Anda di halaman 1dari 7

LINGKUNGAN PENGENDAPAN DAN PERINGKAT BATUBARA

BERDASARKAN ANALISIS PETROGRAFI DAN KIMIA,


FORMASI BATU AYAU, CEKUNGAN KUTAI

Deas Marlin1*, Nurdrajat1, Reza Moh. Ganjar1, Nana Suwarna1,2.


1Fakultas Teknik Geologi, Universitas Padjadjaran, Bandung
2
Badan Geologi, Bandung

*Korespondensi: deas15001@mail.unpad.ac.id

ABSTRAK
Daerah penelitian yang termasuk ke dalam Formasi Batu Ayau, Cekungan Kutai, secara administratif
berada di Kabupaten Murung Raya, Provinsi Kalimantan Tengah. Sembilan belas sampel batubara
diambil dari daerah penelitian yang tersebar di Desa Maruwai dan Desa Batu Buah. Sampel tersebut
kemudian dianalisis secara makroskopis untuk mengetahui jenis litotipe dan secara mikroskopis untuk
mendeterminasi kandungan maseral, bahan mineral, dan reflektansi vitrinit. Selain itu, terhadap sampel
tersebut dilakukan pula analisis kimia untuk mengetahui nilai kalori, sulfur total, kadar abu, dan kadar zat
terbang. Hasil dari analisis ini digunakan untuk mengetahui lingkungan pengendapan dan peringkat
batubara. Batubara di daerah penelitian didominasi oleh litotipe Bright (B) dengan ketebalan berkisar
antara 0,4 m hingga 4 m. Secara petrografis, batubara ini tersusun oleh kelompok maseral vitrinit sebesar
90,4 - 99%, inertinit 0 - 3,4%, dan liptinit 0 - 2,8%, serta bahan mineral (1 - 7%). Hasil dari analisis kimia
menunjukkan bahwa batubara daerah penelitian memiliki nilai kalori 4843 – 8574 kal/g, kandungan
sulfur 0,20 – 0,75 %, kadar zat terbang 10,02 – 37,59 %, dan kadar abu 0,55 – 6,33 %. Berdasarkan
diagram GI versus TPI dan diagram GWI versus VI dengan kondisi hidrologi ombrotrophic. Peringkat
batubara di daerah penelitian termasuk ke dalam peringkat sub-bituminous B hingga medium volatile
bituminous.
Kata kunci: batubara; Formasi Batu Ayau; lingkungan pengendapan; peringkat.

ABSTRACT
Research area is included into Batu Ayau Formation, located in Kutai Basin, Murung Raya Regency,
Central Kalimantan Province. Nineteen coal samples were collected from the Batu Ayau Formation in
the research area distributed in Maruwai and Batu Buah Villages. The samples were analyzed by
petrographic and chemical analyses. The results of this analysis were used to determine the depositional
environment and coal rank. Coal in the study area is dominated by Bright (B) lithotype with thicknesses
ranging from 0.4 m to 4 m. Petrographically, this coal is composed of vitrinite (90.4 - 99%), inertinite (0
- 3.4%), liptinite (0 - 2,8%), and mineral matter (1 - 7%). The results of the chemical analysis showed
that the coal studied had a calorific value of 4843 - 8574 cal / g, sulfur content of 0.20 – 0.75%, volatile
matter 10.02 – 37.59%, and ash content of 0.55 – 6.33%. Based on GI versus TPI and GWI versus VI
diagrams, coal of the study area was accumulated in a telmatic zone or more specifically in the wet forest
swamp environment within an ombrotrophic hydrological condition. Coal rank in the study area belongs
to sub-bituminous B until medium volatile bituminous.

