Disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Keperawatan Gawat Darurat dan Kritis
Disusun oleh:
A. 12. 2
UNIVERSITAS DIPONEGORO
2014
PEMENUHAN KEBUTUHAN SPIRITUAL PADA PASIEN KRITIS
Pasien kritis adalah pasien dengan disfungsi atau gagal pada satu atau lebih sistem tubuh,
misalnya kegagalan sistem pernafasan, kegagalan sistem hemodinamik, kegagalan sistem
neurologi, pasien kritis dapat pula disebabkan overdosis obat, intoksilasi dan infeksi berat
(sepsis).
Pasien kritis akan dirawat di ruang ICU sehingga mendapatkan pengelolaan fungsi sistem
organ tubuh secara terkoordinasi, berkelanjutan, dan memerlukan pemantauan secara terus
menerus. Pasien kritis tidak hanya memerlukan perawatan fisik tetapi membutuhkan perawatan
secara holistik. Kondisi pasien yang dirawat di ICU yaitu: yang pertama, pasien sakit berat,
pasien tidak stabil yang memerlukan terapi intensif seperti bantuan ventilator, pemberian obat
vasoaktif melalui infus secara terus menerus, seperti pasien dengan gagal napas berat, pasien
pasca bedah jantung terbuka, dan syok septik. Yang kedua pasien yang memerlukan bantuan
pemantauan intensif sehingga komplikasi berat dapat dihindari atau dikurangi seperti pasien
pasca bedah besar dan luas, pasien dengan penyakit jantung, paru, dan ginjal. Dan yang terakhir
pasien yang memerlukan terapi intensif untuk mengatasi komplikasi-komplikasi dari
penyakitnya seperti pasien dengan tumor ganas dengan komplikasi infeksi dan penyakit jantung.
(Hanafie, 2007; Rabb, 1998) dalam (Sonia, 2010)
Pemaparan tersebut menjelaskan kondisi pasien ICU yang mengalami perawatan fisik
seperti demikian akan mempengaruhi kondisi psikis, sosial dan spiritual. Hupcey pada tahun
2000 dalam penelitiannya mengatakan 45 pasien ICU yang dirawat selama tiga hari di ICU
mengalami distress spiritual. Distress spiritualitas merupakan suatu keadaan ketika pasien
mengalami gangguan dalam kepercayaan atau sistem nilai yang memberikannya kekuatan,
harapan dan arti hidup, yang ditandai dengan pasien meminta pertolongan spiritual,
mengungkapkan adanya keraguan dalam sistem kepercayaan, adanya keraguan yang berlebihan
dalam mengartikan hidup, mengungkapkan perhatian yang lebih pada kematian, menolak
kegiatan ritual dan terdapat tanda-tanda seperti menangis, menarik diri, cemas dan marah,
kemudian didukung dengan tanda-tanda fisik seperti nafsu makan terganggu, kesulitan tidur dan
tekanan darah meningkat. Maka penulis pada tulisan ini akan membahas mengenai pemenuhan
kebutuhan spiritual pada pasien kritis yang dirawat di ruang ICU dan peran perawat serta
pendamping spiritual terhadap pasien kritis dan keluarganya (Sonia, 2010).
Kebutuhan spiritual merupakan salah satu kebutuhan dasar yang dibutuhkan oleh setiap
manusia, salah satunya adalah pasien dalam kondisi kritis maupun terminal yang di rawat di
ruang intensif (Bukhardt 1993 dalam Kozier, Erb, & Blais, 1995) dalam (Sonia, 2010).
Mickley mengatakan spiritual adalah suatu multidimensi yaitu terdiri dari dimensi
eksistensial dan dimensi agama. Dimensi eksistensial berfokus pada tujuan dan arti hdup,
sedangkan dimensi agama lebuh berfokus pada hubungan seseorang dengan Tuhan. (Sonia,
2010).
Pemenuhan kebutuhan spiritual yang berkaitan dengan Tuhan dapat dilakukan dengan
berdoa dan ritual agama. Doa dan ritual akan memberikan rasa tenang pada setiap orang. Selain
memberikan rasa tenang, doa dan ritual agama juga dapat meningkatkan imunitas (kekebalan)
tubuh sehingga membantu proses penyembuhan.
