Disusun Oleh :
KELOMPOK 6
Pada umumnya kita menemukan dua pandangan berbeda mengenai fungsi iklan. Keduanya
menampilkan dua model iklan yang berbeda sesuai dengan fungsinya masing-masing ,yaitu iklan
sebagai pemberi informasi dan iklan sebagai pembentuk pendapat umum.
a. Iklan sebagai Pemberi Informasi
Pendapat pertama melihat iklan terutama sebagai pemberi informasi. Iklan merupakan
media untuk menyampaikan informasi yang sebenarnya kepada masyarakat tentang produk yang
akan atau sedang ditawarkan dalam pasar. Yang ditekankan di sini adalah bahwa iklan berfungsi
untuk membeberkan dan menggambarkan seluruh kenyataannya yang serinci mungkin tentang
suatu produk. Sasaran iklan adalah agar konsumen dapat mengetahui dengan baik produk itu
sehingga akhirnya memutuskan untuk membeli produk itu. Namun, apakah dalam kenyataannya
pembeli membeli produk tersebut atau tidak, itu merupakan sasaran paling jauh. Sasaran dekat
yang lebih mendesak adalah agar konsumen tahu tentang produk itu, kegunaannya,
kelebihannya, dan kemudahan-kemudahannya.
Dalam kaitan dengan itu, iklan sebagai pemberi informasi menyerahkan keputusan untuk
membeli kepada konsumen itu sendiri. Maka, iklan hanyalahmedia informasi yang netral untuk
membantu pembeli memutuskan secara tepat dalam membeli produk tertentu demi memenuhi
kebutuhan hidupnya. Karena itu, iklan lalu mirip seperti brosur. Namun, ini tidak berarti iklan
yang informatif tampil secara tidak menarik. Kendati hanya sebagai informasi, iklan dapat tetap
dapat tampil menarik tanpa keinginan untuk memanipulasi masyarakat.
Sehubungan dengan iklan sebagai pemberi informasi yang benar kepada konsumen, ada
tiga pihak yang terlibat dan bertanggung jawab secara moral atas informasi yang disampaikan
sebuah iklan. Pertama, produsen yang memeiliki produk tersebut. Kedua, biro iklan yang
mengemas iklan dalam segala dimensi etisnya: etis, estetik, infomatif, dan sebagainya. Ketiga,
bintang iklan.
Dalam perkembangan di masa yang akan datang, iklan informatif akan lebih di gemari.
Karena, pertama, masyarakat semakin kritis dan tidak lagi mudah didohongi atau bahkan ditipu
oleh iklan-iklan yang tidak mengungkapkan kenyataan yang sebenarnya. Kedua, masyarakat
sudah bosan bahkan muak dengan berbagai iklan hanya melebih-lebihkan suatu produk. Ketiga,
peran Lembaga Konsumen yang semakin gencar memberi informasi yang benar dan akurat
kepada konsumen menjadi tantangan serius bagi iklan.
b. Iklan sebagai pembentuk pendapat umum
Berbeda dengan fungsi iklan sebagai pemberi informasi, dalam wujudnya yang lain iklan
dilihat sebagai suatu cara untuk mempengaruhi pendapat umum masyarakat tentang sebuah
produk. Dalam hal ini fungsi iklan mirip dengan fungsi propaganda politik yang berusaha
mempengaruhi massa pemilih. Dengan kata lain, fungsi iklan adalah untuk menarik massa
konsumen untuk membeli produk itu. Caranya dengan menampilkan model iklan yang
manupulatif, persuasif, dan tendensius dengan maksud untuk menggiring konsumen untuk
membeli produk tersebut. Karena itu, model iklan ini juga disebut sebagai iklan manipulatif.
Secara etis, iklan manipulasi jelas dilarang karena iklan semacam itu benar-benar
memanipulasi manusia, dan segala aspek kehidupannya, sebagai alat demi tujuan tertentu di luar
diri manusia. Iklan persuasif sangat beragam sifatnya sehingga kadang-kadang sulit untuk dinilai
etis tidaknya iklan semacam itu. Bahkan batas antara manipulasi terang-terangan dan persuasi
kadang-kadang sulit ditentukan.
