Dosen Pembimbing :
Dosen Pembimbing : Didi Mulyadi S.IP.,M.I.P
1. Kesimpulan ……………………………………………………………………. 18
2. Saran …………………………………………………………………………... 19
i
BAB I
PENDAHULUAN
Otonomi daerah menjadi sesuatu yang disakralkan pasca Reformasi 1998, banyaknya
perdebatan seputar otonomi daerah sebagai manifestasi dari desentralisasi kekuasaan
pemerintahan mendorong Pemerintah untuk secara sungguh‐sungguh merealisasikan konsep
otonomi daerah secara jujur, penuh kerelaan dan konsekuen mengingat wacana dan konsep
otonomi daerah memiliki sejarah yang sangat panjang seiring berdirinya Republik ini.
Menurut aspek yuridis formal, sejak pertama kali muncul dalam UU No. 1 tahun 1945 sampai
dengan UU No. 5 tahun 1974, semangat otonomi daerah sudah kelihatan dan menjadi dasar
hukum pelaksanaan pemerintahan di daerah. Hanya saja semangat para penyelenggara
pemerintahan masih jauh dari idealisme konsep otonomi daerah itu sendiri.
Berkaitan dengan Pasal 18 A ayat (2) Undang-Undang Negara Republik Indonesia Tahun
1945 diatas, hubungan antara pemerintah pusat dan daerah tersebut juga terkait dengan
hubungan dalam pemanfaatan sumber daya alam. Pasal yang mengatur tentang sumber daya
1
alam adalah Pasal 33 ayat (3) Undang-Undang Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang
berbunyi, “Bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh
Negara dan dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat”.
Hubungan wewenang antara pemerintah pusat dan daerah tersebut juga diatur dalam
Pasal 2 dan Pasal 4 Undang-Undang No. 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah.
Dalam Pasal 2 UU No.23/2014 berbunyi, (1) Negara Kesatuan Republik Indonesia dibagi
atas Daerah Provinsi dan Daerah Provinsi itu dibagi atas Daerah Kabupaten dan Kota; ayat
(2) Daerah Kabupaten/Kota dibagi atas Kecamatan dan Kecamatan dibagi atas Kelurahan
dan/atau Desa. Dalam Pasal 4 Undang-Undang No. 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan
Daerah berbunyi, (1) Daerah provinsi selain berstatus sebagai Daerah jugamerupakan
Wilayah Administratif yang menjadi wilayahkerja bagi gubernur sebagai wakil Pemerintah
Pusat danwilayah kerja bagi gubernur dalam menyelenggarakanurusan pemerintahan umum
di wilayah Daerah provinsi; (2) Daerah kabupaten/kota selain berstatus sebagai Daerahjuga
merupakan Wilayah Administratif yang menjadiwilayah kerja bagi bupati/wali kota
dalammenyelenggarakan urusan pemerintahan umum di wilayahDaerah kabupaten/kota.
2. Rumusan Masalah
2
BAB II
PEMBAHASAN
Otonomi daerah dalam arti sempit adalah mandiri. Sedangkan dalam arti luas
diartikan sebagai berdaya. Dengan demikian, otonomi daerah berarti kemandirian suatu
daerah dalam kaitan pembuatan pengambilan keputusan mengenai kepentingan daerahnya
sendiri. Otonomi daerah merupakan rangkaian upaya program pembangunan daerah dalam
tercapainya tujuan pembangunan nasional. Untuk itu, keberhasilan peningkatan otonomi
daerah tidak terlepas dari kemampuan aparat pemerintah pusat dan sumber daya manusia
(SDM) dalam tugasnya sebagai perumus kebijakan nasional.
Otonomi daerah dapat diartikan juga sebagai kewajiban yang diberikan kepada daerah
otonom untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan dan kepentingan
masyarkat setempat menurut aspirasi masyarakat untuk meningkatkan daya guna dan hasil
guna penyelenggaraan pemerintahan dalam rangka pelayanan terhadap masyarkat dan
pelaksanaan pembangunan sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
1
Fajri,Muhammad,dkk. 2012. Otonomi Daerah. Jurusan Ilmu Pemerintahan Fakultas Ilmu Sosial Dan Politik
Universitas Islam Riau
3
pemerintahan dan melaksanakan pemerintahan negara baik di pusat maupun di daerah-
daerah. Walaupun konsep negara Indonesia sebagai negara kesatuan jika dilihat dari luas
wilayah kurang cocok. Namun, dengan pemberian otonomi inilah kita semua dapat
meringankan tugas-tugas pemerintahan pusat.Sebab, jika menelaah sejarah sentralisasi yang
pernah dipraktikan di Indonesia sendiri kurang cocok.
