Anda di halaman 1dari 13

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Di zaman yang terus berkembang ini banyak negara yang terus bersaing
untuk menjadi negara maju, begitu juga dengan Indonesia yang terus
meningkatkan bidang perekonomian maunpun bidang industri. Dalam
meningkatkan bidang perekonomian hal yang paling penting adalah kelancaran
lalu lintas baik itu barang, orang maupun jasa. Untuk mendukung kelancaran lalu
lintas maka di perlukan sarana dan prasarana yang memadai salah satunya adalah
jalan.

Jalan merupakan bagian prasarana transportasi yaitu transportasi darat.


Di Indonesia jalan masih kurang memadai dan kurang pemerataan
pembangunannya sehingga menjadi penghambat kemajuan bidang perekonomian
maupun bidang industri, oleh sebab itu diperlukan peningkatan jalan lama dan
pembangunan jalan baru. Dalam pembangunan jalan yang biasa menjadi masalah
adalah kurangnya mutu perkerasan jalan, kurangnya material perkerasan jalan dan
harga material perkerasan jalan yang mahal.

Adapun material perkerasan jalan adalah agregat dan aspal,dimana 94%-


96% dari perkerasan merupakan campuran agregat dan 4%-6% sisanya
merupakan aspal. Walaupum persentasi aspal sangat sedikit, namun aspal
memiliki peranan yang sangat penting dalam menentukan mutu dan dan kekuatan
suatu perkerasan.

Aspal merupakan campuran bitumen dan mineral yang memiliki sifat


thermoplastis, dimana akan mencair ketika dipanaskan dan akan mengeras ketika
dibiarkan pada suhu ruangan. Aspal pada suatu perkerasan jalan berfungsi sebagai
bahan pengikat dan pengisi rongga. Kerusakan pada perkerasan jalan terjadi
karena pemadatan dan temperatur yang terlalu panas ataupun terlalu dingin dari
yang di butuhkan. Di indonesia biasanya menggunakan aspal pertamina dan aspal
shell, baru-baru ini di Indonesia telah ditemukan aspal dengan campuran karet,
maka pada penelitian kali ini akan dilakukan kajian kepekaan aspal tehadap
temperatur antara dua jenis aspal yaitu aspal karet dan aspal shell.

Pada penelitian ini akan dilakukan uji penetrasi terhadap dua jenis aspal
yaitu aspal karet dan aspal shell, dengan temperatur yang berbeda. Tujuan dari
penelitian ini adalah untuk mengetahui perbandingan hasil penetrasi dan kepekaan
kedua jenis aspal terhadap temperatur. Dari penelitian ini diharapkan dapat
mengetahui kepekaan dan kualitas dari aspal karet dan aspal shell tersebut,
sehingga dapat di bandingkan apakah aspal karet atau aspal shell yang lebih baik.

1.2 Rumusan Masalah


Dalam penyusunan tugas akhir ini penulis mencoba mengkaji kepekaan
aspal karet dan aspal shell terhadap suhu yang yang berbeda-beda guna
mengetahui perbandingan seberapa besar pengaruh temperatur terhadap penetrasi
aspal karet dan aspal shell.

1.3 Tujuan Dan Manfaat Penelitian


Tujuan dari penelitian tugas akhir ini adalah untuk mengetahui hasil
penetrasi dan perbandingan hasil penetrasi aspal karet dan aspal shell
menggunakan suhu yang berbeda-beda.

Dari hasil penelitian ini diharapan dapat merekomendasikan suhu yang


sesuai untuk penetrasi aspal karet dan aspal shell, dan dapat merekomendasikan
aspal mana yang lebih baik untuk campuran perkerasan jalan.

