Anda di halaman 1dari 7

ETIKA BISNIS

Disusun Oleh :

KELOMPOK 6

1. DWI SETYAWATI 01 1802612010220


2. NI NYOMAN AYU PERMAYASARI 26 1802612010244
3. NI WAYAN AYU EKA AGUSTINI 32 1802612010250
4. NI WAYAN RISKIKA PUTRI 35 1802612010253
5. LUH NYOMAN PANDE HAPPY LESTARI 39 1702612010266

FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS


UNIVERSITAS MAHASARASWATI DENPASAR
I. Fungsi iklan

Pada umumnya kita menemukan dua pandangan berbeda mengenai fungsi iklan. Keduanya
menampilkan dua model iklan yang berbeda sesuai dengan fungsinya masing-masing ,yaitu iklan
sebagai pemberi informasi dan iklan sebagai pembentuk pendapat umum.
a. Iklan sebagai Pemberi Informasi
Pendapat pertama melihat iklan terutama sebagai pemberi informasi. Iklan merupakan
media untuk menyampaikan informasi yang sebenarnya kepada masyarakat tentang produk yang
akan atau sedang ditawarkan dalam pasar. Yang ditekankan di sini adalah bahwa iklan berfungsi
untuk membeberkan dan menggambarkan seluruh kenyataannya yang serinci mungkin tentang
suatu produk. Sasaran iklan adalah agar konsumen dapat mengetahui dengan baik produk itu
sehingga akhirnya memutuskan untuk membeli produk itu. Namun, apakah dalam kenyataannya
pembeli membeli produk tersebut atau tidak, itu merupakan sasaran paling jauh. Sasaran dekat
yang lebih mendesak adalah agar konsumen tahu tentang produk itu, kegunaannya,
kelebihannya, dan kemudahan-kemudahannya.
Dalam kaitan dengan itu, iklan sebagai pemberi informasi menyerahkan keputusan untuk
membeli kepada konsumen itu sendiri. Maka, iklan hanyalahmedia informasi yang netral untuk
membantu pembeli memutuskan secara tepat dalam membeli produk tertentu demi memenuhi
kebutuhan hidupnya. Karena itu, iklan lalu mirip seperti brosur. Namun, ini tidak berarti iklan
yang informatif tampil secara tidak menarik. Kendati hanya sebagai informasi, iklan dapat tetap
dapat tampil menarik tanpa keinginan untuk memanipulasi masyarakat.
Sehubungan dengan iklan sebagai pemberi informasi yang benar kepada konsumen, ada
tiga pihak yang terlibat dan bertanggung jawab secara moral atas informasi yang disampaikan
sebuah iklan. Pertama, produsen yang memeiliki produk tersebut. Kedua, biro iklan yang
mengemas iklan dalam segala dimensi etisnya: etis, estetik, infomatif, dan sebagainya. Ketiga,
bintang iklan.
Dalam perkembangan di masa yang akan datang, iklan informatif akan lebih di gemari.
Karena, pertama, masyarakat semakin kritis dan tidak lagi mudah didohongi atau bahkan ditipu
oleh iklan-iklan yang tidak mengungkapkan kenyataan yang sebenarnya. Kedua, masyarakat
sudah bosan bahkan muak dengan berbagai iklan hanya melebih-lebihkan suatu produk. Ketiga,
peran Lembaga Konsumen yang semakin gencar memberi informasi yang benar dan akurat
kepada konsumen menjadi tantangan serius bagi iklan.
b. Iklan sebagai pembentuk pendapat umum
Berbeda dengan fungsi iklan sebagai pemberi informasi, dalam wujudnya yang lain iklan
dilihat sebagai suatu cara untuk mempengaruhi pendapat umum masyarakat tentang sebuah
