Anda di halaman 1dari 9

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Untuk membuat obat yang efektif dan efisien maka salah satu caranya
adalah dengan memperhatikan salah satu sifat fisikokimia nya yaitu kelarutan,
kelarutan adalah salah satu bagian terpenting karena untuk membuat obat tersebut
memiliki tingkat efektifitas yang tinggi maka obat tersebut harus sesuai tingkat
absorbsinya yang mana hal tersebut berkaitan dengan kelarutan obat. Obat-obat
yang sukar larut dalam air biasa nya memiliki tingkat absorbsi yang rendah
disebabkan oleh kecepatan disolusi nya yang berakibat kepada rate limiting step
pada proses abrosbsi obat melambat ( Leuner C dan Dressman, 2000).

1.2. Rumusan Masalah

Bagaimana pengaruh metode ko-kristalisasi dengan nikotinamida terhadap


peningkatan laju pelarutan trimetoprim?

1.3. Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk meningkatkan laju pelarutan obat yang


sukar larut melalui teknik ko kristalisasi dan juga mengkarakterisasi sifat
fisikokimia dan kristalografik senyawa yang terbentuk. Dalam penelitian ini
digunakan trimetoprim sebagai model obat yang sukar larut air, trimetroprim
merupakan senyawa sintetik antibakteri spektrum luas yang bekerja menghambat
enzim reduktase dihidrofolat.

Nikotinamida atau Vitamin B3 digunakan sebagai pembentuk kokristal


(cocrystal former) yang bersifat inert atau senyawa atau zat yang tidak melakukan
apapun sama sekali, atau melakukan sesuatu dalam hal kecil, dan Nikotinamida
juga memiliki toksisitas yang rendah. Dari studi terdahulu telah dilaporkan
peningkatan kelarutan dan pelarutan trimetoprim melalui pembentukan kompleks
inklusi dengan β-siklodekstrin (Li et al., 2005).
BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 PENGERTIAN

2.1.1. Kelarutan

Kelarutan memiliki peran penting dalam menentukan bentuk sediaan dan


untuk menentukan konsentrasi yang dicapai pada sirkulasi sistemik untuk
menghasilkan respon farmakologi di bidang farmasi (Edward dan Li, 2008;
Vemula et al., 2010).

Obat yang memiliki kelarutan rendah dalam air sering membutuhkan dosis
yang tinggi untuk mencapai konsentrasi terapeutik setelah pemberian oral.
Umumnya obat yang bersifat asam lemah atau basa lemah memiliki kelarutan
terhadap air yang buruk (Savjani et al., 2012). Kemampuan suatu zat tertentu, zat
terlarut (solute), untuk larut dalam suatu pelarut (solvent) disebut kelarutan.
Larutan hasil disebut larutan jenuh.

Zat-zat tertentu dapat larut dengan perbandingan apapun terhadap suatu


pelarut. Jika nilai pelarut lebih kecil dari zat yang dilarutkan maka hal tersebut
disebut endapan. Kelarutan obat berkorelasi dengan bioavaibilitas (Speiser, 1988).
Umumnya obat dengan kelarutan rendah, memiliki permeabilitas yang baik
sehingga sering digolongkan dalam kelas II menurut Biopharmaceutics
Classification System (BCS).

Kelarutan obat merupakan salah satu tahapan penting dalam absorpsi obat
di dalam saluran pencernaan. Berbagai teknik dapat digunakan untuk
meningkatkan kelarutan obat. Dapat digunakan satu metode atau kombinasi
metode (metode fisika , kimia ataupun teknik lain) agar mencapai tujuan
formulasi yang lebih baik, bioavaibilitas obat yang lebih, mampu untuk
mengurangi dosis bahkan mengurangi biaya produksi.
Kelarutan dalam dunia kefarmasian adalah salah satu faktor yang penting
karena jika ketika kita memakan obat dan ternyata obat nya menyebabkan
endapan, maka akan ada gangguan yang di sebabkan oleh hal tersebut contoh nya
rusaknya saluran pencernaan seperti ginjal oleh Trimetoprim.

Trimetoprim adalah anti biotik yang dapat menyebabkan kehilangan nafsu


makan, mual dan muntah diare nyeri perut gatal dan lain lain, selain itu juga
kelarutan mempengaruhi kerja paruh obat tersebut, karena obat akan
dimetabolisme oleh tubuh. Untuk obat-obat yang mempunyai kelarutan kecil
dalam air, laju pelarutan seringkali merupakan tahap yang paling lambat, oleh
karena itu mengakibatkan terjadinya efek penentu kecepatan terhadap
bioavailabilitas obat.

2.1.2. Trimetoprim

Trimetoprim adalah antibiotik yang digunakan untuk mengatasi penyakit


akibat infeksi bakteri, seperti otitis media dan infeksi saluran kemih. Namun
trimetoprim adalah senyawa yang tergolong sukar untuk dilarutkan apabila
kelarutan suatu senyawa obat sukar untuk larut maka efek samping obat tersebut
akan semakin banyak karena pengendapan dan sebagai nya, begitupun sebaliknya
jika obat yang memiliki kelarutan terlalu kecil maka obat tersebut paruh waktu
kerjanya akan lebih singkat dan tidak terlalu efektif efek obat tersebut, maka dari
itu trimetoprim yaitu obat yang sukar larut akan digunakan sebagai sampel.

2.1.3. Ko-kristalisasi

Ko-kristal adalah kristal yang terdiri dari berbagai komponen yang


berbentuk padat pada suhu lingkungan dalam bentuk murninya. Komponen yang
dimaksudkan dapat berupa atom, komponen ionik atau molekul (Stahly GP,2007).
Komponen tersebut mengikuti perbandingan stoikiometri molekul target atau ion
dengan molekul netral pembentuk ko-kristal (Shan dan Zaworotko,2008). Ko-
kristal adalah suatu studi yang penting karena merupakan salah satu solusi untuk
permasalahan di bidang farmasi.
Kokristal dalam farmasi merupakan metode modifikasi suatu zat aktif,
seperti penambahan gugus hidrogen, antara zat aktif dan koformer. Modifikasi
yang dilakukan dengan harapan dapat memperbaiki masalah yang dimiliki suatu
zat aktif obat tersebut tanpa mengubah efek farmakologisnya. Teknik-teknik
pembuatan kokristal yang paling sering digunakan secara umum adalah grinding
dan solvent based method (solvent evaporation dan slurry).

Kokristal dapat mengubah sifat fisikokimia dari suatu senyawa. Selain itu,
ko-kristal laju disolusi dan kelarutan obat baru antikanker, eksemestan, juga
meningkat dengan ko-kristalisasi menggunakan koformer asam maleat (Shiraki et
al., 2008). Kokristalisasi lamotrigin dapat meningkatkan kelarutannya sehingga
ketersediaan obat dalam tubuh, juga mengubah aspek farmakokinetiknya (Cheney
et al., 2010).

2.2 UPAYA UNTUK MENINGKATKAN KELARUTAN

Banyak bahan obat yang memiliki kelarutan dalam air yang rendah atau
dinyatakan praktis tidak larut, umumnya mudah larut dalam cairan organik. Suatu
peningkatan konsentrasi jenuh (perbaikan kelarutan) dapat dilakukan melalui
pembentukan garam, pemasukan grup hidrofil atau dengan bahan pembentukan
misel. Metode tersebut dapat digunakan secara individual maupun secara
kombinasi .

2.2.1 Upaya Untuk Meningkatkan Kelarutan Obat Sukar Larut dalam Air
Memperkecil ukuran patikel, Teknologi nanosuspensi, Surfaktan,
Pembentukan garam, Pengukuran pH, Hidrotophi, Dispersi Padat (Sareen et al.,
2012), Ko-kristalisasi dari pelarut (solvent technique), Ko-kristalisasi dari leburan
(melted technique)(Kumar dan Singh ,2014).

Metoda yang akan diambil yaitu KO-KRISTALISASI DARI PELARUT


karena dari studi terdahulu telah dilaporkan peningkatan kelarutan dan pelarutan
trimetoprim melalui pembentukan kompleks inklusi dengan β-siklodekstrin (Li et
al., 2005).
BAB 3

METODE

3.1 Alat dan Bahan

3.1.1. Alat-alat

Mikroskop polarisasi dilengkapi kamera, difraktometer sinar-X,


DSC/DTA, spektrofometer FT-IR, spektrofotometri UV-Vis, oven vakum, alat uji
Disolusi, pH meter, timbangan analitik.

3.1.2. Bahan-bahan

Trimetoprim (Shouguang Fukang Pharm Co. Ltd) No. batch 200703342,


nikotinamida, trimetoprim baku pembanding FI (BPFI) dari PPOM, pelarut
metanol, etanol, air suling, kertas Whatman.

3.2 Waktu & Tempat

Januari, 2018. Sekolah Tinggi Farmasi Bandung

3.3 Prosedur

3.3.1 Pembuatan ko-kristal dengan teknik Ko-kristalisasi dari pelarut:

1. Larutkan trimetoprim dan nikotinamida dalam perbandingan molar 1:1


dilarutkan dalam metanol.

2. Larutan diuapkan sampai diperoleh padatan dan disimpan dalam


desikator selama 48 jam.

3.3.2 Kokristalisasi dari leburan: Kokristal trimetoprim dan nikotinamida dibuat


dalam perbandingan molar 1:1.
1. Nikotinamida dilebur dalam cawan penguap, kemudian sedikit demi
sedikit ditambahkan trimetoprim ke dalam leburan nikotinamida.

2. Campuran dibiarkan memadat pada temperatur ruang dan disimpan


dalam desikator.

3.3.3 Karakterisasi Sifat Fisikokimia dan Kristalografik Metode Kontak Panas:


Metode kontak dilakukan dibawah mikroskop polarisasi yang dilengkapi meja
pemanas elekrik (Hot Stage).

1. Larutkan dalam jumlah tertentu trimetoprim pada suhu 200 oC)


diletakkan pada kaca objek dan ditutup, kemudian dipanaskan sampai
lebur, biarkan mengkristal kembali.

2. Letakkan serbuk nikotinamida tepat pada batas sisi gelas penutup.


Sistem dipanaskan kembali sampai seluruh nikotinamida melebur dan
leburannya kontak dengan permukaan kristal Trimetoprim.

3. Amati terjadinya pertumbuhan kristal pada bidang kontak tersebut.


Analisis mikroskopik dengan mikroskop polarisasi: Serbuk
trimetoprim, nikotinamida dan senyawa hasil interaksi diamati habit
dan morfologis kristal dengan mikroskop polarisasi yang dilengkapi
kamera digital.

Analisis pola difraksi sinar- X: Penetapan pola difraksi sinar X serbuk kokristal
dilakukan dengan menggunakan difraktometer. Kondisi pengukuran sebagai
berikut, sumber Cu Kα, voltase 45 kV, arus 25 mA dan kecepatan scanning 0,05 o
per detik.

Analisis termal diferensial: Analisis dilakukan menggunakan alat DTA. Suhu


pemanasan dimulai 20 sampai 150 o C, dengan kecepatan pemanasan 10 o C per
menit.

Analisis spektroskopi FT-IR: Pembuatan spektrum infra merah serbuk


trimetoprim, nikotinamida dan senyawa hasil interaksi dilakukan dengan
mendispersikan sampel pada pelet KBr yang dikempa dengan tekanan tinggi.
Kemudian diukur persen transmitan dari bilangan gelombang 400 – 4000 cm.

Penetapan profil disolusi trimetoprim Penetapan disolusi serbuk trimetoprim


murni, dan trimetoprim hasil interaksi dengan nikotinamida dilakukan dengan
menggunakan alat tipe I, medium asam klorida 0,1 N sebanyak 900 ml, kecepatan
putaran 100 rpm, serta suhu 37 + 0,5 0C.

Sampel diambil setelah 5, 10, 20, 30, 45, dan 60 menit. Setiap pemipetan diganti
dengan sebanyak medium yang diambil pada suhu yang sama sehingga volume
medium disolusi tetap. Masing masing larutan yang dipipet diukur serapannya
dengan menggunakan spektofotometer UV-Vis derivatif pertama pada panjang
gelombang zero crossing nikotinamida. Lalu hitung konsentrasi trimetoprim
terdisolusi dengan menggunakan kurva kalibrasi (Zaini et al., 2011).
DAFTAR PUSTAKA

(1) Aakeröy CB, Forbes S, Desper J. Pharmacological Sciences, 1(4), 67-


Using Cocrystals To Systematically 73
Modulate Aqueous Solubility and
(5). Leuner C, Dressman J.
Melting Behavior of an Anticancer
Improving drug solubility for oral
Drug. J Am Chem Soc. 2009 Dec
delivery using solid dispersions. Eur
2;131(47):17048–9.
J Pharm Biopharm 2000; 50; 47-60.
(2) Cheney ML, Shan N, Healey ER,
(6) Li N, Zhang YH, Wu YN, Xiong
Hanna M, Wojtas L, Zaworotko MJ,
XL, Zhang YH. Inclusion Complex
et al. Effects of Crystal Form on
of trimethoprim with β-cyclodextrin.
Solubility and Pharmacokinetics: A
J Pharma Biomed Anal 2005; 39:
Crystal Engineering Case Study of
824- 829
Lamotrigine. Cryst Growth Des.
2010 Jan 6;10(1):394–405. (7) McNamara DP, Childs SL,
Giordano J, Iarriccio A, Cassidy J,
(3) Dhillon, B., Goyal, N.K.,
Shet MS, etal. Use of a Glutaric Acid
Malviya, R., & Sharma, P.K. (2014).
Cocrystal to Improve Oral
Poorly Water Soluble Drugs :
Bioavailability of a Low Solubility
Change in Solubility for Improved
API. Pharm Res. 2006 Jul
Dissolution Characteristics a
11;23(8):1888–97.
Review.Global Journal of
Pharmacology, 8(1), 26-35. 4. (8). Sareen, S., Mathew, G., &
Joseph, L. (2012). Improvement in
(4) Kumar, P., Singh, C. (2013). A
solubility of poor water-soluble
Study on Solubility Enhancement
drugs by solid dispersion.
Methods for Poorly Water Soluble
International Journal of
Drugs. American Journal of
Pharmaceutical Investigation, 2(1),
12-17.
(9). Shan N, Zaworotko MJ. The role MELALUI METODE KO-
of cocrystals in pharmaceutical KRISTALISASI DENGAN
science. Drug Discov Today. 2008 NIKOTINAMIDA. Jurnal Farmasi
May;13(9– 10):440–6. Indonesia Vol. 5 No. 4 Juli 2011:
205 -212
(10). Shiraki K, Takata N, Takano R,
Hayashi Y, Terada K. Dissolution
improvement and the mechanism of
the improvement from
cocrystallization of poorly
watersoluble compounds. Pharm
Res. 2008 Nov;25(11):2581–92.

(11). Speiser, PP. Poorly soluble


drugs: a challenge in drug delivery.
In Müller RH, Benita S, Böhm B
(eds). Emulsions and
nanosuspensions for the formulation
of poorly soluble drugs. Medpharm
Stuttgart: Scientific Publishers, pp.
15–28. 1998.

(12). Stahly GP. Diversity in Single-


and Multiple-Component Crystals.
The Search for and Prevalence of
Polymorphs and Cocrystals. Cryst
Growth Des. 2007 Jun 1;7(6):1007–
26.

(13). Zaini E, Halim A, Sundani N.


Soewandhi, Setyawan D.
PENINGKATAN LAJU
PELARUTAN TRIMETOPRIM

Anda mungkin juga menyukai