Anda di halaman 1dari 10

MEKANIKA TANAH 2

“STABILITAS LERENG”
NAMA : AULIYAH KHUMAIROH
NIM : 16 – 012 – 017
KELAS : IV-C KBG DIV

Kemantapan (stabilitas) lereng merupakan suatu faktor yang sangat penting dalam pekerjaan
yang berhubungan dengan penggalian dan penimbunan tanah, batuan dan bahan galian, karena
menyangkut persoalan keselamatan manusia (pekerja), keamanan peralatan serta kelancaran produksi.
Keadaan ini berhubungan dengan terdapat dalam bermacam-macam jenis pekerjaan, misalnya pada
pembuatan jalan, bendungan, penggalian kanal, penggalian untuk konstruksi, penambangan
dan lain-lain.

Jenis-jenis Lereng

Lereng terdapat dua jenis, yakni lereng alam dan lereng buatan.
1. Lereng Alam
Lereng alam merupakan lereng yang terbentuk secara alami tanpa campur tangan manusia.
Misalnya seperti lereng bukit dan tebing. Lereng alam terjadi selama bertahun-tahun, namun
masih ada kemungkinan untuk terjadi longsor.
2. Lereng Buatan
Lereng buatan adalah lereng yang terbentuk akibat perbuatan manusia. Contohnya antara lain
galian dan timbunan, tanggul, dan kanal sungaiserta dinding tambang terbuka. Dalam pembuatan
lereng buatan, diperlukan data badan tanah dan ada beberapa syarat yang harus dipenuhi

Dalam operasi penambangan masalah kemantapan lereng ini akan diketemukan pada penggalian
tambang terbuka, bendungan untuk cadangan air kerja, tempat penimbunan limbah buangan
(tailing disposal) dan penimbunan bijih (stockyard). Apabila lereng-lereng yang terbentuk sebagai
akibat dari proses penambangan (pit slope) maupun yang merupakan sarana penunjang operasi
penambangan (seperti bendungan dan jalan) tidak stabil, maka akan mengganggu kegiatan produksi.

Dari keterangan diatas, dapat dipahami bahwa analisis kemantapan lereng merupakan suatu
bagian yang penting untuk mencegah terjadinya gangguan terhadap kelancaran produksi maupun
terjadinya bencana yang fatal. Dalam keadaan tidak terganggu (alamiah), tanah atau batuan umumnya
berada dalam keadaan seimbang terhadap gaya-gaya yang timbul dari dalam
Analisis kestabilan lereng harus berdasarkan model yang akurat mengenai kondisimaterial bawah
permukaan, kondisi air tanah dan pembebanan yang mungkin bekerja padalereng. Tanpa sebuah model
geologi yang memadai, analisis hanya dapat dilakukandengan menggunakan pendekatan yang kasar

sehingga kegunaan dari hasil analisis dapatdipertanyakan.Beberapa pendekatan yang dapat