Pemenuhan kebutuhan spiritual yang berkaitan dengan diri sendiri melalui kekutan diri
seseorang yang meliputi kepercayaan, harapan dan makna kehidupan. Pemenuhan kebutuhan
spiritual bersumber dari kekuatan diri seseorang dalam mengatasi berbagai masalah.
Pemenuhan kebutuhan spiritual berkaitan dengan orang lain meliputi cinta kasih dan
dukungan sosial. Cinta kasih dan dukungan sosial adalah keinginan seseoran untuk memiliki
hubungan positif dengan orang lain melalui keyakinan dan cinta kasih. Kehadiran keluarga dan
teman yang memberikan bantuan dan dukungan emosional dapat membantu seseorang dalam
menghadapi penyakitnya.
Seseorang yang menderita suatu penyakit, spiritualitas berguna sebagai sumber koping.
Spiritualitas memberikan keyakinan dan harapan pada seseorang terhadap kesembuhan
penyakitnya, mampu menerima kondisinya, sumber kekuatan dan dapat membuat hidup individu
menjadi lebih berarti. Pemenuhan kebutuhan spiritual memberi kekuatan pikiran dan tindakan
pada seseorang. Pemenuhan kebutuhan spiritual memberikan semangat pada seseorang untuk
menjalani kehidupan dan menjalani hubungan dengan Tuhan, orang lain dan lingkungan. Dan
terpenuhinya spiritual, individu menemukan tujuan, makna, kekuatan dan bimbingan dalam
perjalanan hidup.
Pasien kritis dengan perawatan di ruang ICU (Intensif Care Unit) memiliki morbiditas
dan mortalitas yang tinggi. Comprehensive Critical Care Department of Health-Inggris
merekomendasikan untuk memberikan perawatan kritis sesuai filosofi perawatan kritis tanpa
batas (critical care without wall), yaitu kebutuhan pasien kritis harus dipenuhi di manapun
pasien tersebut secara fisik berada di dalam rumah sakit. Hal ini dipersepsikan sama oleh tim
pelayanan kesehatan bahwa pasien kritis memerlukan pencatatan medis yang berkesinambungan
dan monitoring penilaian setiap tindakan yang dilakukan.Dengan demikian pasien kritis erat
kaitannya dengan perawatan intensif oleh karena dengan cepat dapat dipantau perubahan
fisiologis yang terjadi atau terjadinya penurunan fungsi organ-organ tubuh lainnya (Sonia, 2012).
Pasien yang dirawat di ICU adalah pasien yang sakit gawat bahkan dalam keadaan
terminal yang sepenuhnya tergantung pada orang yang merawatnya dan memerlukan perawatan
secara intensif. Pasien ICU yaitu pasien yang kondisinya kritis sehingga memerlukan
pengelolaan fungsi sistem organ tubuh secara terkoordinasi, berkelanjutan, dan memerlukan
pemantauan secara terus menerus.
Pasien yang dirawat di ICU bukan hanya mengalami masalah fisik, psikis dan sosial,
tetapi mengalami masalah pada spiritualitas sehingga pasien kehilangan hubungan dengan Tuhan
dan hidup tidak berarti. Perasaan-perasaan tersebut menyebabkan seseorang menjadi stres dan
depresi berat menurunkan kekebalan tubuh dan akan memperberat kondisinya.
Pada pasien yang dirawat di ruang ICU memiliki kebutuhan spiritualitas berupa doa dari
keluarga, teman, dan sahabat. Selain itu, pasien membutuhkan kehadiran orang yang dicintai dan
kehadiran orang-orang yang merawat pasien. Kehadiran orang tersebut dapat memberikan
dukungan, merasakan apa yang dirasakan, selalu berada disamping pasien, dan merawat pasien
dengan tulus. Kebutuhan spiritualitas pasien yang dirawat di ruang ICU yaitu menginginkan
adanya dukungan dari keluarga, ketenangan dari gangguan suara di ruangan, berinteraksi dengan
orang-orang yang dibutuhkannya, dan dapat melaksanakan praktik keagamaan seperti beribadah
dan berdoa.