Keywords: coal, Batu Ayau Formation, depositional environment, rank

1. PENDAHULUAN tempat dengan tempat lainnya. Proses-


proses geologi yang berlangsung pada saat
Cekungan Kutai merupakan salah satu
pengendapan batubara dapat menghasilkan
cekungan yang di dalamnya terdapat
batubara dengan peringkat dan kualitas
formasi pembawa batubara yang bersifat
yang bervariasi. Kualitas batubara yang
ekonomis. Secara umum, batubara memiliki
dihasilkan di setiap daerah dapat
ciri dan kualitas yang berbeda antara satu
mencirikan lingkungan pengendapan

296
Lingkungan Pengendapan dan Peringkat Batubara Berdasarkan Analisis Petrografi dan Kimia, Formasi Batu Ayau,
Cekungan Kutai
(Deas Marlin)

beserta kondisi saat pengendapan batubara. graben) terbentuk sebagai respon dari
Selain itu, lingkungan pengendapan terjadinya fase ekstensi regional yang
batubara juga dapat mengontrol penyebaran kemudian terisi dengan cepat oleh endapan
lateral, ketebalan, dan komposisi dari syn-rift pada Eosen Tengah-Eosen Akhir.
batubara itu sendiri. Pada Miosen Awal, terjadi tektonik inversi
yang menyebabkan pengangkatan pada
Lokasi pengambilan data lapangan pusat cekungan sehingga cekungan
pada penelitian ini secara administratif mengalami pendangkalan.
terletak di Desa Batu Buah dan Desa
Maruwai, Kecamatan Laung Tuhup,
Kabupaten Murung Raya, Provinsi
Kalimantan Tengah. Sementara itu,
kegiatan analisis laboratorium dilakukan di
kantor Pusat Survey Geologi dan
TEKMIRA Bandung, yang masing-masing
meliputi petrografi organik dan analisis
proksimat.
Gambar 1. Peta Geologi Regional Lembar
2. TINJAUAN PUSTAKA Muaratewe, Kalimantan.
Geolologi Regional
Batubara
Daerah penelitian termasuk ke dalam
Cekungan Kutai bagian hulu. Cekungan ini Batubara merupakan substansi
merupakan salah satu cekungan di heterogen yang terdiri atas material organik
Indonesia yang didominasi oleh endapan dan anorganik. Batubara ini terbentuk
batuan berumur Tersier. Endapan-endapan karena proses pembatubaraan yang
batuan pada cekungan ini memperlihatkan mengubah gambut menjadi batubara. Proses
fase transgresi yang dimulai pada kala pembentukan batubara ini sangat
Eosen hingga Oligosen Akhir dan fase dipengaruhi oleh faktor suhu, tekanan, dan
regresi yang berlangsung dari Miosen Awal waktu.
hingga saat ini (Allen dan Chambers,
1998). Pada proses keterbentukannya,
terdapat 2 jenis tipe pengendapan batubara.
Berdasarkan Peta Geologi Lembar Secara umum, tipe pengendapan batubara
Muaratewe (Supriatna dkk., 2009), urutan terdiri atas autokton dan alokton. Tipe
formasi di daerah penelitian dari tua ke pengendapan autokton merupakan
muda adalah Formasi Tanjung, Batupasir pengendapan yang menyebabkan batubara
Haloq, Formasi Batu Ayau, Formasi Ujoh terbentuk secara insitu akibat gambut yang
Bilang, Formasi Karamuan, Batuan telah mati terendapkan di suatu tempat dan
Gunungapi Malasan, Anggota Batugamping tidak mengalami transportasi kemudian
Penuut, Intrusi Sintang dan Fomasi mengalami proses pembatubaraan di tempat
Warukin. yang sama. Sementara itu, tipe
pengendapan alokton merupakan tipe
Pembentukan struktur geologi di pengendapan dimana gambut yang telah
Cekungan Kutai sangat dipengaruhi oleh mati di suatu tempat mengalami
adanya spreading di sepanjang Selat transportasi dan mengalami proses
Makassar yang menghasilkan sesar-sesar pembatubaraan di tempat lain.
mendatar dengan arah pergerakan baratlaut-
tenggara. Struktur geologi regional yang Material organik penyusun batubara
juga mempengaruhi pembentukan cekungan adalah maseral. Secara umum, kelompok
ini adalah Antiklinorium Samarinda. Pada maseral penyusun batubara terdiri dari 3
Eosen Akhir, sejumlah semi-terban (half kelompok, yaitu kelompok maseral vitrinit,

