Anda di halaman 1dari 13

Kontinuitas Gorga Batak Toba

Sofi Andriyanti
Institut Seni Indonesia (ISI) Surakarta
Jalan Ki Hadjar Dewantara No. 19, Jebres, Surakarta

ABSTRACT

This article is written based on the result of research entitled “Gorga Batak Toba di Kabupaten
Samosir: kontinuitas dan perubahan bentuk dan fungsi”, conducted in 2014 - 2015. The focus of
this writing is on three main issues: the form and function of traditional gorga in Batak Toba houses
before 1970s; the development of form and function of ‘new’gorga in the modern buildings that have
been developed since 1970s to the present; and why there is continuity and changes on form and
function of gorga. A qualitative method in narrative-descriptive with historical approachis used to
find out the continuity of gorga Batak Toba in Batak Toba society, and internal and external fac-
tors are analyzed to see the causes of the continuity. The data are collected through literature study,
observation, and interview with researchers role as the key instrument. The result shows that the
survival of gorga in Batak Toba society can be described simply, that is, from existing to nothing, and
from nothing to rise again into being, but in the ‘new’ form.

Keywords: gorga, continuity, Batak Toba people

PENDAHULUAN Suku Melayu menyebutnya ragam hias.


Suku Nias menyebutnya sora-sora.
Ornamen dalam masyarakat tradisional
hadir sebagai media ungkapan perasaan Keberadaan Gorga Batak Toba
yang diwujudkan dalam bentuk visual.
Gorga tradisional adalah ragam ukiran
Hal ini dikarenakan masyarakat tradisional
dua dimensi yang menghiasi rumah adat
belum dapat menulis, sehingga perasaan
Batak Toba. Sebagai ukiran dekoratif, gorga
mereka diungkapkan melalui hiasan ukiran
tradisional identik dengan rumah raja atau
pada benda pakai dan perahu yang terbuat
rumah orang kaya. Selain rumah adat Batak
dari kayu (Hoop, 1949:12). Salah satu bukti
Toba, gorga tradisional juga terdapat pada
bahwa ornamen merupakan hasil pening-
perangkat uring-uringan (alat musik), pera-
galan dari masyarakat tradisional, dapat
latan berburu-meramu, dan benda-benda
dilihat pada ukiran di Sumatera Utara.
kerajinan (Saragi, 2008:1). Artinya, penerap-
Menurut Sirait (1977:7) terdapat beberapa
an gorga tradisional yang paling lengkap
istilah dalam penyebutan ornamen bagi
terdapat pada rumah adat Batak Toba.
suku Batak Toba, Batak Simalungun, Batak
Peninggalan gorga tradisional pada
Karo, Batak Mandailing, Batak Pak-pak
rumah adat Batak Toba terdapat di wilayah
Dairi, Melayu, dan Nias. Suku Batak Toba,
Samosir, Lumbanuulu, Porsea, Silimbat,
Batak Simalungun, dan Batak Mandailing
Balige, dan Bakara (Sirait, 1977:59). Ditinjau
menyebutnya gorga. Suku Batak Karo dan
dari sejarahnya, wilayah Samosir dipercaya
Batak Pak-pak Dairi menyebutnya gerga.
oleh masyarakat Batak Toba memiliki kebu-

132
~ Pantun Jurnal Ilmiah Seni Budaya ~
Vol. 1 No. 2 Desember 2016

dayaan tertua dibandingkan wilayah lain. Toba secara turun-temurun masih meles-
Mereka secara turun temurun mewariskan tarikan gorga tradisional sebagai ornamen
wawasan mengenai gorga tradisional dan dari rumah adat mereka. Mereka yakin
nilai-nilai untuk diwariskan kepada gene- bahwa keberadaan gorga tradisional dalam
rasi penerusnya, sebab ada rasa bangga di rumah adat Batak Toba berdaya untuk
dalam dirinya terhadap gorga tradisional mengusir roh jahat yang ada di sekitarnya,
yang pernah ada di rumah adat Batak Toba. dan menjadi pedoman hidup. Ini sesuai
Menurut mereka, bentuk-bentuk gorga tra- dengan pernyataan Sirait (1977:17), bahwa
disional mengandung elemen-elemen este- gorga tradisional di rumah adat Batak Toba
tis yang diwariskan secara langsung oleh dimaksudkan sebagai media penjaga kese-
nenek moyangnya. Artinya, gorga tradisi- lamatan penghuninya, karena gorga tra-
onal tumbuh sebagai konsekuensi dari ko- disional mengandung nilai-nilai spiritual
munikasi yang telah diwariskan masyarakat tinggi dan nilai-nilai estetis yang kuat.
Batak Toba kepada keluarga yang memiliki Seiring dengan perjalanan waktu, pel-
keterikatan dan kedekatan marga1. bagai aspek yang berkenaan dengan gorga
Masyarakat tradisional berkomunikasi tradisional telah mengalami perubahan.
dengan membangun kekuatan mental dan Keyakinan masyarakat Batak Toba akan ke-
spiritual, agar mereka dapat memberikan sakralan gorga tradisional mengalami pelun-
semangat hidup bagi warganya dalam turan. Eliade pernah menegaskan, bahwa
mencapai cita-cita dan harapan (Santosa, makna religiusitas dari kosmos hilang kare-
2012:9). Menurut masyarakat Batak Toba, na perspektif sakral yang berubah secara ke-
gorga tradisional pada rumah adat Batak seluruhan menjadi tidak berguna dan tanpa
Toba mengandung makna-makna simbolik arti (Eliade, 2002:108). Hal ini menyebabkan
sebagai media berkomunikasi dengan roh masyarakat Batak Toba berkembang lebih
leluhur yang masih bersemayam di dunia. progresif dan secara berangsur-angsur telah
Oleh karena itu, segala komunikasi yang melepaskan diri dari aturan-aturan tradisi.
berhubungan dengan roh leluhur selalu Sekarang, artefak gorga tradisional
terkait dengan gorga tradisional. pada rumah adat Batak Toba sudah tidak
Makna-makna simbolik gorga tradisi- ditemukan di kabupaten Samosir. Arsi-
onal pada rumah adat Batak Toba ter- tektur rumah adat Batak Toba masih tetap
cermin dalam motif-motifnya. Menurut dilestarikan, tapi motif-motif gorga tradisi-
masyarakat Batak Toba, motif yang menye- onal telah diganti dengan motif-motif gorga
rupai manusia, hewan, raksasa, dan kos- ‘baru’. Selain itu, susunan polanya juga
mos mengandung makna-makna simbolik tidak utuh seperti pada gorga tradisional
yang bersifat sakral. Di samping itu, mo- padahal tata letak motif-motif gorga tradisi-
tif tumbuh-tumbuhan dan geometris me- onal telah menunjukkan bukti kecerdasan
ngandung makna simbolik yang bersifat intelektual dari masyarakat Toba-Tua.
profan. Berdasarkan makna simboliknya, Gorga ‘baru’ merupakan penggabungan
komposisi gorga tradisional menempati bi- motif-motif yang sebagian diadopsi dari gor-
dang-bidang yang terstruktur, mulai dari ga tradisional, dan sebagian lainnya meru-
bagian atas, tengah, dan bawah. Makna- pakan hasil inovasi pande dorpi (kriyawan
makna simbolik yang bersifat sakral itu ukir). Bentuk gorga ‘baru’ kebanyakan me-
membuat status sosial-religius pada gorga rupakan replika dari barang antik yang
tradisional menempati posisi paling tinggi berkarakter tradisi, yang diberi tambahan
dibandingkan dengan ukiran-ukiran yang bentuk-bentuk lain untuk melengkapi un-
profan. Oleh karena itu, masyarakat Batak sur artistiknya (Causey, 2006:316). Tujuan-

133
- Andriyanti: Kontinuitas Gorga Batak Toba -

nya adalah untuk dapat menarik perhatian itu, gambar ilustrasi gorga tradisional dapat
turis-turis lokal dan asing yang berkunjung. diperoleh juga dari penelitian Hasanuddin;
Hal ini didasarkan pada anggapan bahwa yang telah memperbaharui dokumentasi pe-
turis-turis asing lebih tertarik dengan benda- nelitian Baginda Sirait. Sebaliknya, foto-foto
benda seni yang berkarakter tradisi. gorga ‘baru’ dapat diperoleh secara lang-
Gorga-gorga ‘baru’ banyak diterapkan sung dengan melihat dan mengamati objek
sebagai hiasan pada bangunan-bangunan material yang ada di Kabupaten Samosir.
modern di Kabupaten Samosir sekitar ta- Objek material gorga ‘baru’ sudah direkam
hun 1970-an sampai sekarang. Meskipun serta disimpan dengan menggunakan ka-
bentuknya berubah, tetapi karakter ukiran mera digital dan media rekam.
gorga ‘baru’ terasa sama dengan ukiran Tahap penyajian data yang dilakukan
gorga tradisional. Meskipun gorga ‘baru’ dalam tulisan ini meliputi pengumpulan
lebih mengutamakan elemen-elemen ar- data dan analisis data. Jawaban atas per-
tistik, tapi makna-makna simboliknya ti- tanyaan pertama berupa deskripsi naratif
dak dihilangkan. Elemen-elemen artistik tentang gorga tradisional dalam konteks ke-
gorga ‘baru’ tidak berdiri sendiri, melain- hidupan masyarakat Batak Toba yang ma-
kan merupakan unsur-unsur penting dari sih menganut kepercayaan ‘kuno’, dengan
setiap bagian arsitektur. Oleh karena itu, menggunakan pendekatan sejarah, sebab
untuk menganalisis bentuk gorga ‘baru’ ha- keberadaan gorga tradisional itu sudah ter-
rus didasarkan pada gorga tradisional yang jadi ratusan tahun yang lalu. Jawaban un-
melekat pada rumah adat Batak Toba. tuk pertanyaan kedua berupa penjelasan
Berdasarkan uraian tersebut kontinuitas deskriptif tentang bentuk dan fungsi gorga
gorga Batak Toba menarik untuk diteliti le- ‘baru’, yang merupakan perkembangan dari
bih lanjut, karena pembahasannya didasar- gorga tradisional, sehingga menggunakan
kan atas analisis perubahan bentuk gorga ilmu bantu estetika Nusantara, sebab ben-
yang belum dilakukan secara mendalam. tuk gorga ‘baru’ mengutamakan elemen-ele-
Dengan demikian dapat dinyatakan bahwa men estetik yang tidak berdiri sendiri, me-
artikel ini, belum diungkapkan secara spe- lainkan merupakan unsur-unsur penting
sifik oleh peneliti-peneliti terdahulu. Pene- dari setiap bagian arsitektur. Jawaban atas
litian ini bertujuan untuk mendeskripsikan pertanyaan ketiga bersifat analisis, karena
aspek historis mengenai kontinuitas dan keberadaan gorga bagi masyarakat Batak
perubahan gorga Batak Toba, serta meng- Toba telah mengalami kontinuitas, sehingga
kajinya secara deskriptif-analitis. menggunakan ilmu bantu sosiologi, politik,
Hasil penelitian ini diharapkan mampu ekonomi, dan antropologi, sebab kontinuitas
memberikan manfaat terhadap wacana ke- gorga Batak Toba merupakan hal yang tidak
ilmuan seni, khususnya di bidang seni kriya sederhana dan terjadi dalam rentang waktu
dan desain arsitektur. Masyarakat Batak yang panjang; mungkin puluhan abad yang
Toba di Kabupaten Samosir sebagai pemilik lalu sejak zaman pra-Hindu.
ukiran gorga ‘baru’, diharapkan dapat lebih
melestarikan dan mengembangkan gorga HASIL DAN PEMBAHASAN
agar tidak hilang ditelan zaman. Deskripsi
Perubahan Bentuk Gorga Batak Toba
tentang bentuk gorga Batak Toba diharap-
kan juga menjadi salah satu bagian dari este- Bentuk gorga tradisional pada umum-
tika Nusantara. Objek material gorga tradisi- nya kaku, tegas, dan sederhana. Hal ini se-
onal dapat ditemukan dari sumber foto-foto suai dengan pernyataan Gustami (1984:38),
lama East and West Art Gallery. Di samping bahwa gaya seni ukir tradisional itu seder-

134
~ Pantun Jurnal Ilmiah Seni Budaya ~
Vol. 1 No. 2 Desember 2016

hana, polos, tegas, kaku, dengan goresan hid, 2013:82). Di atas bidang-bidang terse-
yang nampak kuat dan kasar. Hal itu tentu but, gorga tradisional ditampilkan dalam
berbeda dengan bentuk gorga ‘baru’ yang penggabungan bentuk yang abstrak, misal-
memunculkan karya desain yang bervaria- nya motif tumbuh-tumbuhan sengaja diga-
si. Bentuk gorga ‘baru’ tidak kaku, tidak te- bung dengan motif manusia, hewan, atau-
gas, bahkan tidak sesederhana seperti gorga pun raksasa. Motif hias bergaya abstrak ini
tradisional. Bentuk gorga ‘baru’ ada yang menunjukkan bentuk-bentuk yang sulit
merupakan representasi dari keindahan dikenali, karena objeknya sengaja digam-
alam, tapi ada pula yang lepas sama sekali barkan serta digubah sedemikian rupa
dari bentuk-bentuk alam. Bentuk gorga untuk memberikan kesan kekuatan yang
‘baru’ yang mendekati keindahan alam, mampu mempengaruhi ukirannya (Su-
umumnya merupakan stilisasi dari tumbuh- naryo, 2009:17).
tumbuhan, geometris, dan kosmos. Ada- Berdasarkan pembahasan yang telah
pun gorga ‘baru’ yang lepas sama sekali dideskripsikan, tampak jelas bahwa gorga
dari bentuk alam, biasanya merupakan tradisional merupakan milik masyarakat
stilisasi dari mahluk hidup (manusia dan Batak Toba. Motif-motifnya menunjukkan
hewan) ataupun hewan hayali (raksasa). gaya yang khas, oleh Hasibuan disebut se-
Selain itu, ada gorga ‘baru’ yang dijadikan bagai Batak style (Hasibuan, 1982:28). Batak
sebagai dekoratif untuk mendampingi un- style memvisualkan pengulangan motif
sur-unsur keagamaan Katolik. yang menggambarkan wujud di luar dunia
manusia. Misalnya saja, motif yang menye-
Bentuk Gorga Tradisional rupai raksasa dan motif yang menggam-
Motif-motif yang ditampilkan dalam barkan kosmos. Artinya, gorga tradisional
gorga tradisional disusun secara berulang. bukanlah tiruan dari karya-karya seni or-
Motif-motifnya terdiri dari bentuk yang namentik lainnya. Oleh karena itu, gorga
menyerupai manusia, hewan, raksasa, tradisional adalah karya “asli” (local genius)
tumbuh-tumbuhan, geometris, dan kosmos dari nenek moyang masyarakat Batak Toba;
(Marbun dan Hutapea, 1987:48). Motif gorga bentuknya berbeda dengan karya seni or-
tradisional yang diukir pada dinding rumah namentik dari suku Batak lainnya di Suma-
adat Batak Toba, memvisualkan komposi- tera Utara.
si dari pelbagai bentuk yang simetris dan
non-simetris. Komposisi itu disusun ber- Bentuk Gorga ‘Baru’
dasarkan cerita dari peristiwa-peristiwa Sampai dengan tahun 2015, pandangan
yang dianggap penting dalam keyakinan masyarakat Batak Toba terhadap gorga ‘baru’
masyarakat Batak Toba. tetap berlangsung dari generasi ke generasi.
Motif gorga tradisional juga disusun Mereka masih menerapkan gorga ‘baru’
berdasarkan prinsip-prinsip estetis, yaitu pada ruma2, museum, gereja Katolik, dan ba-
mengikuti struktur dalam setiap bidang ngunan-bangunan swasta di Kabupaten Sa-
yang berwarna putih, merah, dan hitam mosir. Gorga ‘baru’ pada ruma dan museum
berdasarkan pembagian garis-garis ver- diukir di atas material kayu jati serta kayu
tikal, diagonal, dan horisontal. Triwarna marawan, dengan menggunakan teknik lon-
(putih, merah, dan hitam) ini demikian tik dan teknik rancap. Selain itu, ada juga gor-
sederhana dan berkesan monoton, akan ga ‘baru’ pada gereja Katolik dan bangun-
tetapi perpaduan ketiga warna tersebut an-bangunan swasta yang dibuat dengan
mampu menghasilkan warna mistis (Wa- material semen yang menggunakan teknik

135
- Andriyanti: Kontinuitas Gorga Batak Toba -

dais3. Gorga ‘baru’ pada material semen lebih digambarkan secara naturalis. Setidaknya
awet dan mudah untuk direparasi, sedang- ada empat motif gorga yang unsur-un-
kan gorga ‘baru’ pada material kayu jati dan surnya agak berbeda.
kayu marawan lebih mudah mengalami Pertama, motif empat payudara wani-
pelapukan, diserang hama rayap, dan sulit ta tanpa puting digambarkan dalam gorga
direparasi seperti sebelumnya. adop-adop tradisional, sedangkan motif
Macam motif gorga tradisional dan motif empat payudara wanita yang berputing
gorga ‘baru’ itu berbeda-beda di masing-ma- digambarkan dalam gorga adop-adop ‘baru’.
sing arsitekturnya. Perbedaan motif gorga Tata letak pada dua gorga adop-adop terse-
tradisional dan gorga ‘baru’ lebih disebab- but disusun berdekatan. Selain itu terdapat
kan oleh perbedaan cita rasa dan selera motif sulur-suluran pada latarnya.
pande dorpi, di samping karena ada budaya Kedua, motif cicak (sejenis binatang
dan kepercayaan yang melatarbelakanginya. kadal yang bertuah) digambarkan dalam
Bagaimanapun, macam motif gorga ‘baru’ gorga boraspati tradisional, sedangkan motif
merupakan perkembangan dari motif gor- cicak secara naturalis digambarkan dalam
ga tradisional. Oleh karena itu, penjelas- gorga boraspati ‘baru’. Motif ekor cicak pada
an deskriptif gorga ‘baru’ ini mengikuti gorga boraspati tradisional bercabang dua
kerangka penjelasan deskriptif gorga tra- ke bawah, sedangkan pada gorga boraspati
disional pada bagian sebelumnya. Namun ‘baru’ ekornya tunggal dan melengkung
demikian, macam-macam motif yang dibuat ke atas. Kaki cicak pada gorga boraspati tra-
para pande dorpi pada dasarnya sama, yaitu disional menempel ke pelbagai sisi dinding,
meliputi: motif-motif yang menyerupai sedangkan pada gorga boraspati ‘baru’ ka-
manusia, menyerupai hewan, menyerupai kinya dalam posisi tiarap dan jumlah jari
raksasa, menyerupai tumbuh-tumbuhan, setiap kakinya masing-masing tiga. Se-
geometris, yang menggambarkan kosmos, lanjutnya pada gorga boraspati tradisional
dan gorga untuk mendampingi unsur-unsur badan cicak loreng-loreng dan dicat de-
keagamaan Katolik. ngan warna gelap kemerahan, sedangkan
pada gorga boraspati ‘baru’ badannya dicat
Motif Menyerupai Manusia dan Hewan dengan warna coklat, hitam, dan putih. Le-
Motif menyerupai manusia (gorga adop- her cicak pada gorga boraspati tradisional
adop tradisional) dan motif menyerupai mengenakan semacam kalung, sedangkan
hewan (gorga boraspati tradisional) digam- pada gorga boraspati ‘baru’ lehernya tidak
barkan secara dekoratif. Motif menyerupai mengenakan apapun. Matanya sama-sama
manusia (gorga adop-adop ‘baru’) dan motif membelalak dan menghadap ke gorga adop-
menyerupai hewan (gorga boraspati ‘baru’) adop. Latarnya sama-sama ditambahkan

Gambar 1. Gorga boraspati dan Gorga adop-adop Gambar 2. Gorga boraspati dan Gorga adop-adop
tradisional pada rumah adat Batak Toba ‘baru’ pada museum Huta Siallagan
(dibuat tahun 1300-an). (dibuat tahun 2005).

136
~ Pantun Jurnal Ilmiah Seni Budaya ~
Vol. 1 No. 2 Desember 2016

motif sulur-suluran untuk memperindah


dan mengisi bidangnya.

Motif Menyerupai Raksasa


Motif menyerupai raksasa digambarkan
dalam gorga gaja dompak tradisional secara
dekoratif dan gorga gaja dompak ‘baru’ secara
naturalis. Setidaknya ada dua macam motif
gorga yang unsur-unsurnya agak berbeda.
Pada gorga gaja dompak tradisional, mahko-
tanya berbentuk air mancur yang ujungnya
melengkung keluar, sedangkan pada gorga
gaja dompak ‘baru’ mahkotanya berbentuk
air mancur yang ujungnya melengkung ke Gambar 4. gorga gaja dompak ‘baru’ pada kantor
dalam dengan bohlam yang ditambahkan di hukum milik O. H. Simarmata, SH.
bagian atasnya. (dibuat tahun 2003)

Motif Menyerupai Tumbuh-tumbuhan


Secara dekoratif, gorga simarogung-ogung
tradisional (motif menyerupai tumbuh-
tumbuhan) diubah menjadi gorga silintong
‘baru’ (motif menyerupai kosmos). Meski-
pun ada dua macam nama dan karakter
gorga yang unsur-unsurnya agak berbeda,
akan tatapi bentuknya masih sama yakni
stilisasi dari motif sulur-suluran yang mem-
bentuk lingkaran yang menyerupai gong.
Yang satu garis lengkung dan motif
durinya disusun secara berderet melingkar
ke kanan, sedangkan yang lain garis leng-
kung dan motif duri saling berhadapan
melingkar ke kanan dan ke kiri.

Gambar 3. Gorga Gaja Dompak Tradisional


(Sumber: Graham, 2015).

Tanduknya sama-sama ke arah atas. Ma-


tanya sama-sama melotot, tetapi dengan mu-
lut yang tersenyum. Telinganya sama-sama
memanjang dengan hiasan motif tumbuhan
pakis. Pada kanan dan kiri gorga gaja dompak
‘baru’ diberi bentuk jajaran genjang. Gorga
gaja dompak kurang realistik, sehingga sulit
untuk melihatnya sebagai seekor gajah di Gambar 5. Gorga Simarogung-ogung Tradisional
di rumah adat Batak Toba
dalam bentuk ukirannya (Wahid, 2013:91). (dibuat tahun 1300-an)

137
- Andriyanti: Kontinuitas Gorga Batak Toba -

batasi antara satu gorga dengan gorga lain


(Sirait, 1977:25). Yang satu bentuknya te-
bal, sedangkan yang lain bentuknya lebih
tipis. Gorga ipon-ipon menggambarkan ben-
tuk kotak-kotak kecil yang disusun seper-
ti deretan gigi, fungsinya adalah sebagai
pembatas atau pinggiran suatu rangkaian
Gambar 6. gorga silintong ‘baru’ pada museum gorga (Wahid, 2013:83).
Huta Siallagan (dibuat tahun 2005)

Motif Menggambarkan Kosmos


Motif Geometris Secara dekoratif, gorga simata ni ari tra-
Motif geometris digambarkan dalam disional (motif menggambarkan kosmos)
gorga ipon-ipon tradisional dan gorga ipon- diubah menjadi ornamen adegan perjamuan
ipon ‘baru’ secara dekoratif. Setidaknya ada suci ‘baru’ (motif manusia dan sulur-suluran
dua macam motif gorga yang unsur-un- tumbuhan) digambarkan secara dekoratif.
surnya agak berbeda.

Gambar 7. Gorga Ipon-ipon Tradisional pada


rumah adat Batak Toba (dibuat tahun 1300-an)

Yang satu motif pilin berganda hanya


menjadi hiasan tepi yang membatasi motif
Gambar 9. Gorga Simata ni ari tradisional pada
gorga, sedangkan yang lain motif pilin ber- rumah adat Batak Toba (dibuat tahun 1300-an)
ganda yang dijadikan pengisi kekosongan
bidang dindingnya. Gorga ipon-ipon, seperti Meskipun ada dua macam nama dan
halnya pilin berganda kuno di Tanah Batak, karakter gorga yang unsur-unsurnya agak
dipakai sebagai pengisi bidang dan dalam berbeda, akan tatapi bentuknya masih sama
motif pinggiran (Indratmo, 2001:41). yakni stilisasi dari empat sisi garis yang
dirangkai secara simetris dan motif sulur-
suluran yang disusun untuk mengisi keko-
songan bidangnya.
Yang satu motif matahari dikelilingi
delapan bintang, yaitu keempat sisinya
Gambar 8. Gorga Ipon-ipon ‘baru’ pada museum
Huta bolon (buatan tahun 1988) dirangkai secara simetris dan berpusat di
tengah, sedangkan yang lain motif manusia
yang menggambarkan adegan perjamuan
Tata letak pilin berganda sama-sama suci; di tengah diberi adegan Yesus Kristus
disusun secara repetisi (berulang) ke arah dan muridnya yang duduk pada perjamuan
kanan. Meskipun gorga ipon-ipon memi- suci (santapan malam yang diadakan oleh
liki bentuk yang bermacam-macam, akan Yesus Kristus sebelum disalib).
tetapi fungsinya sama yaitu untuk mem-

138
~ Pantun Jurnal Ilmiah Seni Budaya ~
Vol. 1 No. 2 Desember 2016

Setidaknya ada dua macam motif gorga


yang unsur-unsurnya agak berbeda. Yang
satu motif pohon keramat dikelilingi bina-
tang-binatang seperti ayam, burung dan
ular, sedangkan yang lain motif manusia
dan malaikat menghadap ke pohon suci.
Yang satu motif pohon keramat dikelilingi
empat ekor ayam; dua ayam berukuran be-
sar ditempatkan di atas pohon dengan bulu
yang mekar; dua ayam berukuran kecil di-
tempatkan di tengah pohon dengan bulu
yang runcing; dua ekor burung terbang ke
Gambar 10. Ornamen adegan perjamuan suci ranting pohon; dan seekor ular melilit ke
pada gereja Katolik Inkulturatif Paroki Santo
Mikhael Pangururan (buatan tahun 1997) bagian bawah pohon.

Motif Gorga untuk Mendampingi Unsur-


Unsur Keagamaan Katolik
Gorga hariara sundung ni langit tradisi-
onal (motif menyerupai hewan) sudah
diubah bentuknya menjadi gorga hariara Gambar 12. Gorga Hariara Sundung ni Langit ‘baru’
sundung ni langit ‘baru’ (motif menyerupai pada altar gereja Katolik Inkulturatif Paroki
Santo Mikhael Pangururan
manusia). Menurut masyarakat Batak Toba, (buatan tahun 1997)
pohon keramat diubah menjadi pohon suci
dimana Yesus Kristus disalib. Pandangan
ini telah mengembalikan keyakinan mere- Yang lain motif manusia dan malai-
ka terhadap kekuatan mistis dari pohon kat menghadap pohon suci yang ditum-
keramat yang pernah dipercayai oleh ne- buhi duri-duri; sosok dua manusia sedang
nek moyangnya. memujanya; sosok Yesus Kristus sedang
disalib pada pohonnya; dan sosok dua ma-
laikat yang sedang meminta permohonan
kepada pohon. Yang satu tata letak pohon
keramatnya disusun secara vertikal, se-
dangkan yang lain tata letak pohon sucinya
disusun secara horizontal.
Berdasarkan pengamatan terhadap gor-
ga-gorga ‘baru’ yang berkembang dewasa
ini, gorga ‘baru’ pada gereja Katolik Inkul-
turatif Paroki Santo Mikhael Pangururan
memasukkan unsur-unsur keagamaan Ka-
tolik. Menurut pihak gereja, bentuk gorga
‘baru’ dapat menimbulkan kritikan terha-
dap perasaan takut jemaat gereja terhadap
‘amarah roh leluhur’. Dengan demikian
Gambar 11. Gorga Hariara Sundung ni Langit telah terjadi sinkretisasi antara kepercayaan
tradisional pada rumah adat Batak Toba nenek moyang Batak Toba dengan ajaran
(dibuat tahun 1300-an)

139
- Andriyanti: Kontinuitas Gorga Batak Toba -

Kristus. Nilai-nilai dan pola-pola kultural 1964:140-157). Dalam kasus ini, faktor in-
lama diambil untuk menciptakan karakter ternal adalah institusi adat, tetua utama,
arsitektur gereja yang mengagumkan (Hot- pande dorpi, dan masyarakat Batak Toba
man M. Siahaan dalam Siburian, 2012:242). sebab merekalah yang memiliki hubungan
emosional dan spiritual dengan gorga. Ada-
Kontinuitas dan Perubahan Gorga Batak pun faktor eksternal adalah unsur-unsur
Toba dari luar seperti budaya (‘asing’), agama
Pada pembahasan sebelumnya telah Katolik, kepentingan pemerintah, ekonomi,
dijelaskan tentang keberadaan gorga tradisi- pariwisata, dan lain-lain yang berhubung-
onal dan gorga ‘baru’ yang mengalami kon- an secara langsung atau tidak langsung
tinuitas sekaligus perubahan. Banyak peru- dengan gorga.
bahan telah terjadi pada tahun-tahun setelah
tahun 1970, tidak saja dalam arti pemikiran Faktor Internal
tentang bagaimana sejarah seharusnya ditu- Faktor internal yang berkenaan dengan
lis, tapi juga kegiatan dalam arti yang kong- kontinuitas dan perubahan gorga adalah ele-
kret (Kuntowijoyo, 2003:2). Untuk dapat me- men-elemen yang berhubungan dengan ma-
mahami lebih rinci tentang gorga Batak Toba syarakat Batak Toba, dalam hal ini terutama
baik yang mengalami kontinuitas maupun adalah institusi adat, tetua utama, pande dorpi,
perubahan, maka penjelasan pada bagian ini dan masyarakat Batak Toba. Menurut Ar-
didasarkan pada permasalahan, mengapa nold Toynbee, perubahan itu disebabkan
gorga tetap dipertahankan oleh masyarakat oleh sikap masyarakat yang ingin merubah
Batak Toba dengan mengubah bentuknya? (Boskoff, 1964:147). Pemikiran Toynbee ini
Faktor-faktor apa saja yang membuat hal itu dijadikan sebagai dasar untuk menganali-
semua terjadi? sis sejauh mana keinginan berubah dari
Kontinuitas dan perubahan gorga pada elemen-elemen masyarakat Batak Toba
masyarakat Batak Toba itu terjadi dalam tersebut, sehingga gorga mengalami pe-
rentang waktu yang sangat panjang, mung- rubahan. Pola perubahan yang terjadi pada
kin puluhan abad yang lalu sejak zaman gorga dapat digambarkan secara seder-
pra-Hindu. Artinya, kontinuitas dan pe- hana sebagai berikut: dari ada menjadi
rubahan gorga tersebut merupakan peristi- tiada, dan dari tiada bangkit lagi menjadi
wa sejarah. Untuk mengidentifikasi faktor- ada tetapi dalam bentuk dan fungsi yang
faktor yang membuat peristiwa itu terjadi, ‘baru’. Rumah-rumah adat yang dipenuhi
artikel ini merujuk pada teori dari sejara- ornamen gorga tradisional sudah tidak ada
wan Sartono Kartodirdjo, bahwa setiap bekasnya, tapi muncul gorga-gorga ‘baru’
kejadian atau peristiwa sejarah itu tidak sebagai ornamen hias dari bangunan-
terjadi dalam ruang kosong (in vacuo), me- bangunan modern.
lainkan terjadi dalam konteks kehidupan Sikap masyarakat yang berubah, pasti
sosio-historis4 (Kartodirdjo, 1978:219). ada penyebabnya. Besar kemungkinan
Untuk menganalisis banyaknya faktor- karena mendapat masukan, pengalaman,
faktor yang berkenaan dengan kontinui- pengetahuan baru dari luar, atau bahkan
tas dan perubahan gorga, juga digunakan berupa ‘tekanan-tekanan’. Dalam kasus
teori perubahan dari Alvin Boskoff, yang gorga, perubahan sikap masyarakat Batak
menyederhanakan kompleksitas penyebab Toba mungkin sudah terjadi sejak dulu
tersebut menjadi dua faktor, yaitu fak- kala secara berangsur-angsur; sejak zaman
tor internal dan faktor eksternal (Boskoff, pra-Hindu, zaman pengaruh agama-agama

140
~ Pantun Jurnal Ilmiah Seni Budaya ~
Vol. 1 No. 2 Desember 2016

dari India (Hindu-Budha), zaman pengaruh berkembang, baik gorga tradisional mau-
agama dan kebudayaan Barat, dan zaman pun gorga ‘baru’.
kemerdekaan Indonesia sampai sekarang.
Pada zaman pra-Hindu keberadaan Faktor Eksternal
gorga selalu dikaitkan dengan ritual untuk Faktor-faktor eksternal yang berpenga-
memuja roh leluhur dan untuk mengusir ruh terhadap kontinuitas dan perubahan
roh-roh jahat. Tetapi pada zaman Hindu ke- gorga Batak Toba, di antaranya adalah ke-
beradaan gorga menjadi bagian dari sinkre- pentingan pemerintah, pengaruh agama
tisme antara kepercayaan ‘kuno’ (paham Katolik (pihak gereja), pengaruh politik
paganisme5) dengan agama Hindu-Hina- (peran pemerintah daerah), pengaruh sosi-
yana. Ketika zaman pengaruh agama dan al (peran pande dorpi dan masyarakat Batak
kebudayaan Barat masuk, para pande dorpi, Toba) dan pengaruh ekonomi (peran pasar
tetua utama, dan masyarakat Batak Toba Tomok).
mengadopsi unsur-unsur Barat tersebut ke Berdasarkan pengamatan terhadap fak-
dalam gorga yang berbeda. Demikian pula tor-faktor eksternal yang terjadi, maka dapat
ketika zaman kemerdekaan, masyarakat ditemukan bahwa kepentingan pemerintah
Batak Toba memperlakukan motif-motif memengaruhi terciptanya gorga tradisional
gorga sebagai identitas ‘kearifan lokal’. Se- sejak zaman kerajaan, zaman penjajahan
mentara itu, gorga tradisional berikut insti- Belanda, dan masa pemerintahan era ke-
tusi adat yang memilikinya tinggal menjadi merdekaan. Pertama, pada masa kekuasaan
catatan sejarah. Siraja Batak, konsep keagamaan Hindu di-
Berdasarkan penjelasan tersebut dapat sisipkan ke dalam gorga tradisional pada
dirangkum bahwa ada tiga faktor internal arsitektur rumah adat Batak Toba. Kedua,
yang membuat bentuk gorga Batak Toba pada masa pemerintahan kolonial Belanda,
berkembang. Pertama, sikap dan cara ber- misionaris Belanda menanamkan paham
pikir dari institusi adat yang sekarang. In- animisme-phobi yang melarang para peneliti
stitusi adat yang sekarang berusaha keras untuk mempublikasikan gorga tradisional se-
dalam mengembangkan gorga ‘baru’, agar cara ilmiah. Ketiga, pada era kemerdekaan,
tidak kalah dengan institusi adat terdahulu pintu untuk masuknya pengaruh-pengaruh
yang telah menciptakan gorga tradisional. dari luar semakin terbuka dan bebas, pada-
Kedua, aturan ketat tetua utama yang se- hal tidak semua pengaruh dari luar bernilai
lalu mengatasnamakan kepentingan adat positif.
Batak sedikit demi sedikit berubah dari Selain paham animisme-phobi yang dita-
cara berpikir kuno ke cara berpikir baru. namkan oleh misionaris Belanda, dalam
Tetua utama membebaskan masyarakat dan hukum Vatikan II6 yang berisi tentang pem-
pande dorpi untuk menciptakan bentuk-ben- binaan gereja setempat juga telah memenga-
tuk gorga ‘baru’, tanpa harus meninggalkan ruhi kontinuitas dan perubahan gorga Batak
nilai-nilai tradisionalnya. Ketiga, sikap dan Toba. Supaya jamaatnya mendapatkan rasa
cara berpikir pande dorpi dan masyarakat kudus maka pihak gereja menyusupkan
Batak Toba yang mulai berubah sejak mere- gorga ‘baru’ ke dalam unsur-unsur agama
ka berhubungan dengan pelbagai dimensi Katolik. Di samping itu, sikap pemerintah
kehidupan. Usaha mereka dalam mengem- daerah yang melestarikan gorga sebagai
bangkan gorga ‘baru’ disebabkan tuntutan warisan nenek moyang sekaligus aset yang
hidup yang semakin kompleks untuk me- berharga dalam bidang pariwisata juga
menuhi kebutuhan keluarga. Ketiga faktor berpengaruh terhadap peningkatan jumlah
internal inilah yang membuat bentuk gorga

141
- Andriyanti: Kontinuitas Gorga Batak Toba -

turis-turis lokal dan asing di Kabupaten cara sederhana sebagai berikut: dari ada
Samosir. Keberadaan pasar Tomok sebagai menjadi tiada, dan dari tiada bangkit lagi
ajang persaingan desain dan pemasaran menjadi ada tetapi dalam bentuk yang
gorga ‘baru’ juga telah menempatkan mo- ‘baru’.
tif gorga sebagai produk warisan budaya Kedua, kontinuitas dan perubahan ben-
Batak Toba yang dapat dijual dan meng- tuk dan fungsi gorga dipengaruhi oleh dua
hasilkan uang. faktor, yakni faktor internal dan faktor
eksternal. Faktor internal berkenaan de-
SIMPULAN ngan para pendukung gorga, yaitu insitusi
adat, pande dorpi, dan tetua utama, sebab
Pertama, artefak gorga tradisional su- merekalah yang memiliki hubungan emo-
dah tidak ditemukan lagi pada rumah adat sional dan spiritual dengan gorga. Adapun
Batak Toba. Ini merupakan konsekuensi faktor eksternal yang berpengaruh di an-
dari memudarnya keyakinan masyarakat taranya adalah kepentingan pemerintah,
Batak Toba terhadap kepercayaan ‘kuno’. pengaruh agama (pihak gereja), pengaruh
Dalam hal ini, sikap masyarakat Batak politik (peran pemerintah daerah), penga-
Toba terhadap gorga tradisional juga lam- ruh sosial (peran pande dorpi) dan pengaruh
bat-laun berubah. Mereka semakin kurang ekonomi (peran pasar Tomok).
menghormati, kurang menghargai, dan Faktor internal yang membuat bentuk
kurang merawat gorga tradisional, sehing- dan fungsi gorga berkembang ada tiga,
ga pada akhirnya material kayunya meng- di antaranya 1) sikap dan cara berpikir
alami pelapukan dan kerusakan. Sikap dari institusi adat yang sekarang. Institusi
mereka yang berubah, pasti ada penyebab- adat yang sekarang berusaha keras dalam
nya. Besar kemungkinan karena mendapat mengembangkan gorga ‘baru’, agar tidak
masukan, pengalaman, pengetahuan baru kalah dengan institusi adat terdahulu yang
dari luar, atau bahkan berupa ‘tekanan- telah menciptakan gorga tradisional; 2)
tekanan’. Dalam kasus gorga ini, perubahan aturan-aturan ketat dari tetua utama yang
sikap masyarakat Batak Toba mungkin su- selalu mengatasnamakan kepentingan adat
dah terjadi sejak dulu kala secara berang- Batak sedikit demi sedikit berubah, dari
sur-angsur; sejak zaman pra-Hindu, zaman cara berpikir kuno ke cara berpikir baru.
pengaruh agama dari India (Hindu-Budha), Tetua utama membebaskan masyarakat
zaman pengaruh agama dan kebudayaan dan pande dorpi untuk menciptakan bentuk
Barat, dan zaman kemerdekaan Indonesia gorga ‘baru’, tanpa harus meninggalkan ni-
sampai sekarang. lai-nilai tradisionalnya; dan 3) sikap dan
Seiring dengan perkembangan atau cara berpikir pande dorpi dan masyarakat
kemajuan zaman, dinamika kehidupan Batak Toba yang mulai berubah sejak mer-
terjadi ketika masyarakat Batak Toba diha- eka berhubungan dengan berbagai dimensi
dapkan kepada keinginan dan kepentingan kehidupan. Usaha-usaha mereka untuk
yang semakin kompleks. Rumah-rumah mengembangkan gorga ‘baru’ adalah dalam
adat yang dipenuhi gorga tradisional sudah rangka untuk memenuhi kebutuhan hidup
tidak ada bekasnya, sehingga gorga-gorga yang berdimensi banyak itu. Adapun fak-
‘baru’ diciptakan dan dimunculkan kem- tor eksternal yang terjadi terhadap perkem-
bali sebagai ornamen hias dari bangunan- bangan gorga, di antaranya: 1) kepentingan
bangunan modern. Pola perubahan yang pemerintah memengaruhi terciptanya gor-
terjadi pada gorga dapat digambarkan se- ga tradisional sejak zaman kerajaan, zaman
penjajahan Belanda, dan masa pemerintah-

142
~ Pantun Jurnal Ilmiah Seni Budaya ~
Vol. 1 No. 2 Desember 2016

an era kemerdekaan; 2) pola berpikir pihak jadi agama Parmalim. Agama Parmalim dianut
oleh masyarakat pedalaman yang ada di Kabu-
gereja memaksakan bentuk gorga ‘baru’ ke
paten Samosir sampai sekarang.
dalam unsur-unsur agama Katolik, agar 6
Hukum Vatikan II berisi tentang pembi-
para jemaatnya mendapatkan rasa kudus; naan gereja setempat. Untuk mengatasi dimensi
ruang dan waktu, maka arsitektur gereja direali-
3) sikap pemerintah daerah melestarikan sasi hingga wajahnya berubah menurut tempat
gorga sebagai warisan nenek moyang seka- dan zaman tertentu (Subagya, 1981:51-52). Arsi-
tektur dan wajah gereja-gereja Katolik tidak ada
ligus aset yang sangat berharga dalam bi- yang sama. Arsitektur gereja Katolik dibangun
dang pariwisata, untuk meningkatkan jum- dengan mengadopsi sebanyak mungkin unsur-
lah turis-turis lokal dan asing di kabupaten unsur kebudayaan masyarakat setempat dan
selaras dengan sejarahnya
Samosir; 4) arena sosial para pande dorpi di
pasar Tomok yang menjadi ajang persaingan
desain dan pemasaran gorga ‘baru’; dan 5) Daftar Pustaka
faktor ekonomi yang merupakan salah satu
kebutuhan pokok untuk hidup, telah me- Boskoff, Alvin. 1964. “Recent Theories of
nempatkan gorga sebagai produk warisan Social Change,” dalam Ed. Warner
budaya Batak Toba yang dapat dijual dan J. Cahnman dan Alvin Boskoff, Socio-
menghasilkan uang. logy and History: Theory and Research.
London: The Free Press of Glencoe.

Catatan Akhir
Causey, Andrew. 2006. Danau Toba (Perte-
1
Marga merupakan kelompok kekerabatan muan Wisatawan dengan Batak Toba
masyarakat Batak yang terdiri dari pelbagai ke- di Pasar Suvenir). Medan: Bina Me-
luarga yang berlainan (Warneck, 2009:203).
2
Ruma dalam bahasa Batak Toba diartikan dia Perintis.
sebagai tempat tinggal, yang didiami oleh em-
pat keluarga atau lebih sejak tahun 1977 (Na-
pitupulu, 1986:31). Konstruksi ruma pada ba- Eliade, Mircea. 2002. Sakral dan Profan. Yog-
gian depan masih terbuat dari kayu, tetapi pada yakarta: Fajar Pustaka Baru.
bagian belakangnya sudah diubah menjadi ma-
terial batu bata.
3
Teknik dais adalah jenis teknik ukiran yang Gultom, Ibrahim. 2010. Agama Malim di Ta-
digunakan pande dorpi pada material semen, nah Batak. Jakarta: Bumi Aksara.
dengan menyentuh sedikit demi sedikit, me-
nyinggung sedikit demi sedikit, menyepuh/
menuakan warna dengan sifat dari warna se- Gustami, SP. 1984. Seni Ukir dan Masalah-
men yang gelap, mengoles bentuk sedikit demi
sedikit, dan menghaluskan bentuk-bentuk gorga
nya. Yogyakarta: STSRI “ASRI”, Ji-
‘baru’ (Warneck, 2009:65-66). lid I-II.
4
Konteks sosio-historis berhubungan de-
ngan dinamika kehidupan masyarakat. Ma-
syarakat dalam kasus gorga ini adalah masyara- Hasibuan, Jamaludin S. 1982. Art And Cul-
kat Batak Toba. Dinamika kehidupan itu terjadi ture Batak. Medan: Yayasan K.J.M.
karena masyarakat Batak Toba dihadapkan ke-
pada keinginan dan kepentingan yang semakin
kompleks seiring dengan perkembangan atau Hoop, A.N.J. Th.á Th. van Der. 1949. Indo-
kemajuan zaman. Dalam hal ini Kuntowijoyo nesische Siermotieven - Ragam-Ragam
menegaskan, bahwa penyebab terjadinya peris-
tiwa itu tidak tunggal, melainkan banyak atau Perhiasan Indonesia (Indonesian Or-
kompleks (Kuntowijoyo, 1999:26). namental Design). Bandoeng: Konin-
5
Paganisme adalah suatu campuran dari
pemujaan yang bersifat animisme terhadap klijk Batavoiaasch Genootschap van
roh-roh yang sudah meninggal dan pemu- Kunsten en Wetenscappen.
jaan yang bersifat dinamisme terhadap benda-
benda yang dianggap memiliki kekuatan gaib
(Gultom, 2010:76). Paham paganisme telah di- Indratmo, Effi dan Subandi SR. 2001. “Ba-
ganti oleh keturunan Singa Mangaraja XII men- han Ajar Mata Kuliah Ornamen Kri-

143
- Andriyanti: Kontinuitas Gorga Batak Toba -

ya II Ragam Hias Etnis Nusantara dalam Bungaran Antonius Siman-


dan Luar Nusantara.” Hibah pem- juntak, Konsepku Membangun Bangso
belajaran Program “DUE-like” STSI Batak (Manusia, Agama dan Budaya).
Surakarta. Jakarta: Yayasan Pustaka Obor In-
donesia.
Marbun, M. A. dan I. M. T. Hutapea. 1987.
Kamus Budaya Batak Toba. Jakarta: Sirait, Baginda dkk. “Dokumentasi Orna-
Balai Pustaka. men Tradisional di Sumatera Utara.”
Laporan penelitian dibiayai oleh Pe-
Napitupulu, dkk. 1986. “Arsitektur Tradisi- merintah Daerah Tingkat I Sumate-
onal Daerah Sumatera Utara.” Lapor- ra Utara tahun anggaran 1977-1980.
an penelitian dibiayai oleh Departe-
men Pendidikan dan Kebudayaan Subagya, Rachmat. 1981. Agama Asli Indo-
Proyek Inventarisasi dan Dokumen- nesia (Cetakan Kedua). Jakarta: Si-
tasi Kebudayaan Daerah. nar Harapan dan Yayasan Cipta Lo-
ka Caraka.
Kartodirdjo, Sartono. 1978. Kebudayaan Pem-
bangunan dalam Perspektif Sejarah. Sunaryo, Aryo. 2009. Ornamen Nusantara
Yogyakarta: Gadjah Mada Univer- Kajian Khusus tentang Ornamen Indo-
sity Press. nesia. Semarang: Dahara Prize

Kuntowijoyo. 2003. Metodologi Sejarah, Edisi Wahid, Julaihi. 2013. Arsitektur dan Sosial
Kedua. Yogyakarta: Tiara Wacana. Budaya Sumatra Utara. Jakarta: Gra-
ha Ilmu.
---------------. 1999. Pengantar Ilmu Sejarah,
Cetakan Ketiga. Yogyakarta: Ben- Warneck, J. 2009. Kamus Batak Toba-Indone-
tang Budaya. sia. Medan: Bina Media Perintis.

Santosa. 2012. Komunikasi Seni (Aplikasi da- webtografi:


lam Pertunjukan Gamelan). Surakar-
Graham, John, “FineTribal and Ethnogra-
ta: ISI Press Surakarta.
phic Art of South East Asia”, dalam
https://www.google.com/search?q=
Saragi, Daulat. “Filosofi Gorga, Makna Ko-
FINE+TRIBAL+and+ETHNOGRA-
munikasi Visual yang Dicetak dalam
PHIC+ART+of+SOUTH+EAST+ASIA
Hati Hingga Dicetak dengan Teknik
+&ie=utf-8&oe=utf8#q= FINE+TRI-
Digital,” SENI, Jurnal Seni Rupa FBS
BAL++and+ETHNOGRAPHIC+ART
UNIMED Medan Vol. 5, No. 2 Juni
+of+SOUTH+EAST+ASIA+East+and
2008: 01-12.
+West+Art+Gallery%2C+2010 (diak-
ses, 15 Desember 2015).
Siburian, Sahat P. 2012. “Representasi Iden-
titas dalam Ritus Kristen Batak,”

144

Anda mungkin juga menyukai