Anda di halaman 1dari 35

LAPORAN PENDAHULUAN

PADA KLIEN Tn. “J” DENGAN ASMA


DI RUANG ICU RSUD HAJI MAKASSAR

OLEH :

AGATHA AYU MARIA GALA, S.Kep

NS0619061

CI LAHAN CI INSTITUSI

(…………….) (…………….)

PROGRAM PROFESI NERS

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN (STIKES)

NANI HASANUDDIN MAKASSR

2020
LAPORAN PENDAHULUAN ASUHAN KEPERAWATAN

1.1 Laporan Pendahuluan


1.1.1 Konsep penyakit/ Kasus
Asma
1.1.2 Definisi Kasus
Asma adalah suatu keadaan dimana saluran nafas mengalami
penyempitan karena hiperaktivitas terhadap rangsangan tertentu yang
menyebabkan peradangan. Penyempitan ini bersifat berulang namun
reversible, dan di antar episode penyempitan bronkus tersebut terdapat
keadaan ventilasi (Nuratif & Kusuma, 2015)
Asma adalah gangguan pada saluran bronchial dengan ciri bronkospasme
periodic (kontraksi spasme pada saluran nafas). Bronkus mengalami
inflamasi atau peradangan dan hiperresponsif sehingga saluran nafas
menyempit dan menimbulkan kesulitan dalam bernapas (Utama, 2018).
Asma bronchial adalah penyakit dengan keragaman, yang ditandai
dengan riwayat mengi, sesak, dada terasa berat, dan batuk yang
bervariasi setiap waktu dan intensitasnya, yang disertai dengan variasi
hambatan aliran nafas saat ekspirasi (Yuliati & Djajalaksana, 2015).
1.1.3 Patofisiologi
Asma akibat alergi bergantung pada respon IgE yang dikendalikan oleh
limfosit T dan B. Asma diaktifkan oleh interaksi antara antigen dengan
molekul IgE yang berkaitan dengan sel mast. Sebagian besar alergen
yang menimbulkan asma bersifat airbone. Alergen tersebut harus
tersedia dalam jumlah banyak dalam periode waktu tertentuagar mampu
menimbulkan gejala asma. Namun di lain kasus terdapat pasien yang
sangat responsif, sehingga sejumlah kecil alergen masuk ke dalam tubuh
sudah dapat mengakibatkan eksaserbasi penyakit yang jelas.
Obat yang paling sering berhubungan dengan induksi fase akut asma
adalah aspirin, bahan pewarna seperti tartazim, antagonis beta-
adrenergik, dan bahan sulfat. Sindrom khusus pada system pernapasan
yang sensitif terhadap aspirin terjadi pada orang dewasa, namun dapat
pula dilihat pada masa kanak-kanak. Masalah ini biasanya berawal dari
rhinitis vasomotor perennial lalu menjadi rhinosinusitis hiperplastik
dengan polip nasal dan akhirnya diikuti oleh munculnya asma progresif.
Pasien yang sensitif terhadap aspirin dapat dikurangi gejalanya dengan
pemberian obat setiap hari. Setelah menjalani bentuk terapi ini, toleransi
silang akan berbentuk terhadap agen anti inflamasi nonsteroid.
Mekanisme terjadinya bronkospasme oleh aspirin ataupun obat lainnya
belum diketahui, tetapi mungkin berkaitan dengan pembentukan
leukotrien yang di induksi secara khusus oleh aspirin.
Antagonis beta-adrenergik merupakan hal yang biasanya menyebabkan
obstruksi jalan napas pada pasien asma, demikian juga dengan pasien
lain dengan peningkatan reaktivitas jalan napas. Oleh karena itu,
antagonis beta-adrenergik harus dihindarkan pada pasien tersebut.
Senyawa sulfat yang secara luas digunakan sebagai agen sanitasi dan
pengawet dalam industri makanan dan farmasi juga dapat menimbulkan
obstruksi jalan napas akut pada pasien yang sensitive. Senyawa sulfat
tersebut adalah kalium metabisulfit, kalium dan natrium, bisulfit, natrium
sulfit, dan sulfat klorida. Pada umumnya tubuh akan terpapar setelah
menelan makanan atau cairan yang mengandung senyawa tersebut
seperti salad, buah segar, kentang, dan anggur.
Faktor penyebab yang telah disebutkan diatas ditambah dengan sebab
internal pasien akan mengakibatkan timbulnya reaksi antigen dan
antibody. Reaksi tersebut mengakibatkan dikeluarkannya subtansi pereda
alergi yang sebetulnya merupakan mekanisme tubuh dalam menghadapi
serangan (Utama, 2018).
1.1.4 Pemeriksaan Penunjang
- Pemeriksaan laboratorium darah.
- Spirometer : Dilakukan sebelum dan sesudah bronkodilator hirup
(nebulizer/inhaler), positif jika peningkatan VEP/KVP >20%.
- Sputum : eosinofil meningkat.
- Rontgen Dada yaitu patologis paru/komplikasi asma.
- AGD: Terjadi pada asma berat pada fase awal terjadi hipoksemia dan
hipokapnia (PCO2 turun) kemudian fase lanjut norokapnia dan
hiperkapnia (PCO2 naik).
- Foto dada AP dan lateral. Hiperinflasi paru, diameter anteroposterior
membesar pada foto lateral, dapat terlihat becak konsolidasi yang
tersebar (Nuratif & Kusuma, 2015).
- Tes provokasi :
a. Untuk menunjang adanya hiperaktifitas bronkus.
b. Tes provokasi bronchial seperti : Tes provokasi histamine,
metakolin, alergen, kegiatan jasmani, hiperventilasi dengan udara
