Anda di halaman 1dari 26

BAB I

PENDAHULUAN

A. Definisi

Stroke adalah suatu penyakit pada gangguan fungsi syaraf, munculnya


secara mendadak, progresif, dan cepat. Gangguan fungsi syaraf pada stroke
disebabkan oleh gangguan peredaran darah pada otak bukan karena traumatik.
Gangguan syaraf tersebut menimbulkan gejala seperti kelumpuhan wajah
atau anggota badan, bicara tidak jelas (pelo), perubahan kesadaran, gangguan
penglihatan, dan lain-lain. (Riskesdas.2013). Stroke adalah suatu tanda klinis
yang berkembang cepat akibat gangguan otak fokal (atau global) karena
adanya sumbatan atau pecahnya pembulu darah di otak dengan gejala-gejala
yang berlangsung selama 24 jam atau lebih dan dapat menyebabkan kematian
tanpa adanya penyebab lain yang jelas selain vaskuler (WHO, 2006). Definisi
secara konvensional ini termasuk dalam stroke iskemik, hemoragik
intraserebral dan subarachnoid. (Canavan, McGrath, & O'Donnel, 2013)ş
Stroke juga dapat didefinisikan sebagai cidera vaskular yang mengurangi
aliran darah otak pada bagian tertentu.

Berdasarkan penyebabnya stroke dibagi menjadi dua, yaitu ischemia


stroke dan hemorrhagic stroke. Ischemia stroke merupakan hasil dari
penyumbatan cerebral vessel yang disebabkan oleh thrombosis atau
embolism. Hemorrhagic stroke terjadi akibat pecahnya pembuluh darah otak,
seperti intraserebral merupakan pendarahan yang terjadi didalam otak,
subarachnoid merupakan pendarahan pad suatu daerah yang mengelilingi otak
dan adapula yang disebabka oleh hipertensi, aneurisma atau malformasi
arteriovenouse (Glen, 2011). Penyebab utama Intracerebral Hemorrhagic
(ICH) adalah vaskulopati hipertensi dan cerebral amyloid angiopathy yang
biasanya ditemukan pada orang tua, hasil deposisi amiloid pada dinding
vessel.

Pada Stroke Hemiparesis yang berasal dari kata Kata “hemi” berarti
satu sisi dan “paresis” berarti kelemahan. Kondisi hemiparesis pada 80%
orang yang mengalami stroke memiliki tingkat kesulitan bergerak satu sisi
atau kelemahan pada satu sisi tubuh yang disebabkan oleh mor otak, multiple
sclerosis, dan penyakit lain dari otak atau sistem saraf. Orang yang mengalami
kondisi stroke hemiparesis banyak yang mengalami kesulitan berjalan dan
kehilngan keseimbangan dalam melakukan aktivitas sehari-hari.

Hemiparesis sisi kanan melibatkan cedera pada otak sisi kiri, yang
mengontrol bahasa dan berbicara, orang dengan hemiparesis kanan memiliki
masalah dalam berbicara dan/atau memahami apa yang orang lain katakan.
Mereka juga mungkin mengalami kesulitan dalam membedakan kiri dan
kanan. Sedangkan Hemiparesis sisi kiri melibatkan cedera pada otak sisi
kanan, yang mengontrol proses belajar, komunikasi non-verbal dan perilaku
tertentu. Kerusakan pada otak bagian ini juga dapat menyebabkan orang untuk
berbicara secara berlebihan, memiliki masalah dengan memori dan pemusatan
perhatian.

Pada hemiparesis terbagi menjadi 2 jenis yaitu pure motor


hemiparesis merupakan jenis umum yang memiliki kelemahan pada wajah,
lengan dan kaki yang dapat mempengaruhi bagian tubuh yang sama , tetapi
dalam beberapa kasus mungkin mempengaruhi lebih dari bagian tubuh yang
lain dan Ataxic Hemiparesis Syndrome yang merupakan kondisi yang paling
sering terjadi dengan adanya kelemahan di satu sisi tubuh dan berdampak
pada kaki dibandingkan lengan (National Stoke Association, 2006)

Pada tahun 2004, stroke merupakan penyakit pembunuh nomor satu


diseluruh rumah sakit Indonesia. Jumlah kasus stroke meningkat hingga lima
kali lipat pada tahun itu. Beberapa rumah sakit di tempati pasien stroke yang
menjalani rawat inap sebanyak 23.636 orang. Pada tahun 2007 Indonesia
menunjukkan bahwa prevalensi stroke sebesar 6% atau 8,3 per 1000
penduduk (Farida & Amalia, 2009).

Berdasarkan penyakit stroke yang telah terdiagnosis oleh tenaga


kesehatan sebanyak 57,9%. Tingginya angka kejadian stroke di Indonesia
terjadi karena rendahnya kesadaran akan factor risiko stroke, kurang
dikenalinya gejala stroke, belum optimalnya pelayanan stroke, ketaatan
terhadap program terapi untuk pencegahan stroke ulang yang rendah.
Tingginya angka kejadian stroke akan mengakibatkan angka kecacatan
menjadi besar yang dapat menimbulkan berupa kecacatan ringan maupun
kecacatan berat sehingga orang penderita stroke mengalami kesulitan untuk
beraktivitas. Keterbatasan fisik dan mental membuat orang yang mengalami
stroke menjadi bergantung kepada orang lain hingga kondisi fisik dan
mentalnya membaik (Lingga, 2013). Di negara amerika sebanyak 75%
penduduk menderita kelumpuhan dan kehilangan pekerjaan. Berdasarkan
jenis kelamin yang terbanyak mengalami stroke adalah perempuan yakni
sekitar 129-293 kasus stroke per 100.000 kehidupan. Sedangkan, di Eropa
ditemukan sekitar 650.000 kasus stroke setiap tahunnya. (WHO, 2011).

