STUDI PUSTAKA
Penyusunan Tugas Akhir ini meliputi evaluasi kinerja ruas jalan Purwodadi-
Wirosari, untuk itu dibutuhkan dasar teori yang bisa didapat melalui kajian
pustaka dari bahan-bahan kuliah dan literatur-literatur yang ada hubungannya
dengan evaluasi kinerja ruas jalan tersebut.
Untuk lebih jelasnya studi pustaka akan dibahas dibahas pada uraian
dibawah ini.
2.1. Evaluasi dan Kinerja
2.1.1. Analisa Sistem Jalan
Analisa sistem jalan ini untuk mengetahui kriteria fungsi dan klasifikasi
jalan menurut “Tata Cara Perencanaan Geometrik Jalan Antar Kota 1997”.
¾ Klasifikasi menurut fungsi jalan terbagi atas
1. jalan arteri adalah jalan yang melayani angkutan utama dengan ciri-ciri
perjalanan jarak jauh, kecepatan rata-rata tinggi, dan jumlah jalan masuk
dibatasi secara efisien.
2. jalan kolektor adalah jalan yang melayani angkutan pengumpul atau
pembagi dengan ciri-ciri perjalanan jarak sedang, kecepatan rata-rata
sedang dan jumlah jalan masuk dibatasi.
3. jalan lokal adalah jalan yang melayani angkutan setempat dengan ciri-ciri
perjalan jarak dekat, dengan kecepatan rata-rata rendah, dan jumlah jalan
masuk tidak dibatasi.
¾ Klasifikasi menurut kelas jalan
Klasifikasi menurut kelas jalan berkaitan dengan kemampuan jalan untuk
menerima beban lalu-lintas, yang dinyatakan dalam muatan sumbu terberat (MST)
dalam satuan ton. Kelas klasifikasi ini dapat juga dilihat dalam tabel 2.1(Pasal 11,
PP.No. 43/1993).
II - 1
II - 2
Kolektor IIIA 8
IIIB
Sumber : MKJI 1997
¾ Klasifikasi tanah
Klasifikasi tanah dapat dilakukan secara visual atau dapat didasarkan atas
percobaan laboratorium. Prinsip yang digunakan adalah sama yaitu sifat tanah
sampai batas tertentu selalu tergantung pada ukuran butir sehingga dapat dipakai
sebagai titik tolak klasifikasi tanah.
Tanah berbutir kasar dibagi menjadi pasir dan kerikil, dan kemudian
dibagi lagi menjadi yang mengandung bahan halus dan yang bebas dari bahan
halus. Yang mengandung bahan halus kemudian diklasifikasikan menurut
diagram plasitisitas. Dan yang bebas dari bahan halus dapat dilihat pada grafik
pembagian butir (apakat bergradasi baik atau buruk) dengan menggunakan
koefisian keseragaman dan kelengkungan.
huruf yang digunakan adalah :
G = kerikil S = pasir W = bergradasi baik
P = bergradasi jelek M = kelanauan C = kelempungan
II - 5
II - 6
II - 7
¾ Stabilisasi Tanah
Tujuan stabilisasi tanah adalah :
– Memperbiki mutu tanah yang tidak baik
– Meningkatkan mutu tanah yang sudah baik menjadi lebih baik
a. Stabilisasi Mekanis
stabilisasi ini bertujuan mendapatkan tanah yang bergradasi baik
sedemikian rupa sehingga memenuhi spesifikasi yang diinginkan. Stabilisasi
mekanis dilakukan dengan mencampur tanah dengan tanah jenis lain sehingga
diperoleh gradasi tanah yang baik.
ciri-ciri yang khas dalam pemilihan stabilisasi tanah secara mekanis adalah :
– Jenis tanah yang dipakai tempatnya berdekatan satu sama lain
– Apabila salah satu jenis tanah yang dimaksud harus diambil dari tempat yang
jauh, maka akan tidak ekonomis dan harus dicari metode lain.
– Apabila telah ditetapkan spesifikasi hasil percampuran dan telah ditetapkan
bagian dari masing-masing bahan yang perlu dicampur menjadi satu, perlu
dilakukan pengawasan yang ketat pada saat pencampuran agar diperoleh
homogenitas campuran.