Pemenuhan kebutuhan spiritualitas pada pasien yang dirawat di ruang ICU dapat
dilakukan oleh keluarga. Keluarga sangat berperan dalam perkembangan spiritualitas individu.
Keluarga merupakan tempat pertama kali individu memperoleh pengalaman dan pandangan
hidup. Dari keluarga, individu belajar tentang Tuhan, kehidupan, dan diri sendiri. Keluarga
sangat dibutuhkan oleh pasien dalam memberikan dukungan dan keyakinan pada mereka.
Menurut Davis (2007) menyatakan bahwa keluarga beperan dalam perawatan pasien ICU
khususnya pemenuhan kebutuhan spiritualitas pada pasien yang mempengaruhi penyembuhan
pasien. Keluarga dapat memberikan dukungan spiritual pada anggota keluarganya yang sakit
dengan bantuan doa, ritual agama, menghiburnya, merasakan penderitaan yang dialami oleh
anggota keluarga yang sakit. Keluarga dapat memberikan dukungan spiritual tertentu yang tidak
dapat diberikan oleh orang lain (Sonia, 2010).
Pasien perawatan kritis dan keluarganya sering kali berdoa untuk kesembuhan yang ajaib.
Keajaiban kesembuhan, saat dialami oleh yang mempercayainya, dapat dipandang sebagai
peristiwa kesembuhan normal yang terjadi pada masa keterpurukan.
Caring adalah keperawatan mencakup pengenalan dan dukungan terhadap sifat spiritual
manusia. Spiritual merujuk pada area faktor yang tidak terlihat dan tidak terbatas yang
memperngaruhi pikiran dan perilaku kita. Pengenalan ini tidak hanya meliputi kepercayaan
agama, tetapi jauh melebihi hal tersebut. Ketika orang merasakan kekuatan dan pengaruh di luar
waktu dan keberadaan fisik, mereka dikatakan mengalami aspek metafisik dari spiritualitas.
Perawat yang menemukan nilai spiritual dalam agama harus mengakui dan menghormati
bahwa orang yang tidak beragama juga dapat menjadi spiritual dan mengalami spiritualitas
sebagai daya kehidupan. Terlepas dari pandangan pribadi, perawat mempunyai kewajiban
mengkaji sistem kepercayaan spiritual pasien dan membantu mereka mengenali dan
menggunakan nilai dan kepercayaan yang sudah mereka miliki.
Intervensi asuhan keperawatan spiritual pada pasien yaitu memberi motivasi, memberi
semangat, mengarahkan, menganjurkan berdoa dan mendoakan, pendampingan, menerima
keluhan, menghibur dan lain-lain. Intervensi ini menimbulkan respon terhadap pasien : pasien
mau makan, mau minum obat, senang, tertawa, terhibur dan semangat. Intervensi ini dipengaruhi
oleh pengetahuan perawat dalam sarana dan prasarana keagamaan yang dibutuhkan pasien,
kompetensi perawat serta kondisi pasien misal ; apatis, sakratul maut, atau sudah divonis oleh
dokter tidak bisa disembuhkan. Intervensi yang diberikan oleh perawat lebih luas tidak sebatas
pada pemenuhan kewajiban agama. Intervensi belum dapat dilakukan secara optimal karena
adanya faktor penghambat yang berasal dari perawat, situasi ruang perawatan yang sibuk oleh
tugas rutinitas, dan adanya petugas kerohanian. Untuk peningkatan kualitas dan kompetensi
perawat perlu diadakan pelatihan dan pendidikan (Tati dkk, 2012).
Pelaksanaan ritual yang dijalankan oleh pasien yang satu dengan pasien yang lain
berbeda-beda yang dipengaruhi oleh tingkat spiritual, perkembangan, pengalaman, kondisi sakit,
agama atau kepercayaan yang dianut pasien.
Peran perawat dalam memenuhi kebutuhan spiritual dapat berbentuk upaya-upaya dalam
membantu kegiatan ibadah pasien, melibatkan keluarga dan tokoh agama, serta memberikan
semangat.
