Anda di halaman 1dari 11

OTITIS MEDIA AKUT

1. DEVENISI
Otitis media akut (OMA) adalah suatu peradangan akibat infeksi pada sebagian atau
seluruh mukosa telinga tengah, tuba eustachius, antrum mastoid, dan sel-sel mastoid yang
terjadi dalam waktu kurang dari 3 minggu. OMA dapat terjadi pada semua usia, namun
bayi dan anak-anak merupakan kelompok usia yang paling sering menderita OMA
dibandingkan orang dewasa baik dewasa tua maupun dewasa muda
2. EPIDEMIOLOGI
Otitis media akut bisa terjadi pada semua usia, tetapi paling sering ditemukan pada anak-
anak terutama usia 3 bulan- 3 tahun. Sebagaimana halnya dengan kejadian infeksi saluran
pernapasan atas (ISPA), otitis media juga merupakan salah satu penyakit langganan anak.
Di Amerika Serikat,  diperkirakan 75% anak mengalami setidaknya satu episode otitis
media sebelum usia tiga tahun dan hampir setengah dari mereka mengalaminya tiga kali
atau lebih. Di Inggris, setidaknya 25% anak mengalami minimal satu episode sebelum
usia sepuluh tahun. Di negara tersebut otitis media paling sering terjadi pada usia 3-6
tahun. OMA sering diderita oleh bayi dan anak-anak, penyebabnya infeksi virus atau
bakteri. Pada penyakit bawaan, seperti Down Syndrome dan anak dengan alergi sering
terjadi. Otitis media sebenarnya adalah diagnosa yang paling sering dijumpai pada anak –
anak di bawah usia 15 tahun.
Pada anak-anak semakin seringnya terserang infeksi saluran pernafasan atas,
kemungkinan terjadi otitis media akut juga semakin sering. Bayi-bayi yang di bawah
umur 6 minggu cenderung mempunyai infeksi-infeksi dari keragaman bakteri-bakteri
yang berbeda dalam telinga tengah.
3. ETIOLOGI
Otitis Media Akut sering terjadi akibat infeksi bakteri, biasanya Streptococcus
pneumoniae, Haemophilus influenzae, atau Staphylococcus aureus. Otitis media akut
juga dapat diakibatkan oleh infeksi virus. Imaturitas system imun atau penyakit refluks
gastroesofagus pada anak kecil juga dapat menjadi penyebabnya. Otitis media akut terjadi
ketika tuba eustachius yang secara normal mengalirkan sekresi telinga tengah ke
tenggorokan menjadi tersubat atau penuh sehingga menyebabkan penimbunan sekresi
telingan tengahdan cairan. Ketika tuba eustachius terbuka kembali, tekanan di telinga
yang mengalami kongesti tersebut dapat menarik sekresi hidung yang terkontaminasi
melalui tuba eustachius untuk masuk ke telinga tengah sehingga terjadi infeksi. (Corwin,
2009:384)
Penyebab utama otitis media akut adalah masuknya bakteri patogeik ke dalam
telinga tengah yang normalnya steril. Paling sering terjadi bila terdapat disfungsi tuba
eustachii seperti obstruksi yang diakibatkan oleh infeksi saluran pernapasan atas,
inflamasi jaringan di sekitarnya (mis: sinusitis, hipertrofi adenoid), atau reaksi alergi
(mis: rhinitis alergika). Bakteria yang umum ditemukan adalah Streptococcus
pneumoniae, Haemophilus influenza, dan Moraxella catarrhalis. Cara masuk bakteri
pada kebanyakan pasien kemungkinan melalui tuba eustachii akibat kontaminasi sekresi
dalam nasofaring. Bakteri juga dapa masuk ke telinga tengah bila ada perforasi menbran
timpani. Eksudat purulen biasanya ada dalam telinga tengah dan mengakibatkan
kehilangan pendengaran konduktif. (Smeltzer, 2001: 2050)