– Penetapan masing-masing bagian dapat dihitung secara analitis ataupun grafis
berdasarkan hasil analisa butir dari jenis tanah yang bersangkutan.
b. Stabilisasi Kimiawi
Tanah yang kohesif (tanah liat) tidak bisa distabilisasi secara mekanis
untuk dapat memanfaatkan tanah liat tersebut secara ekonomis, dipakailah
stabilizing agent antara lain PC, Hydrated lime, bitumen, dsb.
II - 8
Stabilisasi Semen.
– Yaitu stabilisasi dengan menggunakan PC yang ditambahkan ketanah yang
sudah dibuat pulverized.
– Tanah yang akan distabilisasi dengan PC harus dapat dihancurkan dengan
baik.
– Untuk membatasi jumlah semen yang diperlukan perlu mencampur tanah liat
dengan kapur terlebih dahulu agar tanah dapat mudah dihancurkan.
– Termasuk dalam kategori ini adalah tanah liat dengan fraksi no. 200 melebihi
50%, LL > 50%, dan PI > 25 %.
– Soil cement ini terutama banyak dipakai pada base dan sub base.
– Factor utama yang menentukan banyaknya semen adalah tipe dari tanah
II - 9
Stabilisasi Bitumen
– Apabila yang distabilisasi clay (tanah kohesif), maka tanah lebih water proof.
– Apabila yang distabilisasi sand (tanah glanular) maka bitumen merupakan
bahan pengikat.
– Ada dua macam bitumen yaitu send bitumen dan soil bitumen.
Stabilisasi Geomembran
– Yaitu stabilisasi dengan menggunakan bahan fleksibel yaitu geo membrane
– Jika digunakan pada tanah exspansif, maka akan menahan air masuk, atau
untuk mengurangi terjadinya kembang susut tanah yang menyebabkan
kerusakan perkerasan.
Pengantian tanah
– Yaitu mengganti tanah asli dengan tanah yang lebih baik daya dukung
tanahnya, sehingga dapat digunakan sebagai tanah dasar beban.
Tabel 2.2. Ekivalensi kendaraan penumpang (emp) untuk jalan 2/2 UD.
Tipe Arus Emp
Alinyemen Total MHV LB LT MC
(kend./ Lebar jalur lalu-lintas (m)
jam) <6m 6-8m >8m
Datar 0 1,2 1,2 1,8 0,8 0,6 0,4
800 1,8 1,8 2,7 1,2 0,9 0,6
1350 1,5 1,6 2,5 0,9 0,7 0,5
>1900 1,3 1,5 2,5 0,6 0,5 0,4
Sumber : MKJI 1997
Keterangan:
MHV : kendaraan berat menengah
LT : truk besar
LB : bis besar
MC : sepeda motor
LV : kendaraan ringan (emp selalu 1,0)
II - 12
¾ Analisa kapasitas
Untuk menganalisa besarnya kapasitas jalan luar kota, berdasarkan MKJI
1997 Bab 6 jalan luar kota, dapat dihitung dengan rumus sebagai berikut :
C = Co 3 FCw 3 FCsp 3 FCsf
Keterangan C = Kapasitas (smp/jam)
Co = Kapasitas dasar (smp/jam)
FCw = Faktor penyesuaian lebar jalan
FCsp = Faktor penyesuaian pemisah arah (hanya untuk jalan tak
terbagi)
FCsf = Faktor penyesuaian akibat hambatan samping dan bahu
jalan
Tabel.2.4. Besar kapasitas dasar (Co) untuk jalan luar kota 2 arah 2 lajur
Tipe jalan/
Kapasitas dasar
Tipe alinyemen
Dua-jalur tak-terbagi Total kedua arah
Datar 3100
Bukit 3000
Gunung 2900
Sumber : MKJI 1997
II - 14
Tabel.2.5. Besar faktor penyesuaian akibat lebar jalan untuk jalan luar kota
Lebar Efektif Jalan
Tipe Jalan total kedua arah (Wc) FCw
(m)
5 0,69
6 0,91
2/2 UD 7 1,00
8 1,08
9 1,15
10 1,21
11 1,27
Sumber : MKJI 1997
Tabel.2.6. Faktor penyesuaian akibat prosentase arah untuk jalan luar kota
Tabel.2.7. Faktor penyesuaian akibat hambatan samping untuk jalan luar kota
untuk tipe 2/2 UD
Keterangan:
FV = Kecepatan jalan (km/jam)
Fvo = Kecepatan dasar (km/jam)
FVw = Kecepatan penyesuaian untuk lebar efektif (km/jam)
FFVsf = Faktor penyesuaian hambatan samping
FFVrc = Faktor penyesuaian kelas dan fungsi jalan
II - 16
Tabel.2.11. Faktor penyesuaian akibat kelas fungsional jalan dan guna lahan
Tipe Jalan Faktor Penyesuaian FFV
Pengembangan samping jalan (%)
0 25 50 75 100
Dua-lajur tak terbagi
Arteri 1,00 0,98 0,97 0,96 0,94
Kolektor 0,94 0,93 0,91 0,90 0,88
Lokal 0,90 0,88 0,87 0,86 0,84
II - 18
¾ Waktu Tempuh
Waktu tempuh merupakan perbandingan antara jarak / panjang jalan
dengan kecepatan jalan, yang memberikan gambaran tentang waktu tempuh yang
dibutuhkan untuk menempuh suatu ruas jalan dengan jarak tertentu.dapat dihitung
dengan persamaan berikut.
