Anda di halaman 1dari 10

Domestic Case Study 2018

Sekolah Tinggi Pariwasata Ambarrukmo Yogyakarta

Peresean sebagai Permainan Khas Suku Sasak


Lombok Nusa Tenggara Barat
Jamroni
1702817

Sekolah Tinggi Pariwasata Ambarrukmo Yogyakarta

Abstract : Makalah ini merupakan hasil laporan Domestic Case Study untuk syarat publikasi
ilmiah di Sekolah Tinggi Pariwasata Ambarrukmo Yogyakarta dengan judul Peresean sebagai
Permainan Khas Suku Sasak Lombok Nusa Tenggara Barat.

1. Pendahuluan
Program Domestic Case Study atau yang biasa di singkat dengan DCS
merupakan salah satu kewajiban yang harus dilakukan oleh mahasiswa S1 Jurusan
Hospitality dan Diploma 3 Sekolah Tinggi Pariwisata Ambarrukmo Yogyakarta Sebagai
salah satu syarat kelulusan [1].
Penulisan adalah mahasiswa semester VIII- Transfer program S-1 di sekolah
tinggi pariwisata Ambarrukmo (STIPRAM) yogyakarta, dan mengikuti Jambore
Nasional yang pada rangkaian acara yang bertemakan “Responsible Tourism (Pariwisata
Berbasis Lingkungan)”di Bumi Perkemahan Kaliurang [2]. Dalam seminar ini membahas
mengenai Berbagai aspek termasuk di antaranya kearifan lokal sebagai daya tarik wisata..
Yaitu bagaimana kearifan lokal atau sosial budaya lokal yang dimiliki oleh suatu daerah
dapat dijadikan suatu daya tarik wisata selain keindahan alam yang dimiliki suatu daerah
sehingga harus dilestarikan. Sosial budaya lokal dapat dijadikan obyek wisata sehingga
meningkatkan pendapatan masyarakat daerah setempat bahkan Negara. Kegiatan
observasi yang berlangsung selama 2 hari terhitung tanggal 15-16 Januari 2018, tema
domestic case study yang penulis angkat untuk bahan pembuatan jurnal ialah mengenai
“Peresean sebagai permainan khas suku sasak, Lombok, Nusa Tenggara Barat” yang
menjadi salah satu pembahasan yang penulis dapat di Pulau Lombok. Tujuan penulis
melakukan Domestic Case Study ini untuk menambah wawasan dan untuk melihat
kebudayaan lokal yang dimiliki khas suku sasak, Lombok. Alasan penulis membahas
tentang Peresean sebagai permainan khas suku sasak adalah, sebagai seorang mahasiswa
pariwisata, penulis di tuntut untuk menjadi seseorang yang keritis memperhatikan
perkembangan dunia pariwisata. Sehingga jurnal ilmiah ini, penulis buat untuk
menambah wawasan untuk penulis dan juga untuk para pembaca.
Indonesia adalah negara yang memiliki berbagai macam kebudayaan yang
berbeda baik dari segi agama, kuliner, musik tradisional, dan permainan serta tarian
disetiap daerah yang terkenal. Di antara kebudayaan tersebut yang paling menarik
perhatian adalah permainan atau tarian local [3].
Pariwisata merupakan segala sesuatu yang berhubungan dengan kegiatan
perjalanan yang dilakukan secara sukarela dan bersifat sementara untuk menikmati objek
dan daya tarik wisata, serta usaha-usaha yang terkait di bidang tersebut (UU Republik
Indonesia No. 9 Tahun 1990 Tentang Kepariwisataan) [4].
Margenroth dalam Yoeti (1997:117) menjelaskan bahwa pariwisata adalah lintas
orang-orang yang meninggalka tempat tinggalnya untuk sementara waktu, untuk
berpesiar ke tempat lain, semata-mata sebagai konsumen dari buah hasil perekonomian
dan kebudayaan guna memenuhi kebutuhan hidup dan kebudayaan atau keinginan yang
beranekaragam dari pribadinya [5].
Pengertian pariwisata menurut Pendit (1994:35) Pariwisata adalah kegiatan
orang-orang sementara dalam jangka waktu pendek, ke tempat-tempat tujuan di luar
tempat tinggalnya dan temoat bekerjanya, serta diluar kegiatan mereka, dan selama di
tempat tujuan mempunyai berbagai maksud, termasuk kunjungan wisata [6].
Berdasarkan definisi Pariwisata yang telah dijelaskan diatas, dapat disimpulkan
bahwa pariwisata adalah suatu perjalanan yang dilakukan untuk sementara waktu, yang
diselenggarakan dari satu tempat ke tempat lainnya, dengan maksud bukan untuk
berusaha (Business) atau mencari nafkah di tempat yang dikunjungi, tetapi semata-mata
hanya untuk menikmati perjalanan tersebut [7].
Destinasi wisata adalah sebuah susunan sistematis dari tiga elemen. Seorang dengan
kebutuhan wisata adalah inti/pangkal (keistimewaan apa saja atau karekteristik suatu
tempat yang akan mereka kunjungi) dan sedikitnya satu penanda (inti informasi) [8].
Seseorang melakukan perjalanan wisata dipengaruhi oleh faktor-faktor yang menjadi
daya tarik yang membuat seseorang rela melakukan perjalanan yang jauh dan
menghabiskan dana cukup besar. Suatu daerah harus memiliki potensi daya tarik yang
besar agar para wisatawan mau menjadikan tempat tersebut sebagai destinasi wisata [9].
