Anda di halaman 1dari 22

MAKALAH

PEMERINTAHAN DAERAH BERDASARKAN UNDANG - UNDANG

Disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Sistem Pemerintahan

Dosen Pembimbing :
Dosen Pembimbing : Didi Mulyadi S.IP.,M.I.P

Disusun Oleh Kelompok 3:


Ketua : Arma Dinata ( 190802095 )
Anggota : Aris Fadillah ( 190802099 )
Andika ( 190802112 )

ILMU ADMINISTRASI NEGARA


FAKUTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU PEMERINTAHAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI AR-RANIRY
DARUSSALAM - BANDA ACEH
2019 – 2020
DAFTAR ISI

DAFTAR ISI ……………………………………………………………………………….. i


BAB I PENDAHULUAN …………………………………………………………………..1

1. Latar belakang masalah …………………………………………………………1


2. Rumusan masalah ……………………………………………………………….2

BAB II PEMBAHASAN ……………………………………………………………………3

1. Hakikat Otonomi Daerah ………………………………………………………..3


2. Pembentukan Daerah Otonom …………………………………………………..5
3. Pembagian Daerah …………………………………………………………….. 10
4. Pembagian Urusan Pemerintahan pada Daerah Otonom ……………………… 12
5. Hakikat dan Kewajiban Daerah Otonom ……………………………………… 15
6. Pelaksanaan Otonomi Daerah di Indonesia …………………………………… 16

BAB III PENUTUP ..……………………………………………………………………… 18

1. Kesimpulan ……………………………………………………………………. 18
2. Saran …………………………………………………………………………... 19

DAFTAR PUSTAKA .…………………………………………………………………….. 20

i
BAB I

PENDAHULUAN

1. Latar Belakang Masalah

Otonomi daerah menjadi sesuatu yang disakralkan pasca Reformasi 1998, banyaknya
perdebatan seputar otonomi daerah sebagai manifestasi dari desentralisasi kekuasaan
pemerintahan mendorong Pemerintah untuk secara sungguh‐sungguh merealisasikan konsep
otonomi daerah secara jujur, penuh kerelaan dan konsekuen mengingat wacana dan konsep
otonomi daerah memiliki sejarah yang sangat panjang seiring berdirinya Republik ini.
Menurut aspek yuridis formal, sejak pertama kali muncul dalam UU No. 1 tahun 1945 sampai
dengan UU No. 5 tahun 1974, semangat otonomi daerah sudah kelihatan dan menjadi dasar
hukum pelaksanaan pemerintahan di daerah. Hanya saja semangat para penyelenggara
pemerintahan masih jauh dari idealisme konsep otonomi daerah itu sendiri.

Pengaturan otonomi daerah bagi Pemerintah daerah, Provinsi, dan Kabupaten/Kota


diatur dalam Pasal 18 ayat (1) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun
1945 yang menyatakan bahwa, “Negara Kesatuan Republik Indonesia dibagi atas daerah-
daerah provinsi dan daerah provinsi itu dibagi atas kabupaten dan kota, yang tiap-tiap
provinsi, kabupaten, dan kota itu mempunyai pemerintahan daerah, yang diatur oleh undang-
undang”.Berdasarkan pasal tersebut diketahui bahwa tiap-tiap daerah di Indonesia diberikan
kewenangan oleh Pemerintah Pusat melalui penyerahan sebagian kewenangan dari
Pemerintah Pusat kepada Pemerintah Daerah untuk mengurusi urusan rumah tangganya
sendiri.

Penyerahan kewenangan dari Pemerintah Pusat kepada Pemerintah Daerah disebut


Desentralisasi.Desentralisasi berhubungan dengan Otonomi Daerah, sebab Otonomi Daerah
merupakan kewenangan suatu daerah untuk mengatur dan mengurus urusan rumah tangganya
sendiri.

Berkaitan dengan Pasal 18 A ayat (2) Undang-Undang Negara Republik Indonesia Tahun
1945 diatas, hubungan antara pemerintah pusat dan daerah tersebut juga terkait dengan
hubungan dalam pemanfaatan sumber daya alam. Pasal yang mengatur tentang sumber daya

1
alam adalah Pasal 33 ayat (3) Undang-Undang Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang
berbunyi, “Bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh
Negara dan dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat”.

Hubungan wewenang antara pemerintah pusat dan daerah tersebut juga diatur dalam
Pasal 2 dan Pasal 4 Undang-Undang No. 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah.
Dalam Pasal 2 UU No.23/2014 berbunyi, (1) Negara Kesatuan Republik Indonesia dibagi
atas Daerah Provinsi dan Daerah Provinsi itu dibagi atas Daerah Kabupaten dan Kota; ayat
(2) Daerah Kabupaten/Kota dibagi atas Kecamatan dan Kecamatan dibagi atas Kelurahan
dan/atau Desa. Dalam Pasal 4 Undang-Undang No. 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan
Daerah berbunyi, (1) Daerah provinsi selain berstatus sebagai Daerah jugamerupakan
Wilayah Administratif yang menjadi wilayahkerja bagi gubernur sebagai wakil Pemerintah
Pusat danwilayah kerja bagi gubernur dalam menyelenggarakanurusan pemerintahan umum
di wilayah Daerah provinsi; (2) Daerah kabupaten/kota selain berstatus sebagai Daerahjuga
merupakan Wilayah Administratif yang menjadiwilayah kerja bagi bupati/wali kota
dalammenyelenggarakan urusan pemerintahan umum di wilayahDaerah kabupaten/kota.

Kebijakan Desentralisasi dan Otonomi Daerah dalam UU No.23/2014


memberikankesempatan bagi Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota untuk menjalin
kerjasama.Pemerintah Daerah dengan demikian harus dapat meningkatkan kualitas
penyelenggaraan pelayanan publik dasar serta meningkatkan kemandirian daerah dalam
melaksanakan pembangunan.Saat ini konsep desentralisasi dan Otonomi Daerah hanya
terfokus pada usaha menata dan mempercepat pembangunan di wilayahnya masing-
masing.Hal ini ternyata belum cukup efisien dalam meningkatkan pelayanan kepada
masyarakat, karena tidak dapat dipungkiri bahwa maju mundurnya satu daerah juga
bergantung pada daerah-daerah lain, khususnya daerah yang berdekatan.