V
TT = TT = Waktu Tempuh (jam)
L
L = Panjang segmen (km)
V = Kecepatan jalan (km/jam)
a=
∑ y ∑ x − ∑ x∑ xy
2
n ∑ x − (∑ x )
2 2
n ∑ xy − ∑ x ∑ y
b=
n ∑ x − (∑ x )
2 2
II - 19
Apabila dari perhitungan didapatkan Ds < 0,75 maka jalan tersebut masih
dapat melayani kendaraan yang melewati ruas jalan tersebut dengan baik. Sedang
kan apabila diperoleh harga Ds ≥ 0,75 maka jalan tersebut sudah tidak mampu
melayani banyaknya kendaraan yang melewatinya. Dan untuk mengatasinya jalan
tersebut harus diperlebar, atau dengan membuat jalan baru.
2.1.5. Analisa Kondisi Perkerasan
kondisi struktur perkerasan selama masa layan tidak terlepas dari standar
disain yang dipakai.kondisi struktur perkerasan jalan selama masa layan
digambarkan dengan kurva hubungan IP (indeks permukaan) dengan nilai N
(beban sumbu standar ekivalen total).
• Jenis kerusakan
1. retak (cracking)
2. perubahan bentuk (distorsion)
3. cacat permukaan (disintegration)
4. pengausan (polished aggregate)
5. kegemukan (bleeding or flushing)
6. penurunan pada bekas penanaman utilitas (utiliti cut depresion)
¾ penanganan kerusakan
berdasarkan studi atau pengalaman dari penanganan kerusakan jalan
dipakai lapis tambahan pada perkerasan lama (overlay), karena overlay lebih
efektif dan ekonomis. Sebelum perancangan overlay perlu diadakan pemeriksaan
(survey) struktur yang ada, yaitu:
• pemeriksanaan nilai fungsional jalan:
1. survey kondisi perkerasan
– tujuan: mendapatkan data mengenai jenis dan tingkat kerusakan
yang terjadi pada perkerasan lapis beraspal.
– Survey ini dilakukan secara visual dan pengukuran langsung.
2. survey ketidakrataan
– ketidakrataan salah satu parameter pemeliharaan fungsional jalan
yang berkaitan dengan tingkat kenyamanan berkendaraan.
– Ada standarisasi untuk menyatakan nilai ketidakrataan sehingga
dapat dipakai secara internasional. IRI (international roughness
index) dengan satuan m/km, in/mile.
3. survey kelicinan/kekesatan
– licin atau tidak kesat dari permukaan jalan penyebab terjadinya slip
akibat koefisien gesek atau kekesatan rendah. Kekesatan berkaitan
dengan tekstur muka jalan.
II - 22
2. Bahu jalan
• Bahu Jalan adalah bagian jalan yang terletak di tepi jalur lalu lintas dan
harus diperkeras.
• Fungsi bahu jalan adalah sebagai berikut:
♦ Lajur lalu lintas darurat, tempat berhenti sementara, dan atau
tempat parkir darurat.
♦ Ruang bebas samping bagi lalu lintas.
• Kemiringan bahu jalan normal antara 3-5%.
• Lebar bahu jalan dapat dilihat dalam tabel 2.11.
¾ Alinyemen Horisontal
Alinyemen horisontal terdiri atas bagian lurus dan bagian lengkung (disebut
juga tikungan). Perencanaan geometri pada bagian lengkung dimaksudkan untuk
mengimbangi gaya sentrifugal yang diterima oleh kendaraan yang berjalan pada
kecepatan VR. Untuk keselamatan pemakai jalan ,jarak pandang dan daerah bebas
samping jalan harus diperhitungan.