1.4 Pembatasan Masalah


Agar dalam penulisan ini lebih terarah dan tidak terlalu luas untuk
dibahas, maka dibuat pembatasan masalah pada hal-hal berikut :
1. Penelitian dilakukan pada sampel aspal yang dibuat di laboratorium jalan raya
Universitas Tanjungpura.
2. Sistem penelitian di lapangan dilakukan dengan pembuatan beberapa sampel
menggunakan aspal karet dan aspal shell yang kemudian diuji penetrasi dan
TFOT.
3. Pengujian dilakukan dengan uji penetrasi titik lembek, indek penetrasi
menggunakan suhu 20ᵒC, 25ᵒC, 30ᵒC dan 35ᵒC
4. Pengujian TFOT di lakukan dengan suhu 150ᵒC±1ᵒC Dengan metode
kehilangan berat, penetrasi dan daktilitas
5. Pengujian titik lembek menggunakan alat softetening point test set.
6. Pengujian penetrasi dilakukan dengan alat semiautomatic penetrometer.
7. Pengujian kehilangan berat dilakukan dengan alat dua buah cawan
alumunium kecil berbentuk silinder, timbangan digital dengan ketelitian 0,01
gr dan oven dengan suhu 180ᵒ.
8. Pengujian daktilitas menggunakan alat ductility test.
9. Metode penilitian yang di lakukan adalah :
No Jenis pengujian Metode pengujian
1 Penetrasi SNI 06-2456-1991
2 Daktilitas SNI 06-2432-1991
3 Kehilangan berat SNI 06-2441-1991
4 Titik lembek SNI 06-2434-1991

1.5 Sistematika Penulisan


Sistematika penulisan tugas akhir ini terdiri dari 6 bab yang dapat
diuraikan sebagai berikut:
 BAB I PENDAHULUAN
Bab ini berisi tentang latar belakang, rumusan masalah, tujuan dan
manfaat penelitian, pembatasan masalah, hipotesa penelitian, dan
sistematika penulisan tugas akhir.
 BAB II TINJAUAN PUSTAKA
Bab ini berisi tentang penjelasan terhadap teori – teori karakteristik aspal
dan analisa pengaruh suhu terhadap aspal.
 BAB III METODELOGI PENELITIAN
Bab ini berisi tentang cara atau langkah-langkah, bahan yang akan diuji,
dan peralatan yang digunakan.

 BAB IV ANALISA HASIL


Bab ini berisi tentang analisa dari pengujian lapangan.
 BAB VI PENUTUP
Bab ini berisi tentang kesimpulan berdasarkan analisa perhitungan dan
saran yang berkaitan dengan kegiatan penelitian.
 DAFTAR PUSTAKA
Berisi tentang buku – buku atau referensi yang digunakan dalam penulisan
tugas akhir ini.
 LAMPIRAN
Berisi data-data pendukung dan gambar-gambar yang berfungsi sebagai
pelengkap dalam penulisan tugas akhir ini.
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi Aspal


Aspal atau bitumen adalah  suatu cairan kental yang merupakan senyawa
hidrokarbon dengan sedikit mengandung sulfur, oksigen, dan klor. Bitumen  atau
aspal merupakan campuran hidrokarbon yang tinggi berat molekul. Rasio
persentase antara komponen bervariasi, sehubungan dengan asal-usul minyak
mentah dan metode distilasi. Bahkan, aspal sudah dikenal sebelum awal
eksploitasi ladang minyak sebagai produk asal alam, yang disebut dalam hal ini
adalah aspal asli. Bitunie adalah produk alami tidak lagi digunakan dalam industri.
Bitumen diperoleh sebagai produk sampingan dari penyulingan minyak bumi
dapat digunakan sebagai atau mengalami proses fisik dan kimia yang mengubah
komposisi dalam rangka untuk memberikan sifat tertentu. Operasi yang paling
umum adalah proses oksidasi dan pencampuran dengan polimer yang berbeda. 
Aspal adalah suatu bahan bentuk padat atau setengah padat berwarna
hitam sampai coklat gelap, bersifat perekat (cementious) yang akan melembek dan
meleleh bila dipanasi. Aspal tersusun terutama dari sebagian besar bitumen yang
kesemuanya terdapat dalam bentuk padat atau setengah padat dari alam atau hasil
pemurnian minyak bumi, atau merupakan campuran dari bahan bitumen dengan
minyak bumi atau derivatnya (ASTM, 1994).