Akibat stroke kehidupan manusia banyak menimbulkan masalah yang


menyebabkan adanya gangguan-gangguan dari fungsi vital otak seperti
gangguan keseimbangan, gangguan kontrol postural,gangguan reflek gerak
dan gangguan sensasi yang akan menurunkan kemampuan aktivitas
fungsional individu dalam melakukan aktivitas sehari-hari (M.Irfan, 2012).

B. Etiologi

Menurut Seto, Sarosa, & Setyawati, 2014 ada empat jenis kejadian
yang dapat menghentikan suplai darah ke otak yang dapat menyebabkan
kelumpuhan baik sebagian ataupun menyeluruh secara mendadak seperti
hilangnya sensasi berbicaraç berjalanç ataupun melihat yang dapat
menyebabkan kematian. Empat jenis kejadian tersebut berupa thrombosis atau
pembekuan darah didalam otak, iskemia atau penurunan aliran darah ke otak,
embolisme serebral atau pembekuan darah/meterial lain yang dibaüa ke otak
dari bagian tubuh, dan hemmorage serebral atau pecahnya pembuluh darah
serebral dengan perdarahan ke jaringan otak.

C. Faktor Resiko

Ada beberapa faktor resiko stroke (Noviyanti,2014) antara lain :

1. Diabetes Mellitus atau kencing manis memiliki resiko mengalami stroke


karena adanya peningkatan ataupun penurunan kadar glkosa darah secara
mendadak dapat menyebabkan kematian otak dan biasanya pembulu darah
lebih kaku.
2. Merokok dapat memiliki resiko mengalami stroke karena beberapa
penelitian mengetahui bahwa perokok memliki kadar fibrinogen darah
yang lebih tinggi dibandingkan orang yang bukan perokok. Dengan
peningkatan kadar fibrinogen dapat mempermudah terjadinya penebalan
pembuluh darah yang buat kaku dan sempit yang menyebabkan gangguan
aliran darah.
3. Hiperkolestrol merupakan keadaan ketika kadar kolesterol di dalam darah
berlebih atau tinggi. LDL yang berlebih akan mengakibatkan terbentuknya
plak pada pembuluh darah yang lama kelamaan akan semakin banyak dan
menumpuk sehingga menganggu aliran darah.
4. Obesitas atau Kegemukan merupakan salah satu faktor resiko terjadinya
stroke karena terkait dengan tingginya kadar lemak dan kolesterol dalam 9
darah pada orang dengan obesitas, yaitu biasanya kadar LDL lebih tinggi
dibanding kadar HDL.
D. Patofisiologi
1. Stroke non hemoragik
Stroke yang disebabkan oleh adanya penyumbatan aliran darah ke
otak oleh thrombus atau embolus. Pada trrombus terjadi karena
berkembangnya aterosklerisis pada dindinf pembuluh darah sehingga
arteri menjadi tersumbat dan aliran darah ke thrombu menjadi berkurang
yang menyebabkan iskemia menjadi kompleks iskemia dan terjadi infrak
pada jaringan otak. Sedangkan emboli disebabkan oleh embolus yang
berjalan menuju arteri serebral melalui arteri karotis. Terjadinya blok pada
arteri menyebabkan iskemia yang tiba-tiba berkembang cepat dan
terjadinya gangguan neurologis. Emboli dapat menyebabkan pecahnya
dinding pembuluh darah.

2. Stroke hemoragik

Merupakan pecahnya pembuluh darah otak yang pecah yang


menyebabkan darah mengalir substansi atau ruang subarachnoid yang
menimbulkan perubahan komponen intracranial yang tidak dapat di
kompensasi leh tubuh. Darah yang mengalir ke substansi otak atau ruang
subarachnoid dapat menyebabkan dema,spasme pembulu dara dan
penekanan dapat menimbulkan alian darah berkurang atautidak ada
sehingga terjadi nekrosis jaringan otak.

E. Gambaran Klinis
1. Infark pada Sistem Saraf Pusat Tanda dan gejala infark arteri
tergantung dari area vaskular yang terkena. Ada beberapa jenis, anatar
lai:
a. Infark total sirkulasi anterior (karotis):

 Hemiplegia (kerusakan pada bagian atas traktus kortikospinal),


 Hemianopia (kerusakan pada radiasio optikus),
 Defisit kortikal, misalnya disfasia (hemisfer dominan), hilangnya
fungsi visuospasial (hemisfer nondominan).
b. Infark parsial sirkulasi anterior:

 Hemiplegia dan hemianopia, hanya defisit kortikal saja.

c. Infark lakunar:

 Penyakit intrinsik (lipohialinosis) pada arteri kecil profunda


menyebabkan sindrom yang karakteristik.

d. Infark sirkulasi posterior (vertebrobasilar):

 Tanda-tanda lesi batang otak,


 Hemianopia homonim. - Infark medulla spinalis (Price, 2005).