Dan yang jadi pembahasan saya disini adalah permainan tari peresean yang
menjadi icon budaya khas suku sasak tepatnya pulau Lombok. Peresean adalah salah satu
permainan sekaligus tarian khas suku sasak, Lombok yang masih dilestarikan dan
diadakan acara setiap tahunnya. Peresean menjadi daya tarik budaya pulau Lombok karna
bentuk permainan yaitu dua orang yang saling pukul memakai rotan dan diselangi dengan
tarian khas suku sasak serta diiringi oleh musik tradisional khas suku sasak Lombok.
Peresean juga dijadikan sebagai penyambutan tamu atau wisatawan yang datang
berkunjung ke berbagai obyek wisata di pulau Lombok khususnya obyek wisata desa
wisata.

2. Pembahasan
A. Sosial Budaya Suku Sasak
Lombok adalah sebuah pulau di kepulauan Sunda Kecil atau Nusa Tenggara yang
terpisahka n oleh Selat Lombok dari Bali di sebelah barat dan Selat Alas di sebelah timur
dari Sumbawa. Kota utama di pulau ini adalah Kota Mataram. Memang lombok terkenal
juga dengan pulau seribu masjid, di samping itu banyak juga kekayaan alam dan budaya
yang melimpah baik dalam hal ini permainan tarian peresean. Walaupun masih kentalnya
budaya yang masih terjaga, namun di beberapa daerah sudah melupakan dan tidak
memainkan lagi permainan tersebut sehingga terancam punah.
Secara potensi pulau Lombok memiki sumber daya alam yang sangat melimpah begitu
juga dengan sumber daya manusia yang berupa adat istiadat dan budaya yang telah
terbentuk selama ratusan tahun dan Dari segi akomodasi lombok memang belum
memiliki banyak hotel berbintang. Dengan kian maraknya tempat makan dan cafe
bergaya celassic modern , cafe shof di lombok dan aneka makanan teradisional serta
barang shopnir semakin menarik wisatawan untuk berkunjung ke pulau lombok”seribu
masjid”.
B. Letak Geografis
Pulau Lombok luasnya 4.738,7 Km2 terletak diantara pulau Bali di sebelah barat
berbatasan dengan selat Lombok, dan pulau Sumbawa di sebelah timur berbatasan
dengan selat Sumbawa, di sebelah utara berbatasan dengan laut Jawa dan di sebelah
selatan berbatasan dengan Samudera Indonesia. Secara geografis terdapat perbedaan jenis
permukaan daratan, kesuburan dan iklim antar berbagai bagian wilayahnya. Dibagian
utara terdapat rangkaian gunung-gunung yang masih aktif, seperti gunung Punikan
dengan ketinggian 1.490 m DPL. gunung Sangkareang 2.914 m DPL, gunung Rinjani
3.775 m DPL dan gunung Nanggi 2.330 m DPL.
Diantara gunung-gunung tersebut pada ketinggian 2.008 m DPL. terdapat sebuah danau,
yaitu danau Segara Anak. Air danau ini mengandung kadar sulfur yang sangat tinggi dan
mineral-mineral lainnya. Kondisi ini mempengaruhi warna air yang mengalir yaitu Kokok
Puteq atau sungai putih, karena berwarna seperti susu dan agak keruh. Di sebelah utara
dari rangkaian pegunungan ini sekitar 5-10 km merupakan daerah pertanian. Di bagian
tengah terdiri dari 60 km dari barat ke timur dan 30 km dari utara ke selatan, tanahnya
sangat subur, sehingga konsentrasi penduduk dominan menempati daerah ini.
Di bagian selatan dikenal dengan lahan kritis, karena sangat jarang dituruni hujan,
sehingga masyarakat bergantung kepada turunnya hujan untuk dapat mengolah sawahnya.
Tetapi saat ini daerah ini terbantu dengan adanya sumur-sumur bor untuk mengaliri
sawahnya. Walau demikian, pertanian tetap menjadi mata pencaharian utama masyarakat
di pulau ini, bahkan dalam peta ekonomi daerah pertanian menjadi sector yang paling
dominan. Dengan tipologi daerah yang seperti ini, pulau Lombok awalnya terbagi
menjadi 3 kabupaten, yaitu kabupaten Lombok Barat dengan ibu kotanya Mataram,
kabupaten Lombok Tengah dengan ibu kotanya Praya dan kabupaten Lombok Timur
dengan ibukota Selong.
Hingga tahun 2009 pulau Lombok terbagi menjadi 5 kabupaten/kota, yakni selain 3
kabupaten di atas, ada kota Mataram dengan ibu kotanya Mataram dan ibukota kabupaten
Lombok Barat berubah menjadi Gerung, dan terakhir kabupaten Lombok Utara dengan
ibu kotanya Tanjung.
C. Penduduk
Menurut hasil Susenas 2007 jumlah penduduk yang mendiami pulau Lombok adalah
3.039.846 jiwa, jumlah ini merupakan 70,5% dari keseluruhan penduduk Nusa Tenggara
Barat yakni 4.835.577 jiwa, sisanya sebesar 1.252.645 jiwa mendiami pulau Sumbawa.