produk. Dalam hal ini fungsi iklan mirip dengan fungsi propaganda politik yang berusaha
mempengaruhi massa pemilih. Dengan kata lain, fungsi iklan adalah untuk menarik massa
konsumen untuk membeli produk itu. Caranya dengan menampilkan model iklan yang
manupulatif, persuasif, dan tendensius dengan maksud untuk menggiring konsumen untuk
membeli produk tersebut. Karena itu, model iklan ini juga disebut sebagai iklan manipulatif.
Secara etis, iklan manipulasi jelas dilarang karena iklan semacam itu benar-benar
memanipulasi manusia, dan segala aspek kehidupannya, sebagai alat demi tujuan tertentu di luar
diri manusia. Iklan persuasif sangat beragam sifatnya sehingga kadang-kadang sulit untuk dinilai
etis tidaknya iklan semacam itu. Bahkan batas antara manipulasi terang-terangan dan persuasi
kadang-kadang sulit ditentukan.
Untuk bisa membuat penilaian yang lebih memadai mengenai iklan persuasif, ada
baiknya kita bedakan dua macam persuasi: persuasi rasional dan persuasi non-rasional. Persuasi
rasional tetap menghargai otonomi atau kebebasan individu dalam membeli sebuah produk,
sedangkan persuasi non-rasional tidak menghiraukan otonomi atau kebebasan individu.
Suatu persuasi dianggap rasional sejauh daya persuasinya terletak pada isi argumen itu.
Persuasi rasional bersifat impersonal.ia tidak di hiraukan siapa sasaran dari argumen itu.yang
penting adalah isi argumen tepat.dalam kaitan dengan iklan,itu berati bahwa iklan yang
mengandalkan persuasi rasional lebih menekankan isi iklan yang mau disampaikan
.jadi,kebenaran iklan itulah yang ditonjolkan dan dengan demikian konsumen terdorong untuk
membeli produk tersebut.maka,iklan semacam itumemang berisi informasi yang benar,hanya
saja kebenaran informasi tersebut ditampilkan dalam wujud yang sedemikian menonjol dan kuat
sehingga konsumen terdorong untuk membelinya.dengan kata lain,persuasinya didasarkan pada
fakta yang bisa dipertanggung jawabkan.
Berbeda dengan persuasi rassional, non-rasional umumnya hanya memanfaatkan aspek
(kelemahan) psikologis manusia untuk membuat konsumen bisa terpukau, tertarik, dan terdorong
untuk membeli produk yang diiklankan itu. Daya persuasinya tidak pada argumen yang berifat
rasional, melainkan pada cara penampilan. Maka, yang di pentingkan adalah kesan yang
ditampilkan dengan memanfaatkan efek suara (desahan), mimik, lampu, gerakan tubuh, dan
semacamnya. Juga logikaiklan tidak diperhatikan dengan baik.
Iklan yang menggunakan cara persuasi dianggap tidak etis kalau persuasi itu bersifat non-
rasional. Pertama, karena iklan semacam itu tidak mengatakan mengenai apa yang sebenarnya,
melainkan memanipulasi aspek psikologis manusia melalui penampilan iklan yang menggiurkan
dan penuh bujuk rayu. Kedua, karena iklan semacam ini merongrong kebebasan memilih pada
konsumen. Konsumen dipaksa dan didorong secara halus untuk mengikuti kemauan pengiklan ,
bukan atas dasar pertimbangan yang rasional dan terbukti kebenaranya.