dingin dan inhalasi dengan aqua destilata.
c. Tes kulit : untuk menunjukkan adanya antibody IgE yang spesifik
dalam tubuh (Utama, 2018).
1.1.5 Penatalaksanaan Medis Terbaru
Tujuan utama penatalaksanaan asma adalah untuk meningkatkan dan
mempertahankan kualitas hidup agar penderita asma dapat hidup normal
tanpa hambatan dalam melakukan aktifitas sehari-hari. Program
penatalaksanaan meliputi 7 komponen yaitu: (Nuratif & Kusuma, 2015)
1. Edukasi
Edukasi yang baik akan menurunkan morbidity dan mortality.
Edukasi tidak hanya ditunjukkan untuk penderita dan keluarga tetapi
juga pihak lain yang membutuhkan energi pemegang keputusan,
pembuat perencanaan bidang kesehatan/asma, profesi kesehatan.
2. Menilai dan monitor berat asma secara berkala.
Penilaian klinis berkala 1-6 bulan dan monitoring asma oleh
penderita sendiri mutlak dilakukan pada penatalaksanaan asma. Hal
tersebut disebabkan berbagai faktor antara lain;
a. Gejala dan berat asma berubah, sehingga membutuhkan
perubahan terapi.
b. Pajanan pencetus menyebabkan penderita mengalami perubahan
pada asmanya.
c. Daya ingat (memori) dan motivasi penderita yang perlu di
review, sehingga membantu penanganan asma terutama asma
mandiri.
3. Identifikasi dan mengendalikan faktor pencetus.
4. Merencanakan dan memberikan pengobatan jangka panjang.
Penatalaksanaan asma bertujuan untuk mengontrol penyakit, disebut
sebagai asma terkontrol. Terdapat 3 faktor yang perlu
dipertimbangkan;
a. Medikasi asma ditujukan untuk mengatasi dan mencegah gejala
obstruksi jalan napas, terdiri atas pengontrol dan pelega.
b. Tahapan pengobatan
1) Asma intermiten, medikasi pengontrol harian tidak perlu
sedangkan alternative lainnya tidak ada.
2) Asma presisten ringan, medikasi pengontrol harian diberikan
Glukokortikosteroid inhalasi (200-400 ug Bd/hari atau
ekivalenya), untuk alternatifnya diberikan Teofilin lepas
lambat, kromolin dan leukotriene modifiers.
3) Asma persisten sedang, medikasi pengontrol harian diberikan
kombinasi inhalasi glukokortikosteroid (400-800 ug Bd/hari
atau ekivalennya), untuk alternatifnya diberikan
glukokortikosteroid inhalasi (400-800 ug Bd atau
ekivalennya) ditambah Teofilin dan di tambah antagonis-beta
2 kerja lama oral, atau Teofilin lepas lambat.
4) Asma persisten berat, medikasi pengontrol harian diberikan
inhalasi glukokortikosteroid (>800 ug Bd atau ekivalennya)
dan antagonis-beta 2 kerja lama, ditambah 1 antara lain:
Teofilin lepas lambat, Leukotriene, Modifiers,
Glukokortikosteroid oral. Untuk alternative lainnya
Prednisolo/ metilprednisolon oral selang sehari 10 mg
ditambah antagonis-beta 2 kerja lama oral, di tambah Teofilin
lepas lambat.
c. Penanganan asma mandiri (pelangi asma)
Hubungan penderita dokter yang baik adalah dasar yang kuat
untuk terjadi kepatuhan dan efektif penatalaksanaan asma.
Rencanakan pengobatan asma jangka panjang sesuai kondisi
penderita, realistic/memungkinkan bagi penderita dengan maksud
mengontrol asma.
5. Menetapkan pengobatan pada serangan akut.
Pengobatan pada serangan akut antara lain: Nebulizer antagonis beta
2 tiap 4 jam, alternatifnya antagonis beta 2 subcutan, Aminofilin IV,
Adrenalin 1/1000 0,3 ml SK, dan oksigen bila mungkin
Kortikosteroid sistemik.
6. Kontrol secara teratur.
Pada penatalaksanaan jangka panjang terdapat 2 hal yang penting
diperhatikan oleh dokter yaitu:
a. Tindak lanjut (follow-up) teratur.
b. Rujuk ke ahli paru untuk konsultasi atas penanganan lanjut bila
diperlukan.
7. Pola hidup sehat.
a. Meningkatkan kebugaran fisik
Olahraga menghasilkan kebugaran fisik secara umum. Walaupun
terdapat salah satu bentuk asma yang timbul serangan sesudah
exercise, akan tetapi tidak berarti penderita EIA dilarang
melakukan olahraga. Senam asma Indonesia (SAI) adalah salah
satu bentuk olahraga yang dianjurkan karena melatih dan
menguatkan otot-otot pernapasan khususnya, selain manfaat lain
pada olahraga umumnya.
b. Berhenti atau tidak pernah merokok
c. Lingkungan kerja
Kenali lingkungan kerja yang berpotensi dapat menimbulkan
asma.
1.1.6 Konsep tindakan keperawatan yang diberikan
1. Bersihan jalan nafas tidak efektif.
Definisi : Ketidakmampuan membersihkan sekret atau obstruksi jalan
napas untuk mempertahankan jalan napas tetap paten.
Penyebab :
Fisiologis
a. Spasme jalan napas.
b. Hipersekresi jalan napas.
c. Disfungsi neuromuskuler.
d. Benda asing dalam jalan napas.
e. Adanya jalan napas buatan.
f. Sekresi yang tertahankan.
g. Hyperplasia dinding jalan napas.
h. Proses infeksi
i. Respon alergi
j. Efek agen farmakologis (mis.aneastesi).