4. PATOFISIOLOGI

Otitis media sering diawali dengan infeksi pada saluran napas seperti radang
tenggorokan atau pilek yang menyebar ke telinga tengah lewat saluran Eustachius. Saat
bakteri melalui saluran Eustachius, mereka dapat menyebabkan infeksi di saluran tersebut
sehingga terjadi pembengkakan di sekitar saluran, tersumbatnya saluran, dan datangnya
sel-sel darah putih untuk melawan bakteri. Sel-sel darah putih akan membunuh bakteri
dengan mengorbankan diri mereka sendiri. Sebagai hasilnya terbentuklah nanah dalam
telinga tengah. Selain itu pembengkakan jaringan sekitar saluran Eustachius
menyebabkan lendir yang dihasilkan sel-sel di telinga tengah terkumpul di belakang
gendang telinga Jika lendir dan nanah bertambah banyak, pendengaran dapat terganggu
karena gendang telinga dan tulang-tulang kecil penghubung gendang telinga dengan
organ pendengaran di telinga dalam tidak dapat bergerak bebas. Kehilangan pendengaran
yang dialami umumnya sekitar 24 desibel (bisikan halus). Namun cairan yang lebih
banyak dapat menyebabkan gangguan pendengaran hingga 45 desibel (kisaran
pembicaraan normal). Selain itu telinga juga akan terasa nyeri. Dan yang paling berat,
cairan yang terlalu banyak tersebut akhirnya dapat merobek gendang telinga karena
tekanannya.
Otitis media dari nasofaring yang kemudian mengenai telinga tengah, yang
mendapatkan infeksi bakteri yang membocorkan membran timpani. Stadium awal
komplikasi ini dimulai dengan hiperemi dan edema pada mukosa tuba eusthacius bagian
faring, yang kemudian lumennya dipersempit oleh hiperplasi limfoid pada submukosa.
Gangguan ventilasi telinga tengah ini disertai oleh terkumpulnya cairan eksudat dan
transudat dalam telinga tengah, akibatnya telinga tengah menjadi sangat rentan terhadap
infeksi bakteri yang datang langsung dari nasofaring. Selanjutnya faktor ketahanan tubuh
pejamu dan virulensi bakteri akan menentukan progresivitas penyakit.

5. KLASIFIKASI

Otitis media dapat dibagi menjadi 4 yaitu :


1. Otitis media supuratif
1. Otitis media supuratif akut atau otitis media akut
2. Otitis media supuratif kronik
2. Otitis media non supuratif atau otitis media serosa
1. Otitis media serosa akut (barotrauma atau aerotitis)
2. Otitis media serosa kronik (glue ear)
3. Otitis media spesifik, seperti otitis media sifilitika atau otitis media tuberkulosa
4. Otitis media adhesiva
Sedangkan untuk stadium otitis media akut ada 5 stadium diantaranya adalah :
1. Stadium Oklusi Tuba Eustachius
Terdapat gambaran retraksi membran timpani akibat tekanan negatif di dalam telinga
tengah. Kadang berwarna normal atau keruh pucat. Efusi tidak dapat dideteksi. Sukar
dibedakan dengan otitis media serosa akibat virus atau alergi.

2. Stadium Hiperemis (Presupurasi)


Tampak pembuluh darah yang melebar di membran timpani atau seluruh membran
timpani tampak hiperemis dan edema. Sekret yang telah terbentuk mungkin masih
bersifat eksudat serosa sehingga sukar terlihat.
3. Stadium Supurasi
Membran timpani menonjol ke arah telinga luar akibat edema ynag hebat pada
mukosa telinga tengah dan hancurnya sel epitel superfisial, serta terbentuknya
eksudat purulen di kavum timpani.
4. Stadium Perforasi
Karena pemberian antibiotik yang terlambat atau virulensi kuman yang tinggi, dapat
terjadi ruptur membran timpani dan nanah keluar mengalir dari telinga tengah ke
telinga luar.
5. Stadium Resolusi
Bila membran timpani tetap utuh, maka perlahan-lahan akan normal kembali. Bila
terjadi perforasi, maka sekret akan berkurang dan mengering. Bila daya tahan tubuh
baik dan virulensi kuman rendah, maka resolusi dapat terjadi tanpa pengobatan.
(Mansjoer, 2001: 79-80)