II. Beberapa Persoalan Etis dalam Iklan


Ada beberapa persoalan etis yang ditimbulkan oleh iklan, khususnya iklan yang manipulatif dan
persuasif non-rasional.
Pertama, iklan merongrong otonomi dan kebebasan manusia. Dalam banyak kasus ini
jelas sekali terlihat. Iklan membuat manusia tidak lagi dihargai kebebasannya dalam menentukan
pilihannya untuk membeli produk tertentu. Banyak pilihan dan pola konsumsi manusia modern
sesungguhnya adalah pilihan iklan. Manusia didikte oleh iklan dan tunduk pada kemauan iklan,
khususnya iklan manupulatif dan persuasif yang tidak rasional. Ini justru sangat bertentangan
dengan imperatif moral Kant bahwa manusia tidak boleh diperlakukan hanya sebagai alat demi
kepentingan lain di luar dirinya, termasuk dalam memenuhi kebutuhan hidupnya sehari-hari.
Pada fenomena iklan manipulatif, manusia benar-benar menjadi objek untuk mengeruk
keuntungan sebesar-besarnya dan tidak sekedar di beri informasi untuk membantunya memilih
produk tertentu.
Kedua, dalam kaitan dengan itu, iklan manipulatif dan persuasif non-rasional
menciptakan kebutuhan manusia yang mengakibatkan manusia modern menjadi konsumtif.
Secara ekonomis hal ini tidak baik karena dengan demikian akan menciptakan permintaan ikut
menaikkan daya beli masyarakat. Bahkan, dapat memacu produktivitas kerja manusia hanya
memenuhi kebutuhan hidupnya yang bertambah dan meluas itu. Namun, di pihak lain muncul
masyarakat konsumtif, di mana banyak dari apa yang dianggap manusia sebagai kebutuhannya
sebenarnya bukan benar-benar kebutuhan.
Ketiga, yang menjadi persoalan etis yang serius adalah bahwa iklan manipulatif dan
persuasif non-rasional malah membentuk dan menentukan identitas atau citra memiliki barang
sebagaimana ditawarkan iklan. Ia belum merasa diri penuh kalau belum memakai minyak rambut
seperti diiklankan bintang film terkenal, dan seterusnya. Identitas manusia modern lalu hanyalah
identitas massal, serba sama, serba tiruan, serba polesan, serba instan.
Keempat, bagi masyarakat Indonesia dengan tingkat perbedaan ekonomi dan sosial yang
tinggi, iklan merongrong rasa keadilan sosial masyarakat. Iklan yang menampilkan yang serba
mewah sangat ironis dengan kenyataan sosial di mana banyak anggota masyarakat masih
berjuang untuk sadar hidup. Iklan yang mewah tampil seakan tanpa punya rasa solidaritas
dengan sesamanya yang miskin.
Kendati dalam kenyataan praktis sulit menilai secara umum etis tidaknya iklan tertentu,
ada baiknya kami paparkan beberapa prinsip yang kiranya perlu diperhatikan dalam iklan.
Pertama, iklan tidak boleh menyampaikan informasi yang palsu dengan maksud memperdaya
konsumen. Masyarakat dan konsumen tidak boleh diperdaya oleh iklan untuk membeli produk
tertentu. Mereka juga tidak boleh dirugikan hanya karena telah diperdaya oleh iklan tertentu.
Kedua, iklan wajib menyampaikan semua informasi tentang produk tertentu, khususnya
menyangkut keamanan dan keselamatan manusia. Ketiga, iklan tidak boleh mengarah pada
pemaksaan, khususnya secara kasar dan terang-terangan. Keempat, iklan tidak boleh mengarah
pada tindakan yang bertentangan dengan moralitas: tindak kekerasan, penipuan, pelecehan
seksual, diskriminasi, perendahan martabat manusia dan sebagainya.