1)Panjang Bagian Lurus
Dengan memperhatikan faktor keselamatan pemakai jalan. Ditinjau dari
segi kelelahan pengemudi, maka panjang maksimum bagian jalan yang lurus
harus ditempuh dalam waktu tidak lebih dari 2,5 menit (sesuai VR).Panjang
Bagian lurus dapat ditetapkan dari tabel berikut:
Tabel 2.16. Panjang Bagian Lurus Maksimum
Fungsi Panjang Bagian Lurus Maksimum
Datar Perbukitan Pegunungan
Arteri 3.000 2.500 2.000
Kolektor 2.000 1.750 1.500
Sumber : Tata Cara Perencanaan Geometrik Jalan Luar Kota-1997
2)Tikungan
Bentuk-bentuk tikungan dapat berupa:
a. Spiral - Circle – Spiral (SCS)
Tikungan jenis Spiral – Circle – Spiral (Gambar 2.1) digunakan pada
tikungan yang mempunyai jari-jari dan sudut tangen yang sedang. Pada tikungan
ini, perubahan dari tangen ke lengkung lingkaran dijembatani dengan adanya
lengkung spiral (Ls). Fungsi dari lengkung spiral adalah menjaga agar perubahan
gaya sentrifugal yang timbul pada waktu kendaraan memasuki atau meninggalkan
tikungan dapat terjadi secara berangsur-angsur. Di samping itu, hal ini juga
dimaksudkan untuk membuat kemiringan transisi lereng jalan menjadi
superelevasi tidak terjadi secara mendadak dan sesuai dengan gaya sentrifugal
yang timbul sehingga keamanan dan kenyamanan terjamin.
II - 27
PI
∆
E
T θs
W Yc α
Xc SC
Tk Lc CS
TL
Xm
∆
Rc s Bagian Lingkaran Ls
Ba
TS g ia
nS TS
Rc
Rc
p ir
al
+∆
α T
θs (L ange
Rc
θs ur nt
us
)
∆
Ls =
(e max − en ) ⋅ VR ; re diambil 0,035 m/detik
3,6 ⋅ re
Rumus elemen-elemen tikungan adalah sebagai berikut :
Rc + p
Ts = [(Rc + p ) ⋅ tan (∆ / 2 )] + k Es = − Rc
cos ∆ / 2
∆ + (2 ⋅ θs )
Lc = ⋅ (π ⋅ Rc ) Lt = (2 ⋅ Ls ) + Lc ≤ 2 ⋅ Ts
180
⎛ Ls 2 ⎞ Ls 2
Xc = Ls⎜1 − ⎟ Yc =
⎝ 40 Rc ⎠ 6 Rc
2
28,648 × Ls
θs =
Rc
II - 28
S= Xc 2 + Yc 2
∆Rc = Yc + Rc(Cosθs − 1)
Xm = Xc − Rc × Sinθs
Lc = Rc × π × α
o
180 o
⎛ Rc + ∆Rc ⎞
E = ⎜⎜ ⎟ − Rc
Cos ∆ ⎟
⎝ 2 ⎠
Tl = Xc − Yc × Ctgθs
Tk = Yc
Sinθs
Lt = Lc + 2 Ls
Dimana : TS = Titik awal spiral (titik dari tangen ke spiral)
ST = Titik akhir spiral
SC = Titik dari spiral ke circle
CS = Titik dari circle ke spiral
PI = Titik perpotongan tangen
Ls = Panjang spiral
Rc = Jari-jari lingkaran (jarak O – TC atau ke CT atau ke setiap
titik busur lingkaran)
Lc = Panjang circle (busur lingkaran)
θs = Sudut – spiral
II - 29
T ∆
E
TC Lc CT
TA
NG
EN
Rc 0.5 ∆ Rc
c. Spiral-Spiral
Tikungan jenis spiral-spiral digunakan pada tikungan tajam dengan sudut
tangen yang besar. Pada prinsipnya lengkung spiral-spiral (Gambar 2.3) sama
dengan lengkung spiral-circle-spiral. Hanya saja pada tikungan spiral-spiral tidak
terdapat busur lingkaran sehingga nilai lengkung tangen (Lt) adalah 2 kali
lengkung spiral Ls. Pada nilai Lc = 0 atau Sc = 0 tidak ada jarak tertentu dalam
masa tikungan yang sama miringnya sehingga tikungan ini kurang begitu bagus
pada superelevasi.