Menurut moh. Kusnardi dan Bintan R. Saragih, yang dimaksud dengan negara
kesatuan adalah: “Disebut negara kesatuan apabila kekuasaan pemerintahan pusat dan
pemerintahan daerah tidak sama dan tidak sederajat. Kekuasaan pemerintahan pusat
merupakan kekuasaan yang menonjol dalam negara dan tidak ada saingannya dari badan
legislatif pusat dalam membentuk undang-undang. Kekuasaan yang di daerah bersifat
derivatif (tidak langsung) dan sering dalam bentuk otonomi yang luas”. Dalam
menyelenggarakan pemerintahannnya dianut 3 (tiga) asas yaitu:
4
3) Tugas pembantuan adalah penugasan dari pemerintah kepada daerah dan/atau desa
dari pemerintah provinsi kepada kabupaten/kota dan/atau desa serta dari pemerintah
kabupaten/kota kepada desa untuk melaksanakan tugas tertentu.2
Pembentukan daerah dapat berupa penggabungan beberapa daerah atau bagian daerah
yang bersandingan atau pemekaran dari satu daerah menjadi dua daerah atau lebih.
Pembentukan daerah sebagaimana dimaksud berdasarkan pasal 31 ayat (3) UU Nomor 23
Tahun 2014 meliputi :
1) Pemekaran daerah
2
Riwu Kaho, Josef, 1988, Prospek Otonomi Daerah di Indonesia,Jakarta, PT. Raja Grafindo Persada.
5
UU No. 23 Tahun 2014 menentukan bahwa dalam pelaksanaan desentralisasi
dilakukan penataan daerah. Pasal 31 Ayat (3) UU No. 23 Tahun 2014 menentukan bahwa
penataan daerah terdiri atas pembentukan daerah dan penyesuaian daerah. Adapun tujuan
dilakukanya penataan daerah adalah mewujudkan efektifitas penyelenggaraan pemerintahan
daerah, mempercepat peningkatan kesejahteraan masyarakat, mempercepat peningkatan
pelayanan publik, meningkatkan kualitas tata kelolah pemerintahan, meningkatkan daya
saing daerah dan daya saing nasional, dan memelihara keunikan adat istiadat, tradisi, dan
budaya daerah.3
Berkaitan dengan pemekaran daerah, Pasal 33 Ayat (1) UU No. 23 Tahun 2014
menentukan bahwa pemekaran daerah berupa pemecahan daerah provinsi atau daerah
kabupaten/kota untuk menjadi 2 (dua) daerah atau lebih daerah baru atau penggabungan
bagian daerah dari daerah yang bersanding dalam 1(satu) daerah provinsi menjadi satu
daerah. Adapun untuk memekarkan satu daerah provinsi maupun.kabupaten/kota UU No. 23
Tahun 2014 menentukan bahwa daerah yang akan dimekarkan harus melalui tahapan daerah
persiapan selama 3 (tiga) tahun, dengan tujuan agar nantinya daerah baru yang akan
dimekarkan ketika menjadi satu daerah baru benar-benar siap dalam mengurus dan mengatur
kepentingan daerahnya dan tidak membebani daerah induknya.
Persayaratan dasar kedua yang harus dipenuhi adalah persyaratan kapasitas daerah
yang meliputi:
3
Untuk lebih jelasnya lihat Pasal 31 Ayat (1) sampai dengan Ayat (4) Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014
Tentang Pemerintahan Daerah.
4
Untuk lebih jelasnya lihat Pasal 35 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 Tentang Pemerintahan Daerah
6
- Geografi,
- Demografi,
- Keamanan,
- Sosial politik, adat istiadat, dan tradisi,
- Potensi ekonomi,
- Keuangan daerah,
- Kemampuan penyelenggaran pemerintahan.5
Persyaratan kedua yang harus dipenuhi untuk pembentukan daerah persiapan adalah
persyaratan administratif, yang dimana dalam persyaratan administratif terbagi lagi atas
persyaratan administratif untuk pembentukan daerah persiapan provinsi dan pembentukan
daerah persiapan kabupaten/kota. Adapun persyaratan administratif untuk pembentukan
daerah persiapan provinsi adalah sebagai berikut:
5
Untuk lebih jelasnya lihat Pasal 36 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 Tentang Pemerintahan Daerah.