Aspal adalah material yang pada temperatur ruang berbentuk padat sampai
agak padat, dan bersifat termoplastis. Jadi, aspal akan mencair jika dipanaskan
sampai temperatur tertentu, dan kembali membeku jika temperatur turun. Bersama
dengan agregat, aspal merupakan material pembentuk campuran perkerasan jalan.
Banyaknya aspal dalam campuran perkerasan berkisar antara 4–10% berdasarkan
berat campuran, atau 10 – 15% berdasarkan volume campuran. Aspal merupakan
material yang paling umum digunakan untuk bahan pengikat agregat, oleh karena
itu seringkali bitumen disebut pula sebagai aspal. (Sukirman,2003).

Menurut The Asphalt Institute (1993), Bitumen adalah suatu campuran


dari senyawa hidrokarbon yang berasal dari alam atau dari suatu proses
pemanasan, atau berasal dari kedua proses tersebut, kadang-kadang disertai
dengan derivatnya yang bersifat non logam, yang dapat berbentuk gas, cairan,
setengah padat atau padat,dan campuran tersebut dapat larut dalam
Karbondisulfida (CS2). Aspal yang dipakai dalam konstruksi jalan mempunyai
sifat fisis yang penting, antara lain : kepekatan (consistency), ketahanan lama atau
ketahanan terhadap pelapukan oleh karena cuaca, derajat pengerasan, dan
ketahanan terhadap air.

Aspal memiliki beberapa kegunaan antara lain:

 Untuk mengikat batuan agar tidak lepas dari permukaan jalan akibat lalu
lintas (water proofing, protect terhadap erosi)
 Sebagai bahan pelapis dan perekat agregat.
 Lapis resap pengikat (prime coat) adalah lapisan tipis aspal cair yang
diletakan di atas lapis pondasi sebelum lapis berikutnya.
  Lapis pengikat (tack coat) adalah lapis aspal cair yang diletakan di atas
jalan yang telah beraspal sebelum lapis berikutnya dihampar, berfungsi
pengikat di antara keduanya.
 Sebagai pengisi ruang yang kosong antara agregat kasar, agregat halus,
dan filler.

2.2 Sifat Aspal


Aspal yang digunakan dalam konstruksi perkerasan jalan pada umumnya
berfungsi sebagai pengikat dan pengisi rongga udara antara agregat, oleh karena
itu, aspal yang digunakan harus bersifat (Sukirman, 1993) sebagai berikut :
a. Mempunyai Daya Tahan (durability)
Daya tahan aspal adalah kemampuan aspal mempertahankan sifat asalnya
akibat pengaruh cuaca selama masa pelayanan jalan. Sifat ini merupakan sifat dari
campuran aspal, jadi tergantung dari sifat agregat, campuran dengan aspal, factor
pelaksanaan dan sebagainya.
b. Kohesi dan Adhesi
Kohesi merupakan kemampuan aspal untuk mengikat unsur-unsur
penyusun dari dirinya sendiri sehingga terbentuknya aspal dengan daktilitas yang
tinggi. Sedangkan adhesi menyatakan kemampuan aspal untuk berikatan dengan
agregat dan tetap mempertahankan agregat pada tempatnya setelah berikatan.
c. Kepekaan terhadap temperatur
Kepekaan aspal terhadap temperatur adalah sensitifitas perubahan sifat
viskoelastis aspal akibat perubahan temperatur, sifat ini dinyatakan sebagai indeks
penetrasi aspal (IP). Aspal dengan nilai IP yang tinggi akan memiliki kepekaan
yang rendah terhadap perubahan temperatur. Oleh sebab itu, campuran yang
dibuat dari aspal dengan nilai IP yang tinggi akan memiliki rentang temperatur
pencampuran dan pemadatan yang lebih lebar dari campuran yang dibuat dari
aspal dengan nilai IP yang rendah. Aspal dengan tingkat kekerasan atau nilai
penentrasi yang sama belum tentu memiliki nilai IP yang sama. Sebaliknya, aspal
dengan nilai IP yang sama belum tentumemiliki tingkat kekerasan yang sama.
Pada aspal dengan IP yang sama, semakin tinggi tingkat kekerasan aspal semakin
tinggi ketahanan campuran beraspal yang dihasilkannya (Brennen, 1999).
d. Kekerasan aspal
Aspal pada proses pencampuran dipanaskan dan dicampur dengan agregat
sehingga agregat dilapisi aspal atau aspal panas disiramkan ke permukaan agregat
yang telah disiapkan pada proses peleburan. Pada waktu proses pelaksanaan,
terjadi oksidasi yang menyebabkan aspal menjadi getas (viskositas bertambah
tinggi).