Rumus yang digunakan :
Ls = (2 ⋅ π ⋅ R ⋅ θs ) / 180
Ts = [(R + p ) ⋅ tan ∆ / 2] + k
Es = [(R + p ) ⋅ sec ∆ / 2] + k
Lt = (2 ⋅ Ls ) + Lc dengan Lc = 0
= 2 ⋅ Ls
Dimana : Ls = Panjang spiral
Ts = Titik awal spiral
Es = Jarak eksternal dari PI ke tengah busur spiral
Lt = Panjang busur spiral
PI
∆
Yc Es
Ts 0s r
SCS
Xc
0s 0s
X
k Rc Rc
P ∆
ST
TS
¾ Superelevasi
Superelevasi menunjukkan besarnya perubahan kemiringan melintang
jalan secara berangsur-angsur dari kemiringan normal menjadi kemiringan
maksimum pada suatu tikungan horisontal yang direncanakan. Dengan demikian
dapat menunjukkan kemiringan melintang jalan pada setiap titik dalam tikungan.
Nilai superelevasi yang tinggi mengurangi gaya geser kesamping dan
menjadikan gerakan kendaraan pada tikungan lebih nyaman. Jari-jari minimum
yang tidak memerlukan superelevasi
Diagram superelevasi untuk tipe tikungan F-C, S-C-S, dan S-S dapat
dilihat pada Gambar 2.4, Gambar 2.5, Gambar 2.6 di bawah ini.
TC e=0% CT
en
emax (-)
sisi luar tikungan
TS SC e=0% CS ST
en
emax (-)
sisi luar tikungan
emax (+)
TS e=0% ST
en
emax (-)
2
⎛ b⎞
Rc = ⎜ R 2 − (a + U 1) + ⎟ + ( a + U 1) 2
2
⎝ 2⎠
b
− Rc − (a + U 1)
2 2
B = Rc +
2
E = B−b
Keterangan :
E = Tambahan Lebar (Pelebaran)
B = Lebar yang di tempati kendaraan
R = Jari jari lengkung pada suatu jalan
b = Lebar mobil
a = Jarak Gandar
Rc = Jari jari lengkung untuk lintasan luar yang di tambah mobil
U1= Tonjolan depan
¾ Alinyemen Vertikal
Alinyemen vertikal merupakan penampang melintang jalan dimana
alinyemen ini merupakan proyeksi sumbu jalan ke bidang vertikal tegak lurus
penampang melintang jalan. Tujuan perencanaan lengkung vertikal adalah :
• Mengurangi goncangan akibat perubahan kelandaian.
• Menyediakan jarak pandang henti.
Perencanaan alinyemen vertikal harus sedemikian rupa sehingga trase
jalan yang dihasilkan memberikan tingkat kenyamanan dan tingkat keamanan
yang optimal. Perhitungan dimulai dari data elevasi point of vertical intersection
(PVI), kemudian baru dihitung besaran-besaran sebagai berikut :
• Panjang lengkung vertikal Lv dalam meter
• Pergeseran vertikal Ev dalam meter
• Elevasi permukaan jalan di PLV dan PTV
II - 34
• Elevasi permukaan jalan antara PLV, PVI, dan PTV pada setiap
stasiun yang terdapat pada alinyemen.
Rumus-rumus yang digunakan adalah :
A = g1 − g 2
Ev = ( A ⋅ Lv ) / 800
Dimana : A = Perbedaan aljabar landai
g1,g2 = Kelandaian jalan (%)
EV = Jarak antara lengkung vertikal dengan PV
LV = Panjang lengkung vertikal
Lengkung vertikal terdiri dari dua jenis, yaitu lengkung vertikal cekung
(Gambar 2.7), dan lengkung vertikal cembung (Gambar 2.8).
L
S
0 .7 5
1 h
E
A
d1 d2
A
q1 E q2
h1 h2
S
L
LEP = ∑ (LHR ⋅ Cj ⋅ Ej )
[
LEA = ∑ LHR ⋅ (1 + i ) ⋅ Cj ⋅ Ej
n
]
Dengan : n = Tahun rencana
i = Faktor pertumbuhan lalu lintas
4. Lintas ekivalen tengah (LET), dihitung dengan rumus :
LET = 1 / 2 ⋅ (LEP + LEA)
5. Lintas ekivalen rencana (LER), dihitung dengan rumus :
LER = LEP × FP
Dengan : FP = faktor penyesuaian = UR/10
6. Mencari indeks tebal permukaan (ITP) berdasarkan hasil LER, sesuai
dangan nomogram yang tersedia. Faktor-faktor yang berpengaruh yaitu
DDT atau CBR, faktor regional (FR), indeks permukaan dan koefisien
bahan-bahan sub base, base dan lapis permukaan.