2. Rumusan Masalah

1) Apa hakikat otonomi daerah?


2) Bagaimana pembentukan daerah otonom?
3) Bagaimana pembagian daerah?
4) Bagaimana pembagian urusan pemerintahan pada daerah otonom?
5) Apa hak dan kewajiban daerah otonom?
6) Bagaimana Pelaksanaan otonomi daerah di indonesia?

2
BAB II

PEMBAHASAN

1. Hakikat Otonomi Daerah

Otonomi daerah dalam arti sempit adalah mandiri. Sedangkan dalam arti luas
diartikan sebagai berdaya. Dengan demikian, otonomi daerah berarti kemandirian suatu
daerah dalam kaitan pembuatan pengambilan keputusan mengenai kepentingan daerahnya
sendiri. Otonomi daerah merupakan rangkaian upaya program pembangunan daerah dalam
tercapainya tujuan pembangunan nasional. Untuk itu, keberhasilan peningkatan otonomi
daerah tidak terlepas dari kemampuan aparat pemerintah pusat dan sumber daya manusia
(SDM) dalam tugasnya sebagai perumus kebijakan nasional.

Otonomi daerah dapat diartikan juga sebagai kewajiban yang diberikan kepada daerah
otonom untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan dan kepentingan
masyarkat setempat menurut aspirasi masyarakat untuk meningkatkan daya guna dan hasil
guna penyelenggaraan pemerintahan dalam rangka pelayanan terhadap masyarkat dan
pelaksanaan pembangunan sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

Desentralisasi dalam kerangka system penyelenggaraan pemerintah sering digunakan


secara campur baur. Desentralisas sebagai mana di definisikan perserikatan bangsa-bangsa
(PBB) : desentralisasi terkait dengan masalah pelimpahan wewenang dari pemerintahan pusat
yang berada di ibu kota Negara baik secara dekonsentrasi, misalnya pendelegrasian kepada
pemerintah atau perwakilan daerah.1

Di dalam ketentuan Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945 Pasal 1


ayat (1), menyatakan bahwa “Negara Indonesia adalah negara kesatuan yang berbentuk
republik”. Istilah negara kesatuan (bersusun tunggal), adalah bahwa susunan negaranya hanya
terdiri dari satu negara. Dengan kata lain Indonesia tidak mengenal konsep negara bagian di
dalam penyelenggaraan pemerintahan negaranya. Dengan demikian dalam “negara kesatuan”
hanya ada satu pemerintah, yaitu pemerintahan pusat yang mempunyai kekuasaan serta
wewenang tertinggi dalam bidang pemerintahan negara, menetapkan kebijaksanaan

1
Fajri,Muhammad,dkk. 2012. Otonomi Daerah. Jurusan Ilmu Pemerintahan Fakultas Ilmu Sosial Dan Politik
Universitas Islam Riau
3
pemerintahan dan melaksanakan pemerintahan negara baik di pusat maupun di daerah-
daerah. Walaupun konsep negara Indonesia sebagai negara kesatuan jika dilihat dari luas
wilayah kurang cocok. Namun, dengan pemberian otonomi inilah kita semua dapat
meringankan tugas-tugas pemerintahan pusat.Sebab, jika menelaah sejarah sentralisasi yang
pernah dipraktikan di Indonesia sendiri kurang cocok.

Indonesia adalah negara kesatuan yang berbentuk republik. Kekuasaan negara


kesatuan terletak pada pemerintah pusat dan tidak pada pemerintah daerah, walaupun dalam
implementasinya, negara kesatuan bisa berbentuk sentralisasi, yang segala kebijaksanaan
dilakukan secara terpusat ataupun berbentuk desentralisasi, yang segala kebijaksanaan dalam
penyelenggaraan negara (pemerintahan) dipencarkan.

Ciri yang melekat pada negara kesatuan, yaitu :


 Adanya supremasi dari parlemen atau lembaga perwakilan rakyat pusat
 Tidak adanya badan-badan bawahan yang mempunyai kedaulatan (the absencee of
subsidiary soveriegn bodies). Kedaulatan yang terdapat dalam negara kesatuan tidak
dapat dibagi-bagi, bentuk pemerintahan desentralisasi dalam negara kesatuan adalah
sebagai usaha mewujudkan pemerintahan demokrasi, di mana pemerintahan daerah
dijalankan secara efektif, guna pemberdayaan kemaslahatan rakyat.

Menurut moh. Kusnardi dan Bintan R. Saragih, yang dimaksud dengan negara
kesatuan adalah: “Disebut negara kesatuan apabila kekuasaan pemerintahan pusat dan
pemerintahan daerah tidak sama dan tidak sederajat. Kekuasaan pemerintahan pusat
merupakan kekuasaan yang menonjol dalam negara dan tidak ada saingannya dari badan
legislatif pusat dalam membentuk undang-undang. Kekuasaan yang di daerah bersifat
derivatif (tidak langsung) dan sering dalam bentuk otonomi yang luas”. Dalam
menyelenggarakan pemerintahannnya dianut 3 (tiga) asas yaitu:

1) Desentralisasi adalah penyerahan wewenang pemerintahan oleh pemerintah kepada


daerah otonom untuk mengatur dan mengurus urusan pemerintahan dalam sistem
negara kesatuan republik indonesia.
2) Dekonsentrasi adalah pelimpahan wewenang pemerintahan oleh pemerintah kepada
gubernur sebagai wakil pemerintah dan/atau kepada instansi vertikal di wilayah
tertentu.