6. GEJALA KLINIS
Gejala otitis media bervariasi menurut beratnya infeksi dan bisa sangat ringan dan
sementara atau sangat berat. Keadaan ini biasanya unilateral pada orang dewasa, dan
mungkin terdapat otalgia. Nyeri akan hilang secara spontan bila terjadi perforasi spontan
membrana timpani atau setelah dilakukan miringotomi (insisi membrana timpani). Gejala
lain dapat berupa keluarnya cairan dari telinga, demam, kehilangan pendengaran, dan
tinitus. Pada pemeriksaan otoskopis, kanalis auditoris eksternus sering tampak normal,
dan tak terjadi nyeri bila aurikula digerakkan. Membrana timpani tampak merah dan
sering menggelembung. Nyeri di telinga yang terkena adalah gejala tersering otitis media
akut. Pada bayi / todler, demam, rewel, dan menari-narik telinga dapat menandakan otitis
media akut. Anoreksia, muntah, dan diare dapat menyertai otitis media akut. Rasa penuh
yang tidak enak di telinga sering terjadi pada otitis media dengan efusi.

Secara umum gejala anak dengan OMA, yaitu :


 nyeri telinga
 keluarnya cairan dari telinga
 berkurangnya pendengaran
 demam
 sulit makan
 mual dan muntah
 riwayat menarik-narik daun telinga pada bayi
Selain itu, keadaan ini biasanya unilateral pada orang dewasa, yaitu :
 Otorrhea, bila terjadi ruptur membran timpani
 Keluhan nyeri telinga (otalgia)
 Demam
 Anoreksia
 Limfadenopati servikal anterior
 Otitis media serosa
 Pasien mungkin mengeluh kehilangan pendengaran, rasa penuh atau gatal dalam telinga
atau perasaan bendungan, atau bahkan suara letup atau berderik, yang terjadi ketika
tuba Eustachius berusaha membuka.
 Membran timpani merah, atau tampak kusam (warna kuning redup sampai abu-abu
pada otoskopi pneumatik) sering menggelembung tanpa tonjolan tulang (dapat terlihat
gelembung udara dalam telinga tengah), dan tidak bergerak pada otoskopi pneumatik
(pemberian tekanan positif atau negatif pada telinga tengah dengan insulator balon yang
dikaitkan ke otoskop), dan dapat mengalami perforasi.

Perbandingan gambaran klinis : otitis eksterna akut dan otitis media akut

Gambaran Otitis Ekterna Akut Otitis media akut

Otorea Mungkin ada mungkin Ada bila membrana


tidak timpani berlubang ; cairan
banyak keluar
Otalgia Persisten, samapai Hilang ketika membrana
membangunkan penderita timpani ruptur
dimalam hari

Nyeri tekan aural Ada pada palpasi aurikula Biasanya tidak ada

Gejala sistemik Tak ada Demam, infeksi saluran


napas atas, rinitis

Edema kanalis auditorius Ada Tak ada


eksternus

Membrana timpani Tampak normal Eritema, menggelembung,


dapat mengalami perforasi

Kehilangan pendengaran Tipe konduktif Tipe konduktif

7. PEMERIKSAAN FISIK

 Inspeksi:
Adanya cairan yang keluar atau berada di sekitar liang telinga, mungkin akan terlihat
luka di sekitar telinga yang mengakibatkan adanya cairan yang keluar berupa, serosa,
serosa-mukosa, mucus, purulen mukopurulen dan hemoragis, dengan jenis cair
ataupun kental. Kemungkinan adanya luka (lubang) pada kavum timpani. Jika disertai
peradangan, akan terlihat kemerahan disertai pembengkakan. Jika disebabkan karena
masuknya benda asing maka akan terlihat adanya benda asing (dapat dilihat secara
langsung atau dengan alat khusus). Adanya pembentukan kolesteatoma (penimbunan
bahan putih yang menyerupai kulit) di telinga tengah. Kolesteatoma menyebabkan
kerusakan tulang dan meningkatkan kemungkinan terjadinya infeksi yang serius.
Pada otitis media akut ataupun otitis media kronik tidak jauh beda hanya saja pada
otitis media kronik kondisi klien lebih parah dan lama diderita.