6
Pasal 37 huruf a Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 Tentang Pemerintahan Daerah.
7
Ibid., huruf b Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 Tentang Pemerintahan daerah.
7
pusat melakukan penilaian terhadap pemenuhan syarat-syarat yang telah disebutkan
sebelumnya, hasil penilaian tersebut disampaikan oleh pemerintah pusat kepada DPR RI
untuk mendapat persetujuan. Dalam hal DPR RI menyetujui usulan pembentukan daerah
persiapan tersebut pemerintah pusat membentuk Tim Kajian Independen untuk melakukan
kajian terhadap persyaratan dasar kapasitas daerah. selanjutnya hasil kajian Tim Independen
disampaikan kepada pemerintah pusat. Selanjutnya oleh pemerintah pusat dikonsultasikan
kepada DPR RI. Berdasarkan hasil konsultasi tersebut dijadikan dasar pertimbangan oleh
pemerintah pusat dalam menentapkan kelayakan pembentukan satu daerah persiapan, dan
perlu diketahui bahwa untuk menetapkan satu daerah persiapan, ditetapkan dengan Peraturan
Pemerintah.8
Berdasarkan penjelasan sebelumnya, diketahui bahwa jangka waktu yang harus dilalui
oleh satu daerah persiapan untuk dibentuk menjadi satu daerah baru adalah 3 (tiga) tahun dan
paling lama 5 (lima) tahun, oleh karena itu UU No. 23 Tahun 2014 menentukan bahwa
setelah satu daerah persiapan melalui jangka waktu yang ditentukan, maka pemerintah pusat
wajib melakukan evaluasi akhir dalam hal ini untuk menentukan apakah daerah persiapan
tersebut layak atau tidak untu dijadikan satu daerah baru. Apabila daerah persiapan tersebut
dinyatakan layak, maka pembentukan daerah tersebut ditetapkan dengan undang-undang
pembentukan daerah. Dan apabila daerah tersebut tidak layak, maka statusnya sebagai daerah
persiapan dicabut dengan peraturan pemerintah dan dikembalikan ke daerah induknya.
2) Penggabungan daerah
Banyak yang memahami bahwa Otonomi daerah saat ini adalah membentuk daerah
kabupaten/kota dan provinsi baru dengan cara membagi wilayah daerah yang sudah ada,
8
Untuk lebih jelasnya lihat Pasal 38 Ayat (1) sampai dengan Ayat (7) dan Pasal 39 Ayat (1) Undang-Undang
Nomor 23 Tahun 2014 Tentang Pemerintahan daerah.
9
Untuk lebih jelasnya lihat Pasal 42 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 Tentang Pemerintahan Daerah.
8
namun pembentukan suatu daerah dapat pula dilakukan dengan cara penggabungan antara
satu daerah dengan daerah lain. Maka dalam presentasi ini akan dijelakan mekanisme
penggabungan daerah yang mengacu pada UU No 23 Tahun 2014.
- Penggabungan 2 daerah kab/kota atau lebih yang bersanding dalam suatu daerah
provinsi menjadi daerah kab/kota baru. Penggabungan Daerah kabupaten/kota yang
dilakukan berdasarkan kesepakatan Daerah yang bersangkutan, diusulkan oleh
gubernur kepada Pemerintah Pusat, DPR RI, atau DPD RI setelah memenuhi
persyaratan administratif.
- Penggabungan 2 daerah provinsi atau lebih yang menjadi daerah provinsi baru.
Penggabungan Daerah provinsi yang dilakukan berdasarkan kesepakatan Daerah yang
bersangkutan diusulkan secara bersama oleh gubernur yang Daerahnya akan
digabungkan kepada Pemerintah Pusat, DPR RI, atau DPD RI setelah memenuhi
persyaratan administratif.
- Penggabungan Daerah berdasarkan hasil evaluasi Pemerintah Pusat dilakukan dalam
hal Daerah atau beberapa Daerah tidak mampu menyelenggarakan Otonomi Daerah.
3. Pembagian Daerah
Berdasarkan UUD 1945 Pasal 25, Negara Kesatuan Republik Indonesia adalah sebuah
negara kepulauan yang berciri Nusantara dengan wilayah dan batas-batas dan hak-haknya
ditetapkan dengan undang-undang. Undang Undang yang berlaku yaitu UU no. 43 no. 2008
tentang Wilayah Negara yang mengatur tentang kedaulatan, kewilayahan, dan manajemen
peratasan, termasuk juga didalamnya yaitu wewenang Pemerintah Daerah.
