Anda di halaman 1dari 7

TUGAS

FILSAFAT SAINS DAN KONSEP TEKNOLOGI

DISUSUN OLEH:

NAMA : SULISTIAWAN

NIM : F1B117018

JURUSAN : FISIKA

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

UNIVERSITAS HALU OLEO


KENDARI

2020
1. METAFISIKA

Metafisika adalah cabang filsafat yang membahas persoalan tentang keberadaan (being)
atau eksistensi (existence). Istilah metafisika berasal dari kata Yunani meta ta physika yang dapat
diartikan sesuatu yang ada di balik atau di belakang benda-benda fisik. Aristoteles tidak
memakai istilah metafisika melainkan proto philosophia (filsafat pertama). Filsafat peltama ini
memuat uraian tentang sesuatu yang ada di belakang gejala-gejala fisik seperti bergerak,
berubah, hidup, mati. Metafisika dapat didefinisikan sebagai studi atau pemikiran tentang sifat
yang terdalam (ultimate nature) dari kenyataan atau keberadaan.

Aristoteles menyebut beberapa istilah yang maknanya setara dengan metafisika, yaitu:
filsafat Pertama (First Philosophy), pengetahuan tentang sebab (knowledge of Clillse), Studi
tentang Ada sebagai Ada (the study of Being as Being), Studi tentang Ousia (Being), studi
tentang hal-hal abadi dan yang tidak dapat bergerak (the study of the eternal and immovable),
dan Theology.

Pada umumnya persoalan-persoalan metafisis dapat diklasifikasikan ke dalam tiga


bagian, yaitu ontologi (metafisika umum), kosmologi, dan antropologi.Persoalan Ontologi
misalnya: Apa yang dimaksud dengan, keberadaan atau eksistensi itu? Bagaimanakah
penggolongan keberadaan atau eksistensi?. Persoalan-persoalan kosmologis (alam), persoalan
yang berkaitan dengan asal-mula, perkembangan dan struktur alam. Misalnya: Jenis keteraturan
apa yang ada dalam alam? Apa hakikat hubungan sebab dan akibat? Apakah ruang dan waktu
itu?. Persoalan-persoalan antropologi (manusia) misalnya: Bagaimana hubungan antara badan
dan jiwa? Apakah manusia itu memiliki kebebasan kehendak atau tidak?.

Aliran-Aliran Metafisika

Persoalan metafisika dalam hal keberadaan menimbulkan beberapa aliran metafisika.


Ada yang melihat persoalan keberadaan itu dari segi kualitas dan kuantitas. Aliran metafisika
yang melihat Keberadaan dari segi kualitas yaitu: Materialisme dan Spiritualisme. Aliran
metafisika yang melihat Keberadaan dari segi kuantitas adalah Monisme, Dualisme, dan
pluralisme. Kelima aliran inilah yang akan dibahas dalam tulisan ini.

1. Materialisme

Suatu pandangan metafisik yang menganggap bahwa tidak ada hal yang nyata selain
materi. Bahkan pikiran dan kesadaran hanyalah penjelmaan dari materi dan dapat dikembalikan
pada unsur-unsur fisik. Materi adalah sesuatu hal yang kelihatan, dapat diraba, berbentuk,
menempati ruang. Hal-hal yang bersifat kerohanian seperti fikiran, jiwa, keyakinan, rasa sedih
dan rasa senang, hanyalah ungkapan proses kebendaan.
Tokoh-tokohnya antara lain:

a. Demokritus (460-370 SM), berkeyakinan bahwa alam semesta tersusun atas atom-atom kecil
yang memiliki bentuk dan badan. Atom-atom ini mempunyai sifat yang sama, perbedaannya
hanya tentang besar, bentuk dan letaknya. Jiwa pun, menurut Demokritos dikatakan terjadi dari
atom-atom, hanya saja atom-atom jiwa itu lebih kecil, bulat dan amat mudah bergerak.

b. Thomas Hobbes 0588-1679) berpendapat bahwa segala sesuatu yang terjadi di dunia
merupakan gerak dari materi. Termasuk juga di sini pikiran, perasaan adalah gerak materi
belaka. Karena segala sesuatu terjadi dari benda benda kecil, maka bagi Hobbes, filsafat sama
dengan ilmu yang mempelajari benda-benda.