Sakit kritis dapat memperdalam atau menantang spiritualitas yang telah ada. Pengalaman
spiritual yang dialami pasien kritis dapat berupa perasaan diambang kematian atau pasrah.
Selama masa ini, akan berguna jika perawat dan keluarga memanggil pemimpin spiritual atau
agama atau rohaniawan untuk membantu pasien mengambil makna dari pengalaman sakit kritis
tersebut (Wahyu, 2011)
Menurut Clinebell (2003), pendampingan spiritual adalah the broad, inclusive ministry of
mutual healing and growth within a conggregation and community else through the life cycle
(penggembalaan yang bersifat luas untuk saling menyembuhkan dan menumbuhkan dalam
jemaat dan komunitas di kehidupannya). Peran pendampingan spiritual ini dapat dikembangkan
dalam memberikan asuhan keperawatan secara mandiri tanpa harus tergantung pada peran
profersi yang lain. Kompetensi pendampingan spiritual merupakan kompetensi mandiri perawat,
oleh karena itu peran pendampingan ini perlu terus dikembangkan yang akhirnya meningkatkan
mutu asuhan keperawatan yang diberikan. Peran pendampingan spiritual bukan hanya terfokus
pada pasien kritis saja, namun semua pasien dari berbagai tingkat usia juga sangat
membutuhkan. Khususnya pada pasien yang mengami sakratul maut maupun menghadapi situasi
yang krisis, contoh pasien preoperasi. Pada pasien dengan situasi tersebut penguatan secara
psikologis dan spiritual sangat dibutuhkan (Karina, 2012).
Peran pendampingan spiritual bukan hanya untuk pasien tetapi juga dapat dikembangkan
dalam pendampingan pada keluarga pasien. Keluarga merupakan orang terdekat dalam
memberikan dukungan bagi pasien. Perawat dapat bekerja sama dengan keluarga untuk
memberikan pendampingan pada pasien. Keterbatasan waktu perawat dalam pendampingan
pasien, bila mampu memberdayakan keluarga akan sangat mendukung upaya penyembuhan atau
peningkatan kesehatan pasien (Karina, 2012).
Kebutuhan spiritual adalah salah satu kebutuhan dasar yang dibutuhkan oleh setiap
manusia, salah satunya adalah pasien dalam kondisi kritis. Kebutuhan spiritual pada pasien kritis
harus tetap dipenuhi. Pemenuhan kebutuhan spiritual dapat dilakukan oleh keluarga, perawat dan
pendamping spiritual. Keluarga dapat memberikan dukungan spiritual pada anggota keluarganya
yang sakit dengan bantuan doa, ritual agama, menghiburnya, merasakan penderitaan yang
dialami oleh anggota keluarga yang sakit. Peran perawat dalam memenuhi kebutuhan spiritual
dapat berbentuk upaya-upaya dalam membantu kegiatan ibadah pasien, melibatkan keluarga dan
tokoh agama, serta memberikan semangat. Pendampingan spiritual dapat memberikan motivasi.
Peran pendamping spiritual bukan hanya untuk pasien tetapi juga dapat dikembangkan dalam
pendampingan pada keluarga pasien. Dengan tepenuhinya kebutuhan spiritual dapat
mempengaruhi penyembuhan pasien.
Daftar Pustaka
Dinda, karina & Wahyuningsih, Aries. 2012. Jurnal STIKES. Peran Pendampingan
Spiritual Terhadap Motivasi Kesembuhan Pada Pasien Lanjut Usia. Volume 5, No 1
Rizki, Sonia Astaria. 2010. Pemenuhan Kebutuhan Spiritual Pada Lanjut Usia Di
Kelurahan Tanjung Gusta Kecamatan Medan Helvetia
Sumiati, Tati dkk. 2012. Jurnal Pemahaman Perawat Terhadap Pemenuhan Kebutuhan
Spiritual Klien Pada Pasien Lansia Di Rsu Mardi Lestari Kabupaten Sragen.
Rima, Wahyu Agustin. 2011. Jurnal Pengalaman Pasien Sindrom Guillain-Barre (Sgb)
Pada Saat Kondisi Kritis Di Ruang Intensive Care Unit (Icu) Rsup Dr. Hasan Sadikin Bandung