Untuk bisa membuat penilaian yang lebih memadai mengenai iklan persuasif, ada
baiknya kita bedakan dua macam persuasi: persuasi rasional dan persuasi non-rasional. Persuasi
rasional tetap menghargai otonomi atau kebebasan individu dalam membeli sebuah produk,
sedangkan persuasi non-rasional tidak menghiraukan otonomi atau kebebasan individu.
Suatu persuasi dianggap rasional sejauh daya persuasinya terletak pada isi argumen itu.
Persuasi rasional bersifat impersonal.ia tidak di hiraukan siapa sasaran dari argumen itu.yang
penting adalah isi argumen tepat.dalam kaitan dengan iklan,itu berati bahwa iklan yang
mengandalkan persuasi rasional lebih menekankan isi iklan yang mau disampaikan
.jadi,kebenaran iklan itulah yang ditonjolkan dan dengan demikian konsumen terdorong untuk
membeli produk tersebut.maka,iklan semacam itumemang berisi informasi yang benar,hanya
saja kebenaran informasi tersebut ditampilkan dalam wujud yang sedemikian menonjol dan kuat
sehingga konsumen terdorong untuk membelinya.dengan kata lain,persuasinya didasarkan pada
fakta yang bisa dipertanggung jawabkan.
Berbeda dengan persuasi rassional, non-rasional umumnya hanya memanfaatkan aspek
(kelemahan) psikologis manusia untuk membuat konsumen bisa terpukau, tertarik, dan terdorong
untuk membeli produk yang diiklankan itu. Daya persuasinya tidak pada argumen yang berifat
rasional, melainkan pada cara penampilan. Maka, yang di pentingkan adalah kesan yang
ditampilkan dengan memanfaatkan efek suara (desahan), mimik, lampu, gerakan tubuh, dan
semacamnya. Juga logikaiklan tidak diperhatikan dengan baik.
Iklan yang menggunakan cara persuasi dianggap tidak etis kalau persuasi itu bersifat non-
rasional. Pertama, karena iklan semacam itu tidak mengatakan mengenai apa yang sebenarnya,
melainkan memanipulasi aspek psikologis manusia melalui penampilan iklan yang menggiurkan
dan penuh bujuk rayu. Kedua, karena iklan semacam ini merongrong kebebasan memilih pada
konsumen. Konsumen dipaksa dan didorong secara halus untuk mengikuti kemauan pengiklan ,
bukan atas dasar pertimbangan yang rasional dan terbukti kebenaranya.
2. Gerakan konsumen
Hak dan kewajiban konsumen :
a. Membaca atau mengikuti petunjuk informasi dan prosedur pemakaian atau pemanfaatan
barang dan/atau jasa, demi keamanan dan keselamatan.
b. Beritikad baik dalam melakukan transaksi pembelian barang dan/atau jasa.
c. Membayar sesuai dengan nilai tukar yang disepakati.
d. Mengikuti upaya penyelesaian hukum sengketa perlindungan konsumen secara patut.
Adanya fenomena tersebut menuntut perusahaan dapat bersaing secara fair termasuk
keunggulan nilai. Karena apabila terjadi dalam sebuah perusahaan maka akan menimbulkan
image buruk terhadap perusahaan.
Adapun tata krama dan tata cara periklanan di Indonesia diatur lebih jelas dalam hukum positif,
antara lain :
1. UUPK;
2. Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang PERS;
3. Undang-Undang Nomor 24 Tahun 1997 tentang Penyiaran;
4. Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1996 tentang Pangan;
5. Peraturan Pemerintah Nomor 69 Tahun 1999 tentang Label dan Iklan Pangan;
6. Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2003 tentang Pengamanan Rokok Bagi
Kesehatan;
7. Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 368/Men.Kes/ SK/IV/1994 tentang Pedoman
Periklanan Obat Bebas, Obat Tradisional, Alat Kesehatan, Kosmetika, Perbekalan
Kesehatan Rumah Tangga dan Makanan-Minuman;