Kelas 8
14040119130072
Betrand Russel mendefinisikan filsafat sebagai ranah tak bertuan (no man’s land)
diantara teologi dan ilmu pengetahuan. Pengertian Russel merpakan bukti bahwa filsafat
merupakan disiplin tersendiri yang terus menerus mengasah pisau kritisnya. Pada 1923 di
Jerman berdiri institusi Sosial Frankfurt (Frankfurt Schule) atas inisiatif sekelompok
intelektual dari berbagai latar belakang yang mengembangkan sebuah teori yang disebut
“teori kritis.” Sebuah teori yang mereka pahami sebagi teori yang kritis terhadap sikap kritis
yang membeku menjadi ideologi. Bagi mereka, filsafat adalah kecurigaan yang terus-
menerus.
Ada banyak pintu masuk untuk mempelajari filsafat. Namun, agar sistemtis
pendekatan ini akhirnya dibagi menjadi empat, antara lain: definisi, sistematika, tokoh atau
aliran, dan sejarah.
a. Pendekatan Definisi
Setiap disiplin memiliki objek forma dan objek materi sendiri-sendiri. Filsafat
memiliki objek forma dan objek materi yang berbeda dengan disiplin-disiplin yang telah
terspesifiksdi tadi. Salah satu contohnya ialah antropologi, sosiologi, dan psikologi sama-
sama mengkaji manusia (objek materi), namun masing-masing megambil sudut pandang
yang berbeda (objek forma). Objek forma filsafat berupa penalaran sistematis yang kritis,
radikal, refleksif, dan integral, sedangkan objek materinya berupa universum: manusia
(subjek) yang didudukkan dalam konteks paling luas
b. Pendekatan Sistematika
pendekatan ini berangkat dari 3 pertanyaan Immanuel Kant: apa yang dapat saya
ketahui? Apa yang dapat saya ketahui? Apa yang dapat saya harapkan? dan apa yang dapat
saya lakukan? Ketiga pertanyaan itu menghasilkan tiga wilayah besar: wilayah pengetahuan,
ada, dan nilai.
Wilayah ada terdiri dari dua disiplin filsafat. Pertama, Ontologi yaitu cabang yang
berurusan dengan “yang ada sebagai yang ada” atau “yang sebenar-benarnya ada” sebagai
lawan dari disiplin yang berurusan dengan bentuk partikular ada seperti fisika, biologi, atau
psikologi. Kedua, Metafisika yaitu cabang filsafat yang mengkaji semesta supra-inderawi di
balik gejala-gejala empiris.
Wilayah ketiga yaitu nilai. Wilayah ini terdiri atas dua disiplin filsafat, yakni Etika
(cabang filsafat yang merefleksikan nilai-nilai moral) dan Estetika (disiplin filsafat yang
merefleksikan nilai-nilai estetis)
Pendekatan ini diperuntukkan bagi mereka yang sudah berada di tahap lanjut dalam
mempelajari filsafat, karena mengandaikan penguasaan sempurna terhadap pendekatan
pertama dan kedua. Dalam kenyataannya, jarang sekali seorang filsuf membahas ketiga
wilayah sistematika secara tuntas. Seorang filsuf biasanya terfokus pada satu atau dua
wilayah sistematika saja. Hanya seorang filsuf brilian, Immanuel Kant yang menjelajahi
ketiga wilayah sistematika secara lengkap lewat tiga bukunya. Sejumlah filsuf yang memiliki
aliran pemikirannya masing-masing yaitu Pertama, Rene Descartes, Spinoza, dan Leibniz.
Mereka pengusung aliran rasionalisme yang berpandangan bahwa semua pengetahuan
bersumber dari akal, dan akal lah yang mampu menangkap ide tentang semesta secara jernih
dan gamblang. Kedua, David Hume, John Locke, dan Berkeley. Mereka pengusung aliran
empiririsme yang menekankan pengalaman sebagai sumber pengetahuan. Ketiga, Immanuel
Kant, pelopor aliran kritisisme, sebuah aliran filsafat yang pada dasarnya adalah kritik
terhadap rasionalisme maupun empiririsme, yang dianggap terlalu ekstrim dalam mengklaim
sumber pengetahuan manusia. Keempat, Hegel, Fichte, dan Schelling. Mereka mengusung
aliran idealisme yang berpendirian bahwa pengetahuan adalah proses-proses mental atau
proses-proses psikologis yang bersifat subjektif. Kelima, Nietsche, Bergson, dan
Schopenhouer, mereka mengusung aliran vitalisme yang memandang hidup tidak dapat
sepenuhnya dijelaskan secara fisika (mekanistis-deterministis). Keenam, Edmund Husselr,
Martin Heidegger, dan Marleau Ponty, mereka mengusung aliran fenomonologi yang
mengkaji penampakan atau fenomena yang mana antara fenomena dan kesadaran tidak
terisolasi satu sama lain, melainkan selalu berhubungan secara intensional.
c. Pendekatan Sejarah
Secara konvensional, sejarah filsafat dapat dibagi menjadi tiga periode: Yunani Kuno,
Skolastik, dan Modern. Pembagian tersebut dikembangkan oleh Susan Langer dikembangkan
menjadi enam tahapan, yaitu:
Setelah para filsuf alam menyibukkan diri dengan kontemplasi terhadap alam
semesta, muncullah para filsuf yang memfokuskan perhatian mereka pada permasalahan
manusia. Objek pemikiran telah bergeser dari alam kepada manusia itu sendiri. Lalu
muncullah untuk pertama kalinya sebuah disiplin dalam filsafat yaitu Etika. Phytagoras
mengatakan bahwa filsafat tidak semata-mata kontemplasi terhadap kosmos, melainkan jalan
keselamatan hidup.
Kurang lebih sepuluh abad lamanya pemikiran filosofis dan ilmu pengetahuan
direpresi oleh kebenaran teologis yang beradsarkan iman. Kecenderungan ini biasa disebut
Fideisme- ketaatan buta pada iman. Semangat untuk membebaskan manusia dari
keterbelengguan teologis muncul pada masa yang dikenal sebagai Renaisans. Renaisan ini
mempalajari kembali karya-karya klasik filsuf Yunani Kuno. Munculnya Renaisans tidak
juga berkat sumbangan para filsuf Islam dalam menerjemahkan karya-karya klasik Yunani ke
dalam Bahasa Arab. Rene Descartes terkenal dengan kata-katanya cogito ergo sum (Aku
berpikir maka Aku ada). Ia mempelopori aliran filsafat yang pengaruhnya cukup besar bagi
perkembangan ilmu pengetahuan yaitu Rasionalisme. Argumen Descartes menimbulkan
ireaksi keras dari filsuf-filsuf Inggris penganut paham empiririsme. Pertentangan itu terus
berlangsung sampai muncul seorang filsuf Jerman bernama Immanuel Kant yang membuat
sintesa antara rasionalisme dengan empirisme.
f. Alam Simbolis
Tahapan filsafat yang terakhir ini merpakan reaksi keras terhadap positivisme, tertama
pada asumsi kesatuan metode baik bagi ilmu-ilmu alam maupun ilmu-ilmu manusia. Manusia
lebih dari sekedar benda mati yang bergerak semata-mata berdasarkan stimulan dan respons,
rangsangan dan reaksi, sebab dan akibat (behaviourisme)
g. Posmodernisme
Filsafat menggunakan penalaran yang kritis, refleksif, dan integral. Dalam mencapai
hakikat, metode yang digunakan antara lain: metode kritis, metode intuitif, metode geometris,
metode fenomenologis, dan lain-lain. Metode tersebut memiliki sifat serupa yaitu kritis,
refleksif, dan radikal. Berbeda dengan Filsafat, ilmu pengetahuan hanya mencoba mencoba
menerangkan gejala-gejala secara ilmiah. Tujuanya hanya menjelaskan gejala-gejala secara
relasional. Filsafat ilmu pengetahuan dapat didefinisikan sebagai “cabang filsafat yang
mengkaji ilmu pengetahuan dari segi ciri-ciri dan cara-cara pemerolehannya. Objek
materinya adalah ilmu pengetahuan dan objek formalnya adalah ciri-ciri dan cara kerja ilmu
pengetahuan.
Jika kita hendak berbicara mengenai pengetahuan ilmiah, kita harus terlebih dahulu
mengetahui apa yang dimaksud dengan pengetahuan non-ilmiah. Pengetahuan ilmiah
bertujuan untuk mendeskripsikan gejala-gejala sedangkan non-ilmiah bertujuan untuk
bertahan hidup dalam kehidupan sehari-hari (pragmatis). Pengetahuan ilmiah dapat diperoleh
secara metodis, sistematis, dan objektif sedangkan non-ilmiah dapat diperoleh dari warisan
budaya, tradisi, metode, juga pernyataan ambigu, kabur, dan tidak objektif.
Pertama, pengetahuan kita harus bertolak dari pengalaman sehari-hari yang cukup
luas dan cenderung variatif. Kedua, semua yang kita peroleh melalui pengalaman sehari-hari
harus mengalami paling tidak dua jenis pemurnian yaitu pemurnian dari pengalaman sehari-
hari yang padat dan variatif untuk mendapatkan titik fokus melalui observasi serta pemurnian
dari bahasa sehari-hari yang penuh kiasan dan ambigu untuk dijadikan konsep-konsep yang
dapat dipertanggungjawabkan. Ketiga, mencari keteraturan dalam gejala-gejala dengan
membentuk proposisi kondisional pq untuk mendeskripsikan relasi kausalistik antara
gejala-gejala melalui metode induksi. Keempat, apabila suatu proposisi memperoleh
pembenaran ilmiah melalui verifikasi yang ketat, maka kita dapat memperoleh hukum-hukum
yang menunjukkan keteraturan gejala-gejala. Kelima, tahap akhir dari proses ilmu
pengetahuan adalah pembentukan teori. Pembentukan teori yaitu seperangkat eksplanasi yang
mencoba menggambarkan bulat-lonjongnya dunia.