7. Menghitung tebal lapisan perkerasannya berdasarkan nilai ITP yang
didapat.
as
sr =
mr
keterangan : sr = stress ratio
ac = actual stress pada perkerasan
mr= modulus retak
pada strees ratio < 0,51, maka jumlah pengulangan beban tidak
terbatas.
- tegangan yang terjadi akibat beban roda dihitung setelah lalu lintas
disusun dalam kelompok-kelompok beban gandar. tegangan dihitung
dengan menggunakan chart PCA untuk beban roda as tunggal dan roda
as ganda (tandem),dengan terlebih dahulu mengasumsikan suatu tebal
perkeraasn tertentu.
- perencanaan memenuhi syarat bila dipenuhi persamaan :
N1 N 2 Nn
+ + .... ≤ 1,00(100%
N 1' N 2' Nn'
keterangan :
Ni = pengulangan beban yang terjadi untuk
kategori beban i
Ni’ = pengulangan beban yang diijinkan
untuk kategori baban i
2. Menggunakan Metode Bina Marga
prosedur perhitungan :
- hitung LHR hingga akhir umur rencana
- mengghitung jumlah kendaraan niaga
JKN = 365 × JKNH × R
(1 + i ) N − 1
a. R Æuntuk i konstan selama umur rencana (n) i≠0
e
log(1 + I )
II - 41
(1 + i ) M − 1
b. R + ( n − m )(1 + i ) m −1 Æsetelah m tahun, pertumbuhan
e
log(1 + I )
lalu lintas tidak terjadi lagi, i≠0
(1 + i ' ) M − 1 (1 + i ) m [(1 + i ' ) n − m − 1]
c. R + Æsetelah waktu tertentu
e
log(1 + i ) e
log(1 + i ' )
pertumbuhan lalu lintas berbeda dengan sebelumnya.
n tahun pertama Æi ,i≠0
m tahun pertamaÆi’ ,i≠0
keterangan :
JKN : jumlah kendaraan niaga
JKNH : jumlah kendaraan niaga harian
R : faktor pertumbuhan lalu lintas yang besarnya tergantung
pada factor pertumbuhan lalu lintas tahunan (i) dan umur
rencana (n).
- Hitung prosentase masing masing kombinasi konfigurasi beban sumbu
terhadap jumlah sumbu kendaraan niaga harian ( JKSNH)
- Hitung jumlah repetisi komulatif tiap tiap kombinasi konfigurasi/beban
sumbu pada jalur rencana
JKSN x % JSKNHi x C x FK
Tabel 2. 18. faktor C = Coefisien Distribusi
Jumlah Lajur Kendaran Niaga
1 arah 2 arah
1 kajur 1 1
2 kajur 0.70 0.5
3 kajur 0.5 0.475
4 kajur 0.5 0.45
5 kajur 0.5 0.425
6 kajur 0.5 0.40
Sumber : Diktat kuliah Perencanaan Perkerasan Jalan.
II - 42
K=
∑K S=
n( ∑ K 2 ) − ( ∑ K ) 2
n n( n − 1)
K di dapat dari korelasi CBR
– Kekuatan Beton
MR 28 hari
Keterangan
i = Semua beban sumbu yang diperhitungkan
Ni = Pengulangan beban yang terjadi untuk kategori beban i
Ni’=Pengulangan beban yang diijinkan untuk kategori beban ybs
σ lti σ lti
Ni = dimana ≤ 0.50, maka Ni’= ~
MR MR
σ lti
= 0.51, maka Ni’= 400.000 ( tabel)
MR
¾ Ketentuan-ketentuan
1. Sistim drainase permukaan jalan terdiri dari : kemiringan melintang
perkerasan dan bahu jalan, selokan samping, gorong-gorong dan saluran
penangkap (Gambar 2.9).
⋅ (YT − Yn )
Sx
XT = x +
Sn
I = 1 / 4 ⋅ (90% ⋅ XT )
II - 46