Situasional
a. Merokok
b. Merokok pasif
c. Terpajan polutan

Gejala dan tanda mayor

Subjektif Objektif
Tidak tersedia Batuk tidak efektif

Tidak mampu batuk


Sputum berlebihMengi,
wheezing, ronkhi kering
Mekonium di jalan napas
(pada neonatus)
Gejala dan tanda minor

Subjektif Objektif
Dispnea Gelisah
Sulit bicara Bunyi napas menurun
Orthopnea Frekuensi napas berubah
Pola napas berubah

Kondisi Klinis Terkait

a. Gullian barre syndrome


b. Sklerosis multiple
c. Myasthenia gravis
d. Prosedur diagnostic (mis. Bronkospi, transesophageal
echocardiography (TEE)).
e. Depresi sistem saraf pusat.
f. Cedera kepala.
g. Stroke.
h. Infeksi saluran napas (PPNI, 2017).

Kriteria Hasil :
- Frekuensi napas membaik.
- Pola napas membaik.
- Produksi sputum meningkat menjadi menurun.
- Mengi meningkat menjadi menurun.
- Wheezing meningkat menjadi menurun.
- Dispnea menurun.
- Gelisah menurun (PPNI, 2019).
Intervensi
Manajemen Jalan Napas.
Observasi
-Monitor pola napas
- Monitor bunyi napas tambahan (mis. Gurgling, mengi, wheezing,
ronkhi, kering).
- Monitor sputum (jumlah, warna, aroma).

Terapeutik
- Pertahankan kepatenan jalan napas dengan head-tilt dan chin-lift
(jaw-thrust jika curiga trauma servikal).
- Posisikan semi-fowler atau fowler.
- Berikan minum hangat.
- Lakukan fisioterapi dada, jika perlu.
- Lakukan penghisapan lendir kurang dari 15 detik.
- Lakukan hiperoksigenasi sebelum penghisapan endotrakeal.
- Keluarkan sumbatan benda padat dengan forsep McGill.
- Berikan oksigen, jika perlu

Edukasi
- Anjurkan asupan cairan 2000ml/hari, jika tidak kontraindikasi
- Ajarkan teknik batuk efektif.

Kolaborasi
- Kolaborasi pemberian bronkodilator, ekspektoran, mukolitik, jika
perlu (PPNI, 2018).

2. Pola nafas tidak efektif.


Definisi : Inspirasi atau ekspirasi yang tidak memberikan ventilasi
adekuat (PPNI, 2017).
Penyebab
- Depresi pusat pernapasan.
- Hambatan upaya napas (mis. Nyeri saat bernapas, kelemahan otot
pernapasan).
- Deformitas dinding dada.
- Deformitas tulang dada.
- Gangguan neuromuscular.
- Gangguan neurologis.
- Imaturitas neurologi
- Penurunan energy
- Obesitas
- Posisi tubuh yang menghambat ekspansi paru
- Kecemasan
- Efek agen farmakologis
- Sindrom hipoventilasi

Gejala dan tanda mayor


Subjektif Objektif
Dyspnea penggunaan otot bantu pernapasan
Fase ekspirasi memanjang
Pola napas abnormal

Gejala dan tanda minor


Subjektif Objektif
Ortopnea Pernapasan pursed-lip
Pernapasan cuping hidung
Diameter thoraks anterior-posterior
meningkat
ventilasi semenit menurun
kapasitas vital menurun
tekanan ekspirasi menurun
tekanan inspirasi menurun
ekskursi dada berubah.
Kondisi klinis terkait :
Depresi system saraf pusat
Cedera kepala
Trauma thoraks
Gullian barre syndrome
Multiple sclerosis
Stroke
Kriteria Hasil :
- Ventilasi semenit menurun menjadi meningkat.
- Tekanan inspirasi menurun menjadi meningkat.
- Tekanan ekspirasi menurun menjadi meningkat.
- Dyspnea meningkat menjadi menurun.
- Frekuensi napas membaik
- Kedalaman napas membaik (PPNI, 2019).

Intervensi
Pemantauan Respirasi
Observasi
- Monitor frekuensi, irama, kedalaman, dan upaya napas.
- Monitor pola napas.
- Monitor kemampuan batuk efektif.
- Monitor adanya produksi sputum.
- Monitor adanya sumbatan jalan napas.
- Auskultasi bunyi napas.
- Monitor saturasi oksigen.

Terapeutik
- Atur interval pemantauan respirasi sesuai kondisi pasien.
- Dokumentasikan hasil pemantauan.

Edukasi
- Jelaskan tujuan dari prosedur pemantauan.
- Informasikan hasil pemantauan, jika perlu (PPNI, 2018).

3. Gangguan pertukaran gas.


Definisi : Kelebihan atau kekurangan oksigenasi dan/ atau eliminasi
karbondioksida pada membrane alveolus-kapiler (PPNI, 2017).
Penyebab
- Ketidakseimbangan ventilasi-perfusi.
- Perubahan membrane alveolus-kapiler.