4
3) Tugas pembantuan adalah penugasan dari pemerintah kepada daerah dan/atau desa
dari pemerintah provinsi kepada kabupaten/kota dan/atau desa serta dari pemerintah
kabupaten/kota kepada desa untuk melaksanakan tugas tertentu.2

Ada beberapa alasan ideal mengapa asas desentralisasi diterapkan bagi


penyelenggaraan pemerintahan daerah, sebagaimana yang diungkapkan oleh the liang gie,
diantaranya:

- Dilihat dari sudut politik sebagai permainan kekuasaan, desentralisasi dimaksudkan


untuk mencegah penumpukan kekuasaan pada satu pihak saja yang pada akhirnya
dapat menimbulkan tirani. Dalam bidang politik, penyelenggaraan desentralisasi
dianggap sebagai tindakan pendemokrasian, untuk menarik rakyat ikut serta dalam
pemerintahan dan melatih diri dalam mempergunakan hak-hak demokrasi.
- Dari sudut teknik organisatoris pemerintahan, alasan mengadakan pemerintahan
daerah (desentralisasi) adalah semata-mata untuk mencapai suatu pemerintahan yang
efisien. Apa yang dianggap lebih utama untuk diurus oleh pemerintah setempat,
pengurusannya diserahkan kepada daerah.
- Dari sudut kultur, desentralisasi perlu diadakan supaya adanya perhatian dapat
sepenuhnya ditumpukan kepada kekhususan sesuatu daerah, seperti geografi, keadaan
penduduk, kegiatan ekonomi watak kebudayaan atau latar belakang sejarahnya.
- Dari sudut kepentingan pembangunan ekonomi, desentralisasi diperlukan karena
pemerintah daerah dapat lebih banyak dan secara langsung membantu pembangunan
tersebut.

2. Pembentukan Daerah Otonom

Pembentukan daerah dapat berupa penggabungan beberapa daerah atau bagian daerah
yang bersandingan atau pemekaran dari satu daerah menjadi dua daerah atau lebih.
Pembentukan daerah sebagaimana dimaksud berdasarkan pasal 31 ayat (3) UU Nomor 23
Tahun 2014 meliputi :

1) Pemekaran daerah

2
Riwu Kaho, Josef, 1988, Prospek Otonomi Daerah di Indonesia,Jakarta, PT. Raja Grafindo Persada.
5
UU No. 23 Tahun 2014 menentukan bahwa dalam pelaksanaan desentralisasi
dilakukan penataan daerah. Pasal 31 Ayat (3) UU No. 23 Tahun 2014 menentukan bahwa
penataan daerah terdiri atas pembentukan daerah dan penyesuaian daerah. Adapun tujuan
dilakukanya penataan daerah adalah mewujudkan efektifitas penyelenggaraan pemerintahan
daerah, mempercepat peningkatan kesejahteraan masyarakat, mempercepat peningkatan
pelayanan publik, meningkatkan kualitas tata kelolah pemerintahan, meningkatkan daya
saing daerah dan daya saing nasional, dan memelihara keunikan adat istiadat, tradisi, dan
budaya daerah.3

Pasal 32 UU No. 23 Tahun 2014 menentukan bahwa pembentukan daerah berupa


pemekaran daerah dan penggabungan daerah. Berdasarkan ketentuan pasal tersebut, maka
dapat diketahui bahwa pembentukan daerah dapat dilakukan dengan pembentukan daerah
melalui pemekaran daerah, dan pembentukan daerah melalui penggabungan daerah.

Berkaitan dengan pemekaran daerah, Pasal 33 Ayat (1) UU No. 23 Tahun 2014
menentukan bahwa pemekaran daerah berupa pemecahan daerah provinsi atau daerah
kabupaten/kota untuk menjadi 2 (dua) daerah atau lebih daerah baru atau penggabungan
bagian daerah dari daerah yang bersanding dalam 1(satu) daerah provinsi menjadi satu
daerah. Adapun untuk memekarkan satu daerah provinsi maupun.kabupaten/kota UU No. 23
Tahun 2014 menentukan bahwa daerah yang akan dimekarkan harus melalui tahapan daerah
persiapan selama 3 (tiga) tahun, dengan tujuan agar nantinya daerah baru yang akan
dimekarkan ketika menjadi satu daerah baru benar-benar siap dalam mengurus dan mengatur
kepentingan daerahnya dan tidak membebani daerah induknya.

Secara umum, pembentukan daerah persiapan sebagaimana yang dimaksud dalam


Pasal 33 Ayat (1) UU No. 23 tahun 2014, harus memenuhi 2 (dua) persyaratan, yaitu
persyaratan pertama, persayaratan dasar yang dimana persyaratan dasar terbagi atas
persayaratan dasar kewilayahan yang meliputi luas wilayah minimal, jumlah penduduk
minimal, batas wilayah, cakupan wilayah, batas usia minimal daerah provinsi, daerah
kabupaten/kota, dan kecamatan.4

Persayaratan dasar kedua yang harus dipenuhi adalah persyaratan kapasitas daerah
yang meliputi:
3
Untuk lebih jelasnya lihat Pasal 31 Ayat (1) sampai dengan Ayat (4) Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014
Tentang Pemerintahan Daerah.
4
Untuk lebih jelasnya lihat Pasal 35 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 Tentang Pemerintahan Daerah
6
- Geografi,
- Demografi,
- Keamanan,
- Sosial politik, adat istiadat, dan tradisi,
- Potensi ekonomi,
- Keuangan daerah,
- Kemampuan penyelenggaran pemerintahan.5

Persyaratan kedua yang harus dipenuhi untuk pembentukan daerah persiapan adalah
persyaratan administratif, yang dimana dalam persyaratan administratif terbagi lagi atas
persyaratan administratif untuk pembentukan daerah persiapan provinsi dan pembentukan
daerah persiapan kabupaten/kota. Adapun persyaratan administratif untuk pembentukan
daerah persiapan provinsi adalah sebagai berikut:

- Persetujuan bersama DPRD kabupaten/kota yang akan menjadi cakupan wilayah


daerah persiapan,
- Persetujuan bersama DPRD provinsi induk dan gubernur daerah provinsi induk.6

Sedangkan persyaratan administratif untuk pembentukan daerah persiapan kabupaten/kota


meliputi:

