi pada organ – organ lain yang dimulai dengan adanya
lubang pada rongga tubuh.
Miasis bisa terjadi pada rongga hidung maupun telinga dimana infestasi dari
larva ini dapat memasuki organ otak, seperti diketahui bahwa organ otak
berhubungan dengan hidung dan telinga melalui tuba Eustachii. Larva ini
dapat merusak jaringan sekitar telinga sampai ke lapisan otak yang sangat
berbahaya yang dapat menyebabkan kematian.
Miasis dapat terjadi juga pada vulva, vagina bahkan pada traktus urinarius.
Penularannya bisa melalui alat – alat kedokteran contahnya pemakaian kateter
pada orang sakit dimana kateter tersebut dapat terkontaminasi dengan telur
atau larva dari lalat tersebut.
Penyebab miasis Urinaria yang pernah dilaporkan adalah Fannia, Muscina,
Musca, Calliphora dan Sarcophaga ( Soedarto 1992 ) .

Miasis Pada Rongga Mata


CARA PENULARAN
Cara penularan dari larva lalat tersebut bermacam – macam tergantung dari jenis spesies lalat
tersebut. Cordylobia antropophaga ( tumbu fly ), meletakkan telurnya pada tempat – tempat
antara lain tanah atau pakaian, telur akan berkembang menjadi larva dan membuat
terowongan kedalam kulit ( Kpea and Zywocinski 1996 ). Siklus ini mirip dengan siklus
hidup dari C. Rhodaini.

RESERVOAR DAN VEKTOR


Vektor atau resevoar yang dapat menyebabkan miasis yang disebabkan oleh lalat
tergantung dari jenis apakah lalat tersebut, obligat / fakultatif atau eksidental, pada umumnya
adalah berhubungan dengan nyamuk

MASA INKUBASI
Masa inkubasi tergantung dari siklus hidup dari lalat tersebut, pada umumnya antara 5 –
12 minggu. Keterangan ini sangat penting karena sangat berguna untuk mendiagnosis
penderita yangmempunyai riwayat mengadakan perjalanan dari darah endemik kurang lebih
5 – 12 minggu sebelumnya ( Tsuda et all 1995 ).

DIAGNOSIS
Diagnosis miasis ini sulit karena jarang ditemukan sehingga penatalaksanaannya menjadi
terlambat. Diagnosis dini sangat penting diketahui untuk menghindari penggunaan antibiotik
yang tidak efektif.
Diagnosis yang perlu diketahui adalah :
- Mempunyai riwayat perjalanan kedaerah endemik
- Adanya satu / lebih lesi pada daerah yang terbuka
- Cairan seros, atau seropurulent yang keluar dari pungtum lesi
- Adanya gejala lokal antara lain : rasa gatal, nyeri terasa ada sesuatu yang bergerak dari
lesi tersebut.
- Adanya larva ( maggot ) yang ditemukan baik itu dari tempat lesi atau spesimen yang
lain.
- Ultrasound
Penelitian di Inggris menggunakan ultrasound sebagai alat untuk mengetahui dan terapi pada
larva yang dewasa. Peneliti sudah mengatahui lokasi dari larva dan ukurannya. Dengan alat
ini dapat memudahkan pengangkatan larva melalui operasi.

Modul Entomologi Medis Page 85


DIAGNOSIS BANDING
- Cellulitis
- Furunkulosis
- laeismaniasis
- Onchocerciasis
- Tungais
- Adenopathi
- Abses kulit
- Gigitan serangga
- Kista subcutaneus

PENATALAKSANAAN DAN TERAPI


Pengangkatan dari larva terutama yang di kulit sulit karena bentuk dari larvanya yang
mempunyai duri disekitar tubuhnya yang menancap pada jaringan sekitarnya. ( Swetter et al
1996 )
Pada umumnya miasis yang tidak berbahaya tidak perlu diangkat ( Shorter et al, Bowry and
Cottingham, Powers and Yorgensen 1997 ).
Jika di angkat maka diadakan pembedahan dengan anestesi lokal, hati – hati karena duri yang
menancap pada jaringan sekitarnya dapat menyebabkan peradangan, infeksi bakteri terkadang
telah membentuk granuloma.

PENCEGAHAN :
1. Memakai baju adalah salah satu cara menghindari dari kontak dengan lalat
2. Jika ada luka maka luka tersebut harus ditutup guna menghindari kontak dengan lalat
3. Sayur, buah dan daging segar dan dicuci dahulu sebelum diolah
4. Tutup makanan matang sehingga tidak dihinggapi oleh lalat
DAFTAR PUSTAKA

Brotowidjojo, M.D. 1987. Parasit dan Parasitisme Ed. I. PT. Media Sarana Press. PT.
Media Metan Putra, Jakarta.

Gandahusada,S dkk. 2006 Parasitologi kedokteran. Edisi ketiga. Fakultas kedokteran


Universitas Indonesia. Jakarta.

Hadidjaja,P & Margono,S. 2011. Dasar Parasitologi Klinik. Penerbit FKUI

Irianto,K. 2009.Panduan Praktikum Parasitologi Dasar. Bandung. Yrama Widya.

Prianto J, Tjahaya, Darwanto. 2008. Cetakan ke sepuluh. Parasitologi Medis Editor:


Gandahusada, S & Pinardi Hadidjaja. Jakarta. Gramedia Pustaka Utama.

Garcia, Lynne S & Bruckner, David A. .1996. Diagnostik Parasitologi Kedokteran. Alih
Bahasa dr.R Makimian. Editor dr. Lesmaan Padmastura. Jakarta. EGC.

Samidjo,J. 2003. Parasitologi Medik (Helmintologi). Departemen Kesehatan RI.


Politeknik Kesehatan Bandung. Bandung.

Safar, Rosdiana. 2009. Protozoologi, Helminthologi , Entomologi. Bandung. CV. Yrama


Widya

Soedarto. 1996. Atlas Helminthologi Kedokteran. Jakarta. Penerbit Buku Kedokteran


EGC

Sembel, D.T. 2009. Entomologi Kedokteran. Penerbit Andi Offset.Yogyakarta.

Zaman, V. 1997. Atlas Parasitologi Kedokteran. Hipokrates. Jakarta.

Anda mungkin juga menyukai