9
1) Provinsi
Hingga saat ini setidaknya ada lima provinsi memiliki status khusus dan/atau istimewa:
- Aceh melalui Undang Undang no. 11 tahun 2006 tentang Pemerintahan Aceh
- Daerah Khusus Ibukota Jakarta melalui Undang Undang no. 29 tahun 2007 tentang
Pemerintahan Daerah Khusus Ibu kota Jakarta sebagai Ibu kota Negara Kesatuan
Republik Indonesia
- Papua melalui Undang Undang no. 21 tahun 2001 tentang Otonomi Khusus Papua
- Papua Barat melalui Undang Undang no. 21 tahun 2001 tentang Otonomi Khusus
Papua yang sudah diubah melalui Perppu no. 1 tahun 2008
- Daerah Istimewa Yogyakarta melalui Undang Undang no. 13 tahun 2012 tentang
Keistimewaan Daerah Istimewa Yogyakarta
2) Kabupaten/kota
Kabupaten dan kota memiliki tingkat yang setara serta memiliki pemerintah daerah
dan lembaga legislatif sendiri. Setiap kabupaten/kota terdiri dari beberapa kecamatan/distrik,
dan secara ukuran kabupaten lebih luas daripada kota. Kabupaten dipimpin oleh seorang
bupati dengan DPRD kabupaten, sedangkan kota dipimpin oleh seorang wali kota dengan
DPRD kota. Baik bupati maupun wali kota dipilih melalui proses pemilihan umum.
10
Suatu pengecualian, Jakarta dibagi ke dalam 1 kabupaten administrasi dan 5 kota
administrasi yang kesemuanya itu tidak otonom. Kabupaten administrasi dan kota
administrasi tidak memiliki DPRD kabupaten/kota. Bupati/wali kotanya pun tidak dipilih
langsung oleh rakyat melalui pemilihan umum, melainkan ditunjuk oleh Gubernur Jakarta.
3) Kecamatan
Setiap kecamatan terdiri dari beberapa kelurahan/desa atau nama lain. Setiap distrik
terdiri dari beberapa kelurahan/kampung.
4) Mukim
Mukim adalah wilayah administratif di bawah kecamatan, tetapi di atas gampong atau
kelurahan. Hanya Provinsi Aceh yang memberlakukan pembagian wilayah yang melibatkan
mukim.11
5) Kelurahan/Desa
Tingkatan di bawah kecamatan adalah kelurahan atau desa. Kelurahan dipimpin oleh
seorang lurah, sedangkan desa dipimpin oleh seorang kepala desa. Hingga ke tingkatan desa
inilah pembagian administratif Indonesia resmi digunakan. Sejak 2014, terjadi perubahan
paradigma Desa yaitu mengatur tentang kemandirian desa, percepatan pembangunan dan
adanya dana desa melalui Undang Undang no. 6 tahun 2014.12
10
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 21 Tahun 2001.
11
Qanun Provinsi Aceh Nomor 4 Tahun 2003
12
"UU Desa ubah Paradigma Membangun Desa"
11
- Meningkatkan sumber daya produktif di daerah.
- Melindungi masyarakat, menjaga persatuan dan kerukunan nasional, serta keutuhan NKRI.
- Membentuk dan menerapkan peraturan perundang-undangan sesuai kewenangannya.
- mempunyai urusan tertentu yang disebut urusan rumah tangga daerah; urusan rumah
tangga daerah ini merupakan urusan yang diserahkan oleh pemerintah pusat kepada
daerah;
- urusan rumah tangga daerah itu diatur dan diurus/ diselenggarakan atas
inisiatif/prakarsa dan kebijaksanaan daerah itu sendiri;
- untuk mengatur dan mengurus rumah tangga daerah tersebut, maka daerah
memerlukan aparatur sendiri yang terpisah dari aparatur pemerintah pusat, yang
mampu untuk menyelenggarakan urusan rumah tangganya sendiri; dan
- mempunyai sumber keuangan sendiri yang dapat menghasilkan pendapatan yang
cukup bagi daerah, agar dapat membiayai segala kegiatan dalam rangka
penyelenggaraan rumah tangga daerahnya.12
Kewenangan pemerintah merupakan dasar utama baik setiap tindakan dan perbuatan
hukum dari setiap level pemerintahan, dengan adanya dasar kewenangan yang sah maka
setiap tindakan dan perbuatan hukum yang dilakukan oleh setiap level pemerintahan dapat
dikategorikan sebagai tindakan dan perbuatan hukum yang sah dan apabila tanpa ada dasar
kewenangan, maka setiap tindakan dan perbuatan hukum yang dilakukan oleh setiap level
13
Josep Riwu Kaho, Prospek Otonomi Daerah di Negara Republik Indonesia (Identifikasi beberapa faktor
yang mempengaruhi penyelenggaraannya), (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2004), hlm. 80.