2. Serangan Iskemik Transien Tanda khas TIA adalah hilangnya


fungsi fokal SSP secara mendadak; gejala seperti sinkop, bingung, dan
pusing tidak cukup untuk menegakkan diagnosis. TIA umumnya
berlangsung selama beberapa menit saja, jarang berjam-jam. Daerah
arteri yang terkena akan menentukan gejala yang terjadi:
a. Karotis (paling sering):

 Hemiparesis,
 Hilangnya sensasi hemisensorik,
 Disfasia,
 Kebutaan monokular (amaurosis fugax) yang disebabkan oleh
iskemia retina.

b. Vertebrobasilar:

 Paresis atau hilangnya sensasi bilateral atau alternatif,


 Kebutaan mendadak bilateral (pada pasien usia lanjut),
 Diplopia, ataksia, vertigo, disfagia-setidaknya dua dari tiga gejala
ini terjadi secara bersamaan (Price, 2005).
3. Perdarahan Subarakhnoid Akibat iritasi meningen oleh darah,
maka pasien menunjukkan gejala nyeri kepala mendadak (dalam
hitungan detik) yang sangat berat disertai fotofobia, mual, muntah, dan
tanda-tanda meningismus (kaku kuduk dan tanda Kernig). Pada
perdarahan yang lebih berat, dapat terjadi peningkatan tekanan
intrakranial dan gangguan kesadaran. Pada funduskopi dapat dilihat
edema papil dan perdarahan retina. Tanda neurologis fokal dapat
terjadi sebagai akibat dari:
a. Efek lokalisasi palsu dari peningkatan tekanan intrakranial,
b. Perdarahan intraserebral yang terjadi bersamaan,
c. Spasme pembuluh darah, akibat efek iritasi darah, bersamaan
dengan iskemia (Price, 2005).
4. Perdarahan Intraserebral Spontan Pasien datang dengan tanda-
tanda neurologis fokal yang tergantung dari lokasi perdarahan, kejang,
dan gambaran peningkatan tekanan intrakranial. Diagnosis biasanya
jelas dari CT scan (Price, 2005).
F. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan yang cepat, tepat, dan cermat memegang peranan
besar dalam menentukan hasil akhir pengobatan. Betapa pentingnya
pengobatan stroke sedini mungkin, karena ‘jendela terapi’ dari stroke hanya 3-
6 jam. Hal yang harus dilakukan adalah:
 Stabilitas pasien dengan tindakan ABC (Airway, breathing,
Circulation)
 Pertimbangkan intubasi bila kesadaran stupor atau koma atau gagal
napas
 Pasang jalur infus intravena dengan larutan salin normal 0,9 % dengan
kecepatan 20 ml/jam, jangan memakai cairan hipotonis seperti
dekstrosa 5 % dalam air dan salin 0, 45 %, karena dapat memperhebat
edema otak - Berikan oksigen 2-4 liter/menit melalui kanul hidung -
Jangan memberikan makanan atau minuman lewat mulut - Buat
rekaman elektrokardiogram (EKG) dan lakukan foto rontgen toraks
 Ambil sampel untuk pemeriksaan darah: pemeriksaan darah perifer
lengkap dan trombosit, kimia darah (glukosa, elektrolit, ureum, dan
kreatinin), masa protrombin, dan masa tromboplastin parsial
 Jika ada indikasi, lakukan tes-tes berikut: kadar alkohol, fungsi hati,
gas darah arteri, dan skrining toksikologi
 Tegakkan diagnosis berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan fisik
 CT Scan atau resonansi magnetik bila alat tersedia (Mansjoer, 2000).
G. Prognosis
Prognosis stroke dapat dilihat dari 6 aspek yakni: death, disease,
disability, discomfort, dissatisfaction, dan destitution. Keenam aspek
prognosis tersebut terjadi pada stroke fase awal atau pasca stroke. Untuk
mencegah agar aspek tersebut tidak menjadi lebih buruk maka semua
penderita stroke akut harus dimonitor dengan hati-hati terhadap keadaan
umum, fungsi otak, EKG, saturasi oksigen, tekanan darah dan suhu tubuh 20
secara terus-menerus selama 24 jam setelah serangan stroke (Asmedi &
Lamsudin, 1998). Asmedi & Lamsudin (1998) mengatakan prognosis
fungsional stroke pada infark lakuner cukup baik karena tingkat
ketergantungan dalam activity daily living (ADL) hanya 19 % pada bulan
pertama dan meningkat sedikit (20 %) sampai tahun pertama. Bermawi, et al.,
(2000) mengatakan bahwa sekitar 30-60 % penderita stroke yang bertahan
hidup menjadi tergantung dalam beberapa aspek aktivitas hidup sehari-hari.
Dari berbagai penelitian, perbaikan fungsi neurologik dan fungsi aktivitas
hidup sehari-hari pasca stroke menurut waktu cukup bervariasi. Suatu
penelitian mendapatkan perbaikan fungsi paling cepat pada minggu pertama
dan menurun pada minggu ketiga sampai 6 bulan pasca stroke. Prognosis
stroke juga dipengaruhi oleh berbagai faktor dan keadaan yang terjadi pada
penderita stroke. Hasil akhir yang dipakai sebagai tolok ukur diantaranya
outcome fungsional, seperti kelemahan motorik, disabilitas, quality of life,
serta mortalitas. Menurut Hornig et al., prognosis jangka panjang setelah TIA
dan stroke batang otak/serebelum ringan secara signifikan dipengaruhi oleh
usia, diabetes, hipertensi, stroke sebelumnya, dan penyakit arteri karotis yang
menyertai. Pasien dengan TIA memiliki prognosis yang lebih baik
dibandingkan pasien dengan TIA memiliki prognosis yang lebih baik
dibandingkan pasien dengan stroke minor. Tingkat mortalitas kumulatif
pasien dalam penelitian ini sebesar 4,8 % dalam 1 tahun dan meningkat
menjadi 18,6 % dalam 5 tahun.
BAB II
LAPORAN KASUS

A. Identitas
Nama/ Inisial : Tn. HD
TTL : Karanganyar, 10 Agustus 1957
Usia : 62 Tahun
Jenis Kelamin : Laki – laki
Sisi Dominan : Kanan
Agama : Islam
Alamat : Kodan RT 07/05 Tohudan, Colomadu, Karanganyar
Diagnosis Medis : Stroke Hemipharese Dextra
Diagnosis Topis : Hemisfer Serebri Sinistra
Diagnosis Kausatif : Hemoragik (pembuluh darah pecah)

