Anda di halaman 1dari 14

ESSAY

ANALISIS REALITA DAN IDEALITAS SISTEM DEMOKRASI PADA MASA


ORDE BARU DAN MASA REFORMASI di INDONESIA

Oleh :

RIFKI AULAN NISA (P07120218050)

PROGRAM STUDY SARJANA TERAPAN KEPERAWATAN NERS

JURUSAN KEPERAWATAN

POLITEKNIK KESEHATAN KEMENTRIAN KESEHATAN YOGYAKARTA

TAHUN AKADEMIK 2018/2019


Sejarah Demokrasi di Indonesia

Indonesia merupakan salah satu negara yang menganut sistem demokrasi.


Sistem pemerintahannya diselenggarakan dari rakyat, oleh rakyat, dan untuk rakyat.
Demokrasi tercermin dari terselenggarakannya pemilihan umum ( pemilu). Indonesia
sudah menyelenggaran pemilu untuk memilih presiden dan wakil presiden secara
langsung (Kompas.com)

Indonesia menganut sistem demokrasi Pancasila, yang berbeda dengan sistem


negara lain.  Demokrasi ini berpedoman kepada lima sila Pancasila sebagai dasar
negara dan UUD 1945 sebagai konstitusi / sumber dari segala sumber hukum yang
ada di Indonesia / sumber hukum tertinggi.  Oleh karena itu, sesuai sistem demokrasi
Pancasila semua sistem kehidupan berbangsa dan bernegara diatur di dalamnya.  Di
dalam konstitusi lengkap berisi sistem pemerintahan, bentuk negara, pemerintahan
pusat, pemerintahan daerah, lembaga-lembaga negara, dan perlindungan terhadap hak
asasi manusia.

Sejarah demokrasi di Indonesia diawali dengan adanya maklumat 3 November


1945 oleh wakil presidem Mohammad Hatta.  3 November 1945 bisa disebut sebagai
tonggak demokrasi di Indonesia. Ini karena pada tanggal tersebut keluar Maklumat 3
November 1945 yang mendorong pembentukan partai-partai politik sebagai bagian
dari demokrasi.

Wakil Presiden Mohammad Hatta sebagai orang yang mengeluarkan


Maklumat 3 November 1945 ini. Maklumat ini dikeluarkan untuk persiapan rencana
penyelenggaraan pemilu 1946, sekaligus sebagai tanggapan atas usul Badan Pekerja
KNIP kepada pemerintah.Pasca keluarnya maklumat, maka partai-partai politik pun
lahir. Sebut saja Masyumi yang lahir pada 7 November 1945, Partai Komunis
Indonesia yang lahir pada 7 november 1945, Partai Nasional Indonesia lahir pada 29
Januari 1946, Partai Sosialis Indonesia lahir pada 10 November 1945 dan Partai
Rakyat Sosialis yang lahir pada 20 November 1945. Juga muncul partai-partai
lainnya yang menjadi bagian dari catatan sejarah demokrasi di Indonesia.

Pelaksanaan Demokrasi Pada Orde Baru 1965 -1998

Pemerintahan  Orde Baru mengawali jalannya pemerintahan dengan tekad


melaksanakan Pancasila dan UUD 1945 secara murni dan konsekuen. Seluruh
kegiatan pemerintahan negara dan hidup bermasyarakat dan berbangsa harus
dijalankan sesuai dengan tata aturan yang bersumber pada Pancasila dan UUD 1945.
Pada tahun 1966 pemerintahan Soeharto yang lebih dikenal dengan pemerintahan
Orde Baru bangkit sebagai reaksi atas pemerintahan Soekarno. Pada awal
pemerintahan orde hampir seluruh kekuatan demokrasi mendukungnya karena Orde
Baru diharapkan melenyapkan rezim lama.

Awal Orde baru memberi harapan baru pada rakyat terutama dalam


pembangunan disegala bidang melalui Pelita I, II, III, IV, V. Namun lama kelamaan
perkembangan yang terlihat adalah semakin lebarnya kesenjangan
antara kekuasaan negara dengan masyarakat. Orde Baru mewujudkan dirinya sebagai
kekuatan yang kuat dan relatif otonom, sementara masyarakat semakin terasingkan
dari lingkungan kekuasaan dan proses pembuatan kebijakan.

Soeharto kemudian melakukan eksperimen dengan menerapkan demokrasi


Pancasila. Inti demokrasi pancasila adalah menegakkan kembali azas Negara hukum
dirasakan oleh segenap warga Negara, hak azasi manusia baik dalam aspek kolektif
maupun aspek perseorangan dijamin dan penyalahgunaan kekuasaan dapat
dihindarkan secara institusional.

Sekitar 3 sampai 4 tahun setelah berdirinya Orde Baru menunjuktkan gejala-


gejala yang menyimpang dari cita-citanya semula. Kekuatan-kekuatan sosial-politik
yang bebas dan benar-benar memperjuangkan demokrasi disingkirkan.
Kekuatan politik dijinakkan sehingga menjadi kekuatan yang tidak lagi
mempunyai komitmen sebagai kontrol sosial.

Pada masa demokrasi di era Orde Baru berlangsung sekitar 32 tauh, yaitu


antara tahun 1966-1998, yang disebut dengan Demokrasi Pancasila. Demokrasi
pancasila merupakan demokrasi konstitusional yang menonjolkan sistem presidensial.
Landasan formal periode ini adalah pancasila, UUD 1945 dan Tap MPRS/MPR
dalam rangka untuk meluruskan kembali penyelewengan terhadap UUD 1945 yang
terjadi di masa Demokrasi Terpimpin, dalam perkembangannya, peran presiden
semakin dominant terhadap lembaga-lembaga Negara yang lain.

Melihat praktek demokrasi pada masa itu, nama pancasila hanya digunakan
sebagai legitimasi politik penguasa saat itu sebab kenyataannya yang dilaksanakan
tidak sesuai dengan nilai-nilai pancasila. Dalam perkembangannya Pemerintah Orde
Baru mengarah pada pemerintahan yang sentralistis. Lembaga kepresidenan menjadi
pusat dari seluruh proses politik dan menjadi pembentuk dan penentu agenda
nasional, pengontrol kegiatan politik dan pemberi legacies bagi seluruh lembaga
pemerintah dan negara.

Pada masa orde baru budaya feodalistik dan paternalistik tumbuh sangat
subur. Kedua sikap ini menganggap pemimpin paling tahu dan paling benar
sedangkan rakyat hanya patuh dengan sang pemimpin. Sikap mental seperti ini telah
melahirkan stratifikasi sosial, pelapisan sosial dan pelapisan budaya yang pada
akhirnya memberikan berbagai fasilitas khusus, sedangkan rakyat lapisan bawah
tidak mempunyai peranan sama sekali. Berbagai tekanan yang diterima rakyat dan
cita-cita mewujudkan masyarakat adil dan makmur yang tidak pernah tercapai,
mengakibatkan pemerintahan Orde Baru mengalami krisis kepercayaan dan kahirnya
mengalami keruntuhan, menurut M Rusli Karim, era Orde Baru ditandai oleh :

a. Dominannya peran ABRI.


b. Birokratisasi dan sentralisasi pengambilan keputusan politik.
c. Pengembirian peran dan fungsi partai politik.
d. Campur tangan pemerintah dalam berbagai urusan partai politik dan publik.
e. Masa mengambang.
f. Monolitisasi ideologi Negara.
g. Inkorporasi lembaga non pemerintah.

Pelaksanaan Demokrasi Pada Masa Reformasi Sampai Sekarang

Berakhirnya masa orde baru ditandai dengan penyerahan kekuasaan dari


presiden Soeharto ke wakil presiden BJ Habibie pada tanggal 21 Mei 1998. Sejak
berakhirnya Orde Baru yang bersamaan waktunya dengan lengsernya Presiden
Soeharto, maka indonesia memasuki suasana kehidupan kenegaraan yang baru,
sebagai hasil dari kebijakan reformasi yang dijalankan terhadap hampir seluruh aspek
kehidupan masyarakat dan negara yang berlaku sebelumnya. Kebijakan reformasi ini
diawali dengan di amandemennya UUD 1945 (bagian Batangtubuhnya) sebab dinilai
sebagai sumber utama kegagalan tatanan kehidupan kenegaraan di masa Orde Baru.

Amandemen UUD 1945, terutama yang berkaitan dengan


kelembagaan negara, khususnya perubahan terhadap aspek pembagian kekuasaan dan
aspek sifat hubungan antar lembaga-lembaga negara, akibat amandemen tersebut
sehingga dengan sendirinya terjadi perubahan terhadap model demokrasi yang
dilaksana-kan dibandingkan dengan model Demokrasi Pancasila di era Orde Baru.
Saat masa pemerintahan Habibie mulai nampak beberapa indicator kedemokrasian di
Indonesia. Pertama, diberikannya ruang kebebasan pers sebagai ruang publik untuk
berpartisipasi dalam kebangsaan dan kenegaraan. Kedua, diberlakunya system multi
partai dalam pemilu tahun 1999.

Demokrasi Indonesia saat ini telah dimulai dengan terbentuknya DPR-MPR


hasil Pemilu 1999 yang telah memilih presiden dan wakil presiden serta terbentuknya
lembaga-lembaga tinggi yang lain:
a. Keluarnya ketetapan MPR RI No.X/MPR/1998 tentang pokok-pokok
reformasi
b. Ketetapan No.VII/MPR/1998 tentang pencabutan tap MPR tentang
Referandum
c. Tap MPR RI No.XI/MPR/1998 tentang penyelenggaraan negara yang
bebas dari KKN
d. Tap MPR RI No.XIII/MPR/1998 tentang pembatasan masa jabatan
Presiden dan Wakil Presiden RI
e. Amandemen UUD 1945 sudah sampai amandemen I,II,III,IV

Masa reformasi berusaha membangun kembali kehidupan yang demokratis


antara lain :

a. Perubahan Pelaksanaan Demokrasi Pada Orde Reformasi Sekarang


b. Pemilihan Umum Lebih Demokratis
c. Partai Politik Lebih Mandiri
d. Pengaturan Hak Asasi Manusia
e. Lembaga Demokrasi Lebih Berfungsi
f. Konsep Trias Politika Masing-Masing Bersifat Otonom Penuh

Masa demokrasi pancasila pada era reformasi berusaha mengenbalikan


perimbanan kekuatan antara lembaga negara, antara lembaga eksekutif, legislatif, dan
yudikatif. Berlangsung mulai dari Mei 1998 sampai dengan sekarang. Pada masa ini
peran partai politik kembali menonjol dan menjadi nafas baru buat Indonesia

Ciri-ciri Demokrasi Pancarila Masa Reformasi

a. Mengutamakan musyawarah mufakat


b. Mengutamakan kepentingan masyarakat, bangsa, dan negara
c. Tidak memaksakan kehendak kepada orang lain
d. Selalu diliputi ole semangat kekeluargaan
e. Adanya rasa tanggung jawab dalam melaksanakan keputusan hasil
musyawarah
f. Dilakukan dengan akal sehat dan sesuai dengan hati yang luhur
g. Keputusan dapat dipertanggung jawabkan secara moral kepada Tuhan
Yang Maha Esa, berdasarkan nilai-nilai kebenaran dan keadilan
h. Penegakkan kedaulatan rakyat dengan memperdayakan pengawasan
sebagai lembaga negara, lembaga politik, dan lembaga swadaya
masyarakat
i. Pembagian secara tegas wewenang kekuasaan legislatif, eksekutif, dan
yudikatif
j. Penghormatan kepada beragam asas, ciri, aspirasi dan program parpol
yang memiliki partai

Demokrasi yang diterapkan Negara kita pada era reformasi ini adalah


Demokresi Pancasila, tentu saja dengan karakteristik yang berbeda dengan
Demokresi Pancasila yang diterapkan pada masa orde baru dan sedikit mirip dengan
demokrasi perlementer tahun 1950-1959. Perbaikan ke arah positif
Perkembangan Demokrasi pada masa Reformasi ini dapat tercermin dalam beberapa
hal, diantaranya adalah sebagai berikut:

a. Pemilu yang dilaksanakan tahun 1999 jauh lebih demokratis dari yang


sebelumnya serta pelaksanaan pemilu setelah tahun 1999 juga berjalan
demokratis dan lebih baik daripada pelaksanaan pemilu sebelum 1999.
b. Sebagian besar hak dasar bisa terjamin seperti adanya kebebasan
menyatakan pendapat.
c. Pola rekruitmen politik untuk pengisian jabatan politik dilakukan
secara terbuka.
d. Rotasi kekuasaan dilaksanakan dari mulai pemerintahan pusat sampai
pada tingkat desa.
Perkembangan demokrasi masa reformasi yang menuju ke arah positif dapat
terlihat dari pengakuan Freedom House pada Tahun 2006 yang
memasukkan negara Republik Indonesia sebagai negara demokrasi terbesar ketiga
setelah Amerika dan India. Pujian-pujian atas perkembangan demokrasi juga terus
mengalir dari berbagai kalangan. Namun dibalik perkembangan demokrasi yang
menuju ke arah positif penerapan demokrasi oleh sebagian kalangan dianggap tidak
memberikan kesejahteraan tetapi justru melahirkan pertikaian dan pemiskinan.
Rakyat yang seharusnya diposisikan sebagai penguasa tertinggi, ironisnya justru
sering dipinggirkan. Kondisi buruk diperparah oleh elite politik dan aparat penegak
hukum yang menunjukkan aksi-aksi blunder. Banyak perilaku wakil rakyat yang
tidak mencerminkan aspirasi pemilihnya, bahkan opini publik sengaja disingkirkan
guna mencapai aneka kepentingan sesaat. Banyak kasus-kasus yang amat mencederai
perasaan rakyat mudah ditampilkan dan mengundang kemarahan publik.

Kondisi ini dikuatkan dengan pernyataan Jusuf Kalla (mantan Wapres) yang
mengatakan bahwa demokrasi cuma cara, alat atau proses, dan bukan tujuan.
Demokrasi boleh di nomor duakan di bawah tujuan utama peningkatan dan
pencapaian kesejahteraan rakyat.

Oleh karenanya di tengah eforia demokrasi, kita semua harus berhati-hati akan


kepentingan sempit yang sangat mungkin menjadi penumpang gelap. selain itu
sinkronisasi antara demokrasi dengan pembangunan nasional haruslah sejalan bukan
malah sebaliknya demokrasi yang ditegakkan hanya untuk pemenuhan kepentingan
partai dan kelompok tertentu saja. Jadi, demokrasi yang kita terapkan sekarang
haruslah mengacu pada sendi-sendi bangsa Indonesia yang berdasarkan filsafah
bangsa yaitu Pancasila dan UUD 1945 serta bertujuan untuk mensejahterakan
kehidupan bangsa indonesia secara umum.

Salah satu implementasi demokrasi Pancasila sebagai perwujudan kedaulatan


rakyat adalah dengan diadakannya Pemilihan Umum. Pemilihan Umum atau yang
biasa disingkat Pemilu merupakan suatu ajang aspirasi rakyat sebagai perwujudan
dari kedaulatan rakyat. Masalah Pemilu diatur dalam UUD 1945 tentang Pemilihan
Umum yang berbunyi:

a. Pemilihan Umum dilaksanakan secara langsung, umum, bebas, rahasia, jujur


dan adil setiap lima tahun sekali.
b. Pemilihan Umum diselenggarakan untuk memilih anggota Dewan Perwakilan
Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, Presiden dan Wakil Presiden, dan Dewan
Perwakilan Rakyat Daerah.
c. Peserta Pemilihan Umum untuk memilih anggota Dewan Perwakilan Rakyat
dan anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah adalah Partai Politik.
d. Peserta Pemilihan Umum untuk memilih anggota Dewan Perwakilan Rakyat
Daerah adalah perseorangan.
e. Pemilihan Umum diselenggarakan oleh suatu komisi pemilihan umum yang
bersifat nasional, tetap dan mandiri.
f. Ketentuan lebih lanjut tentang Pemilu diatur dengan Undang-Undang.

Tujuan diselenggaraknnya Pemilu adalah untuk memilih wakil rakyat dan


wakil daerah serta untuk membentuk pemerintahan yang demokratis, kuat dan
memperoleh dukungan rakyat dalam rangka mencapai tujuan nasional sesuai dengan
UUD 1945.

Pemilu adalah sarana pelaksanaan kedaulatan rakyat dalam NKRI yang berlandaskan


Pancasila dan UUD 1945. Peserta pemilu adalah parpol untuk calon anggota legislatif
dan perseorangan untuk calon anggota DPD yang telah memenuhi persyaratan sesuai
dengan UU No.12 Tahun 2003.

REKOMENDASI TERKAIT PELAKSANAAN DEMOKRASI DI INDONESIA

Sukses atau gagalnya suatu demokrasi di Indonesia tergantung dalam empat


faktor kunci yaitu :
a. Komposisi elit politik
Elit menurut Laswell meliputi seluruh pemegang kekuasaan dalam
suatu bangunan politik. Elit politik terdiri dari mereka yang mencapai
kedudukan, kekuasaan, kekayaan dan kehormatan. Laswell mendefinisikan
elit tanpa memilahnya sebagai elit politik dan elit penguasa. Mosca
memandang masyarakat menjadi dua kelas. Kelas elit adalah kelompok kecil
penguasa yang mampu memonopoli kekuasaan dan menjalankan sistem
politik. Kelas ini memiliki kewenangan besar dalam sistem politik.
Sebagai elit politik tidak sepantasnya menggunakan kekuasaan atas
kedudukan kekayaan dan kehormatan untuk kepentingan rakyat, tidak hanya
untuk kepentingan golongan, kekuasaan kekayaan dan kehormaan sebaiknya
di manfaatkan untuk kepentingan dan kemaslahatan rakyat kecil di Indonesia.

Elit Politik menurut Teoritikus Politik adalah orang-orang yang memiliki


jabatan dalam sistem politik. Pengertian Jabatan Politik.
b. Desain institusi politik
Untuk mewujudkan hal tersebut, demokrasi harus menjamin
terwujudnya sebuah pemerintahan efektif sekaligus partisipasi rakyat secara
positif. Partisipasi rakyat pun harus terinstitusionalisasi. Partisipasi tersebut
dapat melalui partai politik, media, organisasi masyarakat, dan sebagainya.
Pemerintah dalam hal ini harus responsif terhadap masukan rakyat dan
mampu terkontrol dengan output peningkatan kualitas pelayanan public.
Meningkatnya partisipasi dan akuntabilitas akan membuat demokrasi menjadi
sehat dan bermanfaat. Pemimpin dan kebijakan yang lahir dari rahim
demokrasi yang sehat akan terjamin kualitasnya (Mardani Ali, Ketum PKS)
c. Cultur politik atau perubahan sikap terhadap politik dikalangan elite dan non
elite
Budaya politik, menurut Almond dan Verba, merupakan sikap
individu terhadap sistem dan komponenkomponenya, dan juga sikap inividu
terhadap peranan yang dimainkan dalam sistem politik. Budaya politikb suatu
masyarakat dengan sendirinya bekembang dipengaruhi oleh kompleksitas
nilai yang ada dalam masyarakat itu sendiri. Dengan demikian, kehidupan
masyarakat dipenuhi oleh interaksi antar orientasi dan antar-nilai yang
memungkinkan timbulnya kontakkontak di antara budaya politik suatu
kelompok atau golongan, yang mungkin lebih cepat disebut “sub-budaya
politik”, yang pada dasarnya merupakan proses dimana terjadi pengembangan
budaya bangsa dalam proses itu.
Budaya politik yang matang termanifestasi melalui orientasi
pandangan dan sikap individu terhadap sistem politiknya. Budaya politik yang
demokratis akan mendukung terciptanya sistem politik yang demokratis. Di
sini yang dimaksud dengan budaya politik yang dmokratis, menurut Almond
dan Verba, adalah suatu kumpulan sistem keyakinan, sikap,norma, persepsi
dan sejenisnya, yang mendorong terwujudnya partisipasi. Budaya politik yang
demokratis merupakan budaya politik yang partisipatif, yang diistilahkan oleh
Almond dan Verba sebagai civic culture. Karena itu, hubungan antar budaya
politik denan demokrasi (demokratisasi) dalam konteks civic culture tidak
dapat dipisahkan.
Salah satu basis argumen bagi contoh pendapat yang menungkapkan
bahwa di dalam budaya asli masyarakat Indonesia, demokrasi bukan
merupakan “barang baru mengacu pada sistem nilai musyawarah-mufakat.

d. Peran civil society (masyarakat madani)
Tiga peran utama masyarakat madani / civilsociety pertama adalah
peran sebagai :
1. advokasi, dimana seharusnya masyarakat ikut berpengaruh
atau berperan dalam apa yang seharusnya menjadi kebijakan
public. Masyarakat sipil harus ikut menyampaikan aspirasi
kepada elemen elemen yang bisa membuat keputusan
langsung, dalam hal ini adalah wakil rakyat yaitu DPR.
2. Empowerment, yaitu secara aktif bergerak memberdayakan
masyarakat
3. Control social, masyarakat sipil Bersama sama menjadi
pengawas dan pengontrol jalannya proses demokrasi agar
tidak menyimpang dari jalur, fungsi social control dapat
diwujudkan melalui media massa, ormas keagamaan, atau
golongan terdidik dan terpelajar.

Masyarakat sipil yang baik harus sadar akan hak dan kewajiban secara
konstitusional, hal ini mencegah adanya kekuasaan yang semena mena.

Keempat faktor tersebut harus berjalan sinergis sebagai modal untuk


mengonsolidasikan demokrasi.Karena itu seperti yang dikemukakan oleh
Azyumardi Azra langkah yang harus dilakukan adalah dalam transisi Indonesia
menuju demokrasi sekurang-kurangnya mencakup reformasi dalam tiga bidang
besar, yaitu :

a. Reformasi sistem (constitutional reform) yang menyangkut perumusan


kembali falsafah, kerangka dasar, dan perangkat legal sistem politik.
b. Reformasi kelembagaan (constitutional reform empowerment) yang
menyangkut pengembangan dan pemberdayaan lembaga-lembaga politik.
c. Pengembangan kultur atau budaya politik (political culture) yang lebih
demokratis.

Demokratisasi di Indonesia agaknya tidak dapat dimundurkan lagi. Proses


suksesi kepresidenan dengan jelas menandai berlangsungnya proses transisi ke
arah demokrasi, setelah demokrasi terpenjarakan sekitar 32 tahun pada rezim
Soeharto dengan “demokrasi Pancasilanya” dan 10 tahun pada masa rezim Soekarno
dengan “demokrasi terpimpinnya”. Dengan demikian secara jelas demokrasi yang
sesungguhnya di Indonesia belum dapat terwujud.Karena itu membangun demokrasi
merupakan pekerjaan rumah (PR) dan agenda yang sangat berat bagi pemerintah.

Dalam kerangka itu upaya membangun demokrasi (Indonesia) dapat terwujud dalam


tatanan Negara pemerintahan Indonesia bila tersedia delapan faktor pendukung
yakni :

a. Keterbukaan sistem politik,
b. Budaya politik yang jujur dan baik,
c. Kepemimpinan politik yang berorientasi kerakyatan,
d. Rakyat yang terdidik, cerdas dan berkepedulian,
e. Partai politik yang tumbuh dari bawah,
f. Penghargaan terhadap hukum,
g. Masyarakat sipil (masyarakat madani) yang tanggap dan bertanggung jawab,
dan
h. Dukungan dari pihak asing dan pemihakan pada golongan mayoritas.

REFERENSI

M. Rusli Karim, ”Peluang dan Hambatan Demokrasi,” dalam Jurnal CSIS, (Jakarta:


1998).

Azyumardi Azra, Demokrasi, Hak Asasi Manusia, Masyarakat Madani.

Rahman H.I, Sistem Politik Indonesia (Yogyakarta: Graha Ilmu, 2007).

https://www.hariansejarah.id/2017/04/maklumat-3-november-1945.html diunduh
pada hari Sabtu, 14 Maret 2010, pukul 19.00WIB.

https://www.dictio.id/t/bagaimana-sistem-demokrasi-pada-masa-orde-
baru/110004/4 diunduh pada hari Senin, 16 Maret 2019 Pukul 10.15 WIB

https://www.kompas.com/skola/read/2020/02/13/070000469/demokrasi-
indonesia-periode-orde-baru-1965-1998-?page=all di unduh pada hari Senin, 16 Maret 2020
pukul 12.00 WIB

Article text DEMOKRASI DAN BUDAYA POLITIK INDONESIA Oleh Adi Suryadi Culla

Anda mungkin juga menyukai