Anda di halaman 1dari 8

Tafsir Surat Adz-Dzariyat, ayat 15-23

- October 21, 2015


‫) آ ِخذِينَ َما آ َت ا ُه ْم َر ُّب ُه ْم إِ َّن ُه ْم َك ا ُنوا َق ْب ل َ َذلِ َك‬15( ‫ون‬ ٍ ‫ت َو ُع ُي‬ٍ ‫{إِنَّ ا ْل ُم َّتقِينَ فِي َج َّنا‬
َ‫ار ُه ْم َي ْس َت ْغفِ ُرون‬ ْ ‫) َو ِب‬17( َ‫) َكا ُنوا َقلِيال مِنَ ال َّل ْي ِل َما َي ْه َج ُعون‬16( َ‫ُم ْحسِ نِين‬
ِ ‫األس َح‬
( َ‫ات لِ ْل ُم وقِنِين‬ ٌ ‫ض آ َي‬ ِ ‫األر‬
ْ ‫) َوفِي‬19( ‫وم‬ َّ ‫) َوفِي أَ ْم َوالِ ِه ْم َح ٌّق ل‬18(
ِ ‫ِلسائ ِِل َوا ْل َم ْح ُر‬
)22( َ‫وع دُون‬ َ ‫اء ِر ْزقُ ُك ْم َو َم ا ُت‬ َّ ‫) َوفِي‬21( َ‫) َوفِي أَ ْنفُسِ ُك ْم أَ َفال ُت ْبصِ ُرون‬20
ِ ‫الس َم‬
} )23( َ‫ض إِ َّن ُه َل َح ٌّق ِم ْثل َ َما أَ َّن ُك ْم َت ْنطِ قُون‬ ِ ‫األر‬
ْ ‫اء َو‬ َّ ‫َف َو َر ِّب‬
ِ ‫الس َم‬
Sesungguhnya orang-orang yang bertakwa berada di dalam taman-taman (surga) dan
di mata air-mata air, sambil mengambil apa yang diberikan kepada mereka oleh Tuhan
mereka. Sesungguhnya mereka sebelum itu di dunia adalah orang-orang yang berbuat
baik. Mereka sedikit sekali tidur di waktu malam. Dan di akhir-akhir malam mereka
memohon ampun (kepada Allah). Dan pada harta-harta mereka ada hak untuk orang
miskin yang meminta dan orang miskin yang tidak mendapat bagian. Dan di bumi itu
terdapat tanda-tanda (kekuasaan Allah) bagi orang-orang yang yakin, dan (juga) pada
dirimu sendiri. Maka apakah kamu tiada memperhatikan? Dan di langit terdapat (sebab-
sebab) rezekimu dan terdapat (pula) apa yang dijanjikan kepadamu. Maka demi Tuhan
langit dan bumi, sesungguhnya yang dijanjikan itu adalah benar-benar (akan
terjadi) seperti perkataan yang kamu ucapkan.
Allah Swt. berfirman, menceritakan perihal orang-orang yang bertakwa kepada Allah
Swt., bahwa sesungguhnya mereka di hari mereka dikembalikan kepada-Nya
dimasukkan ke dalam surga yang penuh dengan taman-taman dan mata air-mata air.
Berbeda halnya dengan nasib yang dialami oleh orang-orang yang celaka; mereka
mengalami azab, pembalasan, dibakar di dalam neraka, dan dirantai dengan belenggu-
belenggu.
Firman Allah Swt.:
}‫{آ ِخذِينَ َما آ َتا ُه ْم َر ُّب ُه ْم‬
sambil mengambil apa yang diberikan kepada mereka oleh Tuhan mereka. (Adz-
Dzariyat: 16)
Ibnu Jarir mengatakan bahwa makna yang dimaksud ialah mereka mengamalkan fardu-
fardu yang telah ditetapkan oleh Allah Swt. atas diri mereka.
} َ‫{إِ َّن ُه ْم َكا ُنوا َق ْبل َ َذلِ َك ُم ْحسِ نِين‬
Sesungguhnya mereka sebelum itu di dunia adalah orang-orang yang berbuat
baik. (Adz-Dzariyat: 16)
Yakni sebelum diperintahkan untuk mengerjakan amal-amal fardu, mereka adalah
orang-orang yang berbuat baik dalam amal perbuatannya.
Kemudian Ibnu Jarir meriwayatkan dari Ibnu Humaid, telah menceritakan kepada kami
Mahran, dari Sufyan, dari Abu Umar, dari Muslim Al-Batin, dari ibnu Abbas r.a.
sehubungan dengan makna firman-Nya: sambil mengambil apa yang diberikan kepada
mereka oleh Tuhan mereka. (Adz-Dzariyat: 16) Yakni amal-amal fardu yang telah
diwajibkan atas mereka oleh Tuhan mereka. Sesungguhnya mereka sebelum itu di
dunia adalah orang-orang yang berbuat baik. (Adz-Dzariyat: 16) Maksudnya, sebelum
ada amal-amal fardu itu mereka juga telah beramal baik. Tetapi sanad riwayat ini tidak
sahih sampai kepada Ibnu Abbas.
Usman ibnu Abu Syaibah telah meriwayatkan dari Mu'awiyah ibnu Hisyam, dari Sufyan,
dari Abu Umar Al-Bazzar, dari Muslim Al-Batin, dari Sa'id ibnu Jubair, dari Ibnu Abbas
r.a., lalu disebutkan hal yang semisal.
Dan tafsir yang dikemukakan oleh Ibnu Jarir masih perlu diteliti kembali, mengingat
firman Allah Swt., "Akhizina" merupakan kata keterangan keadaan dari firman-Nya:
}‫ون‬ ٍ ‫{فِي َج َّنا‬
ٍ ‫ت َو ُع ُي‬
berada di dalam taman-taman (surga) dan di mata air-mata air. (Adz-Dzariyat: 15)
Maka orang-orang yang bertakwa, di dalam surganya mereka menerima pemberian dari
Tuhan mereka berupa kenikmatan dan kegembiraan serta kesenangan.
*******************
Dan firman Allah Swt.:
} َ‫ ُم ْحسِ نِين‬ ‫{إِ َّن ُه ْم َكا ُنوا َق ْبل َ َذلِ َك‬
Sesungguhnya mereka sebelum itu di dunia adalah orang-orang yang berbuat
baik. (Adz-Dzariyat: 16)
Makna ayat ini senada dengan apa yang disebutkan oleh firman-Nya:
}ِ‫ش َر ُبوا َهنِي ًئا ِب َما أَ ْس َل ْف ُت ْم فِي األ َّي ِام ا ْل َخالِ َية‬
ْ ‫{ ُكلُوا َوا‬
(kepada mereka dikatakan), "Makan dan minumlah dengan sedap disebabkan amal
yang telah kamu kerjakan pada hari-hari yang telah lalu.” (Al-Haqqah: 24)
Kemudian Allah Swt. menjelaskan kebaikan amal perbuatan mereka melalui firman-Nya:
} َ‫{ َكا ُنوا َقلِيال مِنَ ال َّل ْي ِل َما َي ْه َج ُعون‬
Mereka sedikit sekali tidur di waktu malam. (Adz-Dzariyat: 17)
Ulama tafsir berbeda pendapat sehubungan dengan i'rab kalimat ayat ini, ada dua
pendapat di kalangan mereka mengenainya. Salah satunya menyebutkan bahwa
huruf ma adalah nafiyah, artinya mereka sedikit menjalani malam harinya karena
mereka tidak tidur.
Ibnu Abbas r.a. telah mengatakan, bahwa tiada suatu malam pun yang mereka lalui,
melainkan mereka mengambil sebagian darinya, walaupun sedikit (untuk mengerjakan
salat malam hari).
Qatadah telah meriwayatkan dari Mutarrif ibnu Abdullah, bahwa sedikit sekali malam
hari yang mereka lalui, melainkan mereka mengerjakan salat padanya, adakalanya dari
permulaannya atau dari tengahnya.
Mujahid mengatakan, sedikit sekali mereka tidur malam hari sampai subuh tanpa
mereka jalani salat tahajud.
Hal yang sama telah dikatakan oleh Qatadah. Anas ibnu Malik dan Abul Aliyyah
mengatakan bahwa mereka selalu mengerjakan salat (sunat) antara magrib dan isya.
Abu Ja'far Al-Baqir mengatakan bahwa mereka tidak tidur sebelum mengerjakan
salat 'atamah (isya).
Pendapat yang kedua menyebutkan bahwa ma adalah masdariyah, yang artinya
mereka sedikit sekali tidur di waktu malam. Pendapat inilah yang dipilih oleh Ibnu Jarir.
Al-Hasan Al-Basri mengatakan sehubungan dengan makna firman-Nya: Mereka sedikit
sekali tidur di waktu malam. (Adz-Dzariyat: 17) Mereka jalani salat malam hari dengan
keteguhan hati, karenanya mereka tidak tidur di malam hari kecuali hanya sedikit.
Mereka mengerjakannya dengan penuh semangat hingga waktunya memanjang sampai
waktu sahur, sehingga bacaan istigfar mereka dilakukan di waktu sahur.
Qatadah mengatakan bahwa Al-Ahnaf ibnu Qais telah mengatakan sehubungan dengan
makna firman-Nya: Mereka sedikit sekali tidur di waktu malam. (Adz-Dzariyat: 17)
Mereka tidak tidur kecuali sedikit. Kemudian Al-Ahnaf mengatakan bahwa dirinya bukan
termasuk ahli ayat ini.
Al-Hasan Al-Basri mengatakan, Al-Ahnaf ibnu Qais pernah mengatakan bahwa ia
membandingkan amalnya dengan amal penghuni surga, maka ia menjumpai suatu
kaum yang berbeda jauh dengannya. Mereka adalah kaum yang amal perbuatan kami
tidak dapat mencapai tingkatan amal mereka, mereka sedikit sekali tidur di waktu
malam. Dan aku (Al-Ahnaf) membandingkan amal perbuatanku dengan amal penghuni
neraka, ternyata ia menjumpai mereka adalah kaum yang tiada kebaikan pada diri
mereka; mereka adalah orang-orang yang mendustakan Kitabullah dan rasul-rasul
Allah, serta mendustakan adanya hari berbangkit sesudah mati. Dan aku menjumpai
orang yang terbaik di antara kami adalah kaum yang mencampur amal saleh dan amal
yang buruk.
Abdur Rahman ibnu Zaid ibnu Aslam mengatakan bahwa seorang lelaki dari Bani
Tamim bertanya kepada Ubay r.a., "Hai Abu Usamah, ada suatu sifat yang tidak
dijumpai di kalangan kami, Allah Swt. telah menyebutkan perihal suatu kaum melalui
firman-Nya: 'Mereka sedikit sekali tidur di waktu malam' (Adz-Dzariyat: 17). Dan kami,
demi Allah, sedikit melakukan salat di malam hari." Maka Ubay r.a. menjawab,
"Beruntunglah bagi orang yang tidur bila mengantuk dan bertakwa kepada Allah apabila
terbangun."
Abdullah ibnu Salam r.a. mengatakan, "Ketika Rasulullah Saw. tiba di Madinah, maka
orang-orang bersegera menemuinya, dan aku termasuk salah seorang yang datang
menemuinya. Ketika aku melihat wajahnya, ternyata menurut keyakinanku beliau
bukanlah seorang yang pendusta. Dan kalimat yang mula-mula kudengar darinya ialah:
ِ ِ
ٌ َ‫َّاس نِي‬
،‫ام‬ َّ ِ ُّ َ ،‫الس اَل َم‬
ُ ‫وص لوا بالل ْي ِل َوالن‬ ُ ْ‫ َوأَف‬،‫ام‬
َّ ‫ش وا‬ َ ‫ أَطْع ُموا الطَّ َع‬،‫َّاس‬
َ ‫ وص لُوا اأْل َْر َح‬،‫ام‬ ُ ‫"يَا أ َُّي َها الن‬
"‫ساَل ٍم‬ ِ َ ‫تَ ْد ُخلُوا ال‬
َ ‫ْجنَّةَ ب‬
Hai manusia, berilah makan, hubungkanlah tali persaudaraan, sebarkanlah salam, dan
salatlah di malam hari pada saat manusia lelap dalam tidurnya, niscaya kalian masuk
surga dengan selamat'.”
‫ َع ْن‬،‫ َح َّدثَنِي ُحيَ ُّي بْ ُن َع ْب ِد اللَّ ِه‬،‫ َح َّد َثنَا ابْ ُن لَ ِهيعة‬،‫وس ى‬
َ ‫س ُن بْ ُن ُم‬َ ‫ َح َّد َثنَا َح‬:‫َح َم ُد‬ ُ ‫ال اإْلِ َم‬
ْ ‫ام أ‬ َ َ‫ق‬
:‫ال‬َ َ‫ص لَّى اللَّهُ َعلَْي ِه َو َس لَّ َم ق‬ ِ َ ‫َن رس‬
َ ‫ول اللَّه‬
ِ ِ
ُ َ َّ ‫ َع ْن َع ْب د اللَّه بْ ِن َع ْم ٍرو؛ أ‬،‫الحبُلى‬ َّ ‫أَبِي َع ْب ِد‬
ُ ‫الر ْح َم ِن‬
ُّ ‫وسى اأْل َ ْش َع ِر‬
:‫ي‬ ِ َ‫اط ُنها ِمن ظ‬
َ ‫ َف َق‬."‫اه ِر َها‬ ِ ِِ ِ ِ ِ ‫"إِ َّن فِي ال‬
َ ‫ال أَبُو ُم‬ ْ َ َ‫ َوب‬،‫ْجنَّة غَُرفًا ُي َرى ظَاه ُر َها م ْن بَاطن َها‬
َ
ٌ َ‫َّاس نِي‬ ِ ِ َِّ َ ‫ وب‬،‫ وأَطْعم الطَّعام‬،‫ "لِمن أَاَل َن الْكَاَل م‬:‫ال‬ ِ َ ‫لِمن ِهي يا رس‬
"‫ام‬ ُ ‫ َوالن‬،‫ات لله قَائ ًما‬ ََ َ َ ََ َ َ ْ َ َ َ‫ول اللَّه؟ ق‬ َُ َ َ َْ
Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Hasan ibnu Musa, telah
menceritakan kepada kami Ibnu Lahi'ah, telah menceritakan kepadaku Yahya ibnu Abu
Abdur Rahman Al-Habli, dari Abdullah ibnu Umar r.a. yang mengatakan bahwa
sesungguhnya Rasulullah Saw. pernah bersabda: Sesungguhnya di dalam surga
terdapat gedung-gedung yang bagian luarnya dapat dilihat dari bagian dalamnya, dan
bagian dalamnya dapat dilihat dari bagian luarnya. Abu Musa Al-Asy'ari r.a. bertanya,
"Wahai Rasulullah, untuk siapakah gedung-gedung itu?" Rasulullah Saw.
menjawab: Untuk orang yang lembut dalam tutur katanya, dan gemar memberi
makan (fakir miskin), serta melakukan salat malam harinya karena Allah di saat
manusia lelap dalam tidurnya.
Ma'mar mengatakan sehubungan dengan firman-Nya: Mereka sedikit sekali tidur di
waktu malam. (Adz-Dzariyat: 17) Bahwa menurut Az-Zuhri dan Al-Hasan, keduanya
sering menyebutkan bahwa mereka banyak tidur di malam harinya tanpa mengerjakan
salat (sunat malam hari).
Ibnu Abbas r.a. dan Ibrahim An-Nakha'i mengatakan sehubungan dengan firman Allah
Swt.: Mereka sedikit sekali tidur di waktu malam. (Adz-Dzariyat: 17) Yakni mereka tidak
tidur.
Ad-Dahhak mengatakan sehubungan dengan makna firman-Nya: Sesungguhnya
mereka sebelum itu di dunia adalah orang-orang yang berbuat baik, mereka sedikit
sekali tidur di waktu malam. (Adz-Dzariyat: 16-17) Kemudian menganggap firman
berikutnya sebagai kalimat baru: Di waktu sebagian malam mereka tidak tidur dan di
waktu akhir-akhir malam mereka memohon ampun (kepada Allah). (Adz-Dzariyat: 17-
18)
Pendapat ini jauh dari kebenaran dan dianggap menyimpang.
*******************
Firman Allah Swt.:
} َ‫ار ُه ْم َي ْس َت ْغفِ ُرون‬
ِ ‫األس َح‬
ْ ‫{و ِب‬
َ
Dan di akhir-akhir malam mereka memohon ampun (kepada Allah). (Adz-Dzariyat: 18)
Mujahid dan lain-lainnya yang bukan hanya seorang mengatakan bahwa makna istigfar
di sini adalah salat sunat. Ulama lainnya berpendapat bahwa mereka mendahulukan
salat sunat di malam hari, sedangkan istigfarnya mereka akhirkan sampai waktu sahur.
Seperti yang disebutkan dalam ayat lain melalui firman-Nya: dan yang memohon ampun
di waktu sahur. (Ali Imran: 17) Dan bilamana istigfar itu dilakukan dalam salat, maka
lebih utama.
Di dalam kitab-kitab sahih disebutkan dari sejumlah sahabat dari Rasulullah Saw. yang
telah bersabda:
ٍ ِ‫ َه ْل ِم ْن تَائ‬:‫ول‬
‫ب‬ ِ ‫ث اللَّي ِل اأْل‬
ُ ‫ َفَي ُق‬،‫َخ ي ِر‬ ِ ُّ ‫"إِ َّن اللَّه ي ْن ِز ُل ُك ِّل لَيلَ ٍة إِلَى س م ِاء‬
ْ ُ ُ‫ين َي ْب َقى ُثل‬ َ ‫الد ْنيَا ح‬ ََ ْ ََ
"‫وب َعلَْي ِه؟ َه ْل ِم ْن ُم ْسَت ْغ ِف ٍر فَأَ ْغ ِف َر لَهُ؟ َه ْل ِم ْن َسائِ ٍل َفُي ْعطَى ُس ْؤلَهُ؟ َحتَّى يَطْلُ َع الْ َف ْج ُر‬
َ ُ‫فَأَت‬
Sesungguhnya Allah Swt. turun di setiap malam ke langit yang paling dekat, hingga
malam hari tersisa sepertiganya lagi, maka Allah Swt. berfirman, "Apakah ada orang
yang bertobat, maka Aku akan menerima tobatnya; apakah ada orang yang memohon
ampun, maka Aku memberi ampun kepadanya; dan apakah ada orang yang meminta,
maka Aku akan memberinya apa yang dimintanya?" Hingga fajar terbit (yakni waktu
subuh datang).
Banyak ulama tafsir yang mengatakan sehubungan dengan firman Allah Swt. yang
menceritakan perkataan Nabi Ya'qub kepada anak-anaknya:
}‫ف أَ ْس َت ْغفِ ُر َل ُك ْم َر ِّبي‬
َ ‫{س ْو‬
َ
Aku akan memohonkan ampun bagimu kepada Tuhanku. (Yusuf: 98)
Bahwa Nabi Ya'qub mengakhirkan bacaan istigfarnya untuk mereka sampai waktu
sahur.
*******************
Firman Allah Swt.:
}‫وم‬ َّ ‫{وفِي أَ ْم َوالِ ِه ْم َح ٌّق ل‬
ِ ‫ِلسائ ِِل َوا ْل َم ْح ُر‬ َ
Dan pada harta-harta mereka ada hak untuk orang miskin yang meminta dan orang
miskin yang tidak mendapat bagian. (Adz-Dzariyat: 19)
Setelah Allah Swt. menyifati mereka sebagai orang-orang yang rajin mengerjakan salat
malam hari, lalu menyebutkan sifat terpuji mereka lainnya, yaitu bahwa mereka selalu
membayar zakat dan bersedekah serta bersilaturahmi. Untuk itu Allah Swt. berfirman:
}‫{وفِي أَ ْم َوالِ ِه ْم َح ٌّق‬
َ
Dan pada harta mereka ada hak. (Adz-Dzariyat: 19)
Yaitu bagian yang telah mereka pisahkan, sengaja disiapkan untuk diberikan kepada
orang yang meminta-minta dan yang tidak mendapat bagian. Adapun
pengertian sa'il sudah jelas, yaitu orang yang mulai meminta-minta dan dia punya hak
untuk meminta-minta, seperti yang disebutkan oleh Imam Ahmad dalam riwayatnya
yang menyebutkan bahwa:
‫ َع ْن َي ْعلَى بْ ِن أَبِي‬،‫ب بْ ِن ُم َح َّم ٍد‬
ِ ‫ص َع‬ ِ
ْ ‫ َع ْن ُم‬،‫َح َّد َثنَا َوكي ع َو َع ْب ُد ال َّر ْح َم ِن قَ ااَل َح َّد َثنَا ُس ْفيَا ُن‬
ُ‫ص لَّى اللَّه‬ ِ ُ ‫ال رس‬
َ ‫ول اللَّه‬ ُ َ َ َ‫ ق‬:‫ال‬ َ َ‫س ْي ِن بْ ُن َعلِ ٍّي ق‬ ُ ‫ َع ْن أَبِ َيه ا ال‬،‫س ْي ِن‬
َ ‫ْح‬
ِ ِ
ُ ‫ َع ْن فَاط َم ةَ بِْنت ال‬،‫يَ ْحيَى‬
َ ‫ْح‬
ِ َّ ِ‫ "ل‬:‫َعلَْي ِه وسلَّم‬
."‫س‬ٍ ‫اء َعلَى َف َر‬ َ ‫لسائ ِل َح ٌّق َوإِ ْن َج‬ َ ََ
telah menceritakan kepada kami Waki' dan Abdur Rahman, keduanya mengatakan
bahwa telah menceritakan kepada kami Sufyan, dari Mus'ab ibnu Muhammad, dari Ya'la
ibnu Abu Yahya, dari Fatimah bintil Husain, dari ayahnya Al-Husain ibnu Ali r.a. yang
menceritakan bahwa Rasulullah Saw. pernah bersabda: Orang yang meminta-minta
mempunyai hak, sekalipun ia datang dengan berkendaraan di atas kuda.
Imam Abu Daud meriwayatkannya melalui hadis Sufyan As-Sauri dengan sanad yang
sama. Kemudian Abu Daud menyandarkannya melalui jalur lain, dari Ali ibnu Abu Talib
r.a. Telah diriwayatkan pula melalui hadis Al-Hurmas ibnu Ziad secara marfu' hal yang
semisal.
Adapun pengertian orang yang mahrum, maka menurut Ibnu Abbas r.a. dan Mujahid,
artinya orang yang beruntung karena tidak mempunyai jatah dari Baitul Mal, tidak
mempunyai mata pencaharian, tidak pula mempunyai keahlian profesi yang dapat
dijadikan tulang punggung kehidupannya.
Ummul Mu’minin Aisyah r.a. mengatakan bahwa yang dimaksud dengan Muharif (orang
yang tidak mendapat bagian atau tidak beruntung) ialah orang yang sulit dalam mencari
mata pencaharian. Ad-Dahhak mengatakan bahwa orang yang mahrum ialah orang
yang tidak sekali-kali mempunyai harta melainkan habis saja, dan itu sudah menjadi
takdir Allah baginya.
Abu Qilabah mengatakan bahwa pernah ada banjir melanda Yamamah yang merusak
harta seseorang, maka seseorang dari kalangan sahabat mengatakan bahwa orang ini
adalah orang yang mahrum.
Ibnu Abbas r.a. mengatakan pula —demikian juga Sa'id ibnul Musayyab, Ibrahim An-
Nakha'i, Nafi' maula Ibnu Umar, dan Ata ibnu Abu Rabah— bahwa yang dimaksud
dengan orang yang mahrum ialah orang yang tidak mendapat bagian (tidak beruntung).
Qatadah dan Az-Zuhri mengatakan bahwa orang mahrum adalah orang yang tidak
pernah meminta sesuatu pun dari orang lain.
Az-Zuhri mengatakan bahwa Rasulullah Saw. pernah bersabda:
ِ ِ ِ ِ ِ ِ َّ َّ ‫"لَيس ال ِْمس ِكين‬
َ ‫ َولَك َّن الْم ْس ك‬،‫ َوالت َّْم َرةُ َوالت َّْم َرتَ ان‬،‫بالطواف الذي َت ُردُّهُ اللُّ ْق َم ةُ َواللُّ ْق َمتَ ان‬
‫ين‬ ُ ْ َ ْ
."‫ص َّد ُق َعلَْي ِه‬ ِِ ِ ِ ِ
َ َ‫ َواَل يُفطن لَهُ َفيُت‬،‫الَّذي اَل يَج ُد غنًى ُيغْنيه‬
Orang yang miskin itu bukanlah orang yang berkeliling meminta-minta ke sana dan
kemari yang pergi setelah diberi sesuap dua suap makanan, atau sebiji dua biji buah
kurma. Tetapi orang yang miskin (sesungguhnya) ialah orang yang tidak mendapatkan
kecukupan bagi penghidupannya, dan tidak pula diketahui keadaannya hingga mudah
diberi sedekah.
Hadis ini telah disandarkan oleh Syaikhain dalam kitab sahih masing-masing melalui
jalur lain. Sa'id ibnu Jubair mengatakan bahwa orang yang miskin adalah orang yang
datang, sedangkan ganimah telah habis dibagikan dan tiada yang tersisa lagi untuknya.
Muhammad ibnu Ishaq mengatakan, telah menceritakan kepadaku sebagian teman-
teman kami yang mengatakan bahwa kami pernah bersama Khalifah Umar ibnu Abdul
Aziz di tengah jalan ke Mekah, lalu datanglah seekor anjing, maka Umar r.a.
memberikan kepadanya sepotong paha kambing yang ia comot dari kambing
panggangnya, dan orang-orang yang bersamanya mengatakan bahwa sesungguhnya
anjing itu mahrum.
Asy-Sya'bi mengatakan, "Aku benar-benar kepayahan dalam mencari makna yang
dimaksud dari lafaz mahrum." Ibnu Jarir memilih pendapat yang mengatakan bahwa
orang yang mahrum adalah orang yang tidak memiliki harta lagi karena sesuatu
penyebab, semua hartanya telah lenyap. Baik hal itu karena dia tidak mampu mencari
mata pencaharian atau karena hartanya telah ludes disebabkan musibah atau faktor
lainnya.
As-Sauri telah meriwayatkan dari Qais ibnu Muslim, dari Al-Hasan ibnu Muhammad
yang menceritakan bahwa sesungguhnya Rasulullah Saw. pernah mengirimkan suatu
pasukan, lalu mereka mendapat ganimah, maka datanglah kepada Nabi Saw. suatu
kaum yang tidak menyaksikan pembagian ganimah itu. Maka turunlah ayat ini, yaitu
firman-Nya: Dan pada harta-harta mereka ada hak untuk orang miskin yang meminta
dan orang miskin yang tidak mendapat bagian. (Adz-Dzariyat: 19)
Hal ini menunjukkan bahwa ayat ini adalah Madaniyah, padahal kenyataannya tidaklah
demikian: ia Makkiyyah yang juga mencakup peristiwa yang akan terjadi sesudahnya.
*******************
Firman Allah Swt.:
} َ‫ات لِ ْل ُموقِنِين‬
ٌ ‫ض آ َي‬
ِ ‫األر‬
ْ ‫{وفِي‬
َ
Dan di bumi itu terdapat tanda-tanda (kekuasaan Allah) bagi orang-orang yang
yakin. (Adz-Dzariyat: 20)
Yakni di bumi banyak terdapat tanda-tanda yang menunjukkan kebesaran penciptanya
dan kekuasaan-Nya yang mengagumkan. Yaitu melalui apa yang telah disebar oleh-Nya
di bumi ini berupa berbagai macam tetumbuhan dan hewan-hewan, serta bumi yang
menghampar, gunung-gunung, hutan belukar, sungai-sungai, beraneka ragam warna
kulit manusia dan bahasa mereka. Juga pembawaan yang telah diciptakan di dalam diri
manusia berupa berbagai kehendak dan kekuatan, serta perbedaan yang ada pada
mereka dalam hal akal, pemahaman, gerakan, kebahagiaan, dan kecelakaan. Pada
susunan tubuh mereka banyak pula mengandung hikmah karena Allah telah meletakkan
tiap-tiap anggota tubuh pada mereka di tempat-tempat yang tepat dan diperlukan.
Karena itulah maka disebutkan oleh firman-Nya:
} َ‫{وفِي أَ ْنفُسِ ُك ْم أَ َفال ُت ْبصِ ُرون‬
َ
dan (juga) pada dirimu sendiri. Maka apakah kamu tiada memperhatikan? (Adz-
Dzariyat: 21)
Qatadah mengatakan bahwa barang siapa yang memikirkan penciptaan dirinya, niscaya
dia akan mengetahui bahwa sesungguhnya dirinya dan sendi-sendi tulang-tulangnya
diciptakan hanyalah untuk beribadah. Kemudian disebutkan oleh firman-Nya:
}‫اء ِر ْزقُ ُك ْم‬
ِ ‫الس َم‬
َّ ‫{وفِي‬
َ
Dan di langit terdapat (sebab-sebab) rezekimu. (Adz-Dzariyat: 22)
Yakni hujan.
َ ‫{و َما ُت‬
} َ‫وعدُون‬ َ
dan terdapat (pula) apa yang dijanjikan kepadamu. (Adz-Dzariyat: 22)
Yaitu surga.
Demikianlah menurut apa yang dikatakan oleh Ibnu Abbas r.a. dan Mujahid serta lain-
lainnya yang bukan hanya seorang.
Sufyan As-Sauri mengatakan bahwa Wasil Al-Ahdab membaca ayat berikut, yaitu firman
Allah Swt.: Dan di langit terdapat (sebab-sebab) rezekimu dan terdapat (pula) apa yang
dijanjikan kepadamu. (Adz-Dzariyat: 22) Lalu Wasil Al-Ahdab berkata, "Mengapa kalau
rezekiku berada di langit, lalu aku mencarinya di bumi?" Maka ia memasuki sebuah
tanah kosong dan tinggal padanya selama tiga hari tanpa menjumpai suatu makanan
pun. Dan pada hari yang ketiganya, tiba-tiba ia menjumpai sekeranjang buah kurma.
Tersebutlah pula bahwa dia mempunyai seorang saudara laki-laki yang lebih baik
niatnya daripada dia, lalu saudaranya itu ikut masuk bersamanya di tanah kosong itu,
sehingga keranjang kurmanya ada dua. Demikianlah kehidupan keduanya terus-
menerus hingga keduanya dipisahkan oleh kematian.
*******************
Firman Allah Swt.:
} َ‫ض إِ َّن ُه َل َح ٌّق ِم ْثل َ َما أَ َّن ُك ْم َت ْنطِ قُون‬
ِ ‫األر‬
ْ ‫اء َو‬ َّ ‫{ َف َو َر ِّب‬
ِ ‫الس َم‬
Maka demi Tuhan langit dan bumi, sesungguhnya yang dijanjikan itu adalah benar-
benar (akan terjadi) seperti perkataan yang kamu ucapkan. (Adz-Dzariyat: 23)
Allah Swt. bersumpah dengan menyebut Zat-Nya sendiri Yang Mahamulia, bahwa apa
yang Dia janjikan kepada mereka menyangkut perkara hari kiamat, hari berbangkit, dan
hari pembalasan pasti akan terjadi dan merupakan perkara yang hak yang tidak
diragukan lagi. Karena itu, janganlah kalian ragu-ragu, sebagaimana kamu tidak ragu
bahwa manusia itu dapat berbicara.
Tersebutlah bahwa sahabat Mu'az ibnu Jabal r.a. apabila berbicara mengenai sesuatu,
ia mengatakan kepada lawan bicaranya bahwa sesungguhnya apa yang diceritakannya
itu benar, sebagaimana kebenaran keberadaanmu di sini.
Musaddad telah meriwayatkan dari Ibnu Abu Addi, dari Auf, dari Al-Hasan Al-Basri yang
mengatakan bahwa telah sampai kepadanya suatu berita yang menyatakan bahwa
Rasulullah Saw. pernah bersabda:
."‫ص ِّدقُوا‬ َّ
َ ‫"قَاتَ َل اللهُ أَق َْو ًاما أَق‬
َ ُ‫ْس َم لَ ُه ْم َر ُّب ُه ْم ثُ َّم لَ ْم ي‬
Semoga Allah melaknat kaum-kaum yang Tuhan mereka bersumpah terhadap mereka,
kemudian mereka masih juga tidak membenarkannya.
Ibnu Jarir meriwayatkan hadis ini dari Bandar, dari Ibnu Abu Addi, dari Auf, dari Al-
Hasan, lalu disebutkan hal yang semisal secara mursal (hanya sampai pada tabi'in,
yaitu Al-Hasan sendiri).

Anda mungkin juga menyukai