B. Data Subjektif
1. Data Hasil Observasi :
Berdasarkan Observasi yang telah kami lakukan pada tanggal 29
Februari 2020, Tn. HD berpenampilan bersih dan rapi. Tn. HD kesulitan
dalam berbicara terlihat ketika kami mengajak komunikasi beliau berusaha
menjawab namun tidak jelas dan kurang nyambung. Tn. HD mampu berjalan
dengan baik, namun terlihat mengalami kesulitan dalam menggunakan
esktremitas atas bagian kanannya. Terdapat luka pada telapak tangan kanan
akibat beliau terus menggenggam tangan kanannya sehingga lembab dan
gatal dan menimbulkan luka. Pada wajah beliau terlihat kurang simetris ketika
beliau tersenyum terlihat bagian kanan tubuh Tn. HD lemah. Tn. HD bersikap
kooperatif dan ramah.
a. Perilaku Masyarakat
Keluarga memberikan dukungan dan motivasi untuk kesembuhan
Tn. HD. Perilaku sosial masyarakat yang ada disekitar lingkungan pasien
juga cukup baik. Masyarakat bersikap terbuka kepada Tn. HD dan tidak
ada sikap diskriminasi maupun mengucilkan Tn. HD karena penyakit
yang dideritanya. Tetangga senantiasa memberikan bantuan dan
dukungan saat Tn. HD membutuhkan bantuan
b. Kondisi Lingkungan Fisik yang Menghambat Individu
Kondisi lingkungan fisik disekitar rumah Tn. HD memiliki akses
yang sempit dengan banyak furniture berukuran besar. Pintu masuk
rumah dan kamar mandi juga sempit dan kurang pencahayaan.
c. Kondisi Lingkungan Fisik yang Menunjang Individu
Kondisi lingkungan fisik disekitar rumah Tn. HD yaitu lantai
rumah tidak licin, terdapat selang pada kran kamar mandi sehingga
memudahkan Tn. HD dalam mengambil air. Jarak antar ruangan dalam
rumah pun cukup dekat, sehingga memudahkan Tn. HD untuk berpindah
dari satu ruangan ke ruangan dan keluarga dapat dengan mudah
memberikan pertolongan pada Tn. HD ketika dibutuhkan.
2. Data Screening
Berdasarkan interview yang telah kami lakukan pada tanggal 29
Februari 2020, Tn. HD merupakan ayah dari 4 anak. Pendidikan terakhirnya
adalah SD. Dahulu beliau bekerja ditempat percetakan buku. Beliau memiliki
hobi beternak hewan seperti ayam dan bebek. Saat ini, Tn. HD masih aktif
mengikuti pengajian namun tidak aktif dalam pertemuan bapak – bapak RT.
Tn. HD mengalami stroke pada bulan November 2018, menurut istri Tn. HD
tiba-tiba terjatuh dan tidak sadarkan diri, 6 jam kemudian ketika Tn. HD
sadar, beliau mengalami kesulitan berkomunikasi dan sisi tubuh bagian kanan
Tn. HD mengalami kelemahan. Kemudian Tn. HD dibawa ke Rumah Sakit
untuk mendapatkan penanganan dan menurut Dokter Tn. HD terkena Stroke
yang menyebabkan kelemahan pada sisi tubuh bagian kanan. Tn. HD
memiliki riwayat Hipertensi dan Diabetes Mellitus. Tn. HD merupakan
perokok Aktif ketika masih muda, namun saat ini sudah tidak merokok. Pada
hampir semua aktivitas kehidupannya sehari-hari, Tn. HD melakukan
kompensasi dengan menggunakan tangan kirinya atau dibantu keluarganya.
Tn. HD mengalami kesulitan ketika mandiri, yaitu menggosok punggungnya.
3. Initial Assesment
Berdasarkan hasil Screening test dan Screening task yang telah kami
lakukan kepada Tn. HD untuk mengetahui kemampuan menggenggamnya
didapatkan hasil bahwa pada pemeriksaan pola prehension kasar, Tn. HD
mampu memulai, mempertahankan serta menggunakan tanpa kesulitan Tes
prehension kasar dilakukan dengan menggunakan benda berbentuk silindris,
bola, dan berbentuk kait. Pada prehension halus bagian pad to pad, lateral, tip
to tip, tripod, dan opposition Tn. HD mampu memulai, memeprtahankan
namun tidak dapat menggunakan. Untuk koordinasi Tn. HD cukup baik pada
bagian meraih, menggenggam, melepas dan koordinasi lengan mata tangan
namun pada Disdiadochkokinesia Tn. HD kesulitan. Tn. HD juga tidak
mengalami neglect. Kemampuan Tn.HD ketika kami instruksikan untuk
simulasi makan dengan tangan kanan beliau kesuliatan dalam mengarahkan
sendok ke mulut memerlukan waktu yang cukup lama ketimbang
menggunakan tangan kiri beliau bisa lebih cepat makan. Kemampuan beliau
untuk ADL mandi beliau masih kesulitan untuk mengosok punggung karena
rasa sakit yang dirasakan oleh pasien ketika berusaha menggosok
punggungnya.
C. Kerangka Acuan
Kerangka acuan yang digunakan dalam memberikan intervensi pada
Tn. HD adalah kerangka acuan Rehabilitatif yang merupakan pendekatan
kompensatori untuk pasien yang akan diperlukan untuk kehidupannya dengan
disabilitas temporer atau permanent. Metode yang diberikan adalah pemberian
alat bantu berupa showerpuff modifikasi. Kerangka acuan ini dipilih dengan
memertimbangkan aset dan limitasi yang dimiliki oleh Tn. HD. Dalam
pemberian terapi, digunakan juga pendekatan Task Oriented Approach yang
merupakan pendekatan terapeutik yang baru. Pendekatan ini didasarkan pada
model sistem kontrol motorik, dan perkembangan motorik dan literatur
pembelajaran motorik terkini (Mathiowetz & Bass-Haugen,1994). Pendekatan
Task Oriented Approach (TOA) bertujuan untuk meningkatkan kinerja pasien
dalam pekerjaannya dengan mengoptimalkan perilaku motorik (Bass-Haugen,
Mathiowetz, & Flinn, 2002; Flinn, 1995). Dalam intervensi pada Tn. HD ini
penggunaaan TOA bertujuann untuk meningkatkan kinerja pasien dalam
menggunakan alat bantu showerpuff modifikasi.