Gejala dan Tanda Mayor

Subjektif Objektif

Dispnea PCO2 meningkat/menurun


PO2 menurun
Takikardia
Ph arteri meningkat/menurun
Bunyi napas tambahan

Gejala dan Tanda Minor

Subjektif Objektif

Pusing Sianosis
Penglihatan Kabur Diaforesis
Gelisah
Napas cuping hidung
Pola napas abnormal (cepat/lambat,
Regular/ireguler, dalam/dangkal)
Warna kulit abnormal (mis. Pucat,
kebiruan)
Kesadaran menurun.

Kondisi Klinis Terkait


- Gagal jantung kongestif
- Asma
- Pneumonia
- Tuberkulosis Paru
- Penyakit membrane hialin
- Asfiksia
- Persistent pulmonary hypertension of newborn (PPHN).
- Prematuritas
- Infeksi saluran napas

Kriteria Hasil :

- Dispnea meningkat menjadi menurun.


- Bunyi napas tambahan meningkat menjadi menurun.
- Pusing meningkat menjadi menurun.
- Penglihatan kabur meningkat menjadi menurun.
- Napas cuping hidung meningkat menjadi menurun.
- Pola napas membaik.
- PCO2 membaik (PPNI, 2019).

Intervensi
Terapi Oksigen
Observasi
- Monitor kecepatan aliran oksigen.
- Monitor posisi alat terapi oksigen.
- Monitor aliran oksigen secara periodik dan pastikan fraksi yang
diberikan cukup.
- Monitor efektifitas terapi oksigen (mis. Oksimetri, analisa gas
darah), jika perlu
- Monitor kemampuan melepaskan oksigen saat makan.
- Monitor tanda-tanda hipoventilasi.
- Monitor tanda dan gejala toksikasi oksigen dan atelektasis.
- Monitor tingkat kecemasan akibat terapi oksigen.
- Monitor integritas mukosa hidung akibat pemasangan oksigen.
Terapeutik
- Bersihkan sekret pada mulut, hidung, trakea, jika perlu
- Pertahankan kepatenan jalan napas.
- Siapkan dan atur peralatan pemberian oksigen.
- Berikan oksigen tambahan, jika perlu
- Tetap berikan oksigen saat pasien di transportasi.
- Gunakan perangkat oksigen yang sesuai dengan tingkat mobilitas
pasien.
Edukasi
- Ajarkan pasien dan keluarga menggunakan oksigen di rumah.

Kolaborasi
- Kolaborasi penentuan dosis oksigen.
- Kolaborasi pemberian penggunaan oksigen saat aktivitas dan/
atau tidur (PPNI, 2018).
4. Penurunan curah jantung.
Definisi : Ketidakmampuan jantung memompa darah untuk
memenuhi kebutuhan metabolisme tubuh (PPNI, 2017).
Penyebab :
Perubahan irama jantung.
Perubahan frekuensi jantung.
Perubahan kontraktilitas.
Perubahan preload.
Perubahan after load.

Gejala dan tanda mayor


Subjektif Objektif
Perubahan irama jantung Perubahan irama jantung
Palpitasi Bradikardia/takikardia
Gambaran EKG aritmia
atau gangguan konduksi
Perubahan Preload Perubahan preload
Lelah edema
Distensi vena jugularis
Central venous pressure (CVP)
Meningkat/menurun
Hepatomegali

Perubahan afterload Perubahan afterload


Dispnea Tekanan darah meningkat/menurun
Nadi perifer teraba lemah
Capillary refill time > 3 detik
Oliguria
Warna kulit pucat/ sianosis

Perubahan kontraktilitas Perubahan kontraktilitas


Paroxysmal nocturnal Terdengar suara jantung S3 dan/
dyspnea atau S4
Ortopnea Ejection fraction (EF) menurun
Batuk

Gejala dan tanda minor


Subjektif Objektif
Perubahan preload Perubahan preload
(tidak tersedia) Murmur jantung
Berat badan bertambah
Pulmonary artery wedge pressure
(PAWP) menurun.

Perubahan afterload perubahan afterload


(tidak tersedia) pulmonary vascular resistancy
(PVR) meningkat/menurun.
Systemic vascular resitance (SVR)
Meningkat/menurun.

Perubahan kontraktilitas Perubahan kontraktilitas


(tidak tersedia) Cardiac index (CI) menurun.
Left ventricular stroke work index
( LVSWI) menurun.
Stroke Volume Index (SVI)
menurun.

Kondisi klinis terkait


Gagal jantung kongestif.
Sindrom koroner akut.
Stenosis mitral.
Regurgitasi mitral.
Stenosis aorta.
Regurgitasi aorta.
Stenosis trikuspidal.
Regurgitasi trikuspidal.
Stenosis pulmonal.
Regurgitasi pulmonal.
Aritmia.
Penyakit jantung bawaan.

Kriteria Hasil :
- Palpitasi meningkat menjadi menurun.
- Bradikardia menurun menjadi meningkat.
- Lelah meningkat menjadi menurun.
- Batuk meningkat menjadi menurun.
- Dispnea meningkat menjadi menurun.
- Tekanan darah membaik.
- Capillary refill time (CPT) membaik (PPNI, 2019).
Intervensi
Observasi
- Identifikasi tanda/gejala primer penurunan curah jantung
(meliputi dispnea, kelelahan, edema, ortopnea, paroxysmal
dyspnea, peningkatan CVP).
- Identifikasi tanda dan gejala sekunder penurunan curah jantung
(meliputi peningkatan berat badan, hepatomegali, distensi vena
jugularis, palpitasi, ronkhi basah, oliguria, batuk, kulit pucat).
- Monitor tekanan darah.
- Monitor intake dan output cairan.
- Monitor berat badan setiap hari pada waktu yang sama.
- Monitor saturasi oksigen.
- Monitor keluhan nyeri dada
- Monitor EKG 12 sadapan.
- Monitor aritmia (kelainan irama dan frekuensi).
- Monitor nilai laboratorium jantung.
- Monitor fungsi alat pacuh jantung.
- Periksa tekanan darah dan frekuensi nadi sebelum dan sesudah
aktivitas.