12
pemerintah dapat dikategorikan sebagai tindakan dan perbuatan yang bertentangan dengan
hukum dan dapat juga dikatakan sebagai pelanggaran terhadap asas-asas umum pemerintahan
yang baik.
- pendidikan;
- kesehatan;
- lingkungan hidup;
- pekerjaan umum;
- penataan ruang;
- perencanaan pembangunan;
14
. Lihat Penjelasan PP No. 38 Tahun 2007 Tentang Pembagian Urusan Pemerintahan antara Pemerintah,
Pemerintah Provinsi, Pemerintah Kabupaten/Kota.
13
- perumahan;
- kepemudaan dan olahraga;
- penanaman modal;
- koperasi dan usaha kecil dan menengah;
- kependudukan dan catatan sipil;
- ketenagakerjaan;
- ketahanan pangan;
- pemberdayaan perempuan dan perlindungan anak;
- keluarga berencana dan keluarga sejahtera;
- perhubungan;
- komunikasi dan informatika;
- pertanahan;
- kesatuan bangsa dan politik dalam negeri;
- otonomi daerah, pemerintahan umum, administrasi keuangan daerah, perangkat daerah,
kepegawaian, dan persandian;
- pemberdayaan masyarakat dan desa14
- sosial;
- kebudayaan;
- statistik;
- kearsipan; dan perpustakaan.
Sedangkan urusan pilihan adalah urusan pemerintahan yang secara nyata ada dan
berpotensi untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat sesuai dengan kondisi, kekhasan,
dan potensi unggulan daerah yang bersangkutan15. Pembagian urusan dalam kewenangan
antara pemerintah dan pemerintah daerah pada tingkat Provinsi, Kabupaten, dan Kota
merupakan batasan dalam pelaksanaan otonomi daerah yang riil dan nyata, sehingga tidak
adanya pengambilan urusan yang bukan dari kewenangannya dan tidak mengakibatkan
15
Pembagian urusan wajib dan urusan pilihan yang terdapat dalam ketentuan PP No. 38 Tahun 2007, secara
konkret membagi urusan kewenangan pemerintah, pemerintah daerah provinsi, kabupaten/kota, sehingga
dalam kebijakan yang diambil oleh masing-masing tingkatan pemerintah tidak adanya konflik vertikal da
horizontal.
14
konflik vertikal antara lembaga-lembaga yang ada, karena ada batasan-batasan urusan yang
menjadi kewenangan.
Pelaksanaan otonomi daerah yang dicanangkan sejak Januari 2001 telah membawa
perubahan politik di tingkat lokal (daerah). Salah satunya adalah menguatnya peran Dewan
Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD). Jika di masa sebelumnya DPRD hanya sebagai stempel
karet dan kedudukannya di bawah legislatif, setelah otonomi daerah, peran legislatif menjadi
lebih besar, bahkan dapat memberhentikan kepala daerah.
Pemberlakuan otonomi daerah beserta akibatnya memang amat perlu dicermati. Tidak
saja memindahkan potensi korupsi dari Jakarta ke daerah, otonomi daerah juga memunculkan
raja-raja kecil yang mempersubur korupsi, kolusi, dan nepotisme. Di samping itu, dengan
adanya otonomi daerah, arogansi DPRD semakin tidak terkendali karena mereka merupakan
representasi elite lokal yang berpengaruh. Karena perannya itu, di tengah suasana demokrasi
yang belum Indonesia terbangun di tingkat lokal, DPRD akan menjadi kekuatan politik baru
yang sangat rentan terhadap korupsi. Sebagaimana diamanatkan UU Nomor 32 Tahun 2004,
publik seharusnya dilibatkan dalam pembuatan kebijakan. Namun, di beberapa daerah yang
sudah mengadopsi sistem otonomi daerah, kenyataan yang terjadi masih jauh dari harapan.