D. Data Objektif
Berdasakan hasil dari pemeriksaan pada tanggal 05 Maret 2020
menggunakan Functional Independent Measure (FIM) dan pemeriksaan skala
Ashwort adalah sebagai berikut:
1. Blangko Functional Independent Measure (FIM)
Berdasarkan hasil dari pemeriksaan FIM mendapatkan skor 87, yang
berarti membutuhkan bantuan minimal dalam melakukan aktivitasnya. Pada
item self-care pada sub item makan dan memakai celana bernilai 6 sedangkan
pada sub item merias diri, memakai baju, dan mandi nilainya 5. Untuk item
kontrol spincter dengan sub item menajemen kontrol buang air kecil dan
manajemen kontrol buang air besar nilainya 7. Pada item mobilitas yaitu pada
sub item tidur, pakai kursi, buang air sendiri, dan mandi dibak air nilainya 7.
Pada item locomotion pada sub item berjalan dengan nilai 7 dan naik tangga
dengan nilai 6. Pada item kognitif yaitu sub item pemahaman dengan nilai 2
dan ekspresi dengan nilai 5. Pada item kognitif sosial yaitu sub interaksi sosial
dengan nilai 2 karena pasien tidak mampu berbicara sendiri, pemecahan
masalah dengan nilai 4 dan ingatan dengan nilai 3.
2. Blangko Skala Ashworth
Nilai skala asworth yang dimiliki pasien bernilai 1+ yang berarti sedikit
peningkatan tonus otot ditandai dengan adanya “catch” diikuti dengan tahanan
minimal sepanjang LGS ( kurang dari setengah).
E. Identifikasi Masalah
1. Aset:
Aset yang dimiliki oleh Tn. HD adalah Tn. HD mendapatkan
dukungan oleh keluarga, kooperatif dalam mengikuti sesi terapi, memiliki
motivasi yang tinggi untuk sembuh, tidak mengalami neglect, mampu
melakukan mobilitasi baik dari bed ke kursi, berdiri dan berjalan, mampu
melakukan ADL secara mandiri mesikpun dengan menggunakan tangan kiri
sebagai kompensasi.
2. Limitasi :
Limitasi yang dimiliki oleh Tn. HD ialah tidak mampu melakukan
aktivitas menggunakan tangan kanan, mengalami gangguan pada kognitif,
tidak mampu melakukan komunikasi dikarenakan sulit untuk berbicara,
terdapat luka ditelapak tangan kanannya, kesulitan dalam melakukan ADL
terutama mandi pada saat membersihkan punggungnya, dan mengalami
kelemahan pada eskremitas atas kanan.
3. Prioritas Masalah
Prioritas masalah yang ditentukan berdasarkan aset dan limitasi yang
dimiliki oleh Tn. HD adalah Tn. HD mengalami hambatan pada area ADL
dimana saat melakukan aktivitas mandi dan makan. Ketika melakukan
aktivitas mandi Tn HD mengalami kesulitan dalam menggosok tubuhnya
terutama dibagian punggung yang dikarenakan pada tangan kanannya tidak
mampu melakukan gerakan menggosok punggung, sedangkan ketika
menggunakan tangan kirinya tetap tidak dapat menjangkau seluruh area
punggung. Selain itu, ketika melakukan aktivitas makan Tn. HD tidak
mampu melakukan makan dengan menggunakan tangan kanan karena
tangan kananya yang lemah, biasanya Tn. HD melakukan makan dengan
menggunakan tangan kiri.
F. Diagnosis OT
Tn. HD kurang dapat melakukan aktivitas mandiri secara mandiri
karena kesulitan untuk membersihkan area punggung akibat Stroke
Hemipharese Dextra yang menyebabkan kelemahan pada ekstremitas kanan.
G. Prognosis
1. Prognosis Klinis
Dubia ad sanam, artinya pasien memiliki prognosis medis tidak tentu atau
ragu- ragu namun cenderung sembuh atau membaik. Hal tersebut tergantung
dari seberapa seringnya pasien diberikan latihan atau stimulasi dan pemberian
alat bantu untuk meminimalkan atau mengurangi nyeri.
2. Prognosis Fungsional
Berdasarkan hasil dari pengukuran kemampuan fungsional dasar yang
dilakukan menggunakan FIM didapatkan hasil bahwa pasien dapat melakukan
sebagian besar aktivitas kesehariannya secara mandiri namun dengan
menggunakan tangan kiri sebagai kompensasi. Dengan modifikasi lingkungan
dan alat, serta latihan yang dilakukan secara rutin maka kemampuan
fungsional tersebut akan meningkat atau cenderung sama. Namun akan butuh
waktu dan proses untuk mencapainya.