Terapeutik
- Posisikan pasien semi-fowler atau fowler dengan kaki ke bawah
atau posisi nyaman.
- Berikan diet jantung yang sesuai.
- Gunakan stocking elastic atau pneumatic intermiten.
- Fasilitasi pasien dan keluarga untuk modifikasi gaya hidup sehat.
- Berikan terapi relaksasi untuk mengurangi stress.
- Berikan dukungan emosional dan spiritual.
- Berikan oksigen untuk mempertahankan saturasi oksigen >94%.

Edukasi
- Anjurkan beraktivitas fisik sesuai toleransi.
- Anjurkan beraktivitas fisik secara bertahap.
- Anjurkan berhenti merokok.
- Ajarkan pasien dan keluarga mengukur berat badan harian.
- Ajarkan pasien dan keluarga mengukur intake dan output cairan
harian.

Kolaborasi
- Kolaborasi pemberian antiaritmia, jika perlu
- Rujuk ke program rehabilitasi jantung (PPNI, 2018).
5. Intoleransi aktifitas.
Definisi : Ketidakcukupan energi untuk melakukan aktivitas sehari-
hari (PPNI, 2017).
Penyebab :
Ketidakseimbangan antara suplai dan kebutuhan oksigen.
Tirah baring.
Kelemahan.
Imobilitas.
Gaya hidup monoton.

Gejala dan tanda mayor


Subjektif Objektif
Mengeluh lelah Frekuensi jantung meningkat >20%
dari kondisi istirahat.

Gejala dan tanda minor


Subjektif Objektif
Dispnea saat/setelah aktivitas Tekanan darah berubah >20% dari
Merasa tidak nyaman setelah kondisi istirahat.
beraktifitas Gambaran EKG menunjukkan
Merasa lemah aritmia saat/ setelah aktifitas.
Gambaran EKG menunjukkan
iskemia.
Sianosis.

Kriteria Hasil

- Kemudahan dalam melakukan aktifitas sehari-hari.


- Kecepatan berjalan meningkat.
- Kekuatan tubuh bagian atas meningkat.
- Perasaan lemah menurun.
- Tekanan darah membaik (PPNI, 2019).

Intervensi
Manajemen Energi
Observasi
- Identifikasi gangguan fungsi tubuh yang mengakibatkan
kelelahan.
- Monitor kelelahan fisik dan emosional.
- Monitor pola tidur dan jam tidur.
- Monitor lokasi dan ketidaknyamanan selama melakukan aktifitas.

Terapeutik
- Sediakan lingkungan nyaman dan rendah stimulus (mis. Cahaya,
suara kunjungan).
- Lakukan latihan rentang gerak pasif atau aktif.
- Berikan aktifitas distraksi yang menenangkan.
- Fasilitasi duduk di sisi tempat tidur, jika tidak dapat berpindah
atau berjalan.

Edukasi
- Anjurkan tirah baring.
- Anjurkan melakukan aktivitas secara bertahap.
- Anjurkan menghubungkan perawat jika tanda dan gejala
kelelahan tidak berkurang.
- Ajarkan strategi koping untuk mengurangi kelelahan.
Kolaborasi
- Kolaborasi dengan ahli gizi tentang cara meningkatkan asupan
makanan (PPNI, 2018).
6. Defisit nutrisi.
Definisi : asupan nutrisi tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan
metabolisme (PPNI, 2017).
Penyebab
- Ketidakmampuan menelan makanan.
- Ketidakmampuan mencerna makanan.
- Ketidakmampuan mengabsorbsi nutrient.
- Peningkatan kebutuhan metabolisme.
- Factor ekonomi (mis. Finansial tidak mencukupi).
- Factor psikologis (mis. Keengganan untuk makan).

Gejala dan tanda mayor


Subjektif Objektif
Tidak tersedia Berat badan minimal 10 % di
bawah rentang ideal

Gejala dan tanda minor


Subjektif Objektif
Cepat kenyang setelah makan Bising usus hiperaktif
Kram/nyeri abdomen Otot penguyah lemah
Nafsu makan menurn otot menelan lemah
Membran mukosa pucat
Sariawan
Diare
Serum albumin turun

Kondisi Klinis Terkait


- Stroke
- Parkinson
- Mobius syndrome
- Kerusakan neuromuscular
- Infeksi
- Luka bakar
- Cleft lip
- Cleft palate
- Cerebral palsy

Kriteria Hasil
Status Nutrisi
- Porsi makanan yang di habiskan menurun-meningkat.
- Kekuatan otot pengunyah menurun-meningkat
- Kekuatan otot menelan menurun- meningkat
- Nafsu makan membaik
- Perasaan cepat kenyang menurun
- Membrane mukosa membai
- Asupan nutrisi yang tepat meningkat (PPNI, 2019).