2. Spiritualisme

Suatu pandangan metafisika yang menganggap bahwa kenyataan yang terdalam adalah roh
(Pneuma, Nous, Reason, Logos) yaitu roh yang mengisi dan mendasari seluruh alam. Tokoh
spiritualisme yang terkenal adalah Plotinus dan Hegel.

a. Plotinus (204-270)

Filsafat Plotinus merupakan kelanjutan filsafat Plato, sehingga ajarannya juga dikenal
dengan nama Neo-Platonisme. Plotinus sebagaimana halnya Plato, mengarahkan filsafatnya pada
upaya menuju kesatuan, melalui tahap-tahap mulai dari fisik, akal, jiwa sampai pada titik puncak
kesatuan yang dinamakannya to Hen. Kenyataan terdiri dari Yang-Satu (to Hen), dan Yang-Satu
bagaikan sumber melimpahkan Roh (Nous): Roh memancarkan Jiwa (Psykhe); dan Jiwa
memancarkan materi. Proses ini dinamakan proses emanasi, di mana dihasilkan hal-hal yang
kesempurnaannya semakin berkurang. Namun penjelmaan paling rendah pun tidak pernah lepas
dari kesatuan dengan Yang-Satu.

b. G.W.f. Hegel

Dalil Hegel yang terkenal berbunyi: "Semuanya yang real bersifat rasional dan
semuanya yang rasional bersifat real” Maksudnya ialah bahwa luasnya rasio sama dengan
luasnya realitas. Realitas seluruhnya adalah proses pemikiran (Ide) yang memikirkan dirinya
sendiri. Pikiran adalah esensi dari alam dan alam adalah keseluruhan jiwa yang diobjektifkan.
Alam adalah proses pikiran yang memudar. Alam adalah akal yang Mutlak (Absolute reason),
yang mengekspresikan dirinya dalam bentuk luar. Oleh karena itu, hukum-hukum pikiran
merupakan hukum-hukum realitas. Hegel berpendapat bahwa pembedaan dalam dunia fenomena
itu bersifat relatif, keadaannya tidak mempengaruhi kesatuan dari akal yang positif. Tindakan
atau pekerjaan manusia menunjukkan adanya distansi antara subjek spiritual dari objek material,
karena manusia menggunakan objek untuk memenuhi kebutuhannya dengan pertama-tama
menangkapnya sebagai objek, kemudian mengubahnya menjadi sesuatu yang lain.
Aliran metafisika yang melihat keberadaan dari segi kuantitas meliputi: Monisme,
Dualisme, dan Pluralisme.

1. Monisme

Aliran yang menyatakan bahwa hanya ada satu kenyataan fundamental. Kenyataan
tersebut dapat berupa jiwa, materi, Tuhan atau substansi lainnya yang tidak dapat diketahui.
Monisme berasal dari kata dari monas-adis yang artinya kesatuan.

2. Dualisme

Aliran yang menganggap adanya dua substansi yang masing-masing berdiri sendiri.
Tokoh-tokoh yang termasuk aliran ini adalah Plato (428-348 SM), Immanuel Kant, Descartes.
Tokoh Dualisme yang dibicarakan dalam makalah ini adalah Plato.

3. Pluralisme

Aliran yang tidak mengakui adanya satu substansi atau dua substansi melainkan banyak
substansi. Dagobert D. Runes (1979: 221) menyatakan bahwa pluralisme merupakan suatu teori
yang menganggap bahwa kenyataan itu tidak terdiri dari satu substansi.

2. ASUMSI

Mengapa asumsi diperlukan? Asumsi diperlukan dalam pengembangan ilmu. Tanpa


asumsi anggapan orang/pihak tentang realitas bisa berbeda, tergantung dari sudut pandang dan
kacamata apa.
Asumsi merupakan anggapan/andaian dasar tentang sebuah realitas. Asumsi adalah anggapan
dasar tentang realitas objek yang menjadi pusat perhatian penelaahan kita. Asumsi merupakan
pondasi bagi penyusunan pengetahuan ilmiah.