H. Clinical Reasoning
Pasien mengalami kesulitan atau hambatan dalam melakukan aktivitas
sehari-harinya karena keterbatasan gerak pada ekstremitas atas dextra akibat
stroke yang dialaminya. Keluarga pasien mengakui bahwa pasien masih
kesulitan untuk membersihkan punggungnya ketika mandi. Dengan
menggunakan alat bantu atau modifikasi lingkungan, harapannya pasien lebih
mudah dalam melakukan aktivitas mandi.
Penetapan tujuan terapi berupa Tn. HD mampu menggosok
punggungnya ketika mandi dengan menggunakan showerpuff modifikasi
dalam 8x sesi terapi berdasarkan pada client center, dimana terapis
mempertimbangkan apa yang menjadi keinginan dan kebutuhan dari klien.
Penggunaan kerangka acuan rehabilitatif didasarkan atas pertimbangan
prognosis, usia, dan lingkungan klien. Pendekatan TOA digunakan karena
pendekatan ini berdasar pada model sistem kontrol motorik, dan
perkembangan motorik dan literatur pembelajaran motorik terkini
(Mathiowetz & Bass-Haugen,1994). Aktivitas nyata dapat meningkatkan
kinerja pasien dalam melakukan aktivitas tersebut, sehingga dapat
mengoptimalkan perilaku motorik.

I. Program Terapi
Tujuan Jangka Panjang 1
Tn. HD mampu mandi secara mandiri dengan menggunakan
showerpuff modifikasi dalam 8x sesi terapi
Tujuan Jangka Pendek 1.1
Tn. HD mampu memahami kegunaan dari showerpuff modifikasi
dalam 1x sesi terapi.
Tujuan Jangka Pendek 1.2
Tn. HD mampu menggenggam dan memertahankan genggaman pada
gagang showerpuff modifikasi dalam 2x.
Tujuan Jangka Pendek 1.3
Tn. HD mampu mengarahkan showerpuff menuju punggung dalam 2x
sesi terapi.
Tujuan Jangka Pendek 1.4
Tn. HD mampu menggerakan showerpuff ke seluruh bagian punggung
dalam 3x sesi terapi

J. Strategi Pelaksanaan Terapi


1. Untuk Mencapai Tujuan Jangka Pendek 1.1
Tujuan jangka pendek yang pertama adalah Tn. HD mampu
memahami kegunaan dari showerpuff modifikasi. Strategi yang dilakukan
untuk mencapai tujuan jangka pendek yang pertama adalah Tn. HD dan
keluarga diberikan edukasi mengenai kegunaan dari alat bantu yang diberikan,
yaitu showerpuff modifikasi. Selain kegunaan, Tn. HD dan keluarga juga
diberikan edukasi mengenai cara perawatan showerpuff modifikasi tersebut.
2. Untuk Mencapai Tujuan Jangka Pendek 1.2
Tujuan jangka pendek yang kedua adalah Tn. HD mampu
menggenggam dan memertahankan genggaman pada gagang showerpuff
modifikasi. Strategi terapi yang dilakukan adalah dengan menggunakan
pendekatan task oriented approach (TOA). Tn. HD diberikan passive &
active ROM exercise dimulai dari bahu hingga jari-jari tangan selama 20
menit dengan diselingi istirahat. Setelah melakukan passive & active ROM
exercise, Tn. HD diinstruksikan untuk menggunakan showerpuff modifikasi
semampu pasien. Aktivitas ini dilakuan selama 10-15 menit.
3. Mencapai Tujuan Jangka Pendek 1.3
Tujuan jangka pendek yang ketiga adalah Tn. HD mampu
mengarahkan showerpuff menuju punggung. Strategi terapi yang dilakukan
adalah dengan menggunakan pendekatan task oriented approach (TOA). Tn.
HD diberikan passive & active ROM exercise dimulai dari bahu hingga jari-
jari tangan selama 20 menit dengan diselingi istirahat. Setelah melakukan
passive & active ROM exercise, Tn. HD diinstruksikan untuk menggunakan
showerpuff modifikasi semampu pasien. Aktivitas ini dilakuan selama 10-15
menit.
4. Mencapai Tujuan Jangka Pendek 1.4
Tujuan jangka pendek yang keempat adalah Tn. HD mampu
menggerakan showerpuff ke seluruh bagian punggung. Strategi terapi yang
dilakukan adalah dengan menggunakan pendekatan task oriented approach
(TOA). Tn. HD diberikan passive & active ROM exercise dimulai dari bahu
hingga jari-jari tangan selama 20 menit dengan diselingi istirahat. Setelah
melakukan passive & active ROM exercise, Tn. HD diinstruksikan untuk
menggunakan showerpuff modifikasi semampu pasien. Aktivitas ini dilakuan
selama 10-15 menit.
K. Re-Evaluasi
1. Data Subjektif Hasil Re-evaluasi
Setelah melakukan program terapi selama 3 kali pertemuan tidak
terdapat perubahan yang signifikan pada pasien, namun keluarga pasien
bercerita bahwa beliau merasa lebih mandiri dengan mandi mengunakan alat
bantu dan mandi beliau lebih bersih. Tangan beliau lebih aktif karena telah di
edukasi untuk melakukan aktivitas dengan tangan kanan dan home program.
2. Data Objektif Hasil Re-evaluasi
Berdasarkan pemeriksan FIM mendapatkan skor 87 dan Blangko
Skala Asworth mendapat nilai 1 +. Tidak ada perubahan dari pemeriksan
sebelumnya.
3. Kesimpulan dari Hasil Re-evaluasi
Setelah dilakukan 3 sesi terapi dengan pemberian edukasi, latihan
aktivitas mandi dan home program belum terdapat perubahan yang signifikan,
namun adanya peningkatan pada kesadaran keluarga terhadap pentingnya
kemandirian pasien dan kesehatan pasien. Pasien mulai dapat mengunakan
alat bantu diberikan dengan secara perlahan..