297
Padjadjaran Geoscience Journal. Vol. 3, No. 4, Agustus 2019: 296 – 302

kelompok maseral liptinit, dan kelompok atau air garam. Lingkungan ini bersifat
maseral inertinit. Kelompok maseral vitrinit eutrofik hingga mesotrofik.
merupakan kelompok yang berasal dari 5. Fen, merupakan rawa yang kaya akan
tumbuhan dengan serat kayu seperti batang,
keberagaman tumbuhan permukaan
dahan, akar, dan serat daun. Sementara
kelompok maseral liptinit merupakan seperti rerumputan, semak, dan
kelompok yang berasal dari tumbuhan kelompok pohon yang menutupi 25%
tingkat rendah seperti ganggang, spora, dan dari permukaan rawa.
bagian terkecil tumbuhan seperti resin. 6. Swamp, merupakan lahan basah atau
Untuk kelompok maseral Inertinit, rawa berhutan dengan vegetasi utama
tumbuhan asal pembentuknya adalah pepohonan.
tumbuhan yang sudah terbakar atau berasal
dari kelompok maseral lain yang telah
Menurut American Society for Testing
mengalami proses oksidasi.
Materials (ASTM), secara umum batubara
dapat digolongkan menjadi memiliki lima
Sementara itu, material anorganik
peringkat, yaitu gambut, lignit, sub-
penyusun batubara adalah mineral matter.
bituminus, bituminus, dan antrasit.
Material anorganik ini berguna untuk
mengetahui kondisi lingkungan pada saat
pengendapan batubara. Menurut Ward
3. METODE
(1984) terdapat 3 jenis tipe mineral matter,
yaitu tipe detrital, tipe singenetik, dan tipe Penelitian ini dilaksanakan terhadap 19
epigenetic. sampel batubara yang didapat dari Desa
Batubuah dan Desa Maruwai. Sampel
Pada saat proses pembentukan gambut batubara tersebut kemudian dianalisis
menjadi batubara, gambut terakumulasi dan secara petrografi untuk mengetahui
terendapkan pada sebuah lingkungan. kandungan maseral, bahan mineral, dan
Kondisi suatu lingkungan pengendapan ini nilai reflektansi vitrinit. Selain itu, sampel
berpengaruh terhadap karakteristik dan batubara juga dianalisis kimia untuk
kualitas batubara yang dihasilkan. Diessel mengetahui kandungan sulfur, kadar abu,
(1982) membagi lingkungan pengendapan kadar zat terbang, dan nilai kalori. Setelah
batubara secara lebih spesifik menjadi: semua analisis dilakukan, hasilnya
digunakan untuk menentukan lingkungan
1. Limnik, merupakan lingkungan rawa air pengendapan dan peringkat batubara daerah
tawar yang tidak mendapat pengaruh penelitian.
langsung dari air laut. Vegetasi yang Penentuan lingkungan pengendapan
menyusun lingkungan ini adalah batubara dilakukan dengan menggunakan
tumbuhan rerumputan. perhitungan nilai indeks gelifikasi (GI),
2. Marsh, merupakan lahan basah yang indeks pengawetan jaringan (TPI), indeks
secara periodik tergenang oleh air tawar muka air tanah (GWI), dan indeks vegetasi
(VI). Nilai-nilai tersebut kemudian diplot
atau air garam. Sebagian besar vegetasi
ke dalam diagram GI versus TPI (Diessel,
yang menyusun lingkungan ini adalah 1982) dan diagram GWI versus VI (Calder,
rerumputan dan semak. 1993). Semantara itu, hasil dari analisis
3. Limno-telmatik, merupakan lingkungan kimia digunakan untuk menentukan
rawa yang selalu tergenang air meski peringkat batubara daerah penelitian.
dalam kondisi pasang surut. Rawa ini Peringkat batubara yang digunakan pada
penelitian kali ini adalah peringkat batubara
biasanya bersifat mesotrofik.
berdasarkan American Society for Testing
4. Telmatik, merupakan lingkungan lahan Material (ASTM).
basah yang terus digenangi air tawar

298
Lingkungan Pengendapan dan Peringkat Batubara Berdasarkan Analisis Petrografi dan Kimia, Formasi Batu Ayau,
Cekungan Kutai
(Deas Marlin)

