BAB II
KAJIAN PUSTAKA
Setiap disiplin ilmu memiliki objek material dan objek formal tertentu. Beberapa
disiplin ilmu mungkin memimiliki objek material yang berbeda, tetapi mungkin
pula mempunyai objek material yang sama. Namun demikian, sebagai ilmu yang
ototnom setiap ilmu harus mempunyai objek formal yang spesifik dan berbeda
daripada objek formal ilmu yang lainnya. Objek meterial pedagogik adalah
manusia, objek material pedagogik ini adalah sama halnya dengan objek material
psikologi, sosiologi, ekonomi dan sebagainya. Namun demikian, pedagogik
memiliki objke formal tersendiri, atau mempunya objek formal yang spesifik dan
berbeda daripada objek formal psikologi, ekonomi dan sebagainya. Objek formal
spikologi adalah proses mental dan tingkah laku manusia; objek formal ekonomi
adalah pemenuhan kebutuhan hidup manusia, melalui proses produksi, distribusi
dan pertukaran; sedangkan objek formal pedagogik adalah “fenomena
pendidikan” atau “situasi pendidikaní” (Drikarya, 1980 & Langeveld, 1980
dalam Syaripudin & Kurniasih, 2008).
2. Metode Studi (Penelitian) Pedagogik
Semua disiplin ilmu dalam mempelajari objek studinya tentu
menggunakan metode ilmiah, demikian pula pedagogik. Dalam rangka
operasinya, metode ilmiah dijabarkan ke dalam metode penelitian ilmiah. Adapun
metode penelitian ilmiah tersebut dibedakan menjadi dua jenis, yaitu: (1) metode
penleitian kualitatif dan (2) metode penelitian kuantitatif. Yang tergolong metode
penelitian kualitatif antara lain fenomenologi, hermeneutika, dan etnometodologi,
sedangkan yang tergolong metode penelitian kuantitatif antara lain metode
eksperimen, metode kuasi eksperimen, metode korelasional dan sebagainya.
Kelompok filsuf dan ilmuan tertentu berpendapat bahwa metode penelitian
kualitatif merupakan metode penelitian ilmu-ilmu kemanusiaan, sedangkan
metode penelitian kuantitatif merupakan penelitian ilmu kealaman. Sebaliknya,
pada zaman keemasan sains modern (modern science), yaitu zamah keemasa
ilmu-ilmu yang dilandasi filsafat positivisme dan pradigman Newtodian, ada di
antara para filsuf dan ilmuan yang berpendapat bawa ilmu-ilmu kealaman maupun
ilmu kemanusiaan adau ilmu sosial termasuk di dalamnya pedagogik, dalam
1. Pedagogik Teoretis, terdiri atas: (1) Pedagogik Sistematis dan (2) Pedagogik
Historis. Pedagogik Historis terdiri atas: Sejarah Pendidikan dan Pedagogik
Komparatif. Adapun Sejarah Pendidikan dibedakan menjadi Sejarah Teori
Pendidikan dan Sejarah Praktik Pendidikan.
2. Pedagogik Praktis, terdiri atas: (1) Pedagogik di Keluarga; (2) Pedagogik di
Sekolah; dan (3) Pedagogik di Masyarakat. Adapun Pedagogik di Sekolah
terdiri atas: administrasi sekolah, didaktik/metodik dan kurikulum.
Kompetensi Pedagogik
Keterangan:
Kompetensi Guru mata pelajaran PKn pada SMP/MTs, SMA/MA,
SMK/MAK*
Memahami materi, struktur, konsep, dan pola pikir keilmuan yang
mendukung mata pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan.
Memahami substansi Pendidikan Kewarganegaraan yang meliputi
pengetahuan kewarganegaraan (civic knowledge), nilai dan sikap
kewarganegaraan (civic disposition), dan ketrampilan kewarganegaraan
(civic skills).
Menunjukkan manfaat mata pelajaran pendidikan kewarganegaraan.
Menurut Gagne dan Berliner (dalam Dimyati, 2006, hlm. 42) diungkapkan
bahwa pengolahan informasi dalam belajar mengajar tak mungkin terjadi
tanpa adanya perhatian. Perhatian terhadap pelajaran akan timbul pada
peserta didik apabila bahan pelajaran sesuai dengan kebutuhannya.
Apabila bahan pelajaran itu dirasakan sebagai sesuatu yang dibutuhkan,
diperlukan untuk belajar lebih lanjut akan membangkitkan motivasi untuk
mempelajarinya.
b. Keaktifan
Menurut teori kognitif Gagne dan Berliner (dalam Dimyati 2006, hlm. 44),
“belajar menunjukkan adanya jiwa yang sangat aktif, jiwa mengolah
informasi yang kita terima, tidak sekedar menyimpannya tanpa
mengadakan transformasi”. Menurut teori ini anak memiliki sifat aktif,
konstruktif, dan mampu merencanakan sesuatu. Anak mampu untuk
mencari, menemukan, dan menggunakan pengetahuan yang telah
diperolehnya. Dalam proses belajar mengajar anak mampu
mengidentifikasi, merumuskan masalah, mencari dan menemukan fakta,
menganalisis, dan menarik kesimpulan.
c. Keterlibatan Langsung/Berpengalaman
Edgar Dale (dalam Dimyati, 2006, hlm. 45) mengungkapkan bahwa
penggolongan pengalaman belajar yang dituangkan dalam kerucut
pengalamannya mengemukakan bahwa belajar yang paling baik adalah
melalui pengalaman langsung. Dalam belajar melalui pengalaman
langsung peserta didik tidak sekedar mengamati secara langsung tetapi ia
harus menghayati, terlibat langsung dalam perbuatan, dan bertanggung
jawab terhadap hasilnya.
d. Pengulangan
Prinsip belajar yang menekankan perlunya pengulangan dikemukakan oleh
teori Psikologi Daya. Menurut teori ini belajar adalah melatih daya-daya
yang ada pada manusia yang terdiri atas daya mengamat, menangkap,
mengingat, menghayal, merasakan, berpikir, dan sebagainya. Dengan
mengadakan pengulangan maka daya-daya tersebut akan berkembang.
Sedangkan menurut teori koneksionisme menyatakan bahwa belajar
merupakan pembentukan hubungan antara stimulus dan respon, dan
pengulangan terhadap pengalaman-pengalaman itu memperbesar peluang
timbulnya respon benar.
e. Balikan dan Penguatan
Menurut Moh. Uzer Usman (2006, hlm. 80) penguatan merupakan segala
bentuk respon, apakah bersifat verbal, ataupun nonverbal, yang merupakan
bagian dari modifikasi tingkah laku guru terhadap tingkah laku peserta
didik, yang bertujuan untuk memberikan informasi atau umpan balik bagi
peserta didik atas perbuatannya sebagai suatu tindak dorongan ataupun
koreksi.
Pada dasarnya tiap individu merupakan satu kesatuan yang berbeda antara
satu dengan yang lainnya. Perbedaan itu dilihat dari tingkat kecerdasan, bakat,
a. Memberi tanda
Memberi tanda digunakan untuk menarik perhatian atau dapat dijadikan
simbol misalnya untuk memulai pelajaran guru dapat menggunakan tanda
dengan mengajukan pertanyaan yang terkait dengan materi yang akan
dipelajari atau menanyakan hal-hal terkait dengan pelajaran sebelumnya.
b. Pertanggungan jawab
Untuk menarik perhatian guru meminta pertanggungan jawab atas
pekerjaannya, melaporkan tugas, memperagakan sesuatu.
c. Pengarahan dan petunjuk yang jelas
Untuk menarik perhatian kelompok guru perlu memberikan pengarahan dan
petunjuk yang jelas, singkat, sehingga tidak menimbulkan kebingungan
pada diri peserta didik.
d. Penghentian
Pengehentian maksudnya guru menghentikan gangguan yang terjadi dalam
pembelajaran yang muncul dari peserta didik. Teguran disampaikan dengan
tegas dan jelas tidak dengan kata-kata kasar, tidak berkepanjangan.
e. Kecepatan
Kecepatan dapat diartikan tingkat kemajuan yang ada pada diri peserta
didik. Agar dapat mengatur tingkat kemajuan peserta didik, guru dapat
memodifikasi tingkah laku, melakukan pendekatan terhadap masalah
kelompok, dan menemukan dan memecahkan masalah.
2) Komprehensif
Dalam melakukan evaluasi terhadap suatu objek, guru harus mengambil
seluruh objek itu sebagai bahan evaluasi.
3) Adil dan objektif
Dalam melaksanakan evaluasi, guru harus berlaku adil tanpa pilih kasih.
4) Kooperatif
Dalam kegiatan evaluasi guru hendaknya bekerja sama dengan semua pihak,
seperti orang tua peserta didik, sesama guru, kepala sekolah, termasuk
dengan peserta didik itu sendiri.
5) Praktis
Praktis mengandung arti mudah digunakan, baik oleh guru itu sendiri yang
menyusun alat evaluasi maupun orang lain yang akan menggunakan alat
tersebut.
Hal ini dikarenanya dalam diri manusia yang bersifat organisme hidup
terdapat lima sistem tersebut jelaslah bahwa pada diri manusia tidak ada
kehidupan yang bebas nilai (value free). Penguatan konsep Pendidikan
Kewarganegaraan yang berorientasi pada tuntutan nilai-nilai dan keyakinan yang
berkembang dalam masyarakat yang akhirnya akan bermuara pada aplikasi nilai
moral dan keyakinan dalam kontek berbangsa dan bernegara yang harus
memperoleh perhatian dalam mengembangkan konsep Pendidikan
Kewarganegaraan.
Pendidikan Kewarganegaraan sudah menjadi bagian inheren dari
instrumentasi serta praksis pendidikan nasional untuk mencerdaskan kehidupan
bangsa Indonesia melalui koridor “value-based education”. Konfigurasi atau
sesuai dengan fungsi dan perannya, juga memiliki sikap disiplin berpikir kritis,
kreatif dan inovatif. Strategi pembelajaran Pendidikan Kewarganegaraan menurut
Gordon dan Jeannette ada tiga tujuan belajar yaitu:
1) Mempelajari keterampilan dan pengetahuan tentang materi-materi
pelajaran spesifik.
2) Mengembangkan kemampuan konseptual umum dan mampu belajar
menerapkan konsep belajar yang sama atau yang berkaitan dengan bidang
lain.
3) Mengembangkan kemampuan dan sikap pribadi yang secara mudah dapat
digunakan dalam segala tindakan.
dari, oleh dan untuk warganegara dalam hal ini siswa di sekolah yang menjadi
dasar dan tujuannya.
Perubahan pada pendekatan Pendidikan Kewarganegaraan yang semula
berorientasi pada tujuan dan isi semata menuju kearah yang lebih menekankan
pada proses kecerdasan dan pemecahan masalah. Pendekatan mengajar yang
selama ini seperti menuangkan air kedalam gelas (watering down) sebaiknya
diubah menjadi pendekatan Pendidikan Kewarganegaraan yang dapat membentuk
warganegara yang lebih mandiri dan kreatif dalam memahami dan mencari solusi
terhadap masalah yang dihadapi serta mampu mengambil keputusan-keputusan
yang baik bagi dirinya lingkungan serta masyarakatnya.
Melalui Pendidikan Kewarganegaraan siswa memiliki kepekaan sosial dan
memahami permasalahan yang terjadi di lingkungannya secara cerdas. Dengan
pemahaman pada proses siswa diharapkan memiliki kecakapan dan kreativitas
belajar yang tinggi oleh sebab itu keterampilan dalam membuat atau mengambil
keputusan dalam pemecahan masalah dan pemikiran yang kreatif perlu dilatihkan
dan dikembangkan secara terus-menerus agar siswa memiliki kecakapan dalam
mengembangkan berbagai solusi alternatif untuk membuat keputusan yang tepat.
Menurut (Djahiri, 1999, hlm. 41) starategi yang hendaknya dilakukan oleh
guru adalah sebagai berikut:
1) Membina dan menciptakan keteladanan, baik fisik dan mental (tat dan
aksesoris kelas, sekolah), kondisional (suasana dalam proses belajar-
mengajar) maupun personal (kepala sekolah dan guru).
2) Membiasakan apa yang diajarkan di sekolah, di rumah dan lingkungan
masyarakat.
3) Memotivasi dan gairah terlibat dalam proses belajar untuk kajian lanjutan
serta membiasakannya.
hasil dari pengalaman yang dialami oleh setiap individu. Sedangkan dilihat dari
fungsi, maka penekanan dari kegiatan pembelajaran itu adalah pada hal-hal atau
aspek-aspek penting tertentu, seperti motivasi yang diyakini dapat membentu hasil
belajar lebih baik. Oleh karena itu, pembelajaran diartikan sebagai suatu
pembekalan yang dapat member hasil jika orang-orang berinteraksi dengan
informasi.
Berdasarkan pengertian pembelajaran tersebut, maka pembelajaran
mengandung makna bahwa, seseorang akan menjadi warganegara yang baik
apabila ia dapat menyumbangkan dirinya bagi kehidupan yang baik atau begin
habitat for good living melalui proses, hasil dan fungsi pembelajaran. Untuk
mencapai tujuan tersebut guru dapat melakukan modifikasi berbagai metode atau
model pembelajaran yang disesuaikan dengan kebutuhan akan pencapain tujuan
pembelajaraanya. Dengan demikian pembelajaran dapat meliputi segala
pengalaman yang diaplikasikan guru kepada peserta didiknya. Makin intensif
pengalaman yang dihayati peserta didik maka kualitas pembelajaran semakin
tinggi. Intensitas pengalaman belajar ini dapat dilihat dari tingginya keterlibatan
siswa dalam proses belajar baik di dalam kelas maupun diluar kelas. Hal ini
sejalan dengan pendapat (Mulyasa, 2002, hlm. 105) yang menyatakan bahwa :
Pada hakikatnya pembelajaran dilakukan untuk mengembangkan aktifitas
dan kreatifitas peserta didik melalui berbagai interaksi dan pengalaman
belajar. Dalam hal ini suasana interaktif antara siswa dan guru dalam
mengoperasionalisasikan komponen-komponen pembelajaran seperti
materi, media, metode, sumber dan evaluasi pembelajaran.
Pembelajaran di sekolah meliputi seluruh bidang kehidupan, salah satunya
adalah pembelajaran Pendidikan Kewarganegaraan. Kaitan dengan hal tersebut
(Djahiri, 2006, hlm. 9) mengemukakan bahwa :
Pendidikan Kewarganegaraan merupakan program pendidikan/
pembelajaran yang secara programatik-prosedural berupaya
memanusiakan (humanizing) dan membudayakan (civilizing) serta
memberdayakan peserta didik/siswa (diri dan kehidupannya) supaya
menjadi warganegara yang baik sebagaimana tuntutan keharusan/yuridis
konstitusional bangsa/negara yang bersangkutan.
virture dan civic culture melalui partisipasi aktif secra cerdas, demokratis dan
religius di lingkungannya (Winataputra, 1999, hlm. 23).
Berkaitan dengan hal tersebut (Al Muchtar, 2000, hlm. 6-7)
mengemukakan bahwa:
Mata pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan memiliki potensi yang
sangat strategis karena secara estimologis dikembangkan dalam tradisi
citizenship education antara lain mengembangkan nilai demokratis untuk
menegakan Negara hukum. Dengan demikian, sangat menarik dikaji dan
dikembangkan agar program pendidikan ini mampu mengembangkan
nilai-nilai demokratis sehingga peserta didik memiliki wawasan dan
kemampuan untuk berpikir, bersikap dan bertindak demokratis.
Dari penjabaran tersebut diatas, dapat disimpulkan bahwa tujuan dan ruang
lingkup Pendidikan Pancasila dan Kewaganegaraan tidak hanya mementingkan
pengetahuan dan keterampilan saja, tetapi juga harus memperhatikan sikap peserta
didik. Hal ini dimaksudkan agar selain peserta didik menguasai pengetahuan dan
keterampilan, tetapi juga memiliki sikap yang baik agar tercipta warga negara
yang baik pula. Dalam mencapai tujuan tesebut, salah satu cara yang dapat
dilakukan adalah dengan melaksanakan proses pembelajaran disekolah.
Berkaitan dengan hal tersebut (Djahiri, 2005, hlm. 6) menyatakan bahwa
proses pembelajaran Pendidikan Kewarganegaraan proses belajar siswa yang
direkayasa oleh seluruh komponen belajar yang meliputi guru, materi, metoda
media, sumber belajar, dan evaluasi pembelajaran.
Sekaitan dengan hal tersebut, maka dapat dipaparkan penjelasan dari
setiap komponen pembelajaran dalam konteks Pendidikan Kewarganegaraan.
Adapun komponen dari pembelajaran Pendidikan Kewarganegaraan di sekolah
adalah sebagai berikut:
a. Materi pembelajaran
Materi yang tertuang dalam kurikulum sebaiknya dikembangkan oleh
guru guna mencapai tujuan pembelejaran yang telah ditetapkan. Menurut
Komalasari (2013, hlm. 37), dalam pengembangan materi pembelajaran tentunya
dituntut kreativitas guru dengan tetap memperhatikan prinsip-prinsip sebagai
berikut:
1. Prinsip relevansi: materi pelajaran hendaknya relevan dengan pencapaian
standar kompetensi dan kompetensi dasar.
2. Prinsip konsistensi: jika kompetensi dasar yang harus dikuasai siswa ada
empat macam maka materi yang harus diajarkan juga harus meliputi empat
macam.
3. Prinsip kecukupan: artinya materi yang diajarkan hendaknya cukup
memadai dalam membantu siswa menguasai kompetensi dasar yang
diajarkan.
mengikuti prinsip-prinsip itu pula, materi yang disampaikan oleh guru diharapkan
tidak melenceng dari SK dan KD yang sudah ada. Materi pembelajaran PKn ini
juga dapat berupa lisan maupun terlulis, gambar-gambar, film, foto dan
sebagainya.
Materi pembelajaran merupakan subtansi yang akan disampaikan dalam
proses pembelajaran (Djamarah dan Zain, 2002, hlm. 50). Materi pembelajaran
merupakan komponen penting dalam semua proses pembelajaran termasuk proses
pembelajaran Pendidikan Kewarganegaraan. Tanpa materi pembelajaran, proses
pembelajaran tidak akan berjalan. Materi pembelajaran dapat berupa fakta,
konsep, prinsip maupun prosedur (Sadiman, 1990, hlm. 162). Pemilihan materi
harus spesifik agar lebih mudah membatasi ruang lingkup dan agar lebih jalas dan
mudah dibandingkan dan dipisahkan dengan pokok bahasan lainnya.
Guru mempunyai tugas yang penting dalam mengembangkan dan
memperkaya materi pelajaran, karena hal tersebut merupakan salah satu factor
penting dalam menentukan keberhasilan pembelajaran. Ada beberapa hal yang
perlu diperhatikan dalam menetapkan materi pembelajaran yaitu:
1) Materi pembelajaran hendaknya sesuai dengan kompetensi yang akan
dicapai.
2) Materi pembelajaran hendaknya disesuaikan dengan tingkat perkembangan
siswa pada umumnya.
3) Materi pembelajaran hendaknya terorganisasi secara sistematik dan
berkesinambungan.
4) Materi pembelajaran hendaknya mencakup hal-hal yang bersifat tekstual
maupun kontekstual (Djamarah dan Zain, 2002, hlm. 51).
merupakan bagian dari sumber belajar, dan adakah keterkaitan antara sumber
belajar dan media pembelajaran. Rahadi (2003) menyatakan bahwa sumber
belajar memiliki cakupan yang lebih luas daripada media pembelajaran. Sumber
belajar dapat berupa pesan, orang, bahan, alat, teknik, dan latar/lingkungan.
Sumber belajar merupakan suatu yang dapat dipergunakan sebagai tempat
terdapatnya materi pembelajaran atau sumber belajar untuk seseorang
(Winataputra dan Ardiniwata, 1991, hlm. 165). Dengan demikian, sumber belajar
itu merupakan bahan/materi untuk menambah ilmu pengetahuan yang
mengandung hal-hal baru bagi siswaselaku peserta didik. Sumber belajar pada
hakikatnya terdapat dimana-mana seperti di sekolah, di rumah di pusat kota dan
sebagainya. Pemanfaatan sumber-sumebr belajar tersebut tergantung pada
kreativitas guru, waktu, biaya, serta kebijakan-kebajikan lainnya (Sudiman,1990).
Setidaknya terdapat lima macam sumber belajar yaitu manusia, buku, media
masa, lingkungan (lingkungan alam, lingkungan sejarah dan lingkungan
masyarakat) dan media pendidikan.
e. Evaluasi pembelajaran
Pada tahap evaluasi pembelajaran, hal ini merupakan tahap terakhir dalam
proses pembelajaran. Rosyada (dalam Afriyani 2013, hlm. 378) mengatakan
bahwa evaluasi merupakan bagian penting dalam pembelajaran efektif yang
dilakukan di akhir sesi pelajaran untuk perencanaan pembelajaran berikutnya.
Tahap ini memiliki peran yang sangat penting, karena dalam tahap inilah dapat
dilihat keberhasilan siswa dalam proses belajar mengajar. Evaluasi pembelajaran
dapat dilakukan dengan cara sebagai berikut:
1. Observasi
2. Anecdotal Record
3. Wawancara
4. Portofolio
5. Skala bertingkat
6. Evaluasi diri
terhadap harkat dan martabat manusia. Karakter publik juga tidak kalah penting,
kepedulian sebagai warganegara, kesopanan, mengindahkan aturan main (rule of
law), berpikir kritis dan kemauan untuk mendengar, bernegosiasi dan
berkompromi merupakan karakter yang sangat diperlukan.
7) Sikap bergantung terhadap situasi dan waktu, sehingga dalam situasi dan
saat tertentu mungkin sesuai sedangkan di saat dan situasi yang berbeda
belum tentu cocok attitudes have a time dimension).
8) Sikap dapat bersifat relative consistent dalam sejarah hidup individu
(attitudes have duration factor).
9) Sikap merupakan bagian dari konteks persepsi ataupun kognisi individu
(attitudes are complex).
10) Sikap merupakan penilaian terhadap sesuatu yang mungkin mempunyai
konsekuensi tertentu bagi seseorang atau yang bersangkutan (attitudes
are evalutions).
11) Sikap merupakan penafsiran dan tingkah laku yang mungkin menjadi
indicator yang sempurna, atau bahkan tidak memadai (attitudes are
inferred).
Menurut Sutarmo (1989, hlm. 42), ciri-ciri sikap adalah sebagai berikut:
a. Sikap tidak dibawa seseorang sejak ia lahir melainkan dibentuk
sepanjang perkembangannya.
b. Sikap dapat berubah-ubah, oleh karena itu sikap dapat dipelajari.
c. Objek suatu sikap dapat tunggal atau jamak.
d. Sikap mengandung motivasi atau perasaan. Pengetahuan mengenai
suatu objek tanpa disertai motivasi belum berarti sikap.
Kata sosial, dari kata lain societas, yang artinya masyarakat. Kata societas
dari kata socius, yang artinya teman, dan selanjutnya kata sosial berarti hubungan
antara manusia yang satu dengan manusia yang lain dalam bentuknya yang
berlain-lainan, misalnya: keluarga, sekolah, organisasi dan sebagainya (Suyanto,
1995, hlm. 236).
Berdasarkan pengertian di atas maka sikap sosial yang dimaksud dalam
penelitian ini adalah suatu perbuatan, perilaku yang berkenaan dengan
masyarakat. Bagi siswa taman kanak-kanak, lingkungan masyarakat yang
dimaksud adalah lingkungan keluarga, lingkungan sekolah dan lingkungan
masyarakat pada umumnya.
Perkembangan sikap sosial peserta didik adalah proses perkembangan
kepribadian peserta didik selaku anggota masyarakat dalam berhubungan dengan
orang lain. Perkembangan sosial merupakan proses pembentukan social self
(pribadi dalam masyarat), yakni pribadi dalam keluarga, budaya, bangsa, dan
seterusnya. Oleh karena itu guru maupun orang tua harus mampu memberikan
balance (keseimbangan), dengan memberikan sebanyak mungkin rangsangan, dan
kesempatan kepada anak untuk melakukan konsep diri secara baik.
2.6.1 Pengertian
2.6.2 Cakupan
Tabel 2.2
Indikator Sikap
Sikap sosial
1. Jujur 1. Saya mengerjakan ujian/ulangan
adalah perilaku yang didasarkan dengan usaha sendiri.
pada upaya menjadikan dirinya 2. Saya mengambil/menyalin karya
sebagai orang yang selalu dapat orang lain dengan menyebutkan
dipercaya dalam perkataan, sumber) dalam mengerjakan setiap
tindakan, dan pekerjaan. tugas.
3. Saya mengemukakan perasaan
terhadap sesuatu apa adanya.
4. Saya melaporkan barang yang
ditemukan.
5. Saya melaporkan data atau
informasi apa adanya.
Saya mengakui kesalahan atau
kekurangan yang dimiliki.
2. Disiplin
adalah tindakan yang menunjukkan 1. Saya datang tepat waktu.
perilaku tertib dan patuh pada 2. Saya patuh pada tata tertib atau
berbagai ketentuan dan peraturan. aturan bersama/sekolah.
3. Saya mengerjakan/mengumpulkan
tugas sesuai dengan waktu yang
ditentukan.
5. Gotong royong
adalah bekerja bersama-sama 1. Saya terlibat aktif dalam bekerja
dengan orang lain untuk mencapai bakti membersihkan kelas atau
tujuan bersama dengan saling sekolah.
berbagi tugas dan tolong-menolong 2. Saya mengantar teman yang
secara ikhlas. sedang sakit.
3. Saya bersedia melakukan tugas
sesuai kesepakatan.
4. Saya bersedia membantu orang
lain tanpa mengharap imbalan.
5. Saya aktif dalam kerja kelompok.
7. Percaya diri
adalah kondisi mental atau 1. Saya berpendapat dan melakukan
psikologis diri seseorang yang sesuatu dengan yakin.
memberi keyakinan kuat pada 2. Saya mampu membuat keputusan
dirinya untuk berbuat atau dengan cepat.
melakukan sesuatu tindakan. 3. Saya bersedia mengikuti lomba di
sekolah.
4. Saya berani presentasi di depan
kelas.
5. Saya berani bertanya, atau
menjawab pertanyaan.
a. Teknik Observasi
Observasi merupakan teknik penilaian yang dilakukan secara
berkesinambungan dengan menggunakan indera, baik secara langsung maupun
tidak langsung, dengan menggunakan instrumen yang berisi sejumlah indikator
perilaku yang diamati. Observasi langsung dilaksanakan oleh guru secara
langsung tanpa perantara orang lain, sedangkan observasi tidak langsung
dilaksanakan melalui bantuan orang lain, seperti guru lain, orang tua, peserta
didik, dan karyawan sekolah.
Bentuk instrumen yang digunakan untuk observasi adalah pedoman
observasi yang berupa daftar cek atau skala penilaian (rating scale) yang disertai
rubrik. Daftar cek digunakan untuk mengamati ada atau tidaknya suatu sikap atau
perilaku, sedangkan skala penilaian menentukan posisi sikap atau perilaku peserta
didik dalam suatu rentangan sikap. Pedoman observasi secara umum memuat
pernyataan sikap atau perilaku yang diamati dan hasil pengamatan sikap atau
perilaku sesuai kenyataan. Pernyataan memuat sikap atau perilaku yang positif
atau negatif sesuai indikator penjabaran sikap dalam kompetensi inti dan
kompetensi dasar. Rentang skala hasil pengamatan antara lain ditentukan dengan
pernyataan berikut.
1) selalu, sering, kadang-kadang, tidak pernah
2) sangat baik, baik, cukup baik, kurang baik
(lihat lembar contoh instrumen).
Pedoman observasi dilengkapi juga dengan rubrik dan petunjuk
penyekoran. Rubrik memuat petunjuk/uraian dalam penilaian skala atau daftar
cek, sedangkan petunjuk penyekoran memuat cara memberikan skor dan
mengolah skor menjadi nilai akhir. Agar observasi lebih efektif dan terarah
sebaiknya:
1) dilakukan dengan tujuan yang jelas dan sebelumnya dituangkan dalam
perencanaan yang mencakup indikator atau aspek suatu proses yang akan
diamati,
2) dilakukan dengan menggunakan pedoman observasi yang berupa daftar cek
atau skala penilaian,
3) dilakukan pencatatan selekas mungkin, serta
4) kesimpulan dibuat setelah program observasi selesai dilaksanakan.
b. Penilaian Diri
Penilaian diri merupakan teknik penilaian dengan cara meminta peserta
didik untuk mengemukakan kelebihan dan kekurangan dirinya dalam konteks
4) Memberi skor 1 untuk setiap aspek yang sesuai dengan indikator yang
muncul pada diri peserta didik dan memberi skor 0 untuk setiap aspek yang
sesuai dengan indikator yang tidak muncul pada diri peserta didik.
5) Menjumlah skor pada masing-masing aspek.
6) Membuat rerata atas skor yang diperoleh pada masing-masing aspek.
7) Dengan cara menghitung rata-rata skor dan membandingkan dengan kriteria
penilaian, menentukan nilai akhir Sangat Baik (SB), Baik (B), Cukup (C),
dan Kurang (K).
sosial yang dimiliki oleh guru PAI di SMK Negeri 1 Nglipar Gunungkidul telah
memenuhi beberapa aspek pencapaian kompetensi sosial. Hal ini dicerminkan
oleh guru PAI di SMK Negeri 1 Nglipar Gunungkidul dalam bentuk keteladanan
sikap, kedisiplinan, serta kemampuan berkomunikasi dan bekerjasama dengan
orang lain. 2) Seorang guru harus memberikan contoh yang baik atau
menunjukkan teladan pada siswanya, baik dalam akhlak, sikap atau perbuatan dan
dalam hal penampilan. Dalam bersikap dan berpenampilan siswa di SMK N 1
Nglipar Gunungkidul belum sepenuhnya berjalan dengan sempurna sekalipun
sudah ada tata tertib, masih saja ada siswa yang berkarakter kurang baik. Karena
latar belakang keluarga juga menjadi faktor pendukung dalam pembentukan
karakter siswa. Dalam menangani karakter siswa yang menyimpang seorang guru
di SMK N 1 Nglipar Gunungkidul yaitu dengan cara melakukan pendekatan,
pemanggilan, diberi pemahaman serta pemantauan secara langsung.
2. Aris Munandar, Sulistyarini, Amrazi Zakso. (2013). Analisis Kompetensi
Pedagogik Guru Dalam Pembelajaran Sosiologi Di SMA Negeri 1 Jawai
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana kompetensi
pedagogik guru dalam pembelajaran sosiologi di SMA Negeri 1 Jawai.
Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan kualitatif,
metode deskriptif dengan bentuk survey. Kompetensi pedagogik guru mata
pelajaran sosiologi di SMA Negeri 1 Jawai sebagian besar telah terpenuhi, hal ini
dibuktikan dengan terpenuhinya delapan dari sepuluh aspek kompetensi
pedagogik menurut ketentuan Permendiknas No. 16 Tahun 2007. Akan tetapi,
pada aspek mengembangkan kurikulm yang terkait dengan mata pelajara yang
diampau dan Begitu juga dengan aspek memfasilitasi pengembangan potensi
peserta didik, tidak bisa dilaksanakan dengan semestinya, hal ini dikarenakan oleh
ketidak siapan guru dalam mengelola pengembangan kurikulum KTSP ini sendiri
dan masih menggunakan format pengembangan kurikulum yang berorientasikan
pada kurikulum KBK.
3. Nida Rahmawati. (2013). Tingkat Pengetahuan Guru TK Mengenai
Kompetensi Pedagogik
Penelitian ini dilatar belakangi oleh pentingnya peran seorang guru dalam
sistem pendidikan, khusunya disekolah. Seorang guru TK dituntut untuk memiliki
kompetensi yang berkualitas dikarenakan tugas seorang guru TK adalah membina
dan memberikan rangsangan pendidikan untuk anak sejak lahir sampai dengan
usia enam tahun dan hal ini juga bertujuan untuk mewujudkan tujuan pendidikan
nasional. Salah satu kompetensi yang harus dimiliki oleh seorang guru TK adalah
kompetensi pedagogik. Pengetahuan dan pemahaman mengenai kompetensi
pedagogik bermanfaat bagi seorang guru guna menghindari berbagai kesalahan
dalam praktek pendidikan bagi anak yang mungkin dapat terjadi.
Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode
deskriptif dengan pendekatan kuantitatif. Penelitian ini mengungkap tentang
tingkat pengetahuan guru TK mengenai kompetensi pedagogik yang dilakukan
dengan cara melakukan tes tertulis dalam bentuk tes pilihan ganda dengan
empatpilihan alternatif jawaban. Tes dilakukan kepada guru TK di lingkungan
Kecamatan Sukasari yang berjumlah 59 orang yang tersebar di 12 TK. Temuan
penelitian menunjukan bahwa tingkat pengetahuan TK di Kecamatan Sukasari
mengenai kompetensi pedagogik secara keseluruhan berada pada kategori tinggi.
Rekomendasi dari penelitian ini ditujukan kepada guru-guru TKmaupun para
penyelenggara pendidikan agar dapat terus berupaya untuk meningkatkan
kompetensi. Hal ini sangat diperlukan untuk tercapainya tujuan pendidikan.
Adapun untuk peneliti selanjutnya diharapkan dapat melakukan penelitian yang
lebih mendalam dan mendetail lagi mengenai kompetensi pedagogik,
menggunakan metode penelitian dan teknik pengumpulan data yang lebih variatif
serta melibatkan sampel yang lebih besar sehingga penelitian lebih refresentatif.
Angket
Wawancara
Rumusan Masalah: Observasi
1. Bagaimana kompetensi pedagogik Dokumentasi
guru dalam perencanaan
pembelajaran PPKn untuk
pencapaian kompetensi sikap
P peserta didik?
2. Bagaimana kompetensi pedagogik
guru dalam pelaksanaan
pembelajaran PPKn untuk
pencapaian kompetensi sikap
peserta didik? Kompetensi SikapPeserta
3. Bagaimana kompetensi pedagogik didik:
1. Sikap Spiritual,
guru dalam penilaian pembelajaran meliputi: berdoa,
PPKn untuk pencapaian beribadah, memberi
kompetensi sikap peserta didik? salam, bersyukur
4. Bagaimana pencapaian kompetensi kepada Tuhan,
sikap peserta didik? berserah diri
5. Apa kendala dan upaya yang (tawakal), menjaga
dilakukan guru PPKn dalam lingkungan,
memelihara hubungan
mencapai kompetensi sikap baik dengan sesama.
peserta didik?
Proses Pembelajaran:
1. Materi 2. Sikap Sosial, meliputi:
pembelajaran a. Jujur
2. Metode b. Disiplin
pembelajaran c. Tanggung jawab
3. Media d. Toleransi
pembelajaran e. Gotong Royong
4. Sumber f. Sopan Santun
pembelajaran g. Percaya Diri
5. Evaluasi
pembelajaran
Pelaksanaan
pembelajaran:
1. Kegiatan
Kompetensi Pedagogik Guru: pendahuluan
1. Memahami peserta didik 2. Kegiatan inti
3. Kegiatan penutup
2. Merancang pembelajaran
Nurul Fadilah, 2015
3. Melaksanakan pembelajaran
KOMPETENSI PEDAGOGIK GURU DALAM PEMBELAJARAN PPKN UNTUK PENCAPAIAN
4. Merancang dan mengevaluasi
KOMPETENSI SIKAP SPIRITUAL DAN SOSIAL PESERTA DIDIK
pembelajaran
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
5. Mengembangkan peserta didik
72