Berdasarkan data ini, pulau Lombok yang luasnya sepertiga dari propinsi Nusa Tenggara
Barat, memiliki penduduk dua pertiga dari jumlah keseluruhan penduduk propinsi Nusa
Tenggara Barat. Secara keseluruhan jumlah penduduk dengan jenis kelamin perempuan
ternyata lebih banyak dibandingkan dengan jenis kelamin laki-laki.
D. Agama dan Kepercayaan
Agama Islam adalah agama terbesar pemeluknya dibandingkan dengan agama Hindu,
Budha, Katholik, dan Kriten Protestan, dan jumlah masjid di pulau Lombok sebanyak
3.975 (tahun 2008), oleh karena itu, pulau ini dijuluki pulau dengan seribu masjid.
Agama Islam masuk ke pulau Lombok sekitar abad ke-14 dibawa oleh Sunan Prapen,
putra Sunan Giri salah seorang dari Wali Sanga dari Jawa. Pengislaman masyarakat di
pulau Lombok melalui tiga tahapan karena keberagaman masyarakatnya.
Tahap pertama adalah disebut dengan Tahu Bude disebut juga dengan Syiwa Budhe, yaitu
masyarakat baru mengenal syahadat atau kalimah tauhid tetapi dalam kehidupan sehari-
hari masih sangat kental dengan tata cara nilai-nilai kepercayaan animism, hindu jawa,
hindu bali dan lain-lain. Tahap kedua adalah Tau Wetu Telu atau Agama Waktu Telu.
Tahap ini agama Islam yang dibawa oleh sunan Prapen. Menurut sejarahnya, sebelum
ajaran agama Islam sempurna sudah ditinggal menuju ke Sumbawa. Kepercayaan Agama
Waktu Telu masih dianut oleh sekelompok kecil masyarakat Loombok di desa Bayan
Lombok Utara.Tahap ketiga adalah Tau Lime atau Game Lime dimulai dengan masuknya
kerajaan Goa ke Lombok, sekaligus di dalamnya ada penyebaran Islam melalui Sumbawa
dan Bima ke Lombok.
Idealism Islam pada masyarakat Sasak setelah diperkuat oleh da’wah kaum Sufi yang
kemudian dilanjutkan oleh para ulama yang telah lama bermungkim di Mekkah. Tahap
kedua (waktu telu) dalam penyebaran agama Islam adalah tahap yang paling unik karena
dalam kepercayaan mereka selalu ada tiga yang mendasari agama ini. Misalnya sholat,
bagi mereka ada tiga sholat yaitu subuh, dhohor dan magrib. Dalam ajaran berpuasa, ada
tiga hari diawal, tiga hari ditengah dan tiga hari diakhir.
Ada tiga kenapa manusia melakukan pengabdian, karena ada Allah sang pencipta, ada
malaikat Jibril sebagai perantara Allah ke Bumi dan ada Muhamad sebagai penerima
wahyu dari malaikat Jibril untuk diajarkan kepada manusia. Ada tiga inti dalam
keberadaan manusia, yakni ada lahir, hidup dan mati. Ada tiga dimensi Allah
menciptakan kehidupan alam secara keseluruhan, yaitu dimensi Peniwok atau alam
tumbuh-tumbuhan, dimensi Menelok atau alam hewan dan Menganak atau alam manusia.
E. Kesejarahan
Kesejarahan suku Sasak terbagi menjadi dua, yaitu Proto Sasak atau Sasak Tua yang
berasal dari Yunan yang melakukan perjalanan bermigrasi dari Yunan Selatan membelah
sungai Mekkong, Thailand dan Vietnam masuk ke teluk Siam yang pada akhirnya
penjelajah inilah yang menemukan Pattai, Malaysia. Setelah bermungkim beberapa lama
kemudian melanjutkan perjalanan membelah laut Cina Selatan masuk ke perairan
Nusantara hingga mencapai selat Karimata.
Pada selat inilah rombongan berpecah, sebagian masuk ke Sumatera yang kemudian
menjadi asal mula suku Batak, terus ke Timur menjadi suku Dayak (proto Melayu).
Rombongan lainnya menuju kea rah Timur Laut menjadi orang Philipina di pulau Palawa
(disinilah terdapat goa Sasak). Selanjutnya dari rombongan ini kemudian meneruskan
perjalanan ke selatan masuk ke Karimata atau Belitung terus ke Kalimantan Selatan, ke
laut Jawa, ke timur sampai ke Lombok. Rombongan inilah yang menjadi penduduk asli
Lombok (Sasak Tua).
Dalam perkembagan berikutnya dengan kedatangan Raja-raja Jawa, lalu terjadi
percampuran perkawinan dengan Sasak Tua yang akan menghasilkan keturunan Sasak
Anyar atau Sasak Muda (data ini dapat dilihat dalam Babad Lombok yang berisi
kumpulan hasil karya sastra, nilai kepercayaan, nilai budaya luhur, latar belakang sejarah,
asal mula manusia Sasak, para bangsawannya, ajaran tentang sikap dan perilaku,
kepercayaan dan keyakinan, tata karma dan norma-norma kehidupan orang Sasak, tertulis
dengan bahasa Jawa Kuno yang disebut dengan Jejawan, juga pada daun lontar yang
terdiri dari 1221 pupuh).