- Keputusan musyawarah desa yang akan menjadi cakupan wilayah daerah


kabupaten/kota,
- Persetujuan bersama DPRD kabupaten/kota induk dengan bupati/walikota daerah
induk,
- Persetujuan bersama DPRD provinsi dengan gubernur dari daerah provinsi yang akan
mencakupi daerah persiapan kabupaten/kota yang akan dibentuk.7

Berkaitan dengan prosedur pemekaran daerah persiapan satu daerah sebagaimana


dimaksud dalam pasal 33 Ayat (2), daerah persiapan diusulkan oleh gubernur kepada
pemerintah pusat, DPR RI, dan DPRD RI dengan melampirkan persyaratan dasar
kewilayahan dan persyaratan administratif yang telah dipenuhi sebagai syarat pembentukan
daerah persiapan provinsi maupun kabupaten/kota. Berdasarkan usulan tersebut, pemerintah

5
Untuk lebih jelasnya lihat Pasal 36 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 Tentang Pemerintahan Daerah.

6
Pasal 37 huruf a Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 Tentang Pemerintahan Daerah.

7
Ibid., huruf b Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 Tentang Pemerintahan daerah.
7
pusat melakukan penilaian terhadap pemenuhan syarat-syarat yang telah disebutkan
sebelumnya, hasil penilaian tersebut disampaikan oleh pemerintah pusat kepada DPR RI
untuk mendapat persetujuan. Dalam hal DPR RI menyetujui usulan pembentukan daerah
persiapan tersebut pemerintah pusat membentuk Tim Kajian Independen untuk melakukan
kajian terhadap persyaratan dasar kapasitas daerah. selanjutnya hasil kajian Tim Independen
disampaikan kepada pemerintah pusat. Selanjutnya oleh pemerintah pusat dikonsultasikan
kepada DPR RI. Berdasarkan hasil konsultasi tersebut dijadikan dasar pertimbangan oleh
pemerintah pusat dalam menentapkan kelayakan pembentukan satu daerah persiapan, dan
perlu diketahui bahwa untuk menetapkan satu daerah persiapan, ditetapkan dengan Peraturan
Pemerintah.8

Berkaitan dengan ditetapkan satu daerah persiapan dengan peraturan pemerintah,


maka selama daerah persiapan menjalani tahapan daerah persiapan, UU No.23 Tahun 2014
menentukan bahwa pemerintah pusat wajib melakukan pengawasan, pembinaan, dan
mengevaluasi daerah persiapan tersebut dan menyampaikan hasil pengawasan, pembinaan
dan hasil evaluasi tersebut kepada DPR RI. Berkaitan dengan lembaga negara di atas, UU
No. 23 Tahun 2014 juga menentukan wajib melakukan pengawasan pada daerah persiapan
yang telah terbentuk.9

Berdasarkan penjelasan sebelumnya, diketahui bahwa jangka waktu yang harus dilalui
oleh satu daerah persiapan untuk dibentuk menjadi satu daerah baru adalah 3 (tiga) tahun dan
paling lama 5 (lima) tahun, oleh karena itu UU No. 23 Tahun 2014 menentukan bahwa
setelah satu daerah persiapan melalui jangka waktu yang ditentukan, maka pemerintah pusat
wajib melakukan evaluasi akhir dalam hal ini untuk menentukan apakah daerah persiapan
tersebut layak atau tidak untu dijadikan satu daerah baru. Apabila daerah persiapan tersebut
dinyatakan layak, maka pembentukan daerah tersebut ditetapkan dengan undang-undang
pembentukan daerah. Dan apabila daerah tersebut tidak layak, maka statusnya sebagai daerah
persiapan dicabut dengan peraturan pemerintah dan dikembalikan ke daerah induknya.

2) Penggabungan daerah

Banyak yang memahami bahwa Otonomi daerah saat ini adalah membentuk daerah
kabupaten/kota dan provinsi baru dengan cara membagi wilayah daerah yang sudah ada,

8
Untuk lebih jelasnya lihat Pasal 38 Ayat (1) sampai dengan Ayat (7) dan Pasal 39 Ayat (1) Undang-Undang
Nomor 23 Tahun 2014 Tentang Pemerintahan daerah.
9
Untuk lebih jelasnya lihat Pasal 42 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 Tentang Pemerintahan Daerah.
8
namun pembentukan suatu daerah dapat pula dilakukan dengan cara penggabungan antara
satu daerah dengan daerah lain. Maka dalam presentasi ini akan dijelakan mekanisme
penggabungan daerah yang mengacu pada UU No 23 Tahun 2014.

Penggabungan daerah dilakkan berdasarkan :

- Kesepakatan daerah yang bersangkutan


- Hasil evaluasi pemerintah pusat

Jenis Penggabungan Daerah , antara lain:

- Penggabungan 2 daerah kab/kota atau lebih yang bersanding dalam suatu daerah
provinsi menjadi daerah kab/kota baru. Penggabungan Daerah kabupaten/kota yang
dilakukan berdasarkan kesepakatan Daerah yang bersangkutan, diusulkan oleh
gubernur kepada Pemerintah Pusat, DPR RI, atau DPD RI setelah memenuhi
persyaratan administratif.
- Penggabungan 2 daerah provinsi atau lebih yang menjadi daerah provinsi baru.
Penggabungan Daerah provinsi yang dilakukan berdasarkan kesepakatan Daerah yang
bersangkutan diusulkan secara bersama oleh gubernur yang Daerahnya akan
digabungkan kepada Pemerintah Pusat, DPR RI, atau DPD RI setelah memenuhi
persyaratan administratif.
- Penggabungan Daerah berdasarkan hasil evaluasi Pemerintah Pusat dilakukan dalam
hal Daerah atau beberapa Daerah tidak mampu menyelenggarakan Otonomi Daerah.

3. Pembagian Daerah

Berdasarkan UUD 1945 Pasal 25, Negara Kesatuan Republik Indonesia adalah sebuah
negara kepulauan yang berciri Nusantara dengan wilayah dan batas-batas dan hak-haknya
ditetapkan dengan undang-undang. Undang Undang yang berlaku yaitu UU no. 43 no. 2008
tentang Wilayah Negara yang mengatur tentang kedaulatan, kewilayahan, dan manajemen
peratasan, termasuk juga didalamnya yaitu wewenang Pemerintah Daerah.