Pengambilan keputusan belum melibatkan publik dan masih berada di lingkaran elite lokal
provinsi dan kabupaten/kota. Belum terlibatnya publik dalam pembuatan kebijakan itu
tercermin dari pembuatan peraturan daerah (perda).
BAB III
PENUTUP
1. Kesimpulan
Otonomi daerah dalam arti sempit adalah mandiri. Sedangkan dalam arti luas
diartikan sebagai berdaya. Dengan demikian, otonomi daerah berarti kemandirian suatu
daerah dalam kaitan pembuatan pengambilan keputusan mengenai kepentingan daerahnya
sendiri. Otonomi daerah merupakan rangkaian upaya program pembangunan daerah dalam
tercapainya tujuan pembangunan nasional.
Pembentukan daerah dapat berupa penggabungan beberapa daerah atau bagian daerah
yang bersandingan atau pemekaran dari satu daerah menjadi dua daerah atau lebih.
16
Kendra Clegg, “Dari Nasionalisasi ke Lokalisasi:Otonomi Daerah di Lombok” dalam Desentralisasi
Globalisasi dan Demokrasi Lokal, editor Jamil Gunawan, (Jakarta: LP3ES, 2005), hlm. 193.
17
Pembentukan daerah sebagaimana dimaksud berdasarkan pasal 31 ayat (3) UU Nomor 23
Tahun 2014 meliputi :
- Pemekaran daerah
- Penggabungan daerah .
Berdasarkan UUD 1945 Pasal 25, Negara Kesatuan Republik Indonesia adalah sebuah
negara kepulauan yang berciri Nusantara dengan wilayah dan batas-batas dan hak-haknya
ditetapkan dengan undang-undang. Pembagian wilayah Negara berdasarkan UU NO 23
TAHUN 2014 Daerah kabupaten/kota dibagi atas Kecamatan dan Kecamatan dibagi atas
kelurahan dan/atau Desa
18
Melindungi masyarakat,menjaga persatuan dan kerukunan nasional,serta keutuhan NKRI, 14)
Membentuk dan menerapkan peraturan perundang-undangan sesuai kewenangannya, 15)
Kewajiban lain yang diatur dalam peraturan perundang-undangan.
Pelaksanaan otonomi daerah yang dicanangkan sejak Januari 2001 telah membawa
perubahan politik di tingkat lokal (daerah). Salah satunya adalah menguatnya peran Dewan
Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD). Jika di masa sebelumnya DPRD hanya sebagai stempel
karet dan kedudukannya di bawah legislatif, setelah otonomi daerah, peran legislatif menjadi
lebih besar, bahkan dapat memberhentikan kepala daerah.
2. Saran
Semoga masyarakat dapat memahami tentang otonomi daerah masing-masing agar
tercipta kehidupan masyarakat yang teratur. Untuk pemerintah diharapkan dapat
meningkatkan kinerja dalam otonomi daerah yang diatur sesuai dengan bagiannya masing-
masing.
DAFTAR PUSTAKA
Riwu Kaho, Josef, 1988, Prospek Otonomi Daerah di Indonesia,Jakarta, PT. Raja
Grafindo Persada
Untuk lebih jelasnya lihat Pasal 35 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 Tentang
Pemerintahan Daerah
Untuk lebih jelasnya lihat Pasal 31 Ayat (1) sampai dengan Ayat (4) Undang-Undang
Nomor 23 Tahun 2014 Tentang Pemerintahan Daerah.
Untuk lebih jelasnya lihat Pasal 36 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 Tentang
Pemerintahan Daerah.
19
Untuk lebih jelasnya lihat Pasal 38 Ayat (1) sampai dengan Ayat (7) dan Pasal 39 Ayat
(1) Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 Tentang Pemerintahan daerah.
Untuk lebih jelasnya lihat Pasal 42 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 Tentang
Pemerintahan Daerah
Josep Riwu Kaho, Prospek Otonomi Daerah di Negara Republik Indonesia (Identifikasi
beberapa faktor yang mempengaruhi penyelenggaraannya), (Jakarta: Raja Grafindo Persada,
2004), hlm. 80.
Pembagian urusan wajib dan urusan pilihan yang terdapat dalam ketentuan PP No. 38
Tahun 2007, secara konkret membagi urusan kewenangan pemerintah, pemerintah daerah
provinsi, kabupaten/kota, sehingga dalam kebijakan yang diambil oleh masing-masing
tingkatan pemerintah tidak adanya konflik vertikal da horizontal.
20