L. Re-Evaluasi Clinical Reasoning


Setelah melakukan terapi selama tiga kali sesi terapi dengan frekuensi dua kali
seminggu dengan waktu 30 menit per sesi, belum terjadi perubahan yang
signifikan karena waktu terapi yang di lakukan tidak sesuai dengan perencanan
yang telah kami buat yaitu yaitu delapan kali sesi terapi. Kemudian, untuk
pendekatan TOA berdasarkan penelitian oleh Khader A. Almhdawi et al,.
(2016) pemberian TOA kepada pasien seharunya dilakukan sebanyak 2 kali
selama 1,5 jam perminggu untuk 6 minggu, juga dalam peneltian tersebut
diberikan homeprogram yang fungsional dan exercise dengan waktu 1-1,5
jam/hari dan diberikan buku ontrol untuk memantau perkembangan yang
terjadi pada pasien. Sedangkan TOA yang kami lakukan pada Tn. HD kurang
dari 2 jam perminggu dan hanya dilakukan selama 3x sesi. Namun terjadi
perubahan pada keluarga pasien dimana edukasi yang diberikan pada keluarga
membuat meningkatnya kepedulian terhadap kesehatan dan kemandirian
pasien. Peningkatan tersebut membuat pasien tidak diperlakukan seperti orang
sakit lagi namun di ajarkan untuk mandiri sehingga terjadinya peningkaan
kepercayan diri dan harga diri pasien. Pemberian alat bantu mandi dapat
meningkatkan kemandirian pasien dalam mandi dan kebersihan tubuh saat
mandi.

M. Follow-Up
Perlu adanya tindakan untuk pada program ini, untuk dapat mencapai
tujuan jangka dengan menambah sesi terapi, latihan mandi dengan alat bantu
dan home programe . Home programe yang diberikan berupa melempar bola,
meremas bola dan melakukan stretching pada tangan. Dengan melakukan
terapi dan home programe yang telah diberikan dapat meningkatkan
kemandirian pasien, mencegah pengecilan otot, mengurangi spastik dan
mencegah perlengketan sendi agar kualitas hidup pasien dapat lebih baik.
REFERENSI

Bastian, Y. D., (2011). Rehabilitasi stroke. Depok: RS. Mitra Keluarga.


http://www.mitrakeluarga.com/depok/rehabilitasi-stroke diakses online 20 November
2018

Coupland, A. P., Thapar, A., Qureshi, M. I., Jenkins, H., & Davies, A. H. (2017). The
Definition of Stroke. Journal Of The Royal Society Of Medicine, 110(1), 9-12.
Doi:10.1177/0141076816680121

Karunia, E. (2016). Hubungan Antara Dukungan Keluarga dengan Kemandirian Activity of


Daily Living Pascastroke. Jurnal Berkala Epidemiologi, 4(2), 213-24.

Mansjoer, A (2000) Kapita Selekta Kedokteran jilid I. Jakarta: Media Aesculapius.

Price, S.A., dan Wilson, L. M., 2005, Patofisiologi: Konsep Klinis Prosesproses Penyakit,
Edisi 6, Vol. 2, diterjemahkan oleh Pendit, B. U., Hartanto, H., Wulansari, p.,
Mahanani, D. A.,Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta.
PROPOSAL PENYULUHAN

A. LATAR BELAKANG

Pada daerah kecamatan Colomadu, Kabupaten Karanganyar, terdapat banyak


penderita Stroke. Namun, banyak masyarakat di daerah tersebut kurang memahami
apa itu stroke dan bagaimana penanganan serta dampak dari penyakit stroke.

Masyarakat didaerah tersebut yang cenderung berada pada usia dewasa tengah
hingga lansia cenderung pasrah terhadap penyakit stroke dan kurang memiliki
kesadaran akan rehabilitasi pasca stroke. Keluarga dari pasien pasca stroke juga
cenderung memanjakan pasien pasca stroke sehingga pasien pasca stroke kurang
dapat mandiri dalam melakukan berbagai akivitasnya.

B. TUJUAN KEGIATAN

Tujuan dari kegiatan penyuluhan ini yaitu, masyarakat mampu memahami apa
itu penyakit stroke, bagaimana gejala dan penyebab stroke, apa saja makanan yang
boleh dan tidak boleh dikonsumsi pada pasien dengan penyakit stroke, serta
penanganan pada kondisi stroke.

C. INDIKATOR PENCAPAIAN

Program ini dinyatakan tercapai apabila masyarakat telah mengerti definisi


dan penyebab stroke secara umum, memahami makanan yang dianjurkan & menjadi
pantangan bagi penderita stroke, serta penanganan kondisi stroke yang ditunjukkan
melalui jawaban dari kuisioner yang telah disiapkan oleh pemateri.

Berikut ini adalah pertanyaan yang ada pada kuisioner:

1) Apa yang anda ketahui tentang stroke?


2) Sebutkan jenis-jenis stroke yang telah anda ketahui?
3) Apa saja makanan yang dianjurkan untuk dikonsumsi bagi penderita
stroke?
4) Apa saja makanan yang tidak dianjurkan untuk dikonsumsi oleh
penderita stroke?
5) Bagaimana penanganan stroke?

D. SASARAN
Keluarga Pasien dan tetangga di Kodan,Kecamatan Colomadu, Kabupaten
Karanganyar.

E. WAKTU DAN TEMPAT PELAKSANAAN

Waktu pelaksanaan kegiatan ini yaitu pada hari Minggu, 26 April 2020 pada
pukul 10.00-11.00 WIB. Tempat berlangsungnya kegiatan ini yaitu di rumah pasien
dengan stroke.