Intervensi
Manajemen nutrisi
Observasi
- Identifikasi status nutrisi.
- Identifikasi alergi atau intoleransi makanan.
- Identifikasi makanan yang disukai.
- Identifikasi kebutuhan kalori dan jenis nutrient.
- Identifikasi perlunya penggunaan selang nasogastric.
- Monitor asupan makanan.
- Monitor berat badan.
- Monitor hasil pemeriksaan laboratorium.

Terapeutik
- Lakukan oral hygiene sebelum makan, jika perlu.
- Fasilitasi menentukan pedoman diet (mis.piramida makanan).
- Sajikan makanan secara menarik dan suhu yang sesuai.
- Berikan makanan tinggi serat untuk mencegah konstipasi.
- Berikan makanan tinggi kalori dan tinggi protein.
- Berikan suplemen makanan, jika perlu
- Hentikan pemberian makan melalui selang nasogatrik jika asupan
oral dapat ditoleransi.

Edukasi
- Anjurkan posisi duduk ,jika mampu
- Ajarkan diet di programkan.

Kolaborasi
- Kolaborasi pemberian medikasi sebelum makan (mis. pereda
nyeri, antlemetik) jika perlu.
- Kolaborasi dengan ahli gizi untuk menentukan jumlah kalori dan
jenis nutrient yang di butuhkan, jika perlu (PPNI, 2018).
7. Gangguan pola tidur.
Definisi : Gangguan kualitas dan kuantitas waktu tidur akibat faktor
eksternal (PPNI, 2017).
Penyebab
- Hambatan lingkungan (mis. Kelembapan lingkungan sekitar,
suhu lingkungan, pencahayaan, kebisingan, bau tidak sedap,
jadwal pemantauan/pemeriksaan/tindakan).
- Gejala penyakit.
- Kurang kontrol tidur.
- Kurang privasi.
- Restraint fisik.
- Ketiadaan teman tidur.
- Tidak familiar dengan peralatan tidur.
Gejala dan tanda mayor
Subjektif Objektif
Mengeluh sulit tidur. (tidak tersedia)
Mengeluh sering terjaga
Mengeluh tidak puas tidur.
Mengeluh pola tidur berubah.
Mengeluh istirahat tidak cukup.

Gejala dan tanda minor


Subjektif Objektif
Mengeluh kemampuan (tidak tersedia)
beraktivitas menurun.

Kriteria Hasil
- Keluhan sulit tidur menurun.
- Keluhan pola tidur membaik.
- Keluhan istirahat membaik.
- Kemampuan beraktifitas meningkat (PPNI, 2019).

Intervensi
Observasi
- Identifikasi pola aktivitas dan tidur.
- Identifikasi faktor pengganggu tidur.
- Identifikasi makanan dan minuman yang mengganggu tidur.
- Identifikasi obat tidur yang di konsumsi.

Terapeutik
- Modifikasi lingkungan (mis. Pencahayaan, kebisingan, suhu,
matras, dan tempat tidur).
- Tetapkan jadwal tidur rutin.
- Lakukan prosedur untuk meningkatkan kenyamanan.
- Sesuaikan jadwal pemberian obat dan/atau tindakan untuk
menunjang siklus tidur terjaga.

Edukasi
- Jelaskan pentingnya tidur cukup selama sakit.
- Anjurkan menepati kebiasaan waktu tidur.
- Anjurkan menghindari makanan/minuman yang mengganggu
tidur.
- Anjurkan penggunaan obat tidur yang tidak mengandung
supresor terhadap tidur.
- Ajarkan faktor-faktor yang berkontribusi terhadap gangguan pola
tidur (mis. Psikologis, gaya hidup, sering berubah shift bekerja)
- Ajarkan relaksasi otot autogenic atau cara nonfarmakologi (PPNI,
2018).
8. Ansietas.
Definisi : kondisi emosi dan pengalaman subjektif individu terhadap
objek yang tidak jelas dan spesifik akibat antisipasi bahaya yang
memungkinkan individu melakukan tindakan untuk menghadapi
ancaman (PPNI, 2017).
Penyebab
- Krisis situasional
- Kebutuhan tidak terpenuhi
- Krisis maturasional
- Ancaman terhadap konsep diri
- Ancaman terhadap kematian
- Kekhawatiran mengalami kegagalan
- Disfungsi system keluarga
- Hubungan orang tua-anak tidak memuaskan
- Factor keturunan.
- Kurang terpapar informasi
Gejala dan tanda mayor
Subjektif Objektif
Merasa bingung tampak gelisah
Merasa khawatir dengan akibat tampak tegang
dari kondisi yang di hadapi sulit tidur
Sulit berkonsentrasi

Gejala dan tanda minor


Subjektif Objektif
Mengeluh pusing frekuensi napas meningkat
Anoreksia frekuensi nadi meningkat
Palpitasi tekanan darah meningkat
Merasa tidak berdaya diafroresis
Tremor
Muka tampak pucat
Suara bergetar

Kondisi klinis terkait

- Penyakit kronis progresif


- Penyakit akut
- Rencana operasi
- Kondisi diagnosis penyakit belum jelas
- Penyakit neurologis
- Tahap tumbuh kembang.

Kriteria hasil

- Verbalisasi kebingungan meningkat-menurun.


- Verbalisasi khawatir akibat kondisi yang di hadapi meningkat-
menurun.
- Perilaku gelisah meningkat-menurun.
- Perilaku tegang meningkat-menurun.
- Konsentrasi membaik.
- Tekanan darah membaik (PPNI, 2019).

