Anda di halaman 1dari 6

Peranan Pendidikan Kewarganegaraan Dalam Rangka Menumbuhkan

Kesadaran Bela Negara dan Meningkatkan Rasa Cinta Tanah Air Bagi Generasi
Penerus

Di tengah arus globalisasi dan modernisasi seperti saat ini,  rasa cinta tanah air dan
tuntutan bela negara masih ada dan sangat diperlukan khusunya bagi para generasi penerus, yang
tengah diharapkan mampu menjawab tantangan global.
Generasi penerus merupakan aset berharga bangsa, di tangan mereka terdapat amanah
besar, mereka adalah penerus peradaban dan perjuangan bangsa serta rasa nasionalisme
berikutnya. Sehingga merupakan suatu keharusan bagi mereka untuk mengetahui sejarah
nasionalisme Indonesia. Selain itu penanaman serta penguatan rasa cinta tanah air menjadi hal
yang sangat urgen untuk diberikan kepada para generasi penerus.  Disinilah  letak peranan
pendidikan kewarganegaraan dalam rangka menumbuhkan kesadaran bela negara dan
meningkatkan rasa cinta tanah air bagi generasi penerus. Pendidikan kewarganegaraan juga
merupakan salah satu cara/ mediasi untuk menjamin kelangsungan hidup bangsa dan kehidupan
generasi penerus sebagai warga negara. 
Peranan Pendidikan Kewarganegaraan adalah membina warga negara khususnya generasi
penerus yang baik bagi kehidupan berbangsa dan bernegara. Pendidikan Kewarganegaraan bagi
generasi penerus sangat penting dalam rangka menumbuhkan kesadaran bela negara dan
meningkatkan rasa cinta terhadap tanah air. Hal ini mengingat para generasi peneruslah yang
akan menjadi para pemimpin bangsa di masa yang akan datang.
Dalam pendidikan kewarganegaraan, peserta didik (generasi penerus) senantiasa dibekali
dengan hal-hal yang dapat meningkatkan rasa nasionalisme. Pemahaman serta peningkatan sikap
dan tingkah laku yang berdasar pada Nilai-nilai pancasila serta budaya bangsa merupakan hal
yang diprioritaskan dalam Pendidikan Kewarganeraan. Sebagaimana tujuan  utama Pendidikan
Kewarganegaraan, hal itu semua guna menumbuhkan wawasan dan kesadaran bernegara, sikap
serta perilaku yang cinta tanah air dan bersendikan kebudayaan bangsa, Wawasan Nusantara,
serta Ketahanan Nasional dalam diri para  generasi penerus bangsa.
Pendidikan Kewarganegaraan juga merupakan pendidikan dasar bela negara, dimana
pendidikan dasar bela negara ini bertujuan menumbuhkan kecintaan terhadap tanah air,
kesadaran berbangsa dan bernegara Indonesia, kerelaan berkorban untuk negara serta
memberikan kemampuan awal bela negara. Sebagaimana yang telah tertuang dalam Undang-
Undang Nomor 2 Tahun 1989 tentang Sistem Pendidikan Nasional, yang menjelaskan bahwa, “
Pendidikan Kewarganegaraan merupakan usaha untuk membekali peserta didik dengan
pengetahuan dan kemampuan dasar berkenaan dengan hubungan antara warga negara dan negara
serta Pendidikan Pendahuluan Bela Negara (PPBN) agar menjadi warga negara yang dapat
diandalkan oleh Bangsa dan Negara Kesatuan Republik Indonesia”.
Rasa cinta tanah air dan kerelaan bela negara sangat diperlukan demi tetap utuhnya dan
tegaknya Negara Kesatuan Republik Indonesia. Adapun yang dimaksud dengan bela negara dan
rasa cinta tanah air adalah serangkain sikap warga negara yang senantiasa merasa memiliki dan
bangga terhadap bangsa yang membias pada tekad, sikap dan tindakan warga negara yang rela
berkorban guna meniadakan sikap ancaman baik dari luar maupun / dalam negara yang
membahayakan kemerdekaan dan kedaulatan negara kesatuan dan persatuan bangsa, keutuhan
wilayah dan yuridiksi nasional serta nilai-nilai pancasila dan uud’45.   
Melalui Pendidikan Kewarganegaraan, para generasi penerus Bangsa Indonesia diharapkan
mampu: “Memahami, menganalisis dan menjawab masalah-masalah yang dihadapi oleh
masyarakat, bangsa, dan negaranya serta berkesinambungan dan konsisten dengan cita-cita dan
tujuan nasional seperti yang digariskan dalam Pembukaan UUD 1945”.
Pendidikan kewarganegaraan yang berhasil akan membuahkan sikap mental yang cerdas,
penuh rasa tanggung jawab dari peserta didik. Sikap ini tentunya disertai dengan perilaku yang:
1.        Beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa dan menghayati nilai-nilai falsafah
bangsa.
2.        Berbudi pekerti luhur, berdisiplin dalam bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.
3.         Rasional, dinamis, dan sadar akan hak dan kewajiban sebagai warga Negara.
4.         Bersifat profesional, yang dijiwai oleh kesadaran Bela Negara.
5.         Aktif memanfaatkan ilmu pengetahuan dan teknologi serta seni untuk kepentingan
kemanusiaan, bangsa, dan negara.
Dengan demikian, terciptalah para generasi penerus bangsa yang tangguh dan berkpribadian
luhur Pancasila, yang  senantiasa cinta tanah air dan rela berjuang dan berkorban dalam rangka
bela negara. Merekalah para generasi yang akan membawa Indonesia pada gerbang kemajuan
dan siap menjawab tantangan global.

REFERENSI
-          Daryono,M,dkk.Pengantar Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan.1998.Jakarta:PT. Rineka
Cipta.
-          Kaelan, MS., Dr.. 2004. Pendidikan Pancasila. Yogyakarta:Paradigma
-          Sumarsono, S dkk. 2005. PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN. Cetakan keempat. Jakarta:
PT Gramedia Pustaka Utama

Written by: Naili U.H


                   15 November 2011 (tugas mata kuliah PKN, FFUA 2011)
Cita-cita nasional sebagaimana diamanatkan Proklamasi Kemerdekaan Republik Indonesia, yaitu
mencapai masyarakat yang adil dan makmur berdasarkan Pancasila, tertuang dalam Alinea kedua
Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 “... Negara
Indonesia, yang merdeka, bersatu, berdaulat, adil dan makmur”.

Dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, Tujuan
Nasional Negara Republik Indonesia tertuang dalam Alinea Keempat, disebutkan bahwa “…
melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dan untuk
memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa dan ikut melaksanakan
ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial …”.
Berdasarkan alinea tersebut, tujuan nasional yang ingin dicapai Negara Republik Indonesia
adalah sebagai berikut.

1. Melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia.


2. Memajukan kesejahteraan umum.
3. Mencerdaskan kehidupan bangsa.
4. Ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi,
dan keadilan sosial.

Dalam rangka perwujudan cita-cita dan tujuan nasional tersebut, beberapa upaya yang dapat
dilakukan negara, di antaranya adalah sebagai berikut.

1. Memberikan kepastian dan perlidungan hukum terhadap semua warga negara tanpa
diskriminatif.
2. Menyediakan fasilitas umum yang memadai yang berdampak pada kesejahteraan
masyarakat.
3. Menyediakan sarana pendidikan yang memadai dan merata di seluruh tanah air.
4. Memberikan biaya pendidikan gratis terhadap seluruh jenjang pendidikan bagi seluruh
warga negara.
5. Menyediakan infrastruktur serta sarana transportasi yang memadai dan menunjang
tingkat perekonomian rakyat.
6. Menyediakan lapangan kerja yang dapat menyerap jumlah angkatan kerja dalam rangka
penghidupan yang layak bagi seluruh warga negara.
7. Mengirimkan pasukan perdamaian dalam rangka ikut serta berpartisipasi aktif dalam
menjaga dan memelihara perdamaian dunia.

Pancasila, Tantangan dan Jawaban

Posted by klipingcliping on 3 Agustus 2009 · Tinggalkan sebuah Komentar 

Kelahiran Pancasila sebagai ideologi bangsa, meskipun berjalan alot tetapi dalam batas-batas
tertentu dapat dikatakan berlangsung relatif mulus. Berbeda dengan proses kelahirannya, upaya
untuk “membumikan” Pancasila di tengah bangsa Indonesia ternyata banyak menghadapi
tantangan dan cobaan. Tantangan terhadap Pancasila sudah mulai tampak sejak masa-masa awal
bangsa Indonesia menyatakan kemerdekaannya. Tantangan terhadap eksistensi Pancasila tidak
hanya bersifat internal tetapi juga bersifat eksternal. Berpijak pada realitas adanya berbagai
tantangan dan ancaman terhadap Pancasila sebagai ideologi bangsa sejak masa-masa awal
kelahirannya, bisa dipastikan bahwa tantangan dan ancaman terhadap Pancasila akan terus
berlangsung. Untuk itu, mau tidak mau, apabila Pancasila ingin tetap eksis di bumi Nusantara ini
perlu selalu dipersiapkan jawaban (respon) yang tepat atas berbagai tantangan (challenge) yang
tengah dan akan terjadi.

Realitas kontempore memperlihatkan bahwa tantangan terhadap ideologi Pancasila, baik kini
maupun nanti, beberapa di antaranya telah tampak di permukaan. Tantangan dari dalam di
antaranya berupa berbagai gerakan separatis yang hendak memisahkan diri dari Negara Kesatuan
Republik Indonesia (NKRI). Apa yang terjadi di Aceh, Maluku, dan Papua merupakan sebagian
contoh di dalamnya. Penanganan yang tidak tepat dan tegas dalam menghadapi gerakan-gerakan
tersebut akan menjadi ancaman serius bagi tetap eksisnya Pancasila di bumi Indonesia. Bahkan,
bisa jadi akan mengakibatkan Indonesia tinggal sebuah nama sebagaimana halnya Yugoslavia
dan Uni Soviet.

Tidak kalah seriusnya dengan tantangan dari dalam. Pancasila juga kini tengah dihadapkan
dengan tantangan eksternal berskala besar berupa mondialisasi atau globalisasi. Globalisasi yang
berbasiskan pada perkembangan teknologi informasi, komunikasi, dan transportasi, secara drastis
mentransendensi batas-batas etnis bahkan bangsa.

Jadilah Indonesia kini, tanpa bisa dihindari dan menghindari, menjadi bagian dari arus besar
berbagai perubahan yang terjadi di dunia. Sekecil apapun perubahan yang terjadi di belahan
dunia lain akan langsung diketahui atau bahkan dirasakan akibatnya oleh Indonesia. Sebaliknya,
sekecil apaun peristiwa yang terjadi di Indonesia secara cepat akan menjadi bagian dari
konsumsi informasi masyarakat dunia. Pengaruh dari globalisasi ini dengan demikian begitu
cepat dan mendalam.

Menjadi sebuah pertanyaan besar bagi bangsa Indonesia, sanggupkah Pancasila menjawab
berbagai tantangan tersebut? Akankah Pancasila tetap eksis sebagai ideologi bangsa?
Jawabannya tentu akan terpulang kepada bangsa Indonesia sendiri sebagai pemilik Pancasila.
Namun demikian, kalaulah kemudian mencoba untuk mencari jawabnya adalah bahwa Pancasila
akan sanggup menghadapi berbagai tantangan tersebut asalkan Pancasila benar-benar mampu
diaplikasikan sebagai weltanschauung bangsa Indonesia.
Implikasi dari dijadikannya Pancasila sebagai pandangan hidup maka bangsa yang besar ini
haruslah mempunyai sense of belonging dan sense of pride atas Pancasila. Untuk
menumbuhkembangkan kedua rasa tersebut maka melihat realitas yang tengah berkembang saat
ini setidaknya dua hal mendasar perlu dilakukan. Pertama, penanaman kembali kesadaran
bangsa tentang eksistensi Pancasila sebagai ideologi bangsa. Penanaman kesadaran tentang
keberadaan Pancasila sebagai ideologi bangsa mengandung pemahaman tentang adanya suatu
proses pembangunan kembali kesadaran akan Pancasila sebagai identitas nasional. Upaya itu
memiliki makna strategis manakala realitas menunjukkan bahwa dalam batas-batas tertentu telah
terjadi proses pemudaran kesadaran tentang keberadaan Pancasila sebagai ideologi bangsa. Salah
satu langkah terbaik untuk mendekatkan kembali atau membumikan Pancasila ke tengah rakyat
Indonsia tidak lain melalui pembangunan kesadaran sejarah.

Tegasnya Pancasila didekatkan kembali dengan cara menguraikannya sebagai bagian yang tidak
terpisahkan dari perjuangan rakyat Indonesia, termasuk menjelaskannya bahwa secara subtansial
Pancasila adalah merupakan jawaban yang tepat dan strategis atas keberagaman Indonesia, baik
pada masa lalu, masa kini maupun masa yang akan datang.

Kedua, perlu adanya kekonsistenan dari seluruh elemen bangsa, khususnya para pemimpin
negeri ini untuk menjadikan Pancasila sebagai pedoman dalam berfikir dan bertindak. Janganlah
sampai Pancasila ini sekadar wacana di atas mulut yang disampaikan secara berbusa-busa hingga
menjadi basi sementara di lapangan penuh dengan perilaku hipokrit. Dengan demikian,
penghayatan dan pengamalan sila-sila Pancasila dalam kehidupan sehari-hari sudah merupakan
suatu conditio sine qua non bagi tetap tegaknyaa Pancasila sebagai ideologi bangsa.

Salah satu tantangan terbesar yang perlu segera dijawab bangsa yang besar ini, khususnya oleh
para pemegang kekuasaan, adalah menjawab tantangan atas lemahnya kesejahteraan rakyat dan
penegakkan keadilan. Ketimpangan kesejahteraan antara kota dan desa, terlebih Jawa dan luar
Jawa merupakan salah satu permasalahan besar yang harus segera dijawab oleh bangsa ini.
Terasa sesak bagi kita semua bila mengingat bahwa dialam sejarah dewasa ini masih ada bagian
dari bangsa ini yang secara mengenaskan masih hidup di alam prasejarah! Masalah penegakkan
keadilan juga menjadi masalah yang perlu mendapat perhatian  serius para pengambil kebijakan.
Keadilan sosial yang telah lama digariskan para pendiri negeri ini sering menjadi kontraproduktif
manakala hendak ditegakkan di kalangan para penguasa dan pemilik uang. Jadilah hingga
sekarang ini pisau keadilan yang dimiliki bangsa ini masih merupakan pisau keadilan bermata
ganda, tajam manakala diarahkan kepada rakyat kebanyakan, dan tumpul atau bahkan kehilangan
ketajamannya sama sekali manakala dihadapkan dengan para pemegang kekuasaan atau pemilik
sumber-sumber ekonomi.

Bila dua hal itu saja mampu dikedepankan bisa jadi bangsa yang besar ini tidak akan mudah
tergoyahkan oleh berbagai tantangan dan ancaman yang ada, baik dari dalam maupun dari luar.
Ancaman dari dalam bisa jadi akan pupus dengan sendirinya manakala kesejahteraan rakyat
terkondisikan pada keadaan yang baik dan keadilan dapat ditegakkan dengan seadil-adilnya.

Ancaman dari luar, termasuk arus besar globalisasi sekalipun tidak akan menggeruskan Pancasila
sebagai sebuah ideologi tetapi justru akan menjadikan Pancasila sebagai kekuatan yang mapu
mewarnai arus besar globalisai. Terlebih karena globalisasi bagi bangsa ini bukanlah merupakan
barang baru.

Pada akhirnya, menjadi baik kiranya bila menyimak kembali apa yang pernah dikatakan oleh
Roeslan Abdulgani (1986), “Pancasila kita bukan sekedar berintikan nilai-nilai statis, teapi juga
jiwa dinamis. Kurang gunanya bagi kita, hanya secara verbal mencintai kemerdekaan, kalau kita
tidak berani melawan penjajahan, baik yang tradisional-kuno maupun yang neokolonial. Kurang
gunanya kita, secara verbal saja menjunjung tinggi sila Ketuhanan Yang Maha Esa kalau kita
takut melawan kemusyrikan. Kurang gunanya kita, secara verbal saja mengagungkan sila
Perikemanusiaan, kalau kita membiarkan merajalela situasi yang tidak manusiawi. Kurang
faedahnya kita, secar verbal saja cinta Persatuan Indonesia, kalau kita membiarkan merajalelanya
rasa nasionalisme dan patriotisme merosot dan membiarkan bangsa lain mengeksploitasi
kebodohan dan kelemahan rakyat kita. Kurang manfaatnya kita cinta Sila Kerakyatan kalau kita
membiarkan keluhan rakyat tersumbat. Kurang artinya kita ngobrol saja tentang sila Keadilan
Sosial, kalau kitamembiarkan kepincangan sosial ekonomis merajalela. #OP010605A#

Reiza D. Dienaputra, Lektor Kepala pada jurusan Sejarah Fakultas Sastra Universitas
Padjadjaran dan Sekretaris Jenderal Pusat Kajian Lintas Budaya Bandung. (PR)

Anda mungkin juga menyukai