 Palpasi:
Saat ditekan akan terasa adanya benjolan dan adanya nyeri tekan.
8. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK/PENUNJANG
 Otoskop pneumatik untuk melihat membran timpani yang penuh, bengkak dan tidak
tembus cahaya dengan kerusakan mobilitas.
 Kultur cairan melalui mambran timpani yang pecah untuk mengetahui organisme
penyebab.
 Timpanogram untuk mengukur keseuaian dan kekakuan membrane timpani

9. DIAGNOSIS
Pada anak, keluhan utama adalah rasa nyeri di dalam telinga dan suhu tubuh
tinggi serta ada riwayat batuk pilek sebelumnya. Anak juga gelisah, sulit tidur, tiba-tiba
menjerit waktu tidur, diare, kejang-kejang, dan kadang-kadang anak memegang telinga
yang sakit. Bila terjadi ruptur membran timpani, maka sekret mengalir ke liang telinga,
suhu tubuh turun, dan anak tertidur tenang.

Pada anak yang lebih besar atau dewasa, selain rasa nyeri terdapat pula gangguan
pendengaran dan rasa penuh dalam telinga.Diagnosis terhadap OMA tidak sulit, dengan
melihat gejala klinis dan keadaan membran timpani biasanya diagnosis sudah dapat
ditegakkan. Penilaian membran timpani dapat dilihat melalui pemeriksaan lampu kepala
dan otoskopi. Perforasi yang terdapat pada membran timpani bermacam-macam, antara
lain perforasi sentral, marginal, atik, subtotal, dan total.

10. PENATALAKSANAAN
Terapi OMA tergantung pada stadiumnya. Pengobatan pada stadium awal
ditujukan untuk mengobati infeksi saluran nafas, dengan pemberian antibiotik,
dekongestan lokal atau sistemik, dan antipiretik.
1) Pada stadium oklusi, tujuan terapi dikhususkan untuk membuka kembali tuba
eustachius. Diberikan obat tetes hidung HCl efedrin 0,5% dalam larutan fisiologik
untuk anak <12 thn dan HCl efedrin 1% dalam larutan fisiologik untuk anak yang
berumur >12 thn atau dewasa.. selain itu, sumber infeksi juga harus diobati
dengan memberikan antibiotik.
2) Pada stadium presupurasi, diberikan antibiotik, obat tetes hidung, dan analgesik.
Bila membran timpani sudah hiperemi difus, sebaiknya dilakukan miringotomi.
Antibiotik yang diberikan ialah penisilin atau eritromisin. Jika terdapat resistensi,
dapat diberikan kombinasi dengan asam klavunalat atau sefalosporin. Untuk
terapi awal diberikan penisilin IM agar konsentrasinya adekuat di dalam darah.
Antibiotik diberikan minimal selama 7 hari. Pada anak diberikan ampisilin 4x50-
100 mg/KgBB, amoksisilin 4x40 mg/KgBB/hari, atau eritromisin 4x40
mg/kgBB/hari.
3) Pengobatan stadium supurasi selain antibiotik, pasien harus dirujuk untuk
dilakukan miringotomi bila membran timpani masih utuh. Selain itu, analgesik
juga perlu diberikan agar nyeri dapat berkurang.
4) Pada stadium perforasi, diberikan obat cuci telinga H 2O2 3% selama 3-5 hari
serta antibiotik yang adekuat sampai 3 minggu. Biasanya sekret akan hilang dan
perforasi akan menutup sendiri dalam 7-10 hari.
5) Stadium resolusi biasanya akan tampak sekret mengalir keluar. Pada keadaan ini
dapat dilanjutkan antibiotik sampai 3 minggu, namun bila masih keluar sekret
diduga telah terjadi mastoiditis.