Kata Sasak berasal dari bahasa Sanskerta, Sah=pergi, saka=asal. Sasak berarti orang yang
pergi dari negeri asal yakni, pergi dari Jawa dan mengumpul di Lombok. Dari sebutan
suku “Sasak” dalam buku Negarakertagama karangan Mpu Prapanca, nama Sasak dan
Lombo’ mempunyai kaitan yang erat dan tidak dapat dipisahkan, yang berasal dari kata
Sa’sa’ lombo’ dari bahas Sasak yang berarti Sa’=satu dan Lombo’=lurus. Lombok
sebagai bagian dari wilayah Majapahit, dijumpai dalam pupuh ke 14 Babad Lombok
tertulis; “masih disebut desa Selaparang (selo=batu, parang=penentuan, jadi tempat ini
menjadi penentuan perjuangan ke depan) dan hingga kini ditempat ini terdapat prasasti
satu-satunya yang masih ditemukan adalah kuburan Raja Selaparang, keluarga dan para
patihnya”. Keluarga pemelihara kuburan Selaparang menguatkan, bahwa kuburan itu
sebagai tanda dan bukti, sekian abad yang lalu ada kerajaan besar, yakni kerajaan
Selaparang, menguasai hampir 2/3 daerah di pulau Lombok, meliputi Lombok Timur,
sebagian Lombok Utara, bahkan kekuasaannya sampai ke pulau Sumbawa hingga dapat
direbut oleh Belanda.
Penguasan oleh Belanda inilah yang menandai dimulainya kolonisasi di pulau Sumbawa.
Basis di tengah dari pulau Lombok menjadi pusat kerajaan Pejanggek. Kerajaan
Penjanggek ini raja-rajanya adalah satu keturunan dengan raja Selaparang. Selain
mempunyai hubungan dengan raja-raja Jawa, masyarakat Sasak juga memiliki hubungan
dengan raja-raja Bali. Kekuasaan raja-raja Bali pada bagian pulau Lombok (saat ini
sebagai pusat kota, yakni Kota Propinsi dan kota Mataram). Orang-orang Bali khususnya
dari Karang Asem secara bergelombang mendirikan koloni dikawasan kota Mataram
sekarang, sampai menjelma menjadi kerajaan kecil, yaitu kerajaan Pagutan dan kerajaan
Pagesangan (saat ini peninggalan “Istana Ukir Kayu” ada di Mayura dan Narmada
sekarang menjadi pusat pertokoan untuk kota Mataram dan Lombok Barat).
Hubungan masyarakat Sasak dengan budaya Goa terjadi ketika kerajaan-kerajaan
Lombok berhadapan dengan kerajaan Bali. Karena disatukan dengan keyakinan dan
ideologi Islam maka kerajaan Goa membantu kerajaan Selaparang dalam memerangi
kerajaan Bali. Hubungan masyarakat Sasak dengan budaya Melayu, terkait dengan
tahapan keislaman masyarakat Sasak. Selain menerima Sunan Prapen dari JAwa, pada
tahap berikutnya penyebaran agama Islam dilakukan oleh orang orang Melayu Makasar
(kerajaan Goa), Melayu Palembang dan Melayu Kalimantan. Islamisasi masyarakat
Lombok semakin sempurna dan mantap, karena dakwah yang dilakukan oleh kaum
Tarikat kelompok Melayu. Bila ditinjau dari sudut tinjauan budaya, genology suku Sasak
mempunyai keterkaitan dengan 4 budaya, yaitu budaya Jawa, budaya Bali, budaya Goa
dan budaya Melayu. Percampuran budaya-budaya inilah yang menjadi budaya Sasak.
F. Kepercayaan dan Adat
Kepercayaan awal masyarakat Sasak adalah animism, dinamisme dan sinkritisme, dimana
kepercayaan ini dipengaruhi oleh kepercayaan yang dibawa oleh para Raja dari Jawa.
Oleh karena itu cara beragama orang Sasak, tidak bisa dilepaskan dari budaya asal-
usulnya yang disebut dengan “adat Game”. Adat game ini merupakan akar dari adat
istiadat suku Sasak. Adat istiadat terpengaruh dengan empat elemen budaya yang
mempengaruhi, yaitu Jawa, Bali, Goa dan Melayu. Contoh yang paling terkenal dan
hingga kini masih berlaku adalah sistem “Merari” atau melarikan gadis calon pengantin
perempuan.
Hal ini merupakan pengaruh dari dari adat Bali, tetapi berbeda dengan aslinya, yang
terjadi di Sasak ada nilai-nilai Melayu Islam di dalamnya. Ada juga adat pecah telur atau
makan telur, sebagaimana ada pada salah satu bagian dari proses pernikahan adat Jawa.
Pada busana, ada baju pegon batik dari salah satu baju adat Sasak. Nyelep keris di
pinggang, hal ini pengaruh dari budaya Jawa, ikat kepala yang dinamakan Sapu’ (ini
adalah modifikasi blangkon Jawa yang tertutup, dan Bali yang terbuka. Adapun kata
Sapu’ diambil dari kata Bugis yang berarti pengikat kepala.
a. Permainan Tari Presean
1. Bentuk Permainan
Dalam permainan ini, kedua pemain yang sedang bertarung, akan saling memukul sekuat
tenaga dengan menggunakan sebatang penjalin (rotan). Pukulan penjalin akan segera
membekas ke tubuh pemain dengan warna merah kebiru-biruan, tergantung kerasnya
pukulan. Kalau terkena ujung penjalin, dan mengenai kepala pemain, maka darah akan
mengucur dan kelihatan sangat mengerikan bagi yang tidak terbiasa menyaksikan.