Diagram GI versus TPI Jasper (2010)). Nilai ini berguna untuk


mengetahui rezim hidrologi saat
Diagram GI versus TPI merupakan
pembentukan batubara berlangsung.
diagram yang digunakan untuk menentukan
Sementara itu nilai VI merupakan nilai
lingkungan pengendapan batubara.
yang didapatkan berdasarkan rasio antara
Diagram ini menggunakan nilai GI dan TPI
maseral yang berasal dari tumbuhan kaya
yang didapat dari hasil perhitungan
lignin terhadap tumbuhan yang miskin
kandungan maseral batubara. Perhitungan
lignin. Nilai ini berguna untuk mengetahui
tersebut menggunakan formula sebagai
jenis vegetasi pembentuk batubara.
berikut:
(Vitrinit+Kutinit+Sporinit+Makrinit) 4. HASIL DAN PEMBAHASAN
GI=
(Semifusinit+Fusinit+Inertodetrinit+Funginit) 4.1 Karakteristik dan Litotipe Batubara
(Telokolinit+Semifusinit+Fusinit+
Sporinit+Kutinit+Resinit+Suberinit)
Secara geologi, daerah penelitian
TPI= termasuk ke dalam Formasi Batu Ayau.
(Detrovitrnit+Desmokolinit+Korpokolinit
+Inertodetrinit+Liptodetrinit+Makrinit) Formasi ini terdiri atas batupasir,
batulumpur, batulanau, umumnya
Nilai GI merupakan nilai yang didapat karbonan, sisipan batubara, dan lignit
berdasarkan perbandingan antara maseral dengan umur Eosen Akhir (Supriatna dkk.,
yang terbentuk karena proses gelifikasi 1995). Lapisan batubara di daerah
terhadap maseral yang terbentuk karena penelitian memiliki ketebalan berkisar
proses oksidasi. Nilai ini berguna untuk antara 0,4 – 4 m (Sihombing, 2005). Pada
mengetahui kondisi muka air pada saat singkapan batubara, batuan sedimen klastik
pengendapan batubara. Sementara itu, nilai halus hadir sebagai roof dan floor. Di
TPI merupakan nilai yang didapat dari hasil beberapa singkapan, ditemukan pula
perbandingan antara maseral yang struktur parting tuf dalam lapisan batubara yang
selnya terawetkan dengan maseral yang mengindikasikan bahwa terjadi aktivitas
struktur selnya tidak terawetkan. vulkanik saat proses pengendapan batubara.
Diagram GWI versus VI Pada daerah penelitian terdapat pula
singkapan batubara pada zona sesar yang
Diagram GWI versus VI merupakan mengindikasikan bahwa daerah penelitian
diagram yang berguna untuk menentukan sudah dipengaruhi oleh proses tektonik.
lingkungan pengendapan batubara.
Diagram ini menggunakan nilai GWI dan Dalam suatu singkapan batubara,
VI yang didapat dari hasil perhitungan muncul pita-pita tipis dengan ketebalan 3 –
kandungan maseral dan bahan mineral 10 mm yang disebut dengan litotipe.
batubara. Perhitungan nilai tersebut Batubara di daerah penelitian secara
menggunakan formula sebagai berikut: megaskopis didominasi oleh litotipe Bright
Coal (B). Dominasi litotipe jenis ini
(Detrovitrinit+Korpokolinit+Mineral)
GWI= memperlihatkan umumnya batubara daerah
(Telokolinit)
penelitian secara megaskopis hanya
(Telokolinit+Semifusinit+Fusinit+ mengandung sekitar 10% dull bands
Resinit+Suberinit) dengan ukuran kurang dari 5 mm.
VI=
(Detrovitrnit+Korpokolinit+Inertodetrinit+
Liptodetrinit+Alginit+Sporinit+Kutinit)
4.2 Analisis Petrografi Batubara
Berdasarkan hasil analisis petrografi,
Nilai GWI merupakan nilai yang batubara di daerah penelitian tersusun oleh
didapatkan dari rasio antara maseral- kelompok maseral vitrinit (90,4 - 99%),
maseral yang tergelifikasi kuat terhadap liptinit (0 - 2,8%), dan inertinit (0 - 3,4%)
maseral-maseral yang tergelifikasi lemah serta bahan mineral (1 - 7%) (Tabel 1).
(Georgakopuolus dan Valveca (2000) serta