11. KOMPLIKASI
Menurut Jeffrey P. Harris dan David H. Darrow membagi komplikasi ini menjadi dua
yaitu :
A. Komplikasi intrakranial meliputi:
1. Meningitis
Meningitis dapat terjadi disetiap saat dalam perjalanan komplikasi infeksi telinga.
Jalan penyebaran yang biasa terjadi yaitu melalui penyebaran langsung, jarang
melalui tromboflebitis. Pada waktu kuman menyerang biasanya streptokokkus,
pneumokokkus, atau stafilokokkus atau kuman yang lebih jarang H. Influenza,
koliform, atau piokokus, menginvasi ruang sub arachnoid, pia-arachnoid bereaksi
dengan mengadakan eksudasi cairan serosa yang menyebabkan peningkatan
ringan tekanan cairan spinal.
2. Abses subdural
Abses subdural merupakan stadium supurasi dari pekimeningitis interna.
Sekarang sudah jarang ditemukan. Bila terjadi harus dianggap keadaan gawat
darurat bedah saraf, karena harus mendapatkan pembedahan segera untuk
mencegah kematian.
3. Abses ekstradural
Abses ekstradural ialah terkumpulnya nanah diantara durameter dan tulang yang
menutupi rongga mastoid atau telinga tengah. Abses ekstradural jika tidak
tertangani dengan baik dapat menyebabkan meningitis, trombosis sinus sigmoid
dan abses otak (lobus temporal atau serebelar, tergantung pada sisi yang terkena.
4. Trombosis sinus lateralis
Sejalan dengan progresifitas infeksi, trombus mengalami perlusan retrograd
kedaerah vena jugular, melintasi sinus petrosus hingga ke daerah sinus
cavernosus. Komplikasi ini sering ditemukan pada zaman pra-antibiotik, tetapi
kini sudah jarang terjadi.
5. Abses otak
Sebagai komplikasi otitis media dan mastoiditis, abses otak dapat timbul di
serebellum di fossa kranii posterior, atau pada lobus temporal di fossa kranii
media. Abses otak biasanya terbentuk sebagai perluasan langsung infeksi telinga
atau tromboflebitis.
6. Hidrosefalus otitis
Kelainan ini berupa peningkatan tekanan intrakranial dengan temuan cairan
serebrospinal yang normal. Pada pemeriksaan terdapat edema papil. Keadaan ini
dapat menyertai otitis media akut atau kronis.

B. Komplikasi intratemporal meliputi :


1. Facial paralisis
2. Labirintitis
3. Abses Subperiosteal
12. PROGNOSIS
Kalau tidak segera ditangani, akibat yang ditimbulkan OMA sangat mengerikan.
Bisa menjadi tuli atau bisa menimbulkan komplikasi, seperti abses otak, meningitis atau
radang otak yang dapat berakhir dengan kematian.
Penyakit ini bisa saja sembuh dengan sendirinya kalau daya tahan tubuh penderita
cukup baik dan daya serang kumannya rendah. Gendang telinga tetap utuh dan fungsi
pendengaran kembali normal. Dengan penanganan yang tepat dan tuntas, penyakit ini
bisa sembuh.
Kalau penyakitnya parah dan tidak segera diobati, dapat mengakibatkan
kehilangan kemampuan mendengar. Lebih parah lagi, kalau hal itu terjadi pada bayi.
Kapasitas belajarnya akan terganggu. Bahkan perkembangan kemampuan bicaranya
tertunda.

DAFTAR PUSTAKA

[MMN] Medical Mini Notes. 2017. Basic Pharmacology & Drug Notes. Makasar : MMN
Publishing
Dipiro, Joseph T. 2015. Pharmacotherapy: A Pathophysiologic Approach, Ninth Edition. The
McGraw-Hill Companies: USA
Farida Yusi. 2016. Tatalaksana Terkini Otitis Media Akut (OMSK). Jurnal Medula Unila
Volume 6 Nomor 1 (hal 180)
Fatima et al. 2005. Parmaceutical care untuk penyakit infeksi saluran pernapasan.Direktorat
bina farmasi komunitas. Indonesia
Mansjoer Arif dkk. 2000. Kapita Selekta Kedokteran Jilid I . Media Aesculapius Fakultas
Kedokteran Indonesia.J akarta.
Munilson, J., Y. Edward & Yolazenia. 2012. Penatalaksanaan Otitis Media Akut. Bagian
Telinga Hidung Tenggorok Bedah Kepala Leher (THT-KL) Fakultas Kedokteran
Universitas Andalas Padang
Tim penyusun. 2010. Informasi Spesialite Obat, volume 45. Jakarta : Ikatan Sarjana Farmasi
Indonesia.

Anda mungkin juga menyukai