F. METODE DAN MEDIA

Metode yang digunakan yaitu ceramah dan diskusi oleh pihak pembicara dan
audiens. Media yang digunakan yaitu laptop, leaflet.
MATERI PENYULUHAN PENYAKIT STROKE

A. Definisi dan Penyebab Stroke

Definisi stroke menurut WHO 2014 adalah terputusnya aliran darah ke otak,
umumnya akibat pecahnya pembuluh darah ke otak atau karena tersumbatnya
pembuluh darah ke otak sehingga pasokan nutrisi dan oksigen ke otak berkurang.
Stroke menyebabkan gangguan fisik atau disabilitas.

Terdapat 2 jenis stroke yang sering terjadi, diantaranya adalah:

 Stroke Iskemik (stroke penyumbatan)


Stroke iskemik adalah jenis stroke yang terjadi ketika
pembuluh darah yang menyuplai darah ke area otak terhalang oleh
bekuan darah atau plak.
 Stroke Hemoragik (stroke perdarahan)
Stroke hemoragik terjadi ketika pembuluh darah di otak
mengalami kebocoran atau pecah. Stroke jenis ini berawal dari
pembuluh darah yang melemah, kemudian pecah dan menumpahkan
darah ke sekitarnya.

B. Tanda & Gejala Stroke

Gejala stroke tergantung luas dan area otak yang mengalami gangguan stroke,
namun secara umum gejala Stroke yang nampak adalah sebagai berikut:

1. Kelumpuhan wajah atau anggota badan (biasanya satu sisi saja) yang timbul
mendadak.
2. Gangguan kepekaan (sensoris) pada satu atau lebih anggota badan
3. Perubahan mendadak status mental (bingung, mengigau, koma)
4. Afasia (bicara tidak lancar, ucapan kurang, atau sulit memahami ucapan)
5. Disartria (bicara pelo atau cadel)
6. Gangguan penglihatan atau diplopia (penglihatan dobel)
7. Ataksia (kesulitan gerakan)
8. Vertigo, mual, dan muntah, atau nyeri kepala.
9. Perubahan emosi dan kognitif

C. Anjuran & Pantangan Makanan Bagi Penderita Stroke


1. Makanan yang dianjurkan
Asupan makanan penderita stroke harus diperhatikan agar mengurangi
resiko penyakit yang lebih parah serta meningkatkan peluang kesembuhan
penderita. Berikut adalah makanan yang dianjurkan untuk penderita stroke:
 Sumber karbohidrat: beras, kentang, ubi, singkong, tapioka, biscuit,
bihun
 Sumber protein hewani: daging sapi dan ayam tanpa kulit, ikan, telur
ayam, susu skim
 Sumber protein nabati: semua kacang-kacangan dan produk olahannya
(tahu & tempe)
 Sayuran: bayam, wortel, kangkung, kacang panjang, labu siam, tomat,
toge.
 Buah: buah segar, dijus ataupun diolah dengan cara disetup, seperti
pisang, papaya, manga, jambu biji, melon, semangka.
 Sumber lemak: minyak jagung dan mintak kedelai, margarin dan
mentega dalam jumlah terbatas, dan santan encer.

2. Makanan yang menjadi pantangan


 Sumber karbohidrat: mie, soda (baking powder), kue-kue yang terlalu
manis
 Sumber protein hewani: daging sapid an ayam yang berlemak, jeroan,
keju, protein hewani yang diawetkan
 Sumber protein nabati: pindakas, produk kacang-kacang olahan yang
diawetkan.
 Sayuran: Sayuran yang mengandung gas seperti kol, sawi, kembang
kol, dan lobak
 Buah-buahan: buah-buahan yan gmengangung gas seperti durian,
nangka, dan buah-buahan yang diawetkan (buah kaleng)
 Sumber lemak: santan kental dan produk goring-gorengan.

D. Penanganan pada Kondisi Stroke

1. Pada saat terjadi serangan


Periode Emas stroke hanya 3-6 jam, sehingga penatalaksanaan cepat,
tepat, dan cermat berperan besar dalam menentukan hasil akhir pengobatan.
Deteksi dini stroke dapat dilakukan dengan F.A.S.T.
 Face (Wajah)
Minta pasien untuk senyum. Lihat apakah salah satu sisi
wajahnya turun.
 Arms (Lengan)
Minta pasien mengangkat kedua lengan. Lihat apakah salah
satu lengan tidak bisa diangkat?
 Speech (Bicara)
Minta pasien bicara. Perhatikan apakah ucapannya pela atau
tidak jelas?
 Time (Waktu)
Jika Anda menemukan tanda-tanda tersebut, segera hubungi
unit perawatan terdekat.
2. Pasca Stroke
 Latihan ROM aktif atau pasif
Merupakan latihan gerak untuk melatih otot dan saraf yang
lemah agar dapat berfungsi normal kembali serta mencegah terjadinya
kontraktur dan atrophy atau pengecilan otot. Latihan Gerak Aktif
dilakukan oleh pasien sendiri, sedangkan latihan gerak pasif otot
pasien digerakkan oleh orang lain.
 Memonitor tekanan darah secara rutin
 Meminum obat sesuai anjuran dokter
 Perubahan gaya hidup
Gaya hidup menjadi salah satu hal yang sangat penting
diperhatikan untuk mencegah terjadinya serangan stroke selanjutnya
dan agar tidak memperparah kondisi stroke. Pasien pasca stroke
dianjurkan untuk tetap melakukan olahraga sesuai dengan kondisinya,
berhenti merorok dan minum alkohol, serta menjaga pola makan yang
sehat sesuai yang dianjurkan.

Anda mungkin juga menyukai