2.3 Jenis Aspal


Aspal yang digunakan pada bahan kontruksi jalan mempunyai jenis aspal
alam dan aspal buatan.
a. Aspal alam
Aspal alam ditemukan dipulau Buton (Sulawesi Tenggara Indonesia),
Perancis, Swiss, dan Amerika Serikat.
b. Aspal buatan
Aspal buatan merupakan residu penyulingan minyak bumi, dengan
karakteristiknya sangat bergantung dari jenis minyak bumi yang disuling
(dikilang), apakah minyak bumi berbasis aspal (asphaltic base), paraffin (parafine
base) atau berbasis campuran (mixes base).
c. Aspal polimer
Aspal polimer adalah suatu material yang dihasilkan dari modifikasi antara
polimer alam atau polimer sintetis dengan aspal. Modifikasi aspal polimer (atau
biasa disingkat dengan PMA) telah dikembangkan selama beberapa dekade
terakhir. Umumnya dengan sedikit penambahan bahan polimer (biasanya sekitar
2-6%) sudah dapat meningkatkan hasil ketahanan yang lebih baik terhadap
deformasi, mengatasi keretakan-keretakan dan meningkatkan ketahanan using dari
kerusakan akibat umur sehingga dihasilkan pembangunan jalan lebih tahan lama
serta juga dapat mengurangi biaya perawatan atau perbaikan jalan. Bahan aditif
aspal adalah suatu bahan yang dipakai untuk ditambahkan pada aspal.
Penggunanaan bahan aditif aspal merupakan bagian dari klasifikasi jenis aspal
modifier yang berunsur dari jenis karet, karet sintetis atau buatan juga dari karet
yang sudah diolah (dari ban bekas), dan juga dari bahan plastik. Penggunaan
campuran polimer aspal merupakan trend yang semakin meningkat tidak hanya
karena faktor ekonomi, tetapi juga demi mendapatkankualitas aspal yang lebih
baik dan tahan lama. Modifikasi polimer aspal yang diperoleh dari interaksi antara
komponen aspal dengan bahan aditif polimer dapat meningkatkan sifat-sifat dari
aspal tersebut. Dalam hal ini terlihat bahwa keterpaduan aditif polimer yang
sesuai dengan campuran aspal. Penggunaan polimer sebagai bahan untuk
memodifikasi aspal terus berkembang di dalam dekade terakhir.
Badan Litbang Kementerian PU (2007), melakukan pengujian dengan
menggunakan bahan aditif dengan menggunakan karet alam untuk meningkatkan
mutu perkerasan jalan beraspal sebesar 3 % dari berat aspal minyak dengan hasil
memperbaiki karakteristik aspal konvensional, meningkatkan mutu perkerasan
beraspal yang ditunjukkan dengan peningkatan modulus resilien dan kecepatan
reformasi, meningkatkan umur kontruksi perkerasan jalan yang ditunjukkan
percepatan terjadinya retak dan alur.

2.4 Karakteristik Campuran Beraspal


Menurut Sukirman (2003), terdapat tujuh karakteristik campuran yang
harus dimiliki oleh beton aspal adalah stabilitas (stability), keawetan (durability),
kelenturan (flexibility), ketahanan terhadap kelelahan (fatique resistance),
kekesatan permukaan atau ketahanan geser (skid resistance), kedap air dan
kemudahan pelaksanaan (workability).