Permainan presean yang pemainnya sampai mengucurkan darah hanya diperuntukkan
bagi orang dewasa, tetapi untuk anak-anak tidak sampai mengucurkan darah dari
tubuhnya. Sesuai dengan makna budaya, permainan presean ini dilaksanakan terutama
untuk meminta hujan, dan mengucurnya darah pemain adalah perlambang akan turunnya
hujan yang sangat dibutuhkan untuk mengairi sawah.
Permainan ini sangat ramai, ketika dilaksanakan pada musim kemarau panjang, dan
permainan ini awalnya biasa diselenggarakan di sawah yang sudah tidak ada tanamannya.
Penyelenggaraan permainan sedapat mungkin dilaksanakan pada petak sawah jalan
masuk air (sawah pintu air) dari kali atau selokan yang disebut dengan Penamaq aik.
Lambang air hujan yang ditandai dengan keluarnya darah dari pemain, jadi semakin
banyak darah yang keluar, maka pertanda akan semakin deras turunnya air hujan. Dasar
dari kepercayaan ini adalah kemuliaannya darah manusia, apabila darah manusia sampai
tertumpah ke bumi, maka Yang Maha Kuasa akan membasuhnya dengan menurunkan air
hujan.
Permainan presean dimulai dengan gamelan presean dibunyikan, sebagai pengumuman
sekaligus mengundang calon pemain maupun penonton. Gamelan presean terdiri dari dua
buah gendang (gendang lanang dan wadon), petuk, sebuah rincik dan sebuah gong.
Apabila penonton dan calon pemain sudah cukup ramai, maka dua orang pakembar
(pemimpin permainan) yang sudah ditentukan, mulai ngumbang atau menantang untuk
merangsang para calon pemain. Caranya dengan mengangkat ende (perisai atau alat
penangkis) tinggi-tinggi memayungi kepala, sedangkan penjalin digerak-gerakkan sambil
menari dengan gerakkan yang khas yang disebut ngeco (menggerak-gerakkan pinggang
dan pinggul ke kiri dan ke kanan, yang merupakan salah satu cirri khas gerakkan dalam
tari-tarian Sasak di Lombok).
Pakembar sambil menari juga memukul-mukulkan penjalin ke ende dengan keras
sehingga menimbulkan bunyi yang keras juga. Tujuan dari memukul-mukulkan penjalin
ke ende ini adalah untuk menarik perhatian penonton untuk segera berkumpul. Setelah
penonton berkumpul, maka pakembar ini mendemonstrasikan permainan presean dengan
saling memukul tetapi dengan cara tidak sungguh sungguh mengenai lawannya, tetapi
lebih banyak memukul ende lawan saja. Setelah acara demontrasi tadi, kemudian kedua
pakembar tadi meneliti di antara para penonton untuk mencari calon pemain.
Pakembar yang lebih dahulu menemukan calon pemain, segera menarik calon pemain
tadi ke dalam arena sambil memberinya ende yang dibawa oleh pakembar yang
menemukan. Sementara pakembar yang lain diberi isyarat untuk mencarikan lawannya.
Pakembar yang diberi isyarat, kemudian menatap sejenak kepada si penantang dan segera
mencarikan lawan pada raweng yang menjadi wilayahnya. Setelah menemukan lawannya
dan dilakukan persetujuan (bahasa Sasak, Payu), selanjutnya kedua pemain
mempersiapkan diri, yaitu membuka baju (pemain presean tidak diperkenankan memakai
baju). Pemain harus membuka baju dari pinggang ke atas, kecuali kepala masih boleh
mengenakan sapuq (ikat kepala).
Kelengkapan yang terpenting bagi pemain adalah memasangkan
bebadong atau azimat. Bebadong ini sangat banyak macam dan bentuknya, ada yang
berupa tulisan cukilan ayat Al-Qur’an, botol minyak tertentu dan pembacaan mantera.
Bermacam cara dan tingkah laku dalam pembacaan mantera ini, ada yang duduk terpekur
sambil komat-kamit membaca sesuatu, ada yang meniup-niup ujung penjalin, ada yang
memakan sirih dan merokok,
Ada yang berjalan berputar-putar sambil menghentak-hentakkan kaki ke tanah, dan lain-
lain. Hal yang dianggap unik disini adalah praktik bebadong. Praktik ini merupakan
peninggalan ajaran kepercayaan animisme, dan bertentang dengan ajaran agama Islam
yang dianut oleh sebagian besar suku Sasak, namun semua pepadu (pemain junior
maupun senior ), masih melakukan praktik bebadong. Setelah kedua pemain sudah siap,
salah seorang pakembar melemparkan dua buah penjalin ke atas, dan diambil oleh
pemain atau diambilkan pekembarnya.
Pengambilan ini dilakukan dengan cara rebutan untuk memperoleh penjalin yang lebih
baik. Setelah penjalin diberikan kepada para pemain kemudian pakembar memberi
petunjuk dan nasehat untuk bermain yang baik dan tidak boleh curang. Umumnya nasehat
pendek itu berbunyi : ndeq kanggo ngeroso, pada bejambaran entan (tidak boleh
mendesak lawan, bermainlah dalam jarak yang cukup). setelah permainan berlangsung,
mereka saling memukul sekuat tenaganya.