III. Makna Etis Menipu dalam Iklan


Iklan pembentuk citra sebuah produk atau bahkan sebuah perusahaan ditengah masyarakat.
Iklan yang membuat pernyataan yang salah atau tidak benar oleh pembuat iklan dan produsen
barang tersebut, dengan maksud memperdaya atau mengecoh konsumen adalah bentuk sebuah
tipuan dan arena itu dinilai sebagai iklan yang tidak etis.
Prinsip etika bisnis yang paling relevan di sini adalah prinsip kejujuran, yakni mengatakan
hal yang benar dan tidak menipu. Prinsip ini tidak hanya menyangkut kepentingan banyak orang,
melainkan juga pada akhirnya menyangkut kepentingan perusahaan atau bisnis seluruhnya
sebagai sebuah profesi yang baik.
Secara singkat dapat disimpulkan bahwa iklan yang menipu adalah iklan yang secara sengaja
menyampaikan pernyataan yang tidak sesuai dengan kenyataan dengan maksud menipu atau
menampilkan pernyataan yang bisa menimbulkan penafsiran yang keliru pada pihak konsumen
yang sesungguhnya berhak mendapatkan informasi yang benar apa adanya tentang produk yang
ditawarkan dalam pasar. Dengan kata lain, berdasarkan prinsip kejujuran, iklan yang baik dan
diterima secara moral adalah iklan yang memberi pernyataan atau informasi yang benar
sebagaimana adanya.
IV. Kebebasan Konsumen
Setelah kita melihat fungsi iklan, masalah etis dalam iklan, dan makna etis dari menipu dalam
iklan, ada baiknya kita singgung sekilas mengenai peran iklan dalam ekonomi, khususnya pasar.
Iklan merupakan suatu aspek pemasaran yang penting, sebab iklan menentukan hubungan antara
produsen dan konsumen. Secara lebih konkrit, iklan menentukan pula hubungan penawaran dan
permintaan antara produsen dan pembeli, yang pada gilirannya ikut pula menentukan harga
barang yang dijual dalam pasar.
Kode etik periklananan tentu saja sangat diharapkan untuk membatasi pengaruh iklan ini. Tetapi,
perumusan kode etik ini harus melibatkan berbagai pihak: ahli etika, konsumen (atau lembaga
konsumen), ahli hukum, pengusaha, pemerintah, tokoh agama dan tokoh masyarakat tertentu,
tanpa harus berarti merampas kemandirian profesi periklanan. Yang juga penting adalah bahwa
profesi periklanan dan organisasi profesi periklanan perlu benar-benar punya komitmen moral
untuk mewujudkan iklan yang baik bagi masyarakat. Namun, kalau ini pun tidak memadai, kita
membutuhkan perangkat legal politis, dalam bentuk aturan perundang-undangan tentang
periklanan beserta sikap tegas tanpa kompromi dari pemerintah, melalui departemen terkait,
untuk menegakkan dan menjamin iklan yang baik bagi masyarakat.
1. Hubungan produsen konsumen
Hubungan konsumen dan Produsen pada dasarnya bukan merupakan suatu hubungan
kontraktual. Produsen dan konsumen berinteraksi secara anonim, meraka hanya menduga dan
menebak siapa calon konsumennya begitu pula sebaliknya. Selebihnya tidak ada ikatan formal
dalam bentuk kontrak atau persetujuan produsen dan konsumen.

2. Gerakan konsumen
Hak dan kewajiban konsumen :
a. Membaca atau mengikuti petunjuk informasi dan prosedur pemakaian atau pemanfaatan
barang dan/atau jasa, demi keamanan dan keselamatan.
b. Beritikad baik dalam melakukan transaksi pembelian barang dan/atau jasa.
c. Membayar sesuai dengan nilai tukar yang disepakati.
d. Mengikuti upaya penyelesaian hukum sengketa perlindungan konsumen secara patut.

3. Konsumen adalah raja


Hal yang menarik jika kita amati disurat pembaca di media masa, mereka menulis
keluhannya baik pada janji atau pelayanannya yang tidak memuaskan, ini bisa dimengerti
karena semakin kritisnya konsumen semakin sadar atas hak-hak mereka. Kenyataan ini
memberikan isyarat :
a. Pasar yang bebas dan terbuka pada akhirnya menempatkan konsumen menjadi raja.
b. Prinsip etika, seperti kejujuran,tanggung jawab dan kewajiban melayani dengan baik.

Adanya fenomena tersebut menuntut perusahaan dapat bersaing secara fair termasuk
keunggulan nilai. Karena apabila terjadi dalam sebuah perusahaan maka akan menimbulkan
image buruk terhadap perusahaan.

V. PERATURAN YANG TERKAIT

Adapun tata krama dan tata cara periklanan di Indonesia diatur lebih jelas dalam hukum positif,
antara lain :

1. UUPK;
2. Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang PERS;
3. Undang-Undang Nomor 24 Tahun 1997 tentang Penyiaran;
4. Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1996 tentang Pangan;
5. Peraturan Pemerintah Nomor 69 Tahun 1999 tentang Label dan Iklan Pangan;
6. Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2003 tentang Pengamanan Rokok Bagi
Kesehatan;
7. Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 368/Men.Kes/ SK/IV/1994 tentang Pedoman
Periklanan Obat Bebas, Obat Tradisional, Alat Kesehatan, Kosmetika, Perbekalan
Kesehatan Rumah Tangga dan Makanan-Minuman;

Anda mungkin juga menyukai