Intervensi

Reduksi ansietas

Observasi
- Identifikasi saat tingkat ansietas berubah.
- Identifikasi kemampuan mengambil keputusan.
- Monitor tanda-tanda ansietas.

Terapeutik

- Ciptakan suasana terapeutik untuk menumbuhkan kepercayaan.


- Temani pasien untuk mengurangi kecemasan.
- Pahami situasi yang membuat ansietas dengarkan dengan penuh
perhatian.
- Gunakan pendekatan yang tenang dan meyakinkan .
- Tempatkan barang pribadi yang memberikan kenyamanan.
- Motivasi mengindentifikasi situasi yang memicu kecemasan.
- Diskusikan perencanaan realistis tentang persitiwa yang akan
datang.

Edukasi

- Jelaskan prosedur, termasuk sensasi yang mungkin dialami.


- Informasikan secara factual mengenai diagnosis, pengobatan, dan
prognosis.
- Anjurkan keluarga untuk tetap bersama pasien.
- Anjurkan mengungkapkan perasaan dan persepsi.
- Latih kegiatan pengalihan untuk mengurangi ketegangan.
- Latih penggunaan mekanisme pertahanan diri yang tepat.
- Latih teknik relaksasi.

Kolaborasi
- Kolaborasi pemberian obat anti ansietas (PPNI, 2018).
1.2 Pengkajian
Di dalam pengkajian meliputi data biografi seperti :
1. Data umum
a. Identitas klien; nama, umur, jenis kelamin, agama, suku, pendidikan,
pekerjaan, status pernikahan, alamat
b. Identitas keluarga ; nama, umur, jenis kelamin, hubungan dengan pasien.
2. Riwayat kesehatan
a. Keluhan utama
b. Riwayat Keluhan Utama
c. Riwayat penyakit/gejala yang pernah di alami
d. Riwayat kesehatan sekarang
e. Riwayat alergi
f. Riwayat medikasi
g. Kesadaran :
GCS : E:
M:
V:
3. Pemeriksaan Head to Toe
4. Kebutuhan Dasar
a. Nutrisi
TB : BB :
Kebiasaan makan : x/hari (teratur / tidak teratur)
Keluhan saat ini antara lain; tidak nafsu makan, mual, muntah, sukar
menelan, dll.
Konjungtiva :
Sclera :
Pembesaran tyroid :
Hernia/massa :
Kondisi gigi/gusi :
Penampilan lidah:
Bising usus :
Porsi makan yang di habiskan :
Makanan yang di sukai :
b. Cairan
Kebiasaan minum : Jenis :
Turgor kulit :
Warna :
CRT :
Edema :
Distensi vena jugularis :
Penggunaan Kateter :
c. Eliminasi
BAB : / hari
Warna :
Konsistensi :
Bau :
BAK : / hari
Warna :
Bau :
Tampilan :
Volume :
d. Oksigenasi
Bentuk dada :
Bunyi nafas :
Jenis pernafasan :
Sputum :
Respirasi :
e. Istirahat dan tidur
Kebiasaan tidur :
Malam : (Jam: s/d ) Siang : (Jam: s/d )
Lama tidur : Malam : Jam Siang : Jam
Kebiasaan tidur :
Faktor yang mempengaruhi :
f. Personal hygiene
Kebiasaan mandi
- Sebelum masuk RS :
- Setelah Masuk RS :
Kebiasaan mencuci rambut
- Sebelum masuk RS :
- Setelah Masuk RS :
Kebiasaan memotong kuku
- Sebelum masuk RS :
- Setelah Masuk RS :
Kebiasaan mengganti baju
- Sebelum masuk RS :
- Setelah Masuk RS :
g. Aktivitas dan latihan
Aktivitas waktu luang : Istirahat
Aktivitas/ hobby :
Kesulitan bergerak :
Kekuatan otot :
Tonus otot :
Penggunaan alat bantu :
Pelaksanaan aktivitas :
Terapi
- X
- X
Pengkajian Resiko Jatuh
5. Pemeriksaan diagnostik
Tanda-tanda Vital
TD : mmHg N : x/i
P : x/I S : x/i
Pemeriksaan Laboratorium
Pemeriksaan CT Scan
6. Psikososial
Bagaimana pasien menghadapi penyakitnya ?
Apakah tugas/peran yang di emban pasien dalam keluarga ?
Bagaimana inisiatif pasien dalam memenuhi tugas/peran dan tanggung jawab
tersebut ?
Bagaimana hubungan pasien dengan keluarga dan masyarakat ?
Apakah kondisi ini membuat anda stress ?
Apakah ada yang mengganggu keyakinan spiritual anda, kebutuhan atau
praktik selama sakit.
1.3 Diagnosis keperawatan
1. Bersihan jalan nafas berhubungan dengan hipersekresi jalan napas.
2. Gangguan perukaran gas berhubungan dengan ketidakseimbangan
ventilasi-perfusi
3. Gangguan pola tidur berhubungan dengan proses penyakit.
1.4 Rencana asuhan keperawatan