Pembagian wilayah Negara berdasarkan UU No 23 Tahun 2014 Daerah


kabupaten/kota dibagi atas Kecamatan dan Kecamatan dibagi atas kelurahan dan/atau Desa.

9
1) Provinsi

Menurut Undang-Undang Dasar Republik Indonesia 1945 amendemen kedua, pada


Bab VI tentang Pemerintahan Daerah Pasal 18 Ayat 1, dinyatakan bahwa, "Negara Kesatuan
Republik Indonesia dibagi atas daerah-daerah provinsi, dan daerah provinsi itu dibagi atas
kabupaten dan kota, yang tiap-tiap provinsi, kabupaten, dan kota itu mempunyai
pemerintahan daerah, yang diatur dengan undang-undang." Hal tersebut menyatakan bahwa
provinsi merupakan tingkat pertama dari pembagian wilayah di Indonesia.

Saat ini terdapat 34 provinsi di Indonesia yang masing-masing memiliki pemerintahan


daerah sendiri yang dikepalai oleh seorang Gubernur. Setiap provinsi memiliki lembaga
legislatif yang disebut Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) provinsi. Gubernur dan
anggota DPRD dipilih melalui suatu pemilihan umum untuk masa jabatan lima tahun. Setiap
provinsi terdiri dari kabupaten atau kota, namun hingga Januari 2011, Provinsi Sulawesi
Barat merupakan provinsi yang belum memiliki kota otonom.

Hingga saat ini setidaknya ada lima provinsi memiliki status khusus dan/atau istimewa:

- Aceh melalui Undang Undang no. 11 tahun 2006 tentang Pemerintahan Aceh
- Daerah Khusus Ibukota Jakarta melalui Undang Undang no. 29 tahun 2007 tentang
Pemerintahan Daerah Khusus Ibu kota Jakarta sebagai Ibu kota Negara Kesatuan
Republik Indonesia
- Papua melalui Undang Undang no. 21 tahun 2001 tentang Otonomi Khusus Papua
- Papua Barat melalui Undang Undang no. 21 tahun 2001 tentang Otonomi Khusus
Papua yang sudah diubah melalui Perppu no. 1 tahun 2008

- Daerah Istimewa Yogyakarta melalui Undang Undang no. 13 tahun 2012 tentang
Keistimewaan Daerah Istimewa Yogyakarta

2) Kabupaten/kota

Kabupaten dan kota memiliki tingkat yang setara serta memiliki pemerintah daerah
dan lembaga legislatif sendiri. Setiap kabupaten/kota terdiri dari beberapa kecamatan/distrik,
dan secara ukuran kabupaten lebih luas daripada kota. Kabupaten dipimpin oleh seorang
bupati dengan DPRD kabupaten, sedangkan kota dipimpin oleh seorang wali kota dengan
DPRD kota. Baik bupati maupun wali kota dipilih melalui proses pemilihan umum.

10
Suatu pengecualian, Jakarta dibagi ke dalam 1 kabupaten administrasi dan 5 kota
administrasi yang kesemuanya itu tidak otonom. Kabupaten administrasi dan kota
administrasi tidak memiliki DPRD kabupaten/kota. Bupati/wali kotanya pun tidak dipilih
langsung oleh rakyat melalui pemilihan umum, melainkan ditunjuk oleh Gubernur Jakarta.

3) Kecamatan

Secara nasional, kecamatan adalah wilayah administratif yang merupakan


kepanjangan tangan dari pemerintah kabupaten atau kota. Sejak diberlakukannya Undang-
Undang Nomor 21 Tahun 2001 tentang Otonomi Khusus bagi Provinsi Papua, maka khusus
untuk wilayah Provinsi Papua (dan oleh karenanya juga untuk Provinsi Papua Barat), istilah
kecamatan diganti dengan distrik10. Kecamatan dipimpin oleh seorang camat, sedangkan
distrik dipimpin oleh seorang kepala distrik, masing-masing merupakan pegawai negeri sipil
serta bertanggung jawab kepada bupati atau wali kota yang melingkupi batas-batas
wilayahnya.

Setiap kecamatan terdiri dari beberapa kelurahan/desa atau nama lain. Setiap distrik
terdiri dari beberapa kelurahan/kampung.

4) Mukim

Mukim adalah wilayah administratif di bawah kecamatan, tetapi di atas gampong atau
kelurahan. Hanya Provinsi Aceh yang memberlakukan pembagian wilayah yang melibatkan
mukim.11

5) Kelurahan/Desa

Tingkatan di bawah kecamatan adalah kelurahan atau desa. Kelurahan dipimpin oleh
seorang lurah, sedangkan desa dipimpin oleh seorang kepala desa. Hingga ke tingkatan desa
inilah pembagian administratif Indonesia resmi digunakan. Sejak 2014, terjadi perubahan
paradigma Desa yaitu mengatur tentang kemandirian desa, percepatan pembangunan dan
adanya dana desa melalui Undang Undang no. 6 tahun 2014.12

- Menyusun perencanaan dan tata ruang daerah

10
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 21 Tahun 2001.

11
Qanun Provinsi Aceh Nomor 4 Tahun 2003

12
"UU Desa ubah Paradigma Membangun Desa"
11
- Meningkatkan sumber daya produktif di daerah.

- Melestarikan lingkungan hidup

- Melindungi masyarakat, menjaga persatuan dan kerukunan nasional, serta keutuhan NKRI.
- Membentuk dan menerapkan peraturan perundang-undangan sesuai kewenangannya.

- Kewajiban lain yang diatur dalam peraturan perundang-undangan.

4. Pembagian Urusan Pemerintahan Daerah Pada Daerah Otonom

Ketentuan Pasal 1 angka 5 Undang-Undang No. 32 tahun 2004 Tentang Pemerintahan


Daerah, Memberikan Deferensi bahwa Otonomi daerah adalah hak, wewenang, dan
kewajiban daerah otonom untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan dan
kepentingan setempat sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Suatu daerah, disebut
sebagai daerah otonom apabila memiliki atribut sebagai berikut13 :

- mempunyai urusan tertentu yang disebut urusan rumah tangga daerah; urusan rumah
tangga daerah ini merupakan urusan yang diserahkan oleh pemerintah pusat kepada
daerah;
- urusan rumah tangga daerah itu diatur dan diurus/ diselenggarakan atas
inisiatif/prakarsa dan kebijaksanaan daerah itu sendiri;
- untuk mengatur dan mengurus rumah tangga daerah tersebut, maka daerah
memerlukan aparatur sendiri yang terpisah dari aparatur pemerintah pusat, yang
mampu untuk menyelenggarakan urusan rumah tangganya sendiri; dan
- mempunyai sumber keuangan sendiri yang dapat menghasilkan pendapatan yang
cukup bagi daerah, agar dapat membiayai segala kegiatan dalam rangka
penyelenggaraan rumah tangga daerahnya.12

Kewenangan pemerintah merupakan dasar utama baik setiap tindakan dan perbuatan
hukum dari setiap level pemerintahan, dengan adanya dasar kewenangan yang sah maka
setiap tindakan dan perbuatan hukum yang dilakukan oleh setiap level pemerintahan dapat
dikategorikan sebagai tindakan dan perbuatan hukum yang sah dan apabila tanpa ada dasar
kewenangan, maka setiap tindakan dan perbuatan hukum yang dilakukan oleh setiap level

13
Josep Riwu Kaho, Prospek Otonomi Daerah di Negara Republik Indonesia (Identifikasi beberapa faktor
yang mempengaruhi penyelenggaraannya), (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2004), hlm. 80.

12
pemerintah dapat dikategorikan sebagai tindakan dan perbuatan yang bertentangan dengan
hukum dan dapat juga dikatakan sebagai pelanggaran terhadap asas-asas umum pemerintahan
yang baik.

Sesuai dengan amanat Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan


Daerah, pemerintahan daerah menyelenggarakan urusan pemerintahan yang menjadi
kewenangannya, kecuali urusan pemerintahan yang menjadi urusan Pemerintah. Dalam
menyelenggarakan urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan daerah tersebut,
pemerintahan daerah menjalankan otonomi seluas-luasnya untuk mengatur dan mengurus
sendiri urusan pemerintahan berdasarkan asas otonomi dan tugas pembantuan.
Penyelenggaraan desentralisasi mensyaratkan pembagian urusan pemerintahan antara
Pemerintah dengan Pemerintahan Daerah. Urusan pemerintahan terdiri dari urusan
pemerintahan yang sepenuhnya menjadi kewenangan Pemerintah dan urusan pemerintahan
yang dikelola secara bersama antar tingkatan dan susunan pemerintahan atau konkuren.
Urusan pemerintahan yang sepenuhnya menjadi kewenangan pemerintah adalah urusan
dalam bidang politik luar negeri, pertahanan, keamanan, moneter dan fiskal nasional, yustisi,
dan agama.14

Pembagian urusan antara pemerintah, pemerintah provinsi dan pemerintah


kabupaten/kota sebagai upaya untuk memperjelas kewenangan masing-masing pemerintah
dalam menjalankan kewenangannya dan mengurus rumah tangganya sendiri. Secara umum,
berdasarkan pasal 6 Ayat (1 dan 2) Peraturan Pemerintah No. 38 Tahun 2007 tentang
Pembagian Urusan Pemerintahan antara Pemerintah, Pemerintah Provinsi, Pemerintah
Kabupaten/Kota, pemerintah yang menjadi kewenangan pemerintah daerah teridiri dari
urusan wajib dan urusan pilihan. Urusan wajib terdiri dari :

- pendidikan;
- kesehatan;
- lingkungan hidup;
- pekerjaan umum;
- penataan ruang;
- perencanaan pembangunan;
14
. Lihat Penjelasan PP No. 38 Tahun 2007 Tentang Pembagian Urusan Pemerintahan antara Pemerintah,
Pemerintah Provinsi, Pemerintah Kabupaten/Kota.

13
- perumahan;
- kepemudaan dan olahraga;
- penanaman modal;
- koperasi dan usaha kecil dan menengah;
- kependudukan dan catatan sipil;
- ketenagakerjaan;
- ketahanan pangan;
- pemberdayaan perempuan dan perlindungan anak;
- keluarga berencana dan keluarga sejahtera;
- perhubungan;
- komunikasi dan informatika;
- pertanahan;
- kesatuan bangsa dan politik dalam negeri;
- otonomi daerah, pemerintahan umum, administrasi keuangan daerah, perangkat daerah,
kepegawaian, dan persandian;
- pemberdayaan masyarakat dan desa14
- sosial;
- kebudayaan;
- statistik;
- kearsipan; dan perpustakaan.

Sedangkan urusan pilihan adalah urusan pemerintahan yang secara nyata ada dan
berpotensi untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat sesuai dengan kondisi, kekhasan,
dan potensi unggulan daerah yang bersangkutan15. Pembagian urusan dalam kewenangan
antara pemerintah dan pemerintah daerah pada tingkat Provinsi, Kabupaten, dan Kota
merupakan batasan dalam pelaksanaan otonomi daerah yang riil dan nyata, sehingga tidak
adanya pengambilan urusan yang bukan dari kewenangannya dan tidak mengakibatkan

15
Pembagian urusan wajib dan urusan pilihan yang terdapat dalam ketentuan PP No. 38 Tahun 2007, secara
konkret membagi urusan kewenangan pemerintah, pemerintah daerah provinsi, kabupaten/kota, sehingga
dalam kebijakan yang diambil oleh masing-masing tingkatan pemerintah tidak adanya konflik vertikal da
horizontal.

14
konflik vertikal antara lembaga-lembaga yang ada, karena ada batasan-batasan urusan yang
menjadi kewenangan.

5. Hakikat dan Kewajiban Daerah Otonom

1) Hakikat Daerah Otonom

- Mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahannya;


- Memilih pemimpin daerah;
- Mengelola kekayaan daerah;
- Mengelola aparatur daerah;
- Memungut pajak di daerah dan retribusi daerah;
- Memperoleh bagi hasil dari pengelolaan SDA dan sumber daya lain yang ada di
daerahnya;
- Memperoleh sumber-sumber pendapatan lain yang sah;
- Memperoleh hak lain yang diatur dalam peraturan perundang-undangan.

2) Kewajiban Daerah Otonom

- Menaikkan kualitas kehidupan masyarakat


- Menumbuhkan kehidupan demokrasi
- Mewujudkan keadilan dan pemerataan
- Mengelola administrasi kependudukan
- Melestarikan nilai sosial budaya
- Menaikkan fasilitas dasar pendidikan
- Menaikkan pelayanan kesehatan
- Menyediakan fasilitas sosial dan umum yang layak
- Menumbuhkan sistem jaminan sosial
- Menyusun perencanaan dan tata ruang daerah
- Meningkatkan sumber daya produktif di daerah.
- Melestarikan lingkungan hidup
- Melindungi masyarakat, menjaga persatuan dan kerukunan nasional, serta keutuhan
NKRI.
- Membentuk dan menerapkan peraturan perundang-undangan sesuai kewenangannya.
- Kewajiban lain yang diatur dalam peraturan perundang-undangan.
15
6. Pelaksanaan Otonomi Daerah di Indonesia

Pelaksanaan otonomi daerah yang dicanangkan sejak Januari 2001 telah membawa
perubahan politik di tingkat lokal (daerah). Salah satunya adalah menguatnya peran Dewan
Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD). Jika di masa sebelumnya DPRD hanya sebagai stempel
karet dan kedudukannya di bawah legislatif, setelah otonomi daerah, peran legislatif menjadi
lebih besar, bahkan dapat memberhentikan kepala daerah.

Pemberlakuan otonomi daerah beserta akibatnya memang amat perlu dicermati. Tidak
saja memindahkan potensi korupsi dari Jakarta ke daerah, otonomi daerah juga memunculkan
raja-raja kecil yang mempersubur korupsi, kolusi, dan nepotisme. Di samping itu, dengan
adanya otonomi daerah, arogansi DPRD semakin tidak terkendali karena mereka merupakan
representasi elite lokal yang berpengaruh. Karena perannya itu, di tengah suasana demokrasi
yang belum Indonesia terbangun di tingkat lokal, DPRD akan menjadi kekuatan politik baru
yang sangat rentan terhadap korupsi. Sebagaimana diamanatkan UU Nomor 32 Tahun 2004,
publik seharusnya dilibatkan dalam pembuatan kebijakan. Namun, di beberapa daerah yang
sudah mengadopsi sistem otonomi daerah, kenyataan yang terjadi masih jauh dari harapan.
Pengambilan keputusan belum melibatkan publik dan masih berada di lingkaran elite lokal
provinsi dan kabupaten/kota. Belum terlibatnya publik dalam pembuatan kebijakan itu
tercermin dari pembuatan peraturan daerah (perda).

Sebagai contoh dari kenyataan tersebut, sejak pelaksanaan otonomi daerah,


Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Deli Serdang, Sumatera Utara, telah membuat 43 perda.
Dari 43 perda itu, sebagian berkaitan dengan peningkatan pendapatan daerah, yaitu perda
tentang retribusi dan pajak. Pembuatan perda semuanya berasal dari eksekutif, kemudian
dibawa untuk dibahas di DPRD. Biasanya, DPRD tinggal mengesahkannya saja. Setelah
dilakukan pengesahan, perda-perda itu baru disosialisasikan ke publik. Meskipun Pemkab
Deli Serdang cukup produktif dalam mengeluarkan peraturan, tidak demikian dengan
pelayanan publik yang mereka berikan.

Walaupun pelaksanaan otonomi daerah lebih memikirkan peningkatan pendapatan


daerah, seperti yang ditunjukkan dari ringkasan penelitian tentang desentralisasi di 13
kabupaten/kota di Indonesia, implementasi otonomi daerah selain telah mendekatkan
pemerintah setempat dengan masyarakat, juga mendorong bangkitnya partisipasi warga.
Otonomi daerah, di lain pihak, memperkenalkan kecenderungan baru,yaitu banyaknya
16
lembaga sosial masyarakat baru yang bertujuan untuk mengatasi konflik, perbedaan etnis,
dan masalah sosial-ekonomi dengan bantuan minimal dari pemerintah lokal. Pemerintah lokal
juga mencoba mengadopsikan peran aktif mengasimilasi kepentingan golongan minoritas.
Untuk mengatasi masalah asimilasi, pada awal 1970-an, Presiden Soeharto membentuk
Badan Kesatuan Bangsa dan Pembaruan Masyarakat (BKBPM), dan setelah reformasi,
mengubah namanya menjadi Badan Kesatuan Bangsa (BKB). Badan ini memberikan dana
kepada lembaga swadaya masyarakat (LSM) yang bertujuan untuk menjalankan program
asimilasi dan membangkitkan sensitif suku, agama, ras, dan antargolongan (SARA) dan
saling pengertian antarkelompok minoritas. Program BKB juga menggunakan LSM dan
aparat pemerintah dalam membangun program asimilasi kebudayaan dan kelompok etnis
plural16.

BAB III

PENUTUP

1. Kesimpulan

Otonomi daerah dalam arti sempit adalah mandiri. Sedangkan dalam arti luas
diartikan sebagai berdaya. Dengan demikian, otonomi daerah berarti kemandirian suatu
daerah dalam kaitan pembuatan pengambilan keputusan mengenai kepentingan daerahnya
sendiri. Otonomi daerah merupakan rangkaian upaya program pembangunan daerah dalam
tercapainya tujuan pembangunan nasional.

Pembentukan daerah dapat berupa penggabungan beberapa daerah atau bagian daerah
yang bersandingan atau pemekaran dari satu daerah menjadi dua daerah atau lebih.
16
Kendra Clegg, “Dari Nasionalisasi ke Lokalisasi:Otonomi Daerah di Lombok” dalam Desentralisasi
Globalisasi dan Demokrasi Lokal, editor Jamil Gunawan, (Jakarta: LP3ES, 2005), hlm. 193.
17
Pembentukan daerah sebagaimana dimaksud berdasarkan pasal 31 ayat (3) UU Nomor 23
Tahun 2014 meliputi :

- Pemekaran daerah
- Penggabungan daerah .

Berdasarkan UUD 1945 Pasal 25, Negara Kesatuan Republik Indonesia adalah sebuah
negara kepulauan yang berciri Nusantara dengan wilayah dan batas-batas dan hak-haknya
ditetapkan dengan undang-undang. Pembagian wilayah Negara berdasarkan UU NO 23
TAHUN 2014 Daerah kabupaten/kota dibagi atas Kecamatan dan Kecamatan dibagi atas
kelurahan dan/atau Desa

Sesuai dengan amanat Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan


Daerah, pemerintahan daerah menyelenggarakan urusan pemerintahan yang menjadi
kewenangannya, kecuali urusan pemerintahan yang menjadi urusan Pemerintah. Pembagian
urusan antara pemerintah, pemerintah provinsi dan pemerintah kabupaten/kota sebagai upaya
untuk memperjelas kewenangan masing-masing pemerintah dalam menjalankan
kewenangannya dan mengurus rumah tangganya sendiri.

- Hakikat Daerah Otonom

1) Mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahannya; 2) Memilih pemimpin


daerah; 3) Mengelola kekayaan daerah; 4) Mengelola aparatur daerah; 5) Memungut pajak di
daerah dan retribusi daerah; 6) Memperoleh bagi hasil dari pengelolaan SDA dan sumber
daya lain yang ada di daerahnya; 7) Memperoleh sumber-sumber pendapatan lain yang sah;
8) Memperoleh hak lain yang diatur dalam peraturan perundang-undangan.

- Kewajiban Daerah Otonom

1) Menaikkan kualitas kehidupan masyarakat, 2) Menumbuhkan kehidupan


demokrasi, 3) Mewujudkan keadilan dan pemerataan, 4) Mengelola administrasi
kependudukan, 5) Melestarikan nilai sosial budaya, 6) Menaikkan fasilitas dasar pendidikan,
7) Menaikkan pelayanan kesehatan, 8) Menyediakan fasilitas sosial dan umum yang layak, 9)
Menumbuhkan sistem jaminan sosial, 10) Menyusun perencanaan dan tata ruang daerah, 11)
Meningkatkan sumber daya produktif di daerah, 12) Melestarikan lingkungan hidup, 13)

18
Melindungi masyarakat,menjaga persatuan dan kerukunan nasional,serta keutuhan NKRI, 14)
Membentuk dan menerapkan peraturan perundang-undangan sesuai kewenangannya, 15)
Kewajiban lain yang diatur dalam peraturan perundang-undangan.

Pelaksanaan otonomi daerah yang dicanangkan sejak Januari 2001 telah membawa
perubahan politik di tingkat lokal (daerah). Salah satunya adalah menguatnya peran Dewan
Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD). Jika di masa sebelumnya DPRD hanya sebagai stempel
karet dan kedudukannya di bawah legislatif, setelah otonomi daerah, peran legislatif menjadi
lebih besar, bahkan dapat memberhentikan kepala daerah.

2. Saran
Semoga masyarakat dapat memahami tentang otonomi daerah masing-masing agar
tercipta kehidupan masyarakat yang teratur. Untuk pemerintah diharapkan dapat
meningkatkan kinerja dalam otonomi daerah yang diatur sesuai dengan bagiannya masing-
masing.

DAFTAR PUSTAKA

Fajri,Muhammad,dkk. 2012. Otonomi Daerah. Jurusan Ilmu Pemerintahan Fakultas Ilmu


Sosial Dan Politik Universitas Islam Riau

Riwu Kaho, Josef, 1988, Prospek Otonomi Daerah di Indonesia,Jakarta, PT. Raja
Grafindo Persada

Untuk lebih jelasnya lihat Pasal 35 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 Tentang
Pemerintahan Daerah

Untuk lebih jelasnya lihat Pasal 31 Ayat (1) sampai dengan Ayat (4) Undang-Undang
Nomor 23 Tahun 2014 Tentang Pemerintahan Daerah.

Ibid., huruf b Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 Tentang Pemerintahan daerah.

Untuk lebih jelasnya lihat Pasal 36 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 Tentang
Pemerintahan Daerah.

Pasal 37 huruf a Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 Tentang Pemerintahan Daerah.

19
Untuk lebih jelasnya lihat Pasal 38 Ayat (1) sampai dengan Ayat (7) dan Pasal 39 Ayat
(1) Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 Tentang Pemerintahan daerah.

Untuk lebih jelasnya lihat Pasal 42 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 Tentang
Pemerintahan Daerah

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 21 Tahun 2001.

Qanun Provinsi Aceh Nomor 4 Tahun 2003

"UU Desa ubah Paradigma Membangun Desa"

Josep Riwu Kaho, Prospek Otonomi Daerah di Negara Republik Indonesia (Identifikasi
beberapa faktor yang mempengaruhi penyelenggaraannya), (Jakarta: Raja Grafindo Persada,
2004), hlm. 80.

Lihat Penjelasan PP No. 38 Tahun 2007 Tentang Pembagian Urusan Pemerintahan


antara Pemerintah, Pemerintah Provinsi, Pemerintah Kabupaten/Kota.

Pembagian urusan wajib dan urusan pilihan yang terdapat dalam ketentuan PP No. 38
Tahun 2007, secara konkret membagi urusan kewenangan pemerintah, pemerintah daerah
provinsi, kabupaten/kota, sehingga dalam kebijakan yang diambil oleh masing-masing
tingkatan pemerintah tidak adanya konflik vertikal da horizontal.

Kendra Clegg, “Dari Nasionalisasi ke Lokalisasi:Otonomi Daerah di Lombok” dalam


Desentralisasi Globalisasi dan Demokrasi Lokal, editor Jamil Gunawan, (Jakarta: LP3ES,
2005), hlm. 193.

20

Anda mungkin juga menyukai