dilakukan adalah dengan menggunakan metode-metode seperti : metode Taylor, metode janbu,
metode Fenellius, metode Bishop, dll.
Dalam menentukan kestabilan atau kemantapan lereng dikenal istilah faktor keamanan
(safety factor) yang merupakan perbandingan antara gaya-gaya yang menahan gerakan
terhadap gaya-gaya yang menggerakkan tanah tersebut dianggap stabil, bila dirumuskan sebagai berikut :
Faktor kemanan (F) = gaya penahan / gaya penggerak
Dimana untuk keadaan :
• F > 1,0 : lereng dalam keadaan mantap
• F = 1,0 : lereng dalam keadaan seimbnag, dan siap untuk longsor
• F < 1,0 : lereng tidak mantap
Jadi dalam menganalisis kemantapan lereng akan selalu berkaitan dengan perhitungan untuk
mengetahui angka faktor keamanan dari lereng tersebut.
Ada beberapa faktor yang mempengaruhi kemantapan lereng, antara lain :
• Penyebaran batuan
Penyebaran dan keragaman jenis batuan sangat berkaitan dengan kemantapan lereng, ini karena
kekuatan, sifat fisik dan teknis suatu jenis batuan berbeda dengan batuan lainnya. Penyamarataan jenis
batuan akan mengakibatkan kesalahan hasil analisis. Misalnya : kemiringan lereng yang terdiri dari
pasir tentu akan berbeda dengan lereng yang terdiri dari lempung atau campurannya.
• Struktur geologi
Struktur geologi yang mempengaruhi kemantapan lereng dan perlu diperhatikan dalam analisis
adalah struktur regional dan lokal. Struktur ini mencakup sesar, kekar, bidang perlapisan, sinklin dan
antiklin, ketidakselarasan, liniasi, dll.
Struktur ini sangat mempengaruhi kekuatan batuan karena umumnya merupakan bidang lemah pada
batuan tersebut, dan merupakan tempat rembesan air yang mempercepat proses pelapukan.
• Morfologi
Keadaan morfologi suatu daerah akan sangat mempengaruhi kemantapan lereng didaerah tersebut.
Morfologi yang terdiri dari keadaan fisik, karakteristik dan bentuk permukaan bumi, sangat menentukan
laju erosi dan pengendapan yang terjadi, menent ukan arah aliran air permukaan maupun air tanah
dan proses pelapukan batuan.
• Iklim
Iklim mempengaruhi temperatur dan jumlah hujan, sehingga berpengaruh pula pada proses
pelapukan. Daerah tropis yang panas, lembab dengan curah hujan tinggi akan menyebabkan proses
pelapukan batuan jauh lebih cepat daripada daerah sub-tropis. Karena itu ketebalan tanah di daerah
tropis lebih tebal dan kekuatannya lebih rendah dari batuan segarnya.
• Tingkat pelapukan
Tingkat pelapukan mempengaruhi sifat-sifat asli dari batuan, misalnya angka kohesi, besarnya
sudut geser dalam, bobot isi, dll. Semakin tinggi tingkat pelapukan, maka kekuatan batuan akan
menurun.

• Hasil kerja manusia


Selain faktor alamiah, manusia juga memberikan andil yang tidak kecil. Misalnya,
suatu lereng yang awalnya mantap, karena manusia menebangi pohon pelindung, pengolahan tanah
yang tidak baik, saluran air yang tidak baik, penggalian / tambang, dan lainnya menyebabkan lereng
tersebut menjadi tidak mantap, sehingga erosi dan longsoran mudah terjadi.
Pada dasarnya longsoran akan terjadi karena dua sebab, yaitu naiknya tegangan geser
(shear strees) dan menurunnya kekuatan geser (shear strenght).
Adapun faktor yang dapat menaikkan tegangan geser adalah :
• Pengurangan penyanggaan lateral, antara lain karena erosi, longsoran terdahulu yang menghasilkan
lereng baru dan kegiatan manusia.
• Pertambahan tegangan, antara lain karena penambahan beban, tekanan air rembesan, dan penumpukan.
• Gaya dinamik, yang disebabkan oleh gempa dan getaran lainnya.
• Pengangkatan atau penurunan regional, yang disebabkan oleh gerakan pembentukan pegunungan
dan perubahan sudut kemiringan lereng.
• Pemindahan penyangga, yang disebabkan oleh pemotongan tebing oleh sungai, pelapukan dan erosi
di bawah permukaan, kegiatan pertambangan dan terowongan, berkurangnya/hancurnya material
dibagian dasar.

• Tegangan lateral, yang ditimbulkan oleh adanya air di rekahan serta pembekuan air, penggembungan
lapisan lempung dan perpindahan sisa tegangan.
Sedangkan faktor yang mengurangi kekuatan geser adalah :
• Keadaan atau rona awal, memang sudah rendah dari awal disebabkan oleh komposisi, tekstur, struktur
dan geometri lereng.
• Perubahan karena pelapukan dan reaksi kimia fisik, yang menyebabkan lempung berposi menjadi
lunak, disinteggrasi batuan granular, turunnya kohesi, pengggembungan lapisan lempung,
pelarutan material penyemen batuan
• Perubahan gaya antara butiran karena pengaruh kandungan air dan tekanan air pori.
• Perubahan struktur, seperti terbentuknya rekahan pada lempung yang terdapat di tebing / lereng.
Jika komponen gravitasi lebih besar untuk menggerakan lereng yang melampaui
perlawanan terhadap pergeseran yang dikerahkan tanah pada bidang longsornya maka
akan terjadi kelongsoran tanah.
Faktor – faktor yang mempengaruhi hasil hitungan stabilitas lereng ;
 Kondisi tanah yang berlapis
 Kuat geser tanah yang isontropis
 Aliran rembesan air dalam tanah.

Terzaghi (1950) membagi penyebab kelongsoran lereng ;


 Akibat pengaruh dalam, yaitu longsoran yang terjadi dengan tanpa adanya
perubahan kondisi luar atau gempa bumi.
 Akibat pengaruh luar, yaitu pengaruh yang menyebabkan bertambahnya gaya
geser tanpa adanya perubahan kuat geser tanah.

Teori analisa Stabilitas Lereng.


Maksud analisis stabilitas lereng adalah untuk menentukan faktor aman dari bidang
longsor. Faktor aman didefinisikan sebagai nilai banding antara gaya yang menahan dan
gaya yang menggerakan atau,

F 
d
dengan ;
 tahanan geser maksimum yang dapat dikerahkan oleh tanah
 d  tegangan geser yang terjadi akibat gaya berat tanah yang akan longsor
F = faktor aman.
Mohr – Coulomb, tahanan geser ( ) yang dapat dikerahkan tanah sepanjang bidang
longsornya dinyatakan ;
  c   tg

Dimana nilai c dan ø adalah parameter kuat geser tanah disepanjang bidang longsornya.

Persamaan geser yang terjadi akibat beban tanah dan beban lain pada bidang longsornya ;
 d  cd   tgd
Dengan cd dan ød adalah kohesi dan sudut gesek dalam yang terjadi atau yang dibutuhkan untuk
keseimbangan pada bidang longsornya.
Sehingga persamaan menjadi ;
c  tg
F 
cd  tgd
atau

c  tg
c tg 
d d
 

F F
dengan ;
c
F
c
cd

tg 
F 
tg d

Analisis Stabilitas Lereng dengan Bidang Longsor Datar.


A. Lereng tak berhingga dengan kondisi tanpa rembesan.

Gambar 1 Lereng tak berhingga tanpa rembesan

Berat elemen PQTS adalah


W bH
Gaya W dapat diuraikan ;
* Tegak lurus terhadap bidang Na  W cos   b H cos
longsor
T a W sin   b H sin
* Searah pada bidang longsor
Tegangan normal dan tegangan geser yang terjadi pada bidang AB persatuan lebar ;
Na
   H cos 
2

b
.1
cos
Ta
   H sin cos
b
.1
cos

Dalam keadaan simbang  d    H sin cos , sehingga ;

H sin cos  c d H cos2  tg


cd
 cos  (tg  tg )
2
d
H
tg c
Dengan mengganti tg  dan c  diperoleh ;
d d
F F
c
F  tg
H cos  tg tg
2

Kondisi kritis terjadi jika F = 1 maka untuk tanah yang mempunyai ø dan c,

Hc 
c
 cos  (tg  tg)
2

dengan Hc ketebalan maksimum, dimana lereng dalam kondisi akan longsor (kondisi kritis)

Tanah granuler ( c = 0 ) pada kondisi kritis, tg


F  tg
maka

Lereng tak berhingga untuk tanah granuler selama α < ø, lereng masih dalam kondisi
stabil. Untuk lempung jenuh ( ø = 0 ) persamaan menjadi ;
c
F
H cos2 tg
c
 cos tg
2
Pada kondisi kritis F = 1,
maka H

B. Lereng tak berhingga dengan kondisi dengan rembesan.


Gambar 2 Lereng tak berhingga dengan rembesan Dengan dilakukan

penurunan seperti diatas diperoleh ;


c
F
 'tg
 sat H cos2  
tg
tg sat

Untuk tanah granuler (c = 0) maka faktor  'tg


F 
aman,  sattg
c
F
Untuk tanah kohesif (ø = 0), faktor aman
 sat H cos2  tg

C. Lereng Terbatas (Finite Slope)

Gambar VIII.3 Analisis stabilitas timbunan diatas tanah miring

Pada gambar diatas, timbunan terletak pada tanah asli yang miring, akibatnya terjadi
kelongsoran menurut bidang AB.
Berat massa tanah yang longsor ;
H H 1
2 sin(   )
W  1/ 2HCB (1)  1/ 2H   sin  sin
tg Htg 2

dengan ;
W = berat tanah diatas bidang longsor (kN)
α = sudut bidang longsor terhadap horizontal (derajad)
β = sudut lereng timbunan (derajad)
Tegangan normal (σ ) dan tegangan geser ( ‫ ) ז‬terjadi akibat berat tanah ABC pada
bidang AB adalah ;

Na (1/ 2)H sin cos sin(   )


  H / sin (1)  sin  sin

Anda mungkin juga menyukai