Diagnosa
No Kriteria Hasil Intervensi
Keperawatan
1. Bersihan jalan nafas - Frekuensi napas Observasi
berhubungan dengan membaik. - Monitor pola napas
hipersekresi jalan - Pola napas - Monitor bunyi napas
napas. membaik. tambahan (mis.
Definisi : - Produksi Gurgling, mengi,
Ketidakmampuan sputum wheezing, ronkhi,
membersihkan sekret meningkat kering).
atau obstruksi jalan menjadi - Monitor sputum
napas untuk menurun. (jumlah, warna,
mempertahankan jalan - Mengi aroma).
napas tetap paten. meningkat Terapeutik
menjadi - Pertahankan
menurun. kepatenan jalan
- Wheezing napas dengan head-
meningkat tilt dan chin-lift
menjadi (jaw-thrust jika
menurun. curiga trauma
- Dispnea servikal).
menurun. - Posisikan semi-
- Gelisah fowler atau fowler.
menurun (PPNI, - Berikan minum
2019). hangat.
- Lakukan
penghisapan lendir
kurang dari 15
detik.
- Berikan oksigen,
jika perlu
Edukasi
- Ajarkan teknik
batuk efektif (PPNI,
2018).
2. Gangguan pertukaran - Dispnea Observasi
gas berhubungan meningkat - Monitor kecepatan
dengan menjadi menurun. aliran oksigen.
ketidakseimbangan - Bunyi napas - Monitor kemampuan
ventilasi-perfusi. tambahan melepaskan oksigen
Definisi : kelebihan meningkat saat makan.
atau kekurangan menjadi menurun. - Monitor tingkat
oksigenasi dan/atau - Pusing meningkat kecemasan akibat
eliminasi menjadi menurun. terapi oksigen.
karbondioksida pada - Napas cuping Terapeutik
membrane alveolus- hidung meningkat - Bersihkan sekret pada
kapiler. menjadi menurun. mulut, hidung, trakea,
- Pola napas jika perlu
membaik. - Pertahankan
- PCO2 membaik kepatenan jalan napas
(PPNI, 2019). - Gunakan perangkat
oksigen yang sesuai
dengan tingkat
mobilitas pasien.
Kolaborasi
-Kolaborasi penentuan
dosis oksigen (PPNI,
2018).
3. Gangguan pola tidur - Keluhan sulit tidur Observasi
berhubungan dengan menurun. - Identifikasi pola
proses penyakit. - Keluhan pola tidur aktivitas dan tidur.
Definisi : gangguan membaik. - Identifikasi faktor
kualitas dan kuantitas - Keluhan istirahat pengganggu tidur.
waktu tidur akibat membaik. Terapeutik
faktor eksternal. - Kemampuan - Modifikasi
beraktifitas lingkungan (mis.
meningkat (PPNI, Pencahayaan,
2019). kebisingan, suhu,
matras, dan tempat
tidur).
- Lakukan prosedur
untuk meningkatkan
kenyamanan.
Edukasi
- Jelaskan pentingnya
tidur cukup selama
sakit.
- Ajarkan relaksasi
otot autogenic atau
cara nonfarmakologi.

1.5 Implementasi keperawatan


Implementasi merupakan tindakan yang sudah direncanakan dalam rencana
keperawatan. Tindakan keperawatan mencakup tindakan mandiri (independen)
dan tindakan kolaborasi. Tindakan mandiri (independen) adalah aktivitas
perawat yang didasarkan pada kesimpulan atau keputusan sendiri dan bukan
merupakan petunjuk atau perintah dari petugas kesehatan lain (Tarwoto &
Wartonah, 2015).
1.6 Evaluasi
Evaluasi merupakan tahap akhir dalam proses keperawatan untuk dapat
menentukan keberhasilan dalam asuhan keperawatan membandingkan status
keadaan kesehatan pasien dengan tujuan atau kriteria hasil ditetapkan (Tarwoto
& Wartonah, 2015).
1.7 Program perencanaan pulang/ discharge planning
a. Kenali allergen yang akan muncul yang dapat menimbulkan asma.
b. Pelajari cara penanganan pertama pada asma dan cara menggunakan obat-
obat asma (inhalasi).
c. Hindari faktor pemicu : kebersihan lantai rumah, debu-debu, karpet, bulu
binatang.
d. Keluarga perlu memahami tentang pengobatan, nama obat, dosis, efek
samping, dan waktu pemberian.
e. Lakukan istirahat yang cukup dan latihan, termasuk latihan nafas.
f. Bersihkan rumah sekurang-kurangnya sekali seminggu.
g. Gunakan obat asma secara teratur.
h. Hubungi dokter jika serangan asma masih timbul sesudah diobati dengan
kortikosteroid oral atau inhalasi (Nuratif & Kusuma, 2015).
DAFTAR PUSTAKA

Nuratif, A. H., & Kusuma, H. (2015). Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan


Diagnosa Medis & Nanda Nic-Noc (Edisi 1). Yogyakarta: MediAction.

PPNI, T. P. S. D. (2017). Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia Definisi dan


Indikator Diagnostik (Edisi 1). Jakarta Selatan: DPP PPNI.

PPNI, T. P. S. D. (2018). Standart Intervensi Keperawatan Indonesia Definisi dan


Tindakan Keperawatan (Edisi 1). Jakarta Selatan: DPP PPNI.

PPNI, T. P. S. D. (2019). Standar Luaran Keperawatan Indonesia Definisi dan Kriteria


Hasil Keperawatan. Jakarta Selatan: DPP PPNI.

Tarwoto, & Wartonah. (2015). Kebutuhan Dasar Manusia Dan Proses Keperawatan.
Jakarta: Salemba Medika.

Utama, S. Y. A. (2018). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Sistem Respirasi (Edisi
1). Yogyakarta: Deepublish.

Yuliati, D., & Djajalaksana, S. (2015). Penatalaksanaan Asma Bronkial. Malang: UB


Press.

Anda mungkin juga menyukai