2. Peserta dan Peralatan


Permainan presean dilakukan oleh dua orang yang dipilih sesuai kesepakatan dari kedua
pemain. Masing-masing dipersenjatai dengan penjalin (rotan) sepanjang kurang lebih 1,5
meter. Rotan yang digunakan untuk penjalin adalah rotan yang cukup tua. Rotan yang
akan dijadikan penjalin terlebih dahulu diasapi bahkan ada yang juga yang menetisinya
dengan madu, agar tidak mudah pecah maupun patah. Pada kedua ujungnya dan ditengah-
tengahnya dililit dengan tali ijuk atau benang sepanjang 10 cm dan sebuah tameng atau
perisai yang dalam bahasa Sasak disebut dengan Ende yang terbuat dari kulit kambing.
Kerangka dan pegangan Ende dibuat dari kayu dengan ukuran, kalau diangkat dalam
posisi siap untuk bermain, bagian bawahnya harus dapat menutup siku tangan dan di
atasnya harus dapat menutupi kepala. Kalau menggunakan ukuran meter, maka
panjangnya kurang lebih 1 meter dan lebarkan kurang lebih 75 centimeter.
Selain peralatan untuk bermain, Permainan presean juga diiringi dengan tiga jenis
gending, yaitu gending pengalus, gending pemapak dan gending pemangkep. Gending
pengalus dimainkan pada waktu pakembar mencari calon pemain yang disebut
metanding, oleh karena itu gending ini sering disebut dengan gending nandingan.
Gending pemapak digunakan untuk menyambut pemain yang sudah sama setuju untuk
bertanding. Gending ini dimainkan sementara pemain mempersiapkan diri.
Persiapan pemain berupa pemasangan pakaian dan pemasangan babadong (azimat) serta
pembacaan mantera-mantera. Gending pemangkep dimainkan untuk mengiringi
pertarungan yang sesungguhnya. Gending ini iramanya penuh semangat sehingga
merangsang kedua pemain untuk bertarung dengan penuh semangat.
3. Aturan dan Sangsi Permainan
Beberapa aturan yang harus dipatuhi oleh setiap pemain adalah pemain presean tidak
diperkenankan memakai baju, bagian badan dari pinggang ke atas harus terbuka, kecuali
kepala boleh memakai sapuq (ikat kepala). Lawan diupayakan seimbang, batas yang
boleh dipukul dalam permainan presean adalah dari pinggang ke atas. Sebelum ende dan
penjalin diangkat, lawan tidak boleh dipukul, karena itu pertanda lawan belum siap.
Kalau ende dan penjalin sudah dianggap, barulah pertarungan dimulai. Arena presean
dibagi menjadi empat sampai delapan raweng sesuai dengan mata angin, yaitu raweng
lauq, daya, timuq, baret, bucu lauq, bucu daya, bucu timuq dan bucu baret (selatan,
utara, timur, barat, sudut selatan, sudut utara, sudut timur dan sudut barat).
Pemain yang memukul dengan cara yang tidak dibenarkan dianggap curang (celut) dan
hukuman bagi mereka yang celut adalah hukuman moril, yaitu disoraki penonton, dan
kalau terus menerus melakukan celut, maka permainan bisa dihentikan oleh pakembar.
Permainan dianggap selesai jika sudah ada yang menyebut cop. Alasan cop adalah karena
pemain jatuh atau terdesak, karena alat permainan terlepasatau patah atau pakaian
terlepas atau diberhentikan dan dilerai oleh pakembar.
Alasan pemberhentian permainan oleh pakembar adalah para pemain sudah bergumul dan
kehilangan jarak pukul yang seharusnya. Permainan juga dianggap sudah selesai kalau
ada yang bocor kepalanya atau pecok. Jadi tidak ada ronde dalam permainan presean, dan
apabila permainan sudah berakhir, baik yang kalah maupun yang menang ataupun sapih
(seri) akan diberi pride (hadiah).
4. Nilai Kearifan Lokal dalam Permainan Presean
Presean berasal dari kata perisai atau gerakan permainan yang menggunakan perisai
(penangkis atau pelindung) untuk menangkis pukulan lawan. Dalam permainan presean
intinya adalah bagaimana memukul lawan hingga bocor atau terluka. Bocor disini dalam
artian ada darah yang keluar atau mengucur, hal ini dikaitkan dengan kepercayaan akan
air hujan atau turun hujan.
Dahulu permainan ini dimaksudkan untuk meminta hujan, oleh karena itu biasanya
diselenggarakan pada waktu musim kemarau. Permainan ini akan semakin ramai kalau
terjadi kemarau panjang. Permainan presean sebagai sarana meminta hujan, biasanya
diselenggarakan di sawah yang sudah tidak ada tanamannya. Sedapat mungkin permainan
ini dimainkan pada petak sawah sebagai jalan masuk air dari sungai atau selokan yang
disebut dengan penamaq aik. Lambang air yang disimbolkan dengan keluarnya darah di
antara pemain, maka semakin banyak darah yang keluar, dimaknai akan semakin deras
turunnya air hujan. Dasar kepercayaan ini adalah kemuliaan darah manusia, apabila darah
manusia sampai tertumpah ke bumi maka Yang Maha Kuasa akan membasuhnya dengan
menurunkan air hujan.