Di bawah ini adalah penjelasan dari ketujuh karakteristik tersebut :


1. Stabilitas (Stability)
Stabilitas adalah kemampuan perkerasan jalan menerima beban lalu lintas
tanpa terjadi perubahan bentuk tetap seperti gelombang, alur dan bleeding.
2. Keawetan (Durability)
Keawetan adalah kemampuan perkerasan jalan untuk mencegah terjadinya
perubahan pada aspal dari kehancuran agregat dan mengelupasnya selaput aspal
pada batuan agregat akibat cuaca, air, suhu udara dan keausan akibat gesekan
dengan roda kendaraan.
3. Kelenturan (Flexibility)
Kelenturan adalah kemampuan perkerasan jalan untuk menyesuaikan diri
akibat penurunan (konsolidasi/settlement) dan pergerakan dari pondasi atau tanah
dasar, tanpa terjadi retak. Penurunan terjadi akibat dari repetisi beban lalu lintas
ataupun akibat beban sendiri tanah timbunan yang dibuat di atas tanah asli.
4. Ketahanan Terhadap Kelelahan (Fatique Resistance)
Ketahanan terhadap kelelahan adalah kemampuan perkerasan jalan untuk
menerima lendutan berulang akibat repetisi beban, tanpa terjadinya kelelahan
berupa alur dan retak. Hal ini dapat tercapai jika menggunakan kadar aspal yang
tinggi.
5. Kekesatan/tahanan geser (Skid Resistance)
Kekesatan/tahanan geser adalah kemampuan permukaan beton aspal
terutama pada kondisi basah, memberikan gaya gesek pada roda kendaraan
sehingga kendaraan tidak tergelincir. Faktor-faktor untuk mendapatkan kekesatan
jalan sama dengan untuk mendapatkan stabilitas yang tinggi, yaitu kekasaran
permukaan dari butir-butir agregat, luas bidang kontak antar butir atau bentuk
butir, gradasi agregat, kepadatan campuran.
6. Kedap Air (Impermeability)
Kedap air adalah kemampuan aspal beton untuk tidak dapat dimasuki air
ataupun udara. Air dan udara dapat mengakibatkan percepatan proses penuaan
aspal dan pengelupasan selimut aspal dari permukaan agregat.

7. Kemudahan Pelaksanaan (Workability)


Kemudahan pelaksanaan adalah kemampuan campuran aspal beton untuk
mudah dihamparkan dan dipadatkan. Kemudahan pelaksanaan menentukan
tingkat efisensi pekerjaan. Faktor kemudahan dalam proses penghamparan dan
pemadatan adalah viskositas aspal, kepekatan aspal terhadap perubahan
temperatur dan gradasi serta kondisi agregat.
Ketujuh sifat campuran aspal beton ini tidak mungkin dapat dipenuhi
sekaligus oleh satu campuran. Sifat-sifat aspal beton mana yang dominan lebih
diinginkan akan menentukan jenis beton aspal yang dipilih. Hal ini sangat perlu
diperhatikan ketika merancang tebal perkerasan jalan. Jalan yang melayani lalu
lintas ringan seperti mobil penumpang sepantasnya lebih memilih jenis beton
aspal yang mempunyai sifat durabilitas dan fleksibilitas yang tinggi daripada
memilih jenis beton aspal dengan stabilitas tinggi.

2.5 Penetrasi aspal


Percobaan penetrasi bertujuan untuk menentukan kekasaran relatif atau fisik
suatu semen aspal, dengan mengukur jarak tembus sebuah jarum standard tegak
lurus dalam contoh aspal di bawah kondisi-kondisi suhu, pembebanan dan waktu
yang diketahui. 
Bila kondisi-kondisi lainnya tidak disebutkan secara khusus maka hal itu
berarti nilai penetrasi atau pengukuran yang dilakukan pada suhu 25 derajat C
bahwa jarum yang dibebani 100 gram dan pembebanan berlangsung selama 5
detik. Hal ini dikenal sebagai penetrasi normal. Satuan penetrasi adalah 1/10 mm,
maka makin lunak, makin besar semen aspal dapat diklasifikasikan menjadi
gradasi-gradasi berdasarkan kekasarannya.
Di Indonesia, aspal semen biasanya dibedakan berdasarkan nilai
penetrasinya, yaitu:
 AC dengan penetrasi antara 40-50
 AC dengan penetrasi antara 60-70
 AC dengan penetrasi antara 80-100
 AC dengan penetrasi antara 120-150
 AC dengan penetrasi antara 200-300