299
Padjadjaran Geoscience Journal. Vol. 3, No. 4, Agustus 2019: 296 – 302

Tabel 1 Hasil analisis petrografi batubara daerah penelitian

4.3 Lingkungan Pengendapan Batubara


Diagram GI versus TPI
Berdasarkan perhitungan nilai TPI dan
GI pada 19 sampel batubara, batubara
daerah penelitian memiliki nilai TPI
berkisar antara 1,54 – 14,00. Sementara
untuk nilai GI berkisar antara 15,83 –
232,00. Nilai tersebut termasuk ke dalam
nilai GI tinggi (>1%) dan nilai TPI tinggi
(>1%). Tingginya nilai TPI ini diakibatkan
oleh kehadiran maseral telokolinit (virinit
berstruktur) yang mendominasi. Nilai TPI Gambar 2. Diagram GI versus TPI yang
dan GI ini menunjukkan bahwa berdasarkan menunjukkan lingkungan pengendapan batubara
diagram GI versus TPI, batubara daerah daerah penelitian.
penelitian terendapkan pada lingkungan
telmatik tepatnya pada lingkungan wet Diagram GWI versus VI
forest swamp. Lingkungan telmatik Berdasarkan perhitungan nilai GWI
merupakan rawa lahan basah yang terus dan VI pada 19 sampel batubara, batubara
tergenang oleh air dan lingkungan swamp daerah penelitian memiliki kisaran nilai
merupakan lingkungan yang didominasi GWI antara 0,09 – 0,71. Sementara untuk
oleh tumbuhan pepohonan. Dari hasil pada nilai VI berkisar antara 1,54 – 14,00. Dari
diagram ini, dapat disimpulkan bahwa hasil perhitungan, daerah penelitian
selama pembentukan gambut, lingkungan didominasi oleh nilai GWI rendah (<0,5%)
pengendapan batubara relatif basah atau dan nilai VI yang tinggi (>3%). Nilai GWI
selalu tergenang air sehingga gambut selalu dan VI ini menunjukkan bahwa berdasarkan
berada di bawah permukaan air. Sementara diagram GWI versus VI batubara daerah
itu, suplai gambut pembentuk batubara penelitian terbentuk pada lingkungan
banyak berasal dari tumbuhan tingkat tinggi swamp hingga bog forest dengan kondisi
yang struktur selnya terawetkan dengan hidrologi ombrotrophic. Kondisi hidrologi
baik.

300
Lingkungan Pengendapan dan Peringkat Batubara Berdasarkan Analisis Petrografi dan Kimia, Formasi Batu Ayau,
Cekungan Kutai
(Deas Marlin)

ombrotrophic menunjukkan kondisi sedangkan kandungan sulfur berkisar antara


ekosistem hidrologi dengan sumber air 0,20 – 0,75%.
berasal dari air hujan, sehingga miskin
4.5 Peringkat Batubara
mineral matter. Gambut yang terbentuk
pada kondisi ini secara umum mengandung Dalam penentuan peringkat batubara,
sisa-sisa tumbuhan yang terawetkan dengan parameter yang digunakan adalah nilai
baik. Kondisi ini juga umumnya bersifat reflektansi vitrinit, nilai kalori, dan juga
asam dengan kandungan mineral yang kandungan zat terbang. Berdasarkan nilai
rendah. vitrinitnya, batubara daerah penelitian
termasuk ke dalam peringkat sub-
Berdasarkan diagram GWI dan VI
bituminous B sampai high volatile
terdapat pula beberapa sampel batubara
bituminous A; sedangkan berdasarkan nilai
yang terendapkan dalam kondisi hidrologi
kalori, termasuk ke dalam peringkat sub-
ombrotrophic hingga mesotrophic. Hal ini
bituminous A sampai medium volatile
menunjukkan bahwa pada saat
bituminous. Sementara itu, berdasarkan
pengendapan, lingkungannya kemungkinan
kandungan zat terbangnya, batubara di
tidak hanya dipengaruhi oleh air hujan tapi
daerah penelitian termasuk ke dalam
juga oleh pengaruh air tanah. Adanya
peringkat high volatile bituminous B
pengaruh air tanah ini dibuktikan oleh
sampai medium volatile bituminous.
kehadiran lempung sebagai mineral matter
Berdasarkan ketiga parameter tersebut
di beberapa sampel batubara. Suspensi
dapat disimpulkan bahwa batubara daerah
lempung kemungkinan terbawa oleh air
penelitian termasuk ke dalam peringkat
ketika wilayah tersebut terkena banjir
sub-bituminous B sampai medium volatile
sehingga lempung bisa masuk ke dalam
bituminous yang secara umum didominasi
tempat pengendapan.
oleh peringkat high volatile bituminous A.
Tabel 2. Peringkat batubara daerah penelitian

Gambar 3. Diagram GWI versus VI yang


menunjukkan lingkungan pengendapan batubara
daerah penelitian.

4.4 Analisis Kimia Batubara


Berdasarkan analisis kimia pada 19
sampel batubara, nilai kalori batubara di
daerah penelitian berkisar antara 4843 –
8574 kal/g. Sementara untuk kandungan
abu, berkisar antara 0,55 – 6,33%,

301
Padjadjaran Geoscience Journal. Vol. 3, No. 4, Agustus 2019: 296 – 302

Calder, J.H., Gibling, MR., dan


5. KESIMPULAN
Mukhopadyay, P.K., 1991. Peat
Batubara di daerah penelitian memiliki Formation in a Westphalian B
ketebalan berkisar antara 0,4 – 4 m yang piedmont setting, Cumberland
didominasi oleh litotipe Bright Coal (B). basin, Nova Scotia: implication for
Berdasarkan hasil analisis lingkungan the maceral-based interpretation of
pengendapan menggunakan diagram GI reotrophic and raised paleomires.
versus TPI dan diagram GWI versus VI, Bulletin de la societe Geologique
batubara daerah penelitian terendapkan de France, 162, h. 283-298.
pada lingkungan telmatik tepatnya pada Diessel, C.F.K., 1986. On the correlation
lingkungan wet forest swamp dengan between coal facies and
kondisi hidrologi ombrotrophic. depositional environments.
Selanjutnya, berdasarkan nilai reflektansi Proceedings, 20th New Castle
vitrinit, nilai kalori, dan kadar zat terbang, Symposium on Advances in the
batubara daerah penelitian memiliki kisaran Study of the Sydney Basin, 246,
peringkat sub-bituminous B sampai medium Department of Geology, University
volatile bituminous yang secara umum of New Castle, Australia, h. 19-22.
didominasi oleh high volatile bituminous A. Diessel, C.F.K., 1992. Coal-Bearing
Depositional Systems. Springer-
UCAPAN TERIMAKASIH Verlag, Berlin. 721h.
Penulis menyampaikan terima kasih Georgakopuolus, A dan Valveca, S. 2000.
kepada Fakultas Teknik Geologi dan Badan Petrographic characteristic of
Geologi yang telah mendukung dan Neogene Lignites from the
memfasilitasi penelitian ini sehingga Ptolemais and Servia basins,
berjalan dengan baik. Northen Greece. Energy Source,
22.
DAFTAR PUSTAKA Jasper, K., Hartkof-Froder, C., Flajs, G.,
dan Littke, R., 2010. Evolution of
Allen, G. P. dan Chamber. J. L.C. 1998. Pennsylvanian (Late
Sedimentation in the Modern and Carboniferous) peat swamps of the
Miocene Mahakam Delta. Ruhr Basin, Germany: comparison
Proceedings of 24th Annual of palynological, coal
Convention of Indonesian petrographical and organic
Petroleum Association, h.225 – geochemical data. International
231. Journal of Coal Geology, 83,
American Society for Testing and Material h.346-365.
(ASTM). 1981. Annual Book of Sihombing, T., 2005. Laporan
ASTM standard. American Society Pendahuluan, Penelitian Batubara
for Testing and Material, di daerah Murungraya, Kalimantan
Philadelphia, Pennsylvania. Tengah. Laporan Internal, Pusat
Calder, J.H., 1993. The evolution of ground Survey Geologi.
– water - influenced (Westphalian Supriatna, S., Sudrajat, A., dan Abidin, Z.,
B) peat-forming ecosystem in 2009. Peta Geologi Lembar
piedmont setting: The No. 3 seam, Muaratewe skala 1:250.000. Pusat
Springhill coalfield, Cumberland Penelitian dan Pengembangan
Basin, Nova Scotia. Dalam: Cobb, Geologi. Bandung.
J.C. dan Cecil, C. B. (Eds.), Ward, C.R., 1984. Coal Geology and
Modern and Ancient Coal Forming Coal Technology. Blackwell
Environment, Geological Society of Scientific Publication, 352 h.
America Bulletin, 83, h.129-142.

302

Anda mungkin juga menyukai