Oleh karena itu dalam permainan presean tidak ada orang yang menuntut atau
memperkarakan secara hukum kalau ada darah yang keluar, bahkan mati sekalipun. Maka
dari itu, jiwa sportif dan secara kesatria menerima kekalahan merupakan lambang
kemenangan yang dihargai. Dalam permainan presean, baik yang kalah maupun yang
menang akan mendapatkan pride (hadiah). Bagi masyarakat suku Sasak ajang permainan
presean adalah momentum untuk memperkokoh solidaritas, yang menang maupun yang
kalah tidak ada rapah (saling mendendam) dan pada keduanya akan ada rema
kebanggaan komunitas sebagai warga yang telah terlibat menjaga keharmonisan hidup).
Dalam sesenggak (pameo atau perumpamaan) Sasak dikenal dengan ungkapan besual
cara anak kemidi (bertengkar cara anak sandiwara). Ungkapan ini mengandung makna
boleh saja berkelahi atau selisih pendapat, tetapi tidak boleh menyimpan dendam. Hal ini
diumpamakan seperti bertengkarnya pemain-pemain sandiwara di atas panggung, jadi
nampak seperti bertengkar sungguhan (sebagaimana perkelahian pada permainan
presean), tetapi sebenarnya itu hanyalah permainan (sandiwara). Melalui permainan
presean ini akan lahir pepadu-pepadu atau orang yang terlatih, pemberani, memiliki jiwa
pantang mundur dalam menghadapi kesulitan. Permainan presean bagi masyarakat suku
Sasak adalah merupakan media dimana dapat melatih dan membina sifat wannen
(memperkuat kepercayaan diri), dengan strategi yang terlatih, disitu ada watak
pemberani, berjiwa besar dan tajam pengamatan.
Ada lima inti kekuatan yang terkandung dari perilaku budaya masyarakat Sasak melalui
permainan presean ini, yaitu arah pikir, arah rasa, arah suara, arah amatan dan arah gerak.
Pemasangan bebadon yang diberi jampi-jampi atau mantera sebelum memulai permainan,
dan menunjukan kekuatan alat perisai yang dilakukan secara terbuka dihadapan penonton
yang hadir. Hal ini mengisyaratkan bahwa seorang pemimpin Sasak harus menunjukan
sifat terbuka, jujur dan berani, juga berwatak arif, adil dan bijaksana sebagaimana watak
seorang pakembar. Dengan landasan pemikiran seorang pemimpin yang telah dianut
masyarakat suku Sasak inilah maka keputusan pakembar pasti dipatuhi.
b. Korelasi seminar dengan Domestic case study
Peresean adalah salah satu permainan tari khas suku sasak yang menjadi daya tarik wisata
budaya dipulau Lombok. Kearifan lokal yang dimiliki oleh pulau Lombok selalu
dilestarikan untuk menjaga nilai-nilai atau norma-norma zaman dahulu. Untuk
mendukung pelestarian permainan tarian peresean, pemerintah dan masyarakat pulau
Lombok bekerjasama untuk mewujudkannya.sebagai contoh, pemerintah mengadakan
rutin acara tahunan untuk permainan tari peresean dan beberapa daerah juga membuat
organisasi atau sanggar peresean dan juga menjadikan permainan tari peresean sebagai
ucapan selamat dating kepada tamu atau wisatawan yang berkunjung ke pulau Lombok
sehingga masyarakat pulau Lombok menyadari kearifan lokal yang dimiliki harus
dipelihara atau dilestarikan.
Adapun penulis sedang menempuh semester VIII program study S1 Hospitality Sekolah
Tinggi Pariwisata Ambarrukmo Yogyakarta. Sebelum penulis menulis jurnal ilmiah ini
penuis mengikuti Jambore Nasional Pariwisata Yang Bertempat di Bumi Perkemahan
Kaliurang, Dengan tema “Responsible Tourism (Pariwisata Berbasis Lingkungan)” yang
di hadiri oleh tiga orang pembicara, yaitu prof. Dr. Azril Azahari Ph.D, selaku ketua
ICPI, Prof. Dr. Baiquni MA selaku dosen di Universitas Gadjah Mada Yogyakarta, dan
AKBP Sinungwati SH, M.I.P selaku Kasubdit Bintibluh Ditbinmas POLDA DIY . Beliau
menyampaikan bahwa bagaimana kita sebagai generasi muda mampu mengembangkan
dan mengelola sumber daya alam yang terus di lestarikan agar wisatawan merasakan
terpuaskan.
c. Tiga Pilar Pengembangan Pariwisata
Dalam pengembangan pariwisata pembentukan pilar-pilar pariwisata yang berguna untuk
mendorong dan memajukan pariwisata berbasis sosial dan budaya pada suatu daerah
wisata agar bisa berkembang lebih baik dan maju. Dorongan pilar pariwisata tersebut
antara lain: pemerintah, masyarakat dan lingkungan. Dorongan dan sumbangsih mereka
sangat penting untuk membantu memajukan destinasi suatu tempat wisata [10].
1. Pemerintah
Permainan tari peresean merupakan salah satu permainan sekaligus tarian tradisional khas
suku sasak, Lombok dan dipercaya sebagai pemanggil hujan. Untuk mendukung dan
melestarikan permainan tari peresean, pemerintah rutin mengadakan acara permainan tari
peresean tiap tahun pada saat sebelum acara yang juga rutin dilakukan oleh masyarakat
Lombok yaitu Bau Nyale atau menangkap cacing laut. Acara permainan tari peresean
diadakan seminggu sebelum acara Bau Nyale diadakan.
2. Masyarakat
Masyarakat adalah salah satu pilar utama dalam mengembangkan dan melestarikan
permainan tari peresean karna masyarakat Lombok adalah pelaku dari permainan
tersebut. Dengan tidak dilestarikannya permainan tersebut, maka permainan tari peresean
terancam punah sehingga perlu untuk dilestarikan dan dimainkan oleh generasi muda
suku sasak,Lombok termasuk orang tua juga perlu mengajarkan cara permainan tari
peresean tersebut.
3. Lingkungan
Lingkungan merupakan salah satu yang berperan dalam melestarikan permainan tari
presean karna daerah yang masih kental dengan budaya lokal seperti halnya permainan
tari peresean dapat dijadikan contoh oleh daerah lain bahwa pentingnya menjaga atau
melestarikan budaya lokal yang ada.

3. Penutup
A. Simpulan
Permainan tari peresean merupakan permainan khas suku sasak di pulau Lombok, Nusa
Tenggara Barat yang masih terjaga dan bisa ditemukan di pulau seribu masjid ini.
Keunikan dari permainan ini adalah cara bermain yang diadu layaknya tinju. Ada dua
pemain (pepadu) yang sudah mendapat persetujuan dari kedua pemain tersebut untuk
bertanding dengan menggunakan rotan sebagai alat pukul dan ende atau alat penangklis.
Aturan main yaitu seperti tinju yaitu boleh memukul sampai pinggang.
Namun jika salah satu pepadu mengalami keluar darah atau bocor, maka pepadu
bersangkutan dianggap kalah.permainan peresean juga bisa disebut tari peresean karna
disela-sela permainan, kedua pepadu melakukan tarian khas suku sasak dan diiringi
dengan musik tradisonal suku sasak. Peresean juga dipercaya sebagai permainan
sekaligus tarian pemanggil hujan disaat musim kemarau, masyarakat Lombok
mempercayai bahwa darah yang keluar dari pepadu adalah pertanda akan hujan sehingga
jika terjadi keluar darah pepadu,penonton mensyoraki pepadu tanda syukur dan senang.

B. Saran
1. Pemerintah pusat maupun pemerintah daerah harus lebih mendukung dan
memfasilitasi pelestarian budaya peresean dengan menambah event-event tahunan
pengadaan permainan tari peresean di berbagai daerah dan memberikan dana untuk
organisasi atau sanggar seni tari peresean yang ada di pulau Lombok
2. Masyarakat setempat diharapkan lebih menananamkan nilai-nilai dan norma-norma
kebudayaan yang dimiliki khususnya permainan tari peresean kepada generasi lanjut.
3. Semua masyarakat lebih bekerjasama dalam melestarikan kebudayaan yang
dimiliki khususnya permainan tari peresean dengan tidak terpengaruh oleh budaya lain
yang dibawa wisatawan.

References
[1] Data Educational Domestic Case Study, Januari, 2018
[2] Jamboree Nasional “Responsible Tourism(Pariwisata Berbaisis Lingkungan),13 Januari
2018, Bumi Perkemahan Kaliurang.
[3] Isdarmanto, I. (2014). Strategi psikologis pengembangan Pariwisata Yogyakarta menuju
Era Globalisasi dan Asian Economy Community Year 2015. Jurnal
Kepariwisataan, 8(3), 105-118.
[4] SETYANINGSIH, Z., & Arch, M. (2013). PENGARUH PENGALAMAN WISATAWAN
TERHADAP CITRA DESTINASI PARIWISATA Kasus: Jl. Malioboro dan Jl. Ahmad
Yani, Yogyakarta (Doctoral dissertation, Universitas Gadjah Mada).
[5] Haruna, K., Akmar Ismail, M., Suhendroyono, S., Damiasih, D., Pierewan, A. C.,
Chiroma, H., & Herawan, T. (2017). Context-Aware Recommender System: A Review of
Recent Developmental Process and Future Research Direction. Applied Sciences, 7(12),
1211.
[6] DESKARINA, R., & Roychansyah, M. S. (2013). PLACE BRANDING KAWASAN
KOTA TUA AMPENAN, LOMBOK BERDASARKAN PERSEPSI DAN EKSPEKTASI
STAKEHOLDERS (Doctoral dissertation, Universitas Gadjah Mada).
[7] Soebyanto, O., Sekarwati, B. A., & Susanto, D. R. (2018). Lezatnya Sayur Ares Berbahan
Dasar Batang Pisang sebagai Makanan Khas Suku Sasak di Kabupaten Lombok Barat
Nusa Tenggara Barat. Jurnal Kepariwisataan, 12(1), 1-14.
[8] Susilo, Y. S., & Soeroso, A. (2014). Strategi pelestarian kebudayaan lokal dalam
menghadapi globalisasi pariwisata: Kasus Kota Yogyakarta. Jurnal Penelitian BAPPEDA
Kota Yogyakarta, 4, 3-11
[9] Soeroso, A., & Susuilo, Y. S. (2008). Strategi Konservasi Kebudayaan Lokal
Yogyakarta. Jurnal Manajemen Teori dan Terapan| Journal of Theory and Applied
Management, 1(2).
[10] Wibisono, H. K. (2013). PARIWISATA DALAM PERSPEKTIF ILMU FILSAFAT
(Sumbangannya bagi Pengembangan Ilmu Pariwisata di Indonesia) (Doctoral
dissertation, Universitas Gadjah Mada).

Anda mungkin juga menyukai