Aspal dengan penetrasi rendah digunakan di daerah bercuaca panas atau lalu
lintas dengan volume tinggi, sedang aspal semen dengan penetrasi tinggi
digunakan untuk daerah yang bercuaca dingin ataupun lalu lintas dengan volume
rendah. Di Indonesia pada umumnya digunakan aspal semen dengan penetrasi
60/70 dan 80/100.

2.6 Indeks penetrasi


Indeks penetrasi adalah salah satu parameter pengukur kepekaan aspal
terhadap temperatur. Makin tinggi nilai indeks penetrasi, makin tinggi tingkat
ketahanan aspal terhadap temperatur dan semakin rendah nilai indeks penetrasi
maka semakin rendah tingkat ketahanan aspal terhadap temperatur. Nilai indeks
penetrasi ditentukan berdasarkan persamaan Pfeiffer dan Van Doormall, yang
merupakan hubungan antara nilai penetrasi dan titik lembek aspal.

Menurut Read (2003), nilai PI berkisar antara -3 sampai +7. Nilai PI


sebesar -3 menunjukkan aspal tersebut sangat peka terhadap perubahan
temperatur, sedangkan nilai PI sebesar +7 menunjukkan kondisi sebaliknya.
Sebagai gambaran umum, nilai PI aspal minyak yang dominan digunakan di
Indonesia, yaitu aspal pen 60/70, adalah sekitar -0,7. Hal ini menunjukkan
bahwa aspal pen 60/70 mempunyai tingkat ketahanan aspal terhadap perubahan
temperatur yang rendah. Risiko yang terjadi dalam penggunaan jenis aspal ini
adalah perkerasan jalan yang terbentuk lebih rentan mengalami deformasi.

Untuk mengatasi kemungkinan terjadinya deformasi yang besar pada


perkerasan yang menggunakan aspal pen 60/70, perlu dilakukan usaha perbaikan
salah satu sifatnya, yaitu nilai PI. Usaha perbaikan ini dapat dilakukan dengan
memodifikasi aspal, yaitu dengan menambahkan aditif yang bertujuan untuk
memperbaiki sifat reologi aspal.
Nilai Indeks Penetrasi dapat dihitung dengan menggunakan Persamaan
Pfeiffer dan Van Doormall (Read, 2003):

20(1−25A)

PI =
1+50

dengan:
PI = Indeks Penetrasi (Penetration Index),
A = kemiringan kurva log penetrasi terhadap temperatur.

Nilai Indeks Penetrasi merupakan fungsi nilai A. Semakin landai


kemiringan nilai A, semakin rendah tingkat kepekaan aspal tersebut terhadap
perubahan temperatur, yang berarti semakin baik ketahanan aspal tersebut
terhadap perubahan temperatur. Begitu pula sebaliknya, semakin curam grafik
PI, semakin peka aspal tersebut terhadap perubahan temperatur.

Gambar 2 Hubungan Temperatur dan Penetrasi Aspal

Berdasarkan Gambar 2, nilai A diperoleh dengan menggunakan nilai


penetrasi pada dua temperatur yang berbeda, sehingga dapat digunakan
Persamaan 2:

Log penT1−logpenT2
A =
T1−T2

dengan:
pen T1 = penetrasi pada temperatur T1 (°C),
pen T2 = penetrasi pada temperatur T2 (°C),
T1 = temperatur standar pada pengujian penetrasi (25°C),
T2 = temperatur titik lembek aspal.

Anda mungkin juga menyukai