Asumsi terhadap hukum alam


Asumsi terhadap hukum alam berbeda-beda menurut kelompok-kelompok penganut faham
berikut ini:

a. Deterministik

Kelompok penganut paham deterministik menganggap hukum alam ini tunduk kepada
determinisme , yaitu hukum alam yang bersifat universal. Paham determenisme awalnya
dikembangkan oleh William Hamilton(1788-1856) dari doktrin Thomas Hobbes (1588-1679).
Paham ini menyimpulkan bahwa pengetahuan adalah bersifat empiris yang dicerminkan oleh zat
dan gerak yang bersifat universal.
b. Pilihan Bebas

Penganut pilihan bebas menganggap hukum yang mengatur itu tanpa sebab karena setiap
gejala alam merupakan pilihan bebas. Penganut pilihan bebas menyatakan bahwa manusia
mempunyai kebebasan dalam menentukan pilihannya dan tidak terikat kepada hukum alam.

c. Probabilistik

Dan yang terakhir penganut paham ini berada di antara deterministik dan pilihan bebas.
Yang menyatakan bahwa gejala umum yang universal itu memang ada, namun berupa peluang.

Agar ilmu itu ada kita harus mengasumsikan bahwa hukum yang mengatur semua
kejadian itu ada. Tanpa asumsi itu berbagai ilmu tidak bisa lahir. Hukum diartikan sebagai aturan
main atau pola kejadian yang diikuti sebagian besar orang, gejalanya berualng kali dapat diamati
dan menghasilnya hasil yang sama. Ilmu tidak mempelajari kejadian yang seharusnya melainkan
mempelajari kejadian sebagaimana adanya.

Aliran determinisme ini berlawanan dan ditentang oleh penganut paham fatalisme dan
penganut paham pilihan bebas. Menurut aliran fatalisme bahwa semua kejadian ditentukan oleh
nasib yang telah ditetapkan lebih dulu. Jika kita ingin hukum kejadian itu berlaku bagi seluruh
manusia maka kita bertolak dari paham determinisme. Jika kita ingin hukum kejadian yang pas
bagi tiap individu kita berpaling pada paham pilihan bebas. Sedangkan jika kita memilih posisi
di tengah mengantarkan kita pada paham probabilistik.
Jika kita menginginkan hukum yang bersifat mutlak dan universal, kesulitannya adalah
dalam kemampuan manusia untuk memenuhi semua kejadian. Misalnya matahari selalu terbit
dari timur, beranikah kita menyimpulkan bahwa sampai kapankah matahari tak akan terbit dari
barat?
Di lain pihak jika kita menginginkan keunikan individual (misalnya seni) seperti yang diikuti
paham pilihan bebas, maka kita akan kesulitan dalam hal praktis dan ekonomis.
Kompromi di antara kutub determinisme dan paham pilihan bebas, ilmu menjatuhkan pilihannya
pada asumsi atau penafsiran probabilistik.
Asumsi mengenai objek empiris
Ilmu mengemukakan beberapa asumsi mengenai objek empiris, yaitu :

1. Menganggap objek-objek tertentu mempunyai kesamaan satu sama lain. Cabang ilmu ini
mulai berkembang dengan adanya klasifikasi atau taksonomi. Perkembangan kemudian
diikuti komparasi atau perbandingan.
2. Menganggap bahwa suatu benda tidak mengalami perubahan dalam jangka waku
tertentu. Misalnya dipakai untuk mempelajari benda-benda angkasa.
3. Menganggap setiap gejala bukan merupakan suatu kejadian yang bersifat kebetulan.
Bahwa semua kejadian itu terjadi karena ada sebabnya. Ada suatu pola yang diikutinya.

3. PELUANG

Ilmu Probabilistik atau ilmu tentang peluang termasuk cabang ilmu yang baru. Walau
termasuk ilmu yang relatif baru, ilmu ini bersama dengan statistika berkembang cukup pesat.
Peluang dinyatakan dari angka 0 sampai 1. Angka 0 menyatakan bahwa suatu kejadian itu tidak
mungkin terjadi. Dan angka 1 menyatakan bahwa sesuatu itu pasti terjadi. Misalnya bahwa
peluang semua makhluk hidup itu akan mati dinyatakan dengan angka 1.
Hukum statistika hanya menyatakan distribusi kemungkinan/peluang dari nilai besaran
dalam kasus-kasus individual. Misalnya peluang munculnya angka tertentu dari lemparan dadu
adalah 1/6. Hukum statistik tidak meramalkan apa yang akan terjadi atau apa yang pasti terjadi
dalam suatu lemparan dadu. Hukum ini hanya menyatakan jika kita melempar dalam jumlah
lemparan yang banyak sekali maka setiap muka dadu diharapkan untuk muncul sama seringnya.
Kita tahu bahwa untuk menjelaskan fakta dari suatu pengamatan, tidak pernah pasti
secara mutlak karena masih ada kemungkinan kesalahan pengamatan. Namun di luar dari pada
itu jika hal ini ditinjau dari hakikat hukum keilmuwan maka terdapat kepastian yang lebih besar
lagi. Karena itu ilmu menyimpulkan sesuatu dengan kesimpulan probabilistik. Ilmu tidak pernah
ingin dan tidak pernah berpretensi untuk mendapatkan pengetahuan yang bersifat mutlak. Ilmu
memberikan pengetahuan sebagai dasar untuk mengambil keputusan lewat penafsiran
kesimpulan ilmiah yang bersifat relatif.
Misalnya seorang ilmuwan geofisika dan meteorologi hanya bisa memberikan bawa kepastian
tidak turun hujan 0.8. Atau seorang psikologi atau psikiater hanya bisa memberikan alternatif
mengenai jalan-jalan yang bisa diambil. Keputusan apa yang akan diambil seseorang sehubungan
informasi cuaca di atas atau langkah apa yang akan diambil seseorang sesuai saran psikolog
tergantung masing-masing pribadi. Keputusan ada di tangan masing-masing pribadi bukan pada
teori-teori keilmuwan.
4. BATAS-BATAS PENJELAJAHAN ILMU

Surajiyo mengatakan, batas penjelajahan ilmu yaitu ketika manusia berhenti berpikir
untuk mencari pengetahuan, sehingga jika manusia memulai penjelajahannya pada pengalaman
manusia dan berhenti dibatas pengalaman manusia. Ilmu membatasi lingkup penjelajahannya
pada batas pengalaman manusia juga disebabkan metode yang digunakan dalam menyusun yang
telah teruji secara empiris.
Ilmu memulai penjelajahannya pada pengalaman manusia dan berhenti pada batas
pengalaman manusia. Ilmu hanya merupakan salah satu pengetahuan dari sekian banyak
pengetahuan yang mencoba menelaah kehidupan dalam batas ontologis tertentu. Penetapan
lingkup batas penelaah keilmuan yang bersifat empiris ini, konsisten dengan asas epistimologi
keilmuan mensyaratkan adanya verifikasi secara empiris dalam proses penemuan dan
penyusunan pernyataan yang bersifat benar secara ilmiah.
Jadi, ilmu tidak mempelajari masalah surga dan neraka dan juga tidak mempelajari sebab
kejadian terjadinya manusia, sebab kejadian itu berada di luar jangkauan pengalaman manusia.
Ilmu hanya membatasi daripada hal-hal yang berbeda dalam pengalaman, yakni terletak pada
fungsi ilmu itu sendiri dalam kehidupan manusia; yakni sebagai alat pembantu manusia dalam
menanggulangi masalah yang dihadapi sehari-hari. Ilmu membatasi lingkup penjelajahannya
pada batas pengalaman manusia juga disebabkan metode yang digunakan dalam menyusun yang
telah teruji kebenarannya secara empiris. Sekiranya ilmu memuaskan daerah diluar batas
pengalaman empirisnya, bagaimanakah kita melakukan suatu kontradiksi yang menghilangkan
kesahihan metode ilmiah.
Selanjutnya Surajiyo mengatakan, ilmu memulai penjelajahannya pada pengalamanan
manusia, dan berhenti di batas pengalaman manusia. Penyataan inilah yang bisa menjadi
jawaban sampai mana batas-batas penjelajahan ilmu. Maka jika ilmu berada diluar jangkauan
pengalaman manusia, tentunya tidaklah semestinya menjelajahi ilmu itu. Sebagai contoh
mengenai surga dan neraka, keduanya merupakan hal-hal yang berada di luar jangkauan
manusia.
Maka dapat disimpulkan bahwa batas dari penjelajahan ilmu hanyalah "Pengalaman"
manusia, yaitu mulai dari pengalaman manusia dan berhenti pada pengalaman manusia juga.
Pengalaman manusia pada dasarnya dapat diperoleh melalui panca indranya, oleh karena itu jika
pengalaman diperoleh melalui melihat maka "ilmu adalah penglihatanmu", jika pengalaman
diperoleh dengan Mendengarkan, maka "ilmu merupakan pendengaranmu" begitu pula untuk
indra yang lainnya. Ini mengindikasikan bahwa ilmu seseorang mencapai batas ketika ia harus
meninggalkan dunia